Anda di halaman 1dari 40

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Hipertensi banyak ditemukan pada Ibu hamil dimana tekanan atau stimulus negatif sebagai bahan baku stress akan diterima oleh bagian otak yang disebut sistem limbik yang memiliki peranan penting dalam sistem tubuh yang berhubungan langsung dengan sistem otonom dan bagian-bagian penting lainnya dalam otak. Akibatnya, emosi negatif menimbulkan kecemasan dan ketegangan untuk kemudian mengakibat sistem berantai dalam mekanisme tubuh. Ketika tubuh memproduksi adrenalin, ia juga mengeluarkan hormon kortisol. Naiknya kortisol akan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan terhadap

berbagai penyakit dan gangguan hipertensi. hipertensi sering terjadi pada wanita nulipara. Sementara itu, Wanita yang lebih tua memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronis seiring dengan penambahan usia, dan beresiko lebih besar mengalami preeklamsia pada hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih rentan. (Cunningham, 2006) .Sejauh ini kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil yang mengalami kecemasan di Puskesmas Jagir belum dapat di jelaskan. Kecemasan memicu adrenalin yang mengeluarakan hormone kortisol secara berlebihan, sehingga rentang terhadap gangguan hipertensi. Hipertensi pada ibu hamil berpotensi membahayakan baik bagi dirinya dan janinya. Jika hipertensi kehamilan tidak ditangani secara tepat bisa mengarah kegangguan pre-eklamsi atau eklamsia serta berisiko terjadinya abortus pada janin. Penulisan ini mempaparkan keterkaitan antara kecemasan yang terjadi pada ibu hamil yang berpotensi memicu kejadian hipertensi dalam upaya meminimalisir angka kejadian hipertensi dan resiko kematian ibu dan janin. Hipertensi kehamilan dapat mempersulit 5-10% kehamilan Ibu, bersama perdarahan dan infeksi, sehingga membentuk trias yang mematikan bagi Ibu hamil. Hipertensi kehamilan juga menyumbang 16% kematian dari total kematian Ibu secara sistemik menurut data dari WHO ( World Health Organization ), lebih tinggi dari pada penyebab utama

lainnya seperti perdarahan sebanyak 13%, aborsi sebanyak 18%, dan sepsis sebanyak 2% ( Norman & Gary, 2011 ). Seorang individu yang mengalami kecemasan secara langsung dapat mengekspresikan kecemasannya melalui respon yang fisiologis dan perilaku, dan secara tidak langsung dapat mengembangkannnya melalui mekanisme pertahanan dalam melawan kecemasan yang disebut koping. Pada ibu hamil ia berupaya untuk beradaptasi pada kehamilan dan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya sampai pada saat menghadapi kelahiran atau persalinan. Sebagian besar hasil akhir kehamilan yang buruk yang berkaitan dengan hipertensi dapat dicegah dengan pengawasan pranatal yang baik dan pengobatan jika diperlukan. Kehamilan adalah suatu kondisi dimana seorang wanita memiliki embrio atau fetus yang sedang berkembang di dalam tubuhnya. Dimana saat kehamilan, terjadi berbagai respon psikologi diantaranya timbul kecemasan akan kehamilannya. Kecemasan dan ketegangan kemudian mengakibat sistem berantai dalam mekanisme tubuh yang mencetuskan naiknya kortisol yang berpotensi melumpuhkan sistem imunitas sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan terhadap berbagai penyakit dan gangguan hipertensi. Akibat penurunan sistem pertahan tubuh serta peningkatan kortisol maka timbul gangguan hipertensi yang bila pada saat kehamilan tidak terkontrol dapat menyebabkan preeklamsia berat. Dengan penatalaksanaan yang optimal antara lain Penatalaksanaan psikiatri harus diuraikan secara mendetail dalam rencana asuhan keperwatan, termasuk pengkajian resiko serta pemantauan pengobatan hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada masa kehamilan di pukesmas jagir surabaya? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan ada hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada masa kehamilan di pukesmas jagir Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor kecemasan pada kehamilan 2. Mahasiswa mampu menjelaskan kejadian hipertensi pada kehamilan 3. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada masa kehamilan 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Diharapkan ibu hamil dapat mengetahui, memahami dan mengontrol terjadinya kecemasan selama masa kehamilan yang dapat mengakibatkan timbulnya kejadian hipertensi. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi, acuan atau gambaran, serta sumber data untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Institusi Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dan merupakan masukan bahan dokumen ilmiah. 3. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan dalam Kejadian hipertensi pada masa kehamilan yang di pengaruhi dari faktor kecemasan. 4. Bagi Ibu Hamil dan Masyarakat Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi ibu hamil dan masyarakat untuk mengetahui faktor kecemasann pada ibu hamil yang kemungkinan besar berakibat pada kejadian hipertensi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Ibu Hamil

2.1.1 Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan ke-4 sampai ke-6, triwulan ketiga dari bulan ke- 7 sampai ke-9 (Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo, 2007). Kehamilan didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah telur dan sebuah sperma, yang menandai awal suatu peristiwa yang terpisah, tetapi ada suatu rangkaian kejadian yang mengelilinginya. Kejadiankejadian itu ialah

pembentukan gamet (telur dan sperma), ovulasi (pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio di dalam uterus. Jika peristiwa ini berlangsung baik, maka proses perkembangan embrio dan janin dapat dimulai (Bobak, 2005). Sikap terhadap berat dan bentuk tubuh selama kehamilan memiliki dampak yang penting terhadap kenaikan berat badan selama kehamilan dan kesehatan mental ibu setelah melahirkan (Rubin, 2005). Sebagaimana diketahui bahwa kenaikan berat badan yang ideal pada perempuan selama kehamilan adalah sekitar 6,5 16,5 kilogram. Kenaikan berat badan di bawah ataupun di atas rentang tersebut akan menimbulkan masalah pada kesehatan ibu dan janin Selain itu, kekhawatiran tentang berat badan dan bentuk tubuh selama kehamilan juga berhubungan dengan distres postpartum (Abraham & Walker dalam Rubin, 2005). 2.1.2 Gejala dan Tanda Kehamilan Sejumlah temuan dan gejala klinis mungkin mengisyaratan kehamilan dini. 1. Berhentinya haid Berhentinya haid pada seorang wanita sehat usia subur yang sebelumnya mendapat haid spontan, siklis dan teratur merupakan isyarat

kuat kehamilan, lama siklus ovarium dan karenanya haid cukup bervariasi di antara wanita, dan bahkan pada wanita yang sama. Karena itu, amenore bukan merupakan indikasi yang handal untuk kehamilan sampai 10 hari atau lebih setelah awitan perkiraan haid. (Cunningham.2012) 2. Perubahan pada mukus serviks Mukus serviks yang telah mengering dan diperiksa di bawah mikroskop memiliki pola khas yang bergantung pada stadium siklus ovarium dan ada tidaknya kehamilan. Kristalisasi mukus yang penting untuk pembentukan pola daun pakis bergantung pada peningkatan kadar natrium klorida. Mukus serviks relatif kaya akan natrium klorida ketika yang

dihasilkan adalah estrogen bukan progesterone. Karena itu sekitar hari ke-7 sampai ke-18 daur, terlihat pola daun pakis. (Cunningham.2012) Sebaliknya, sekresi progesteron meskipun tanpa penurunan sekresi estrogen cepat menurunkan kadar natrium klorida ke kadar yang menghambat pembentukan pola daun pakis tersebut. Selama kehamilan, progesteron biasanya menimbulkan efek serupa, meskipun jumlah esterogen yang dihasilkan sangat besar. Setelah sekitar hari ke-21, terbentuk pola yang berbeda berupa gambaran manik-manik atau seluler. Pola bermanik-manik ini juga biasanya dijumpai selama kehamilan. Karena itu, mukus encer dalam jumlah besar dengan pola daun pakis ketika dikeringkan memperkecil kemungkinan adanya kehamilan dini. (Cunningham.2012) 3. Perubahan payudara Perubahan anatomis pada payudara menjadi kurang nyata pada multipara, yang payudaranya mengandung sejumlah kecil bahan seperti susu atau kolostrum selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah pelahiran anak mereka yang terakhir mereka, khususnya jika anaknya disusui. (Cunningham.2012) 4. Mukosa Vagina Selama kehamilan, mukosa vagina biasanya tampak merah keunguan atau agak gelap dan mengalami bendungan tanda Chadwick, yang dipopulerkan olehnya pada tahun 1886. Meskipun merupakan isyarat kuat, tanda ini konklusif. (Cunningham.2012)

5.

