Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sumber alam hayati tropika Indonesia merupakan gudang senyawa bahan alam dengan keanekaragaman struktur dan keteraturan yang tinggi serta mempunyai aktivitas biologi yang luar biasa. Namun, sebagian besar sumber alam hayati tersebut belum tergali secara kimiawi, sehingga perlu diberdayakan secara ilmiah dan dilestarikan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup manusia diidang kesehatan dan lainnya (1). Tumbuhan menghasilkan bermacam-macam golongan senyawa organik yang melimpah yang sebagian besar dari senyawa itu tidak nampak secara langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut. Zat-zat kimia ini secara sederhana dirujuk sebagai metabolit sekunder yang keberadaannya terbatas pada spesies tertentu dalam kingdom tumbuhan (2). Metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolisme sekunder biasanya tidak untuk semua sel secara keseluruhan tetapi hanya untuk beberapa sel tertentu. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan metabolit primer. Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu terpenoid (triterpenoid, steroid dan saponin), alkaloid dan senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin) (2).

Pemisahan

senyawa

kimia

dari

tumbuhan

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan metode kromatografi. Salah satu metode kromatografi yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis (1). Salah satu tanaman yang dipercaya memiliki khasiat untuk kesehatan adalah tanaman sirih. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu sirih mengandung flavonoid, alkaloid senyawa polifenolat, tannin, minyak atsiri dan glikosida jantung. Pada laporan kali ini akan dibahas tentang skrining fitokimia yaitu berupa glikosida jantung, proses dan tahapannya serta metode kromatografi dan cara penghitungan rf (faktor retensi) KLT.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Fitokimia Salah sau cara mengembangkan obat tradisional adalah dengan mengetahui

terlebih dahulu komponen-komponen aktif kimia yang terdapat dalam tumbuhan obat dan hasilnya akan dipergunakan untuk profil fitokimianya. Untuk itu, identifikasi awal sebelum mengidentifikasi adalah mengisolasi komponen zat tersebut (3). Fitokimia digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memilki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memilki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Fitokimia atau kimia tumuhan mempelajari aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah serta fungsi biologinya (4). Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder bioaktif antara lain alkaloid, antrakinon, flavanoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan hiterpenoid), tanning (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid. Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui tumbuhan yang memiliki kandungan bioaktif atau berkhasiat untuk pengobatan (3).

Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain : (3) 1. 2. 3. 4. 5. Sederhana Cepat Dapat dilakukan dengan peralatan minimal Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari Bersifat semikuantitatif yaitu memilki batas kepekaan untuk senyawa yang dipelajari 6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari. Banyak tumbuhan mengandung senyawa yang berdampak faali yang nyata diantaranya alkaloid, flavonoid, triterpenoid, saponin, glikosida jantung dan tannin. Senyawa tersebut terdiri dari berbagai jenis, mempunyai sruktur yang beraneka ragam dan memperlihatkan berbagai aktivitas biologis yang sangat berguna. Senyawa bahan aktif ini telah dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan hidup manusia seperti obatobatan, insektisida dan zat warna (5). Salah satu senyawa bahan aktif adalah glikosida jantung. Glikosida jantung adalah senyawa aktif yang bekerja pada sisstem kardiovaskular. Glikosida jantung atau kardenolida merupakan golongan triterpena berupa campuran rumit yang terdapat dalam satu tumbuhan. Kebanyakan glikosida jantung adalah racun, tetapi banyak yang berkhasiat farmakologi terutama terhadap jantung. Struktur glikosida

jantung menyerupai struktur saponin steroid yang mempunyai kelarutan dan pembentukan busa yang sama (3,6). 2.2 Kromatografi Pada identifikasi suatu kandungan tumuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan dimurnikan, pertama-tama harus ditentukan dahulu golongannya kemudian ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan teknik kromatografi (4). Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Ada empat teknik kromatografi yaitu kromatografi kertas (KKT), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (4). Kromatografi merupakan metode fisika untuk pemisahan, dimana komponen yang akan dipisahkan didistribusikan atara dua fase salah satunya adalah lapisan stasioner dan fase yang lain berupa zat alir yang mengalir lambat menembus sepanjang fase stasioner. Pada kromatografi lapis tipis, fase cair berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan ke permukaan penyangga dasar yang biasanya terbuat dari kaca tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam (7). Kromatografi lapis tipis merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi sera kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran, oleh karena daya serap adsorben terhadap 5

komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal ini lah yang menyebabkan pemisahan (8). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar. Fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didiukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik (4).

( )

Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona relatif terhadap garis depan pengembang. Pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak dari titik

pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona: jadi untuk zona 1, Rf =L1/Lf (gambar). Nilai RF akan menunjukkan identitas asam-asam amino, dan intensitas zone itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan dengan noda-noda standar. Kromatografi pada selulosa pada dasarnya adalah proses macam ekstraksi-pelarut; bahan yang akan dipisah mengalami partisi antara fase air yang terikat dalam matriks selulosa lamban

dan pelarut organik yang digunakan sebagai fase gerak. Komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan yang paling mudah dapat larut dalam fase gerak organic itu, akan mempunyai RF dekat atau sama dengan satu. Komponen-komponen yang kelarutannya dalam fase organic lebih rendah akan mempunyai Rf hamper nol. Nilai Rf bersifat karakteristik dari spesi-spesi khusus dalam macam pemisahan apapun yang diketahui, dan kadang-kadang digunakan untuk identifikasi kualitatif dari spesi yang tidak diketahui. Dalam kromatografi selulosa yang sederhana mekanisme mekanisme itu umumnya bertipe partisi; proses-proses adsorpsi hanya kecil saja peranannya, tetapi biasanya efek tersebut tidak nampak bila digunakan pelarut asam kuat.(9) 2.3 Glikosida Jantung Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal jantung. Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan

jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias (jenis abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat:

bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)mungkin terjadi. (10)

