Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu. Sebenarnya ada banyak pertanyaan mengenai cairan ketuban. Apa fungsinya dan seberapa bahaya jika terjadi pecah dini atau pecah sebelum waktunya? Berbahayakan kondisi tersebut bagi ibu dan janin? Mengapa bisa terjadi dan bagaimana mengatasinya? Berikut penjelasan singkatnya mengenai cairan ajaib ini agar ibu hamil mendapatkan informasi yang jelas dan tepat. I.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana definisi ketuban pecah dini? 2. Bagaimana etiologi ketuban pecah dini? 3. Bagaimana patogenesis ketuban pecah dini? 4. Bagaimana diagnosis dari ketuban pecah dini? 5. Bagaimana penatalaksanaan dari ketuban pecah dini? I.3 TUJUAN Tujuan dari penulisan referat ini adalah: 1. Untuk mengetahui definisi ketuban pecah dini 2. Untuk mengetahui etiologi ketuban pecah dini 3. Untuk mengetahui pathogenesis ketuban pecah dini 4. Untuk mengetahui diagnosis dari ketuban pecah dini 5. Untuk mengetahui penatalaksanaan ketuban pecah dini I.4 MANFAAT 1. Menambah wawasan mengenai penyakit di bidang obstetri dan ginekologi khususnya ketuban pecah dini pada kehamilan. 2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu obstetri dan ginekologi

BAB II STATUS PASIEN II.1 Identitas pasien No. Reg : 273292 A. Identitas pribadi : Nama penderita Umur penderita Alamat : Ny. J : 26 tahun : Ngajum Pekerjaan suami :karyawan swasta Pendidikan suami : SMA Nama Suami : Tn. K Umur suami : 33 tahun

Pekerjaan penderita : IRT Pendidikan penderita : SMK

B. Anamnesa : 1. 2. 3. Masuk rumah sakit tanggal : 20 Agustus 2013 pada pukul 10.10 WIB Keluhan utama : Keluar cairan jernih dari jalan lahir. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir pada pukul 24.00 WIB. Cairan yang keluar banyak, berwarna jernih. Pasien juga sudah merasa kenceng-kenceng namun masih jarang-jarang. Selain itu, pasien juga mengeluh mengeluarkan lender serta darah sedikit pada pukul 06.00, kemudian pasien memeriksakan diri ke bidan dan langsung di rujuk ke rumah sakit. 4. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini merupakan kehamilan kedua pasien, pada saat trimester I & II tidak ada keluhan, mual muntah (+), ANC ke bidan 7 kali. 5. Riwayat menstruasi : menarche umur 14 tahun, HPHT 9-11-2012, UK : 40-41 minggu HPL : 16-8-2013 6. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 x, lamanya 2,5 tahun, umur pertama menikah 23 tahun. 7. Riwayat persalinan sebelumnya : anak 1 lahir spontan di rumah sakit, 6,5 bln, laki- laki, BB 1200 gr, pada tahun 2011. Dengan premature, Keadaan anak meninggal

8. 9.

Riwayat penggunaan kontrasepsi : Menggunakan pil KB selama 1 thn Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : -

10. Riwayat penyakit keluarga : 11. Riwayat kebiasaan dan sosial : Riwayat oyok 1 kali, sosial menengah ke bawah, kebiasaan : 12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pasien belum mengkonsumsi obat apapun.

C. Pemeriksaan fisik A. Status present Keadaan umum : Cukup Tekanan darah : 110/80 mmHg Suhu : 36,5C Kesadaran : compos mentis Nadi : 80x/menit Frekwensi pernapasan : 20x/menit Berat badan : 59,5 Kg

Tinggi Badan : 147 cm B. Pemeriksaan umum Kulit Kepala Mata Wajah Mulut : normal : : anemi (-/-) : simetris

ikterik (-/-)

odem palpebra (-/-)

: kebersihan gigi geligi kurang hiperemi faring (-)

stomatitis (-)

pembesaran tonsil (-)

Leher

: pembesaran kelenjar limfe di leher (-) pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax Paru : Inspeksi

: hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-) pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal retraksi costa -/-

Palpasi Perkusi

: teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/: sonor +/+ hipersonor -/pekak -/-

Auskultasi

: vesikuler +/+ wheezing -/-

suara nafas