Perubahan kulit Peningkatan pigmentasi dan perubahan pada strie abdomen juga sering terjadi pada kehamilan. Tanda-tanda ini mungkin tidak terjadi pada kehamilan, atau muncul pada wanita yang mendapat kontrasepsi estrogenprogestin. (Cunningham.2012)

6.

Perubahan pada uterus Selama beberapa minggu pertama kehamilan, penambahan ukuran uterus terutama terbatas pada garis tengah anteroposterior. Pada minggu ke12, korpus uterus hampir membulat dengan garis tengah rerata 8 cm. pada pemeriksaan bimanual, organ ini terasa lembut atau elastik dan kadang menjadi sangat lunak. Pada usia haid 6 sampai 8 minggu, serviks teraba padat yang berbeda dari fundus yang kini lembut dan isthmus yang melunak tanda hegar. Melunaknya isthmus mungkin sedemikian mencolok sehingga serviks dan korpus uterus seolah-olah terpisah. (Cunningham.2012) Dalam menggunakan stetoskop untuk auskultasi, dapat terdengar uterine souffl pada bulan-bulan terakhir kehamilan. Ini adalah bunyi lembut bertiup yang sinkron dengan nadi ibu. Bunyi ini dihasilkan oleh mengalirnya darah melalui pembuluh-pembuluh uterus yang melebar dan paling jelas terdengar dibawah uterus. Sebaliknya, funic souffl adalah bunyi bersiul tajam sinkron dengan nadi janin. Buyi ini disebabkan oleh derasnya darah yang mengalir melalui arteri umbilikalis dan mungkin tidak selalu terdengar. (Cunningham.2012)

7.

Perubahan pada serviks Serviks menjadi semakin lunak seiring dengan kemajuan kehamilan. Keadaan lain, misalnya kontrasepsi estrogen-progestin, juga dapat menyebabkan pelunakan ini. Seiring dengan perkembangan kehamilan, ostium serviks eksternum dan kanalis servikalis mungkin menjadi cukup lunak sehingga dapat dimasuki oleh ujung jari tangan. Namun,ostium internum seyogianya tetap tertutup. (Cunningham.2012)

8.

Persepsi gerakan janin Persepsi gerakan janin oleh ibu dapat bergantung pada beberapa factor, misalnya paritas dan habitus. Secara umum, setelah satu kali

kehamilan yang berhasil, seorang wanita mungkin sudah dapat merasakan gerakan janinnya antara 16 sampai 18 minggu. Seorang primipara mungkin belum merasakan gerakan janin sampai 2 minggu kemudian (18 sampai 20 minggu). Pada sekitar 20 minggu, bergantung pada bentuk tubuh ibu, pemeriksa dapat mulai mendeteksi gerakan janin. (Cunningham.2012) 2.1.3 Respon imun dan endokrinologi kehamilan a. Respon imun Mengacu pola sistem imun adaptif. Maka dalam proses kehamilan akan dibutuhkan suatu adaptasi sistem imun dari sistem maternal terhadap semi allograft. Maladaptasi sistem imun maternal akan menyebabkan peningkatan aktifitas dari sel-sel leukosit sehingga akan mempengaruhi perkembangan fetoplasenta, invasi trovoblas kedalam miometrium dan reaksi imunologi. Pada kehamilan non preeklampsi-eklampsi maka peningkatan Th1 berupa aktifitas TNF dan IL-6 dapat diimbangi oleh Th2 yaitu dengan peningkatan sitokin IL 10. Adaptasi antara pihak maternal dan fetoplasenta akan

mengakibatkan Th2 akan melakukan supresi terhadap aktifitas Th1. Sebaliknya Preeklampsia ataupun eklamsi terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal terhadap fetoplasenta dimana sitokin proinflamasi IL-6 akan meningkatkan aktifitasnya melalui peningkatan leukosit dan aktifitas Th1 melalui peningkatan aktifitas dari TNF . Dapat disimpulkan bahwa pada kehamilan dengan hipertensi telah terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal, sementara itu hipertensi dengan preeklamsi-eklamsia terjadi maladaptasi sistem imun materal terhadap invasi fetoplasenta yang didahului dengan peningkatan leukosit yang berlanjut dengan peningkatan Th1 dan mengakibatkan sel-sel trofoblas mengalami apoptosis lebih banyak dibandingkan dengan kehamilan non preeklamsia-eklamsia. Peningkatan kadar TNF atau IL-6 di serum maupun jaringan akan menyebabkan peningkatan persentase jaringan plasenta yang mengalami infark dan peningkatan persentase jaringan plasenta yang mengalami apoptosis. Pegukuran TNF- dan IL-6 serum

mempunyai nilai yang sangat baik untuk mendiagnosis preeklamsiaeklamsia (Morton H, Cavanagh, 1992). b. Kelenjar hipofisis ibu Hormon-hormon kelenjar hipofisis anterior ibu hanya sedikit berpengaruh terhadap kehamilan setelah implantasi. Kelenjar ini sendiri bertambah besar kira-kira sepertiga dimana unsur utama pertambahan besar ini adalah hiperplasia laktotrof sebagai respons terhadap kadar estrogen plasma yang tinggi. Prolaktin yaitu produk dari laktotrof, merupakan satu-satunya hormon hipofisis anterior yang meningkat progresif selama kehamilan, yaitu dengan kontribusi dari hipofisis anterior desidua. Tampaknya mekanisme pengatur neuroendokrin normal tetap utuh. Sekresi ACTH dan TSH tidak berubah. Kadar FSH dan LH turun hingga batas bawah kadar yang terdeteksi dan tidak responsif terhadap stimulasi GnRH. Kadar GH tidak berbeda bermakna dengan kadar tak hamil, tetapi respons hipofisis terhadap hipoglikemia meningkat pada awal kehamilan. Pada kasus- kasus hiperfungsi hipofisis primer maka janin tidak terserang (Morton H, Cavanagh, 1992).

c. Korteks adrenal ibu 1. Glukokortikoid Kadar kortisol plasma meningkat hingga tiga kali kadar tidak hamil saat menjelang trimester ketiga. Peningkata terutama akibat pertambahan globulin pengikat kortikosteroid (CBG) hingga dua kali lipat. Peningkatan kadar estrogen pada kehamilan adalah yang bertanggung jawab atas peningkatan CBG yang gilirannya mampu mengurangi katabolisme kortisol di hati. Akibatnya adalah peningkatan waktu paruh kortisol plasma hingga dua kalinya. Dampak akhir dari perubahan-perubahan ini adalah peningkatan kadar kortisol bebas dalam plama, menjadi dua kali lipat pada kehamilan lanjut. Kortisol plasma yang tinggi berperan dalam terjadinya resistensi insulin pada kehamilan dan juga terhadap timbulnya striae, namun tanda-tanda hiperkortisolisme lainnya tidak

ditemukan pada kehamilan, bahwa kadar progesteron yang tinggi berperan sebagai suatu antagonis glukokortikoid dan mencegah efekefek kortisol ini (Morton H, Cavanagh, 1992). 2. Mineralokortikoid dan sistem renin angiotensin Substrat renin meningkat karena pengaruh estrogen terhadap sintesisnya di hati, dan renin sendiri juga meningkat. Peningkatan substrat renin dan renin sendiri akan menyebabkan peningkatan aktivitas renin dan angiotensin. Akibat aktivitas renin plasma yang meningkat, pada saat yang sama terjadi peningkatan angiotensin II yang tampaknya tidak lazim menyebabkan hipertensi karena terjadi penurunan kepekaan sistem vaskular ibu terhadap angiotensn. Bahkan, pada trimester pertama, aniotensin eksogen hanya akan mencetuskan peningkatan tekana darah yang lebih rendah

dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Jelas bahwa kadar renin angiotensin, dan aldosteron yang tinggi pada wanita hamil merupakan subjek dari kontrol umpan balik normal karena dapat mengalami perubahan sesuai posisi tubuh, konsumsi natrium, dan beban air serta pembatasan kualitatif seperti halnya pada wanita tak hamil. Pasien dengan preeklampsi memperlihatkan bahwa kadar renin, aldosteron, dan angiotensin serum lebih rendah dari kehamilan normal, dengan demikian menyingkirkan peran utama sistem reninangiotensin pada gangguan ini (Morton H, Cavanagh, 1992).