PRAKTIKUM SKRINING FITOKIMIA Skrining Glikosida Jantung

A. Alat dan Bahan : Alat : 1. Tabun reaksi 2. Gelas Ukur 3. Pipet tetes 4. Pipet Ukur 5. Neraca Analitik 6. Kaca Arloji Bahan : 1. Ekstrak Uji 0,3 gr 2. FeCL3 3 ml 3. 1 ml Asam Sulfat (H2SO4) Pekat

B. Prosedur Kerja Skrining Glikosida Jantung: 1. Ambil dan timbang ekstrak uji sebanyak 0,3 gr masukkan ke dalam tabung reaksi. 2. Tambahkan 3 ml FeCl3 ke dalam tabung reaksi tersebut kemudian aduk-aduk. 3. Tambahkan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. 9

4. Amati perubahan warna yang terjadi. Apabila terjadi warna coklat ke merah perlahan-lahan berubah biru atau violet menunjukkan gula 2 deoksi.

C. Hasil : Berat ekstrak Pelarut FeCl3 Pereaksi H2SO4 : 0,3 gr : 3 ml : 1 ml

Terjadi perubahan warna dari hijau ke coklat

D. Pembahasan Glikosida Jantung Glikosida jantung / cardiac gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang mempunyai daya kerja yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja glikosida jantung yaitu menambah kontraksi sistemik yang berakibat pada pengosongan ventrikel menjadi lebih sempurna dan berlanjutt pada lamanya kontraksi

10

sistole dipersingkat, sehingga jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi. Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang sangat erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil dalam molekul akan ,mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat kardioaktifnya. Ciri khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus hidroksi yang menempel pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida. Setiap glikosida jantung mempunyai bagian gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang ti ujung biasanya adalah glukosa. Gugus OH dari aglikon yang btereaksi pada pembentukan glikosida adalah yang terdapat paa posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat pada glikosida yang umum digunakan dalam pengobatan adalah D-glukosa, D-Digitoksosa, D-Simarosa, L-Ramnosa, D-arabinosa. Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar gula dalam molekul. Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat dalam molekul, makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya dalam kloroform. Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik glikosida asli maupun glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya alkohol merupakan pelarut yang cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida jantung tidak larut dalam petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan untuk menghilangkan lemak biji strofanti sebelum diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung hampir seluruh jumlah heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin disebabkan karena obat tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga mengandung saponin yang berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida sekunder. Reaksi Keller Killiani Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung

jejak/rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah feri klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu 11

warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen, yang secara perlahanlahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan warna hijau kebiruan. Untuk menguji glikosida jantung dapat dilakukan uji komponen glikon 2 dioksigula. Glikosida jantung mengandung glikon 2-dioksigula akan menunjukkan terbentuknya cincin berwarna merah coklat pada batas cairan dan setelah beberapa menit di atas cincin berwarna hijau biru. Setelah dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur maka diperoleh hasil larutan Digitalis folium menunjukkan hasil positif, karena telah terbentuk cincin berwarna coklat pada batas cairan Pada praktikum terjadi perubahan warna dari coklat ke hitam, penyebab perubahan warna yang tidak mencapai biru itu dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti perbedaan metode atau pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi, atau pada bahan tersebut memang tidak terdapat glikosida jantung. Pada proses ekstraksi yang digunakan mungkin telah merusak senyawa glikosida jantung yang ada dalam bahan tersebut dan untuk pelarut yang digunakan mungkin saja tidak untuk menyari glikosida jantung, sehingga senyawa glikosida jantung tidak tersari dalam ekstrak tersebut.

12

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Pada laporan praktikum skrinning fotokimia ini ditunjukan larutan

tersebut tidak mengalami perubahan warna menjadi biru atau violet. Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini tidak terdapat glikosida jantung pada ekstrak yang diuji. 3.2 Saran Melalui laporan ini, diharapkan mahasiswa dapat menginterprestasikan ilmu atau hasil yang telah didapat melalui makalah ini. Dapat membuat ilmu tersebut bermanfaat dan menjadi sarana pembelajaran untuk bekal ilmu dimasa depan sebagai tenaga kesehatan yaitu dokter gigi.

13

DAFTAR PUSTAKA

1.

Yunita, Irwan A & Numasari R. Skrining Fitokimia Daun Tumbuhan Katimaha (Kleinhovia hospital L.). Sains dan Terapan Kimia. 2009;3(2):112-113. Simbala HEI. Analisis Senyawa Alkoloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacifik Journal. 2009;1(4):489-494 Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB. Bandung. Indonesia. 1996. Harborne JB. Metode Fitokimia. ITB. Bandung. Indonesia 1996. Seniwaty, Raihanah, Nugraheni IK & Umaningrum D. Skrining Fitokimia dari Alang-Alang (Imperata Cylindirca L . Beauv) dan Lidah Ular (Hedyotis Corymbosa L. Lamk). Foye WO. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Jilid II. Edisi II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. 1995. Agoes G. Teknologi Bahan alam. ITB Press. Bandung. 2007. Hal:38-39. Hostettmann K, Hostettmann M & Marston A. Cara Kromatografi Preparatif. ITB. Bandung. 1995 Hadyana A dan Setiono. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta. Indonesia. 1994. Hal: 226-227

2.

3.

4. 5.

6.

7. 8.

9.

10. Anonim, 2013, Penuntun Praktikum Farmakognosi, Universitas Haluoleo, Kendari.

14

Anda mungkin juga menyukai