2.2

Psikologi Pada Ibu Hamil

2.2.1 Ciri ciri perubahan psikologis selama kehamilan 1. Perubahan Psikologis pada Trisemester Pertama Segera setelah konsepsi kadar hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah, dan membesarnya payudara. Kondisi ini membuat para ibu hamil merasa tidak sehat dan sering membenci kehamilan sehingga memengaruhi kehidupan psikologis ibu. (Janiwarty dan

Harry.2013)

Pada trisemester pertama seringkali timbul kecemasan dan rasa kebahagian bercampur keraguan dengan kehamilannya antara ya atau tidak, terjadi fluktuasi emosi sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya pertengkaran atau rasa tidak nyaman, adanya perubahan hormonal, dan morning sickness. Diperkirakan ada 80% ibu ibu mengalami perubahan psikologis, seperti rasa kecewa, sikap penolakan, cemas dan rasa sedih. (Janiwarty dan Harry.2013). Pada sebagian wanita, reaksi psikologik dan emosional pertama adalah kecemasan, ketakutan, kepanikan, dan kegusaran terhadap

kehamilan. Perasaan benci pada suami yang menyebabkan dia hamil ditumpahkan melalui manifestasi mual, muntah, pening, dan sebagiannya yang merupakan gejala hamil muda. Pada keadaan yang agak berat, dia menolak kehamilannya dan mencoba untuk menggugurkan, pada kasus yang lebih para mencoba untuk bunuh diri. Manifestasi lain yaitu ibu hamil muda sering meminta makanan yang aneh-aneh yang selama ini tidak disukainya. ( Mochtar, 1998) . Perubahan emosional pada trisemester I ditandai dengan adanya penurunan kemauan seksual karena letih dan mual, perubahan suasana hati, seperti depresi atau khawatir, ibu mulai berpikir mengenai bayi dan kesejahteraannya dan kekhawatiran pada bentuk penampilan diri yang kurang menarik. (Janiwarty dan Harry,2013). Kejadian Goncangan jiwa diperkirakan lebih kecil terjadi pada trisemester pertama dan lebih tertuju pada kehamilan pertama. Menurut kumar dan Robson (1978) diperkirakan ada sekitar 12% wanita yang mendatangi klinik menderita depresi terutama pada mereka yang ingin menggugurkan kandungan. Perubahan psikologis yang terjadi pada fase kehamilan trisemester pertama lebih banyak berasal pada pencapaian peran sebagai ibu. (Janiwarty dan Harry.2013) Kehamilan pada trisemester pertama cenderung terjadi pada tahapan saktivitas yang dilalui seorang ibu dalam mencapai perannya ( taking on stage ). Ibu akan selalu mencari tanda tanda untuk menyakinkan bahwa dirinya memang hamil, sehingga dia lebih memperthatikan setiap perubahan

10

yang terjadi pada tubuhnya. Perutnya yang masih kecil dinilai sebagai rahasia seorang ibu yang akan diberitahukannya kepada suaminya. (Janiwarty dan Harry.2013) 2. Perubahan Psikologis pada Trisemester kedua Ibu yang menganggap kehamilan merupakan suatu identifikasi abstrak, kini mulai menyadari kenyataan bahwa kehamilan merupakan identifikasi nyata. Maka ibu mulai menyesuikan diri dengan kenyataan : perut bertambah besar, terasa gerakan janin, teman-teman menyatakan selamat, dan dokter telah mendengar suara jantung janin. Wanita bijaksana mulai mempersiapkan kebutuhan kedatangan bayi seperti popok, baju, tempat tidur bayi, kereta bayi, dan sebagainya. ( Mochtar, 1998) 3. Perubahan Psikologis pada Trisemester ketiga Timbul gejolak baru menghadapi persalinan dan perasaan tanggung jawab sebgai ibu pada pengurusan bayi yang akan dilahirkan. Ada 2 golongan ibu yang mungkin merasa takut : a. Ibu yang mempunyai riwayat / pengalaman buruk pada persalinan yang lalu b. Multipara agak berumur, merasa takut terhadap janin dan anak-anak apabila terjadi sesuatu atas dirinya, takut bila anak-anak diurus ibu tiri c. Primi gravida yang mendengar tentang pengalaman ngeri dan menakutkan dari teman-teman lain. d. Kerja sama ibu dengan penolong, pendekatan dan perhatian, rasa simpati, dan bila perlu, pendekatan psikologik akan membantu semuanya itu dengan baik. ( Mochtar, 1998)

2.2.2 Adaptasi Psikologis Status emosional dan psikologis ibu turut menentukan keadaan yang timbul sebagai akibat atau diperburuk oleh kehamilan, sehingga dapat terjadi pergeseran dimana kehamilan sebagai peristiwa fisiologis menjadi kehamilan patologis. Ada dua macam stressor, yaitu:

11

a. Stressor internal, meliputi kecemasan, ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat, tidak percaya diri, perubahan penampilan, perubahan sebagai orang tua, sikap ibu terhadap kehamilan, takut terhadap persalinan, kehilangan pekerjaan. b. Stressor eksternal, meliputi maladaptasi, relation ship, kasih sayang, support mental, broken home. Pada peristiwa kehamilan merupakan suatu rentang waktu, dimana tidak hanya terjadi perubahan fisiologis, tetapi juga terjadi perubahan psikologis yang merupakan penyesuaian emosi, pola berpikir, dan perilaku yang berkelanjutan hingga bayi lahir. Latar belakang munculnya gangguan psikologis dan emosional dalam rangka kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi tertentu termasuk kehamilan. Pengaruh faktor psikologis terhadap kehamilan adalah terhadap ketidakmampuan pengasuhan kehamilan dan mempunyai potensi melakukan tindakan yang membahayakan terhadap kehamilan (Pantikawati, 2010). 2.2.3 Gangguan Psikiatri Antenatal Terdapat ekspektasi sosiokultural bahwa kehamilan dan melahirkan adalah masa-masa yang membahagiakan dan menyejahterakan. Hal ini membuat ibu sulit mencari bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan mental selama periode perinatal. Sebelumnya, kehamilan dianggap memberikan perlindungan terhadap gangguan mental. Namun, masalah kesehatan mental selama kehamilan sama seperti yang mereka alami di masa pascanatal dan semakin dikenali sebagai pertandaaan awal gangguan yang timbul pada masa pasca natal. ( Robson, 2011 ). Beberapa derajat kelabilan emosional dan ansietas selama kehamilan adalah hal normal. Deprevasi waktu tidur bisa terjadi. Namun, keadaan ini harus dibedakan dari gangguan depresif dan ansietas yang terjadi selama periode kehamilan. ( Robson, 2011 ) Walaupun gangguan psikiatri dapat muncul dalam kehamilan, terdapat masalah klinis yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Sebagaian besar kondisi yang pertama kali muncul adalah gangguan depresif ringan dan ansietas, dan penyebab umumnya adalah faktor psikososial.

12

2. Relaps dan kekambuhan gangguan mental yang pernah dialami pada masa lalu dapat terjadi kembali selama periode kehamilan dan periode pascanatal 3. Relaps gangguan berikut dapat terjadi : a. b. c. d. e. Gangguan depresi ansietas Gangguan obsesif kompulsif Skizofrenia Gangguan bipolar Penyalagunaan zat

4. Antidepresan dan antipsikotik seharusnya tidak secara otomatis dihentikan ketika wanita dinyatakan hamil karena hal ini sering kali menjadi penyebab relaps. 5. Gangguan ringan sampai sedang dapat ditangani dalam asuhan primer. 6. Gangguan mental berat di masa lalu atau yang baru saja terjadi harus dirujuk ke layanan psikiatri spesialis, terutama ke layanan psikiatri perinatal. ( Robson, 2011 ) Faktor psikososial umum yang dikaitkan dengan gejala deprsi antenatal ringan dan ansietas adalah : 1. Mengalami infertilitas atau keguguran di masa lalu. 2. Kurang dukungan, masalah dalam suatu hubungan. 3. Kehamilan tidak direncanakan atau terdapat ambivalensi terhadap kehamilan. 4. Masalah keuangan 5. Kehamialn remaja 6. Masalah medis yang berhubungan dengan kehamilan 7. Kekerasan dalam rumah tangga 8. Buruknya pengalaman dalam menjadi ibu. 9. Penganiayaan seksual di masa lalu 10. Berduka. ( Robson, 2011 ) Komplikasi gangguan psikiatri antenatal dapat dikaitkan dengan : a. Ketidak hadiran di klinik antenatal. b. Berat lahir rendah. c. Prematuritas. d. Merokok dan penyalah gunaan obat.

13

e. Buruknya status nutrisi dan kesehatan secara umum. f. Melukai diri sendiri dan bunuh diri secara sengaja. g. Masalah perlindungan anak. h. Disfungsi keterkaitan anatara ibu dan bayi. Setiap depresi atau ansietas selama kehamilan yang tidak diketahui dan ditangani kan meningkatkan resiko bunuh diri selama trimester akhir. ( Robson, 2011 ).

2.2.4 Pemeriksaan Psikologis Amerika College of Obstetricians and Gynecologists (2006) mendefinisikan faktor resiko social sebagai faktor non-biomedis yang mempengaruhi

kesejahteraan mental dan fisik. ACOG juga menganjurkan penapisan psikososial paling tidak sekali setiap trimester masalah penting dan mengurangi gangguan pada hasil akhir kehamilan. Perlu dilakukan penyaringan terhadap hambatan untuk mendapatkan perawatan misalnya kesulitan transportasi, perawatan anak, atau dukungan keluarga, tempat tinggal berpindah-pindah, kehamilan tak diinginkan, hambatan komunikasi, masalah gizi, merokok, penyalah gunaan obat terlarang, depresi, dan masalah kemanan yang mencangkup kekerasan dalam rumah tangga. Penapisan semacam ini dilakukan tanpa memandang status sosial, tingkat pendidikan, atau ras dan etnisitas. (Cunningham.2012).

2.3

Konsep Kecemasan Kehamilan

2.3.1 Definisi Kecemasan dalam menghadapi kehamilan merupakan suatu perasaan cemas yang melanda kaum ibu pada saat mereka tengah hamil atau pun sedang mempersiapkan kehamilannya. Kecemasan dalam menghadapi suatu kehamilan pun dapat dikatakan sebagai suatu respon yang timbul dalam menghadapi kehamilan yang bersifat subyektif dari calon ibu, yang disebabkan perubahan yang dialaminya dalam menghadapi suatu kehamilan dan juga merupakan suatu pengalaman baru dalam kehidupannya. Masa kehamilan merupakan masa yang dinanti-nantikan oleh setiap wanita yang telah menikah, terutamakehamilan pertama, karena itu merupakan

14

pengalaman pertama dan peristiwa yang sangat penting dalam hidup seorang wanita. Kehamilan akan membawa perubahan besar dalam diri calon ibu. Bukan hanya perubahan fisik (tubuh yang semakin membesar), melainkan juga perubahan hormonal dan emosional. Calon ibu kerap kali mengalami naik turunnya emosi yang disebabakan oleh perubahan hormonnya. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005). Selain itu, kekecewaan adalah gangguan alam perasaan (affectif) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan realitis (Reality Testing Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2006). Kecemasan merupakan bagian dari respon emosional, dimana ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Dimana ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Seorang individu yang mengalami kecemasan secara langsung dapat mengekspresikan kecemasannya melalui respon yang fisiologis dan prilaku, dan secara tidak langsung dapat mengembangkannnya melalui mekanisme pertahanan dalam melawan kecemasan yang disebut koping. Berdasarkan penggolongannya koping ini dibedakan menjadi dua, adaptif yaitu mekanisme yang mendukung fungsi, dan maladaptive yaitu mekanisme yang menghambat fungsi (Stuart, 2006).

2.3.2 Faktor Penyebab Kecemasan. Menurut Hamilton (1995), dalam (Hawari, 2006) beberapa teori yang mengemukakan faktor prediosposisi terjadinya cemas antara lain: 1. Potensi Stresor

15

Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi. Pada ibu hamil ia berupaya untuk beradaptasi pada kehamilan dan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya sampai pada saat menghadapi kelahiran atau persalinan. Lingkungan termasuk di dalamnya, ruangan bersalin dan sekitarnya yang asing, penuh dengan alat kesehatan dan obat-obatan atau kesibukan petugas kesehatan juga merupakan steresor tersendiri bagi ibu hamil primipara. 2. Tingkat Pendidikan dan Status Ekonomi Pendidikan dan pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan karena kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang terdekat, keluarga ataupun dari berbagai media seperti majalah, dan lain sebagainya dapat membuat ibu menjadi khwatir dan bahkan takut untuk menghadapi persalinan nantinya. 3. Keadaan fisik Ibu hamil yang mengalami gangguan fisik seperti cedera akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stress.

4.

Sosial Budaya Seseorang ibu yang mendapatkan dukungan positif dari keluarga, suami dan teman dekat akan merasalebih tenang dalam menghadapi persalinan. Di beberapa daerah tertentu ada kebudayaan yang tidak mengizinkan suami berada di dekat istri pada saat melahirkan dengan alas an tidak etis kondisi ini menyebabkan istri tidak mendapat dukungan dan akan merasa lebih cemas saat persalinan

5.

Umur Ibu hamil yang umunya lebih muda atau belum matur ternyata lebih mudah mengalami gangguan stress dari pada ibu hamil yang usianya lebih tua atau matur. Tetapi yang usianya lebih tua atau maturpun dapat juga mengalami gangguan ansietas.

16

6.

Maturitas Ibu hamil yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat stress karena ibu hamil yang mengatur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap stress.

2.3.3

tingkat kecemasan Menurut Kusuma & Hartono ( 2011), tingkatan kecemasan terbagi atas:

1. Kecemasan ringan. Individu waspada, lapang persepsi luas, menajamkan indera, dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif. 2. Kecemasan sedang Individu hanya fokus pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi dan masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 3. Kecemasan berat Lapangan persepsi individu sangat sempit, perhatian hanya pada detail yang kecil ( spesifik ) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal yang lain, serta seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk focus pada area lain. 4. Panik. Individu kehilangan kendali diri dan detail, detil perhatian hilang, tidak bisa melakukan apapun meskipun dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif, serta biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Kriteria serangan panik adalah palpitasi, berkeringat, gemetar atau goyah, sesak napas, merasa tersedak, nyeri dada, mual dan distress abdomen, pening, derealisasi atau depersonalisasi, ketakutan kehilangan kendali diri, ketakutan mati, dan parestesia.

Rentang Respon Ansietas

17 Respon Adaptif Respon Maladaptif

2.3.4 faktor pengaruh tingkat kecemasan Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada ibu hamil: a. Usia Pada primigravida dengan usia di bawah 20 tahun kesiapan mental masih sangat kurang, sehingga dalam menghadapi kelahiran mental masih sangat kurang. Sehingga dalam menghadapi kelahiran pun belum mantap. Primigravida dengan usia diatas 35 tahun meskipun secara fisik resiko terjadi komplikasi lebih besar, tetapi secara mental mereka lebih siap. Penundaan kehamilan ini biasanya di sebabkan faktor karir mereka sudah tau adanya alat pendeteksi dan pengobatan yang bisa dimanfaatkan juga di perlukan b. Tingkat pendidikan Pendidikan dan pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan karena kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang terdekat, keluarga ataupun dari berbagai media seperti majalah dan lain sebagainya. c. Penghasilan Pendapatan yang di peroleh tiap bulan, hasil dari jeri payah yang dilakukan selama satu bulan penuh. d. Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan secara terus menerus guna memenuhi kebutuhan sehari hari, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. e. Dampingan orang terdekat (suami)

18

Suami atau orang terdekat dapat memberikorongan fisik dan moral bagi ibu yang melahirkan, sehingga ibu akan merasa lebih tentram (ferrer helen,1999) Penelitian Isyah (2002), tentang dampingan suami dalam menanggulangi kecemasan istri pada trimester ketiga menunjukkan bahwa dampingan suami yang diberikan pada calon ibu merasa tenang dan memiliki mental yang kuat untuk menghadapi persalinan. Dampingan sosial terutama suami memberikan dampingan informasi sangat berpengaruh pada presepsi istri terhadap proses persalinan khususnya pada ibu hamil primigravida.

2.3.5 Respon imun kecemasan XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

2.4

Hipertensi Kehamilan

2.4.1 Gangguan hipertensi dalam kehamilan Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu diantara tiga trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga dimaksudkan untuk

hipertensi yang timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita nulipara. Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor potensial untuk preeklampsi atau eklamsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah proteinuria (Cunningham, 2006 ). Tabel : Gangguan hipertensi pada kehamilan : indikasi keparahan Kelainan Tekanan darah diastolik Ringan < 100 mmHg Berat 110 lebih Proteinuria Samar sampai +1 Nyeri kepala Gangguan penglihatan Nyeri abdomen atas Oliguria Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada (trace) +2 lebih Ada Ada Ada Ada persisten atau mmHg atau

19

Kejang Kreatinin serum Trombositopenia Peningkatan enzim hati Pertumbuhan janin terhambat Edema paru

Tidak ada Normal Tidak ada Minimal Tidak ada Tidak ada

Ada (eklamsia) Meningkat Ada Nyata Jelas Ada

2.4.2 Diagnosis Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan, seperti diringkaskan oleh The Working Group (2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi, antara lain : 1. Hipertensi gestasional (dahulu hipertensi yang dipicu oleh kehamilan atau hipertensi transien). 2. Preeklamsia. 3. Eklamsia. 4. Preeklamsia yang terjadi pada pengidap hipertensi kronik (superimposed) 5. Hipertensi kronik. (Cunningham, 2006 ). Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan gangguan hipertensi yang mendahului kehamilan dari preeklamsia yang secara potensial lebih merugikan. Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V korotkoff untuk menentukan tekanan diastolic. Edema tidak lagi digunakan sebagai criteria diagnostic karena kelainan ini terjadi pada banyak wanita hamil normal sehingga tidak lagi dapat digunakan sebagai faktor pembeda. Dahulu direkomendasikan bahwa yang digunakan sebagai kriteria diagnostic adalah peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mmHg atau diagnostic 15 mmHg, bahkan apabila angka absolute dibawah 140/90 mmHg. Criteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan ( Levine, 2000; North dkk., 1999). Namun, wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolic 15 mmHg perlu diawasi dengan ketat. (Cunningham, 2006 ).

20

2.4.3 Hipertensi Gestasional. Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mHg atau lebih untuk pertaa kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transien apabila tidak terjadi preeklamsia dan tekanan darah telah kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan tidak mengidap preeklamsia hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian, hipertensi gestasional merupakan diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia, yang

mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan darah meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehmilan, akan berbahaya terutama bagi janin seandainya tidak dilakukan tindakan semata mata karena proteinuria belum terjadi. Seperti ditekankan oleh Chesley (1985), 10 persen kejang eklamsia terjadi sebelum proteinuria muncul dengan jelas. Karenanya, jelaslah bahwa apabila tekanan darah mulai meningkat, baik ibu maupun janinnya mengalami peningkatan resiko lebih besar. Proteinuria adalah tanda memburuknya penyakit hipertensi, terutama preeklamsia; dan apa bila proteinuria tersebut jelas dan menetap, resiko pada ibu dan janin menjadi semakin besar. (Cunningham, 2006 ).

2.4.4 Preeklamsia. Preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitasendotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan Chesley (1985) dengan tepat menyimpulkan bahwa apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl ( +1 pada dipstick ) secara menetap pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah. Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu memperlihatkan adanya proteinuria yang disignifikan. (Cunningham, 2006 ).

21

McCartney dkk. (1971), dalam studi mereka yang ekstensif terhadap spesimen biopsi ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi, umunya mendapatkan bahwa proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap khas untuk preeklamsia. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan histologi glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan hipertensi akibat kehamilan. Pada kenyataannya, preeklamsia secara klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu proses patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan sebelum timbulnya hipertensi (Gant dkk., 1973). Seperti diperlihatkan ditabel 24-1, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia adalah hipertensi plus proteinuria minimall. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklamsia. Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada tes fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian preeklamsia. Gejala awal eklamsia yang menetap, misalnya nyeri kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian preeklamsia. (Cunningham, 2006 ). Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditasperinatal ( Ferrazzani dkk. 1990 ). Hasil dari sebuah studi prospektif 13 tahun yang dilaporkan oleh Friedman dan Neff (1976) pada lebih dari 38.000 kehamilan. Hipertensi saja, yang didefinisikan sebagai tekanan diastolik sebesar 95 mmHg atau lebih, berkaitan dengan peningkatan angka kematian janin sebesar tiga kali lipat. Memburuknya hipertensi, terutama apabila disertai oleh proteinuria, merupakan pertanda buruk. Sebaliknya, proteinuria tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil pada angka kematian bayi. Naeye dan Freedman (1979) menyimpulkan bahwa 70 persen peningkatan kematian janin pada wanita di atas disebsbkan oleh infark besar pada plasenta, ukuran plasenta yang terlalu kecil, dan solusio plasenta. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab ini biasanya timbul pada akhir perjalanan penyakit. Jelaslah, proteinuria +2 atau lebih yang menetap, atau eksresi protein uri 24 jam sebesar 2 g atau lebih, adalah preeklamsia berat. Apabila kelainan ginjalnya parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat. (Cunningham, 2006 ).

22

Nyeri epigastium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia, dan edema hepatoselular yang merenggangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum, biasanya adalah tanda untuk mengakhiri kehamilan. Nyeri menandai infark dan pendarahan hati serta ruptur suatu hematom subkapsul yang sangat berbahaya. Untungnya, ruptur hati jarang terjadi dan paling sering menyertai hipertensi pada wanita berumur dan multipara. (Cunningham, 2006 ). Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme hebat. Tanda tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemia menunjukan penyakit yang parah. Faktor lain yang menunjukan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dnegan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata. (Cunningham, 2006 ). Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan intensitas berbagai kelainan. Semakin nyata kelainan tersebut tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklamsia ringan dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat dengan cepat berkembang menjadi penyakit berat. (Cunningham, 2006 ). Walupun hipertensi adalah prasyarat untuk mendiagnosis preeklamsia, tekanan darah saja tidak selalu dapat digunakan sebagai indikator yang handal untuk menentukan kaparahan. Sebagai contoh, seorang wanita usia remaja bertubuh kurus mengalami proteinuria +3 dan kejang ketika tekanan darahnya 140/85 mmHg, sedngkan sebagian besar wanita dengan tekanan darah setinggi 180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Kejang biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena itu, kedua gejala ini dianggap berbahaya. (Cunningham, 2006 ). 2.4.5 Eklamsia Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, lebih dari 48 jam postpartum postpartum, terutama pada

23

nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum ( Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk., 1994 ) dalam (Cunningham, 2006 ). 2.4.6 Preeklamsia pada hipertensi kronik (superimposed). Semua gangguan hipertensi kronik, apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau eklamsia. Gangguan gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dalam diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belumpernah diperiksa sampai pertengahan kehamilannya. Diagnosis adanya hipertensi kronik diisyaratkan oleh : 1. Hipertensi ( 140/90 mmHg atau lebih ) sebelum hamil. 2. Hipertensi ( 140/90 mmHg atau lebih ) yang terdeteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu ( kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik gestasional ) 3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan Faktor riwayat lain yang mendukung diagnosis adalah multiparitas dan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sebelumnya selain kehamilan pertama. Biasanya juga jelas terdapat riwayat hipertensi esensial dalam keluarga. Diagnosis hipertensi kronik mungkin sulit ditegakkan apabila wanita yang bersangkutan belum pernah diperiksa sampai paruh terakhir kehamilannya. Hal ini disebabkan oleh penuruanan tekanan darah selama trisemester kedua dan ketiga awal, baik pada wanita normotensif maupun hipertensi kronik ( Bab 45, hal 1353 ). Karena itu, seorang wanita dengan penyakit vaskuler kronik, yang pertama kali diperiksa pada usia kehamilan 20 minggu, sering memperlihatkan tekanan darah yang normal. namun, selama trisemester ketiga tekanan darah dapat kembali ke tingkat hipertensif semula, sehingga timbul masalah diagnostik dalam menentukan apakah hipertensifnya bersifat kronik atau dipicu oleh kehamilan. Beberapa diantara beragam kuasa hipertensi yang dijumpai selama kehamilan dicantumkan di tabel 24-4. Hipertensi esensial merupakan kuasa penyakit vaskular pada lebih dari 90 persen wanita hamil. McCartney ( 1964 ) mempelajari hasil biopsi ginjal dari wanita dengan preeklamsia klinis dan menemukan glomerulonefritis kronik pada 20 persen nulipara dan pada hampir 70 persen multipara. Namun, Fisher dkk. ( 1969 ), tidak dapat mengonfirmasi prevalensi glomerulonefritis kronik yang tinggi ini.

24

Hipertensi kronik menyebabkan morbiditas tanpa bergantung pada apakah wanita yang bahas di Bab 45, hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera serebrovaskular, atau kerusakan interistik ginjal. Pada sebagian wanita muda, hipertensi timbul akibat adanya penyakit parenkim ginjal. Bahaya yang spesifik pada kehamilan yang disertai oleh hipertensi kronik adalah resiko timbulnya preeklamsia, yang mungkin dijumpai pada hampir 25 persen diantara para wanita ini ( Sibai dkk., 1998 ). Selain itu, resiko solusio plasenta meningkat nyata, terutama pada mereka yang kemudian mengalami preeklamsia ( Bab 25, hal. 690 ). Lebih lanjut, janin dari wanita dengan hipertensi kronik beresikolebih besar mengalami hambatan pertumbuhan dan kematian. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai oleh proteinuria, diagnosisnya adalah preeklamsia pada hipertensi kronik ( superimposed preeclampsia ). Preeklamsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklamsia murni , serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin. 2.4.7 Faktor imunologis Risiko gangguan hipertensi akibat kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan- keadaan ketika pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) terhadap tempat-tempat antigenik di plasenta mungkin terganggu. Hal ini dapat dimungkinkan apabila tidak terjadi imunisasi yang efektif oleh kehamilan sebelumnya, seperti pada kehamilan pertama atau apabila jumlah tempat

antigenik yang disediakan oleh plasenta sangat besar dibandingkan dengan jumlah antibodi, seperti pada kehamilan kembar (Beer, 1978). Dekker dan sibai (1998) telah meninjau kemungkinan peran maladaptasi imun dalam patofisiologis preeklamsia. Dimulai pada awal trimester kedua, wanita yang ditakdirkan mengalami preeklamsia memperlihatkan penurunan bermakna sel T penolong dibandingkan dengan wanita yang tetap normotensif (Bardeguez dkk., 1991). Antibodi terhadap sel endotel ditemukan pada 50 persen wanita dengan preeklamsia versus 15 persen pada wanita normotensif (Rapport dkk., 1990).

25

2.5

Penatalaksanaan

2.5.1 Penatalaksanaan Gangguan Psikologi Pada Kehamilan 1. Masalah Kehamilan Gejala ansietas dan depresif yang menetap akan mempengaruhi kesehatan ibu dan kepuasannya terhadap kehamilan. Peningkatan produksi kortisol maternal dan janin pada klien dapat juga dikaitkan dengan peningkatan resistensi arteri uteri yang dapat menyebabkan. a. Retardasi pertumbuhan janin b. Berat badan janin rendah c. Prematuritas d. Deficit perilaku dan kognitif jangka panjang pada anak. ( Robson, 2011 ) 2. Asuhan keperawatan medis Semua professional kesehatan harus melakukan deteksi dini gangguan mental di masa perinatal. Alur asuhan harus didefinisikan secara jelas dan komunikasi yang baik antara professional harus dipertahankan. Penatalaksanaan psikiatri harus diuraikan secra mendetail dalam rencana asuhan keperwatan, termasuk pengkajian resiko dan masalah perlindungan anak. ( Robson, 2011 ) a. Gejala depresi dan ansietas ringan sampai sedang adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi dalam kehamilan dan dapat ditangani dalam asuhan primer. b. Terapi psikologis, seperti strategi menolong diri sendiri, konseling yang focus pada klien (non-directive counseling), dan terapi singkat lain dapat diindikasikan c. Jika diperlukan, saran megenai memulai atau melanjutkan pengobatan dapat diperoleh dari pelayanan psikiatri spesialis. ( Robson, 2011 ) 3. Asuhan Medis

a. Gejala depresi dan ansietas ringan sampai sedang adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi dalam kehamilan dan dapat ditangai dalam asuhan primer. b. Terapi psikologis, seperti strategi menolong diri sendiri, konseling yang berfokus pada klien ( non-directive counselling ), dan terapi singkat lain dapat diindikasikan.

26

c. Jika diperlukan, saran mengenai memulai atau melanjutkan pengobatan dapat diperoleh dari pelayanan psikiatri spesialis. d. Semua ibu yang menderita gangguan mental berat ( di masa lalu atau yang baru terjadi ) harus dirujuk ke pelayanan spesialis, terutama ke tim psikiatri spesialis perinatal. e. Rasio resiko-keuntungan dalam pengobatan psikotropi di kaji dan keputusan pengobatan selama kehamilan dibuat setelah berdiskusi dengan ibu dan pasangannya. ( Robson, 2011 ) 4. Asuhan Kebidanan

a. Ketika pemeriksaan antenatal pertama, bidan akan mendeteksi gangguan mental berat di masa lalu atau masa kini pada ibu serta keluargannya dan merujuk ke pelayanan yang tepat jika perlu. b. Bidan harus membina hubungan saling percaya dengan ibu yang sensitif secara sosial dan budaya. c. Sarankan untuk menyusun diet, berolahraga, menyusui, melakukan persiapan persalinan, persiapkan pelayanan pendukung, dan berhenti merokok. ( Robson, 2011 ) 2.5.2 Penatalaksanaan hipertensi A. Terapi obat antihipertensi Pemakaian obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan atau memodifikasi prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi dalam berbagai tipe dan keparahan telah lama menjadi perhatian (Cunningham, 2006). Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2) menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan tekanan darah

27

ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari. Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih kurang dapat diterima (Cunningham, 2006). 1. Hidralazin Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi 15-20 menit kemudian sampai tekanan darah <110 mmHg. Aksi obat mulai dalam 15 menit, puncaknya 30-60 menit, durasi kerja 4-6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap hidralazin, penyakit rematik katup mitral jantung. Interaksi: MAOI dan beta-bloker dapat meningkatkan toksisitas hidralazin dan efek farmakologi hidralazin dapat berkurang bila berinteraksi dengan indometasin. Kategori keamanan pada kehamilan: C keamanan penggunaanya pada wanita hamil belum pernah ditetapkan. Peringatan: Pasien dengan infark miokard, memiliki penyakit jantung koroner; Efek sampingnya kemerahan, sakit kepala, pusing-pusing, palpitasi, angina dan sindrom seperti idiosinkratik lupus.(biasanya pada penggunaan kronik). 2. Labetalol Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral. Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV. Dosis: Dosis awal 20 mg, dosis kedua ditingkatkan hingga 40 mg, dosis berikutnya hingga 80 mg sampai dosis kumulatif maksimal 300 mg; Dapat diberikan secara konstan melalui infus; Aksi obat dimulai setelah 5 menit, efek puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam. Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru,

28

bradikardi,

blok

atrioventrikular,

gagal

jantung

kongestif

yang

tidak

terkompensasi; penyakit saluran nafas reaktif, bradikardi berat. Interaksi: Menurunkan efek diuretik dan meningkatkan toksisitas dari metotreksat, litium, dan salisilat. Menghilangkan refleks takikardi yang disebabkan oleh penggunaan nitrogliserin tanpa efek hipotensi. Simetidin dapat meningkatkan kadar labetalol dalam gula darah. Glutetimid dapat menurunkan efek labetalol dengan cara menginduksi enzim mikrosomal. Kategori keamanan pada kehamilan : Ckeamanan penggunaanya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hatihati bila digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Hentikan penggunaan bila terdapat tanda disfungsi hati. Pada pasien yang berumur dapat terjadi keracunan ataupun respons yang rendah. 3. Nifedipin Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap nifedipin. Interaksi: Hati-hati pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang berefek menurunkan tekanan darah, termasuk beta blocker dan opiat; H2 bloker (simetidin) dapat meningkatkan toksisitas. Kategori keamanan pada kehamilan: C Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Dapat menyebabkan edema ekstremitas bawah, jarang namun dapat terjadi hepatitis karena alergi. Masalah utama penggunaan nifedipin adalah hipotensi. Hipotensi biasanya terjadi bila mengkonsumsi kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan dengan IUGR dan pada pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak jantung abnormal. 4. Klonidin Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat perangsangan reseptor 2 di SSP. Dosis: dimulai dengan 0.1 mg dua kali sehari; dapat ditingkatkan 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Penggunaan klonidin menurunkan tekanan darah sebesar 30-60 mmHg, dengan efek puncak 2-4 jam dan durasi kerja 6-8 jam. Efek samping yang sering terjadi adalah mulut kering dan sedasi, gejala ortostatik kadang terjadi. Penghentian mendadak dapat

29

menimbulkan reaksi putus obat. Kontraindikasi: Sick-sinus syndrome, blok artrioventrikular derajat dua atau tiga. Interaksi: Diuretik, vasodilator, -bloker dapat meningkatkan efek antihipertensi. Pemberian bersamaan dengan bloker dan atau glikosida jantung dapat menurunkan denyut jantung dan disritmia. Pemberian bersamaan dengan antidepresan trisiklik dapat menurunkan kemampuan klonidin dalam menurunkan tekanan darah. Kategori keamanan pada kehamilan: C keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum ditetapkan. Peringatan: Hatihati pada pasien dengan kelainan ritme jantung, kelainan sistem konduksi AV jantung, gagal ginjal, gangguan perfusi SSP ataupun perifer, depresi, polineuropati, konstipasi. Dapat menurunkan kemampuan mengendarai mobil ataupun mengoperasikan mesin. B. 1. Penatalaksanaan Hipertensi Kronis ( Esensial ) Terapi dan Asuhan Prakonsepsi a. Identifikasi faktor resiko tambahan untuk preeklamsia. b. Obat antihipertensi diubah menjadi metildopa. c. Ibu harus dianjurkan untuk berhenti merokok, dan jika mungkin, turunkan berat badan apa bila IMT > 30%. ( Robson, 2011 ) 2. Penatalaksanaan dan Asuhan Medis Semua ibu yang menderita hipertensi kronis harus dirujuk untuk mendapat advis dari spesialis di trimester pertama. Masukan ini mencakup pengkajian resiko, tinjauan terapi, dan profilaksis preeklamsia. ( Robson, 2011 ) Tekanan darah pengobatan tekanan darah umumnya dikurangi atau dihentikan dalam 20 minggu pertama kehamilan dan kemudian dosis pengobatan tersebut perlu ditingkatkan pada saat menjelang cukup bulan. ( Robson, 2011 ) a. Metildopa : merupakan obat pilihan untuk ibu di masa prakonsepsi; profil keamanannya di dokumentasikan dengan baik untuk janin dan byi baru lahir sampai berusia 7 tahun; dapat dihubungkan dengan sedasi ( yang biasanya hilang dalam satu minggu ), depresi, dan perubahan uji fungsi hati. b. Tabetalol : dikombinasikan dengan penyakit alfa dan beta; beberapa orang khawatir bahwa penggunaan obat ini dalam waktu lama dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan janin dan dengan demikian penggunaanya harus

30

dibatasi pada trisemester ketiga; dapat digunakan dalam bentuk parenteral untuk mengontrol tekanan darah akut. c. Penyekat beta : terdapat kekhawatiran yang serupa dengan labetalol; dikontraindikasikan pada klien asma. d. Nifedipin : semakin umum diresepkan dalam bentuk lepas lambat untuk melengkapi metildopa atau labeltalol. e. Hidralazin : sediaan oral dapat digunakan untuk hipertensi yang sulit diobati dan sediaan parenteral dapat digunakan untuk mengontrol hipertensi akut. f. Terapi baris ketiga : diuretik dapat digunakan jika perlu sebagaimana prazosin ( penyekat alfa ); klien di tingkat terapi ini biasanya adalah klien rawat inap. g. Inhibitor enzim pengorversi angiotensisn (Inhibitor ACE) :

dikontraindikasikan dalam kehamilan. ( Robson, 2011 ) 3. Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanan a. Pengkajian antenatal teratur; tekanan darah mungkin merupakan tanda yang kurang dapat menunjukan preeklamsia karena tekanan darah mungkin sudah meningkat atau sudah diterapi. b. Uji dipstik urin dan pengkajian pertumbuhan janin secara klinis sama pentingnya. ( Robson, 2011 ) C. 1. Penatalaksanaan Preeklamsia Penatalaksanaan dan Asuhan Medis Observasi secara cermat adalah komponen utama dalam asuhan

ante/intrapartum dan pembaca diarahkan untuk mendapat lebih banyak rincian dari Bacaan Esensial. a. Ibu yang diidentifikasi sebagai resiko tinggi harus dirujuk untuk mendapat masukan dari spesialis; termasuk pemeriksaan masalah yang mendasari resiko ( urea dan elektrolit, ultrasonografi ginjal, skrining trombofilia ). b. Pengkajian untuk profilaksis aspirin/kalsium. c. Skrining Doppler pada arteri uteri di usia gestasi 20-24 minggudapat menjadi uji tambahan yang bermanfaat pada ibu resiko tinggi karena memiliki nilai prediksi negatif yang sangat tinggi.

31

d. Apabila didiagnosis preeklamsia, keseimbangan antara keparahan penyakit dan maturitas janin menentukan waktu pelahiran. ( Robson, 2011 ) 2. Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan

a. Apabila resiko preeklamsia rendah; pedoman Antenatal NICE menganjurkan pengkajian tekanan darah dan proteinuria pada usia 16, 28, 34, 36, 38, dan 41 minggu pada ibu para, dengan kunjungan tambahan di minggu 25 dan 31 untuk ibu nulipara. b. Pengukuran tekanan darah : Ketika mengukur tekanan darah dalam kehamilan, suara Korotkof 1 harus digunakan suara muncul ( untuk tekanan darah sistolik ) dansuara korotkof 5 suara menghilang ( untuk tekanan darah diastolik ). Pengukuran tekanan darah yang akurat penting untuk menegakan diagnosis secara tepat. Terdapat banyak alat otomatis yang baru untuk

mengukur tekanan darah dan sebagian besar alat tersebut tidak akurat dalam kehamilan. c. Pengukruan proteinuria : dipstik urin tetap menjadi metode pilihan untuk pengkajian proteinuria. Uji ini juga rentang terhadap kesalahan pengobservasi dan penggunaan alat baca uji dipstik otomatis telah terbukti meningkatkan ketepatan. d. Apabila terjadi tanda tanda preeklamsia, bidan HARUS merujuk ibu ke dokter obstetri dengan cepat dan dukung setiap terpi medis yang diberikan. e. Dukungan psikologis dan informasi mengenai gangguan harus diberikan; setiap penanganan harus realistis. ( Robson, 2011 ) D. Preeklamsia Berat / Hellp / Eklamsia

1. Penatalaksanaan dan Asuhan Medis a. Hipertensi mungkin dapat diatasi saat klien baru datang dengan menggunakan agens oral ( labetalol atau nifedipin); penggunaan nifedipin sublingual tidak lagi direkomendasikan. b. Pemberianh parenteral labetalol atau hidralzin lazim dilakukan di unit yang ada diseluruh Inggris. Biasanya diberikan pertama kali dalam bentuk bolus dan kemudian dalam bentuk infus meskipun protokolnya pasti beragam. Laporan terbaru CEMACH menjelaskan bahwa pengontrolan hipertensi

32

yang tidak adekuat bertanggung jawab atas sebagian besar kematian dalam kehamilan. Tekanan darah > 170/100 mmHg memerlukan intervensi segera. c. Tidak jarang unit tersebut memberikan bolus cairan ( biasanya 250 ml larutan koloid ) pada ibu yang mengalami preeklamsia berat sebelum mereka diterapi untuk mengurangi insiden abnormalitas CTG. Abnormalitas CTG dapat terlihat keyika agens antihipertensi menurunkan tekanan darah. d. Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi resiko kelebihan beban cairan di masa intrapartum atau pascapartum. e. Regimen yang biasa diberikan adalah i ml/kg/jam atau 80-85 ml/jam. f. Regimen tersebut memperlihatkan penurunan yang signifikan pada edema paru dan kematian akibat komplikasi dari preeklamsia; pembatasan cairan biasanya terus diterapkan sampai terdapat bukti terjadinya diuresis pascapartum. g. Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan sehingga penggantian cairan lebih baik dikontrol melalui pemantauan tekanan vena sentral. h. Magnesium sulfat harus dipertimbangkan untuk ibu dengan preeklamsia berat karena dapat mengurangi resiko kejang eklamtik sekitar 58%. Jika berat, maka 63 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan eklamtik, sedangkan jika ringan dan kemudian diterapi maka 109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu serangan. i. Apabila rencana penatalaksanaan konsevatif direkomendasikan, pemberian magnesiu, dapat ditunda sampai pelahiran direncanakan; harus dilanjutkan untuk 24 jam setelah pelahiran atau 24 jam setelah kejang. j. Magnesium sulfat adalah terapi beris pertama : 4 g dengan infus IV lambat ( dalam 5 10 menit ) dan dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. k. Apabila kejang berulang, berikan bolus sebanyak 2 gr atau tingkatkan laju infusi menjadi 1,5 2 g/jam. l. Toksisitas magnesium dapat dideteksi dengan hilangnya refleks tendon profuda. m. Jika kejang tetap terjadi, dapat digunakan agens lain dengan dosis tunggal ( diazepam, tiopenton ). Agen ini seringkali membutuhkan intubasi untuk

33

melindungi jalan napas ibu, oleh sebab ibu memperoleh asuhan intensif selama periode ventilasi tersebut. n. Apabila haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20 ml/jam, terapi magnesium harus dihentikan dan mungkin kadar magnesium serum perlu diukur untuk memantau toksisitas. ( Robson, 2011 ) 2. Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanan a. Observasi sering, pemantauan HDU/ITU dan dokumentasi, serta tinjauan pemeriksaan darah setiap enamjam. b. Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan per IV. c. Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infus. ( Robson, 2011 )

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL Puskesmas Jagir Surabaya Ibu hamil

Respon psikologis : Kecemasan

Repon imun baik

Respon imun menurun

adaptif

Maladaptif

Hipertensi kehamilan

penatalaksanaan

34

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Faktor Kecemasan pada Kehamilan Masa kehamilan merupakan masa yang dinanti-nantikan oleh setiap wanita yang telah menikah, terutama kehamilan pertama, karena itu merupakan pengalaman pertama dan peristiwa yang sangat penting dalam hidup seorang wanita. Kehamilan akan membawa perubahan besar dalam diri calon ibu. Bukan hanya perubahan fisik (tubuh yang semakin membesar), melainkan juga perubahan hormonal yang tanpa di sadari mempengaruhi segi psikologis ibu. Pada trimester I, kadar hormon progesteron dan estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah dan membesarnya payudara. Ibu merasa tidak sehat dan seringkali membenci kehamilannya. Banyak ibu yang merasakan

kekecewaan, penolakan, kecemasan dan kesedihan. Seringkali, biasanya pada awal kehamilannya, ibu berharap untuk tidak hamil. Hampir 80 % kecewa, menolak, gelisah, depresi dan murung. Kejadian gangguan jiwa sebesar 15 % pada trimester I yang kebanyakan pada kehamilan pertama. Menurut kumar dan robson (1978) 12% wanita yang mendatangi klinik mengalami kecemasan yang mengarah ke depresi terutama pada mereka yang ingin menggugurkan kandungannya. Rubin (dalam Pieter dan Lubis 2011) mengatakan bahwa, selama periode kehamilan sebagian besar ibu hamil mengalami kecemasan, namun tingkat kecemasannya berbeda-beda dan tergantung sejauh mana ibu hamil mempersepsikan kehamilanya, selain itu Kusmiyati, dkk (2009) mengatakan kecemasan pada ibu hamil pertama kali timbul pada trimester pertama. Adapun perubahan psikis pada ibu trimester pertama diperkirakan 80%, timbul sifat rasa kecewa, penolakan, cemas dan rasa sedih. Pada trimester ke dua kehidupan psikologi ibu tampak lebih tenang dan mulai dapat beradaptasi, dan pada trimester tiga, perubahan psikologi ibu terkesan lebih kompleks dan meningkat kembali dibanding trimester sebelumnya, dan ini

35

tidak lain dikarenakan kondisi kehamilan yang semakin membesar. (Janiwarty & Pieter, 2012). Seiring dengan bertambanhnya usia kehamilan, baik kondisi fisik maupun emosional ibu akan berubah, dan hal ini akan terus berlanjut sampai ke masa persalinan. Berdasarkan beberapa teori yang ada di bab 2 maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan merupakan respon terhadap suatu ancaman dan bahaya yang bersifat subyektif yang menyertai perkembangan, perubahan juga pengalaman pada masa kehamilan.

4.2 Kejadian Hipertensi pada masa kehamilan Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi pada 6-8% dari seluruh kehamilan dan penyebab kedua kematian maternal. Peningkatan tekanan darah pada ibu hamil merupakan hal yang wajar terjadi pada wanita hamil. Prevalensi terjadinya hipertensi kehamilan menjadi meningkat pada kelompok tertentu yaitu pada primigravida yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Risiko gangguan hipertensi akibat kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan- keadaan ketika pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) terhadap tempat-tempat antigenik di plasenta mungkin terganggu. Preeklampsia ataupun eklamsi terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal terhadap fetoplasenta dimana sitokin proinflamasi IL-6 akan meningkatkan aktifitasnya melalui peningkatan leukosit dan aktifitas Th1 melalui peningkatan aktifitas dari TNF . Dapat disimpulkan bahwa pada kehamilan dengan hipertensi telah terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal, sementara itu hipertensi dengan preeklamsi-eklamsia terjadi maladaptasi sistem imun materal terhadap invasi fetoplasenta yang didahului dengan peningkatan leukosit yang berlanjut dengan peningkatan Th1 dan mengakibatkan sel-sel trofoblas mengalami apoptosis lebih banyak dibandingkan dengan kehamilan non preeklamsiaeklamsia. Peningkatan substrat renin dan renin sendiri akan menyebabkan peningkatan aktivitas renin dan angiotensin. Akibat aktivitas renin plasma yang meningkat, pada saat yang sama terjadi peningkatan angiotensin II yang

36

tampaknya tidak lazim menyebabkan hipertensi karena terjadi penurunan kepekaan sistem vaskular ibu terhadap angiotensn. Bahkan, pada trimester pertama, aniotensin eksogen hanya akan mencetuskan peningkatan tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V korotkoff untuk menentukan tekanan diastolic. Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mHg atau lebih untuk pertaa kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia, yang mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan darah meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehmilan, akan berbahaya terutama bagi janin seandainya tidak dilakukan tindakan semata mata karena proteinuria belum terjadi. Preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitasendotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia. dengan ditandai adanya proteinuria, proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau 30 mg/dl. Semakin parah hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklamsia. Sedangkan, eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena itu, kedua gejala ini dianggap berbahaya. (Cunningham, 2006 ).

4.3 Hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada masa kehamilan

37

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan xxxxxxxxx 5.2 Saran 1. Bagi Ibu Hamil Hendaknya ibu hamil lebih kooperatif dengan petugas kesehatan baik bidan, perawat maupun dokter tentang masalah gangguan psikologis kecemasan dan diharapkan ibu mampu beradaptasi selama kehamilannya sehingga menekan terjadinya resiko gangguan hipertensi. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan petugas kesehatan memberi penjelasan yang selengkap mungkin dalam masa kehamilan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga dengan harapan ibu tidak mengalami kecemasan berlebih selama kehamilan. 3. Bagi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai informasi bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam mata kuliah Intra Natal Care dan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

38

Daftar Pustaka

Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjdo. Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maternity Nursing). Jakarta : EGC. Cunningham, F.Gary.(2012). Obstetri Williams Ed.23. Jakarta EGC.

39

Hawari, D. (2006). Psikiatri Manajemen Stres,Cemas & Depresi. Jakarta : FK UI. Janiwarty, Besthasaida & Herri Zan Pieter. (2013). Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu Teori dan Terapannya. Yogyakarta: Rapha Publishing Kusmiyati, dkk.( 2009). Perawatan Ibu Hamil. Yagjakarta : Fitramaya. Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Ed.2 . Jakarta : EGC. Morton H, Cavanagh AC, Athanasas Platsis S, Quinn KA: Early pregnancy factor has immunosuppressive and growth factor properties. Reprod Fertil Dev 4:411, 1992. Morton H, Rolfe BE, Cavanagh AC: Pregnancy proteins: basic concepts and clinical applications. Sem Reprod Endocrinol 10:72, 1992. Norman F. Gant, & F. Gary Cunningham. (2011). Dasar Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta : EGC. Pantikawati dan Saryono, (2010). Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika. Pieter, Herry zan dan Nomora Lumongga Lubis. (2011). Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta : Kencana. Rubin. L. R. (2005). Eating for two: body-image among first time pregnant woman (Dissertation). Arizona: Arizona State University. Stuard G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. edisi 5. Jakarta : EGC. Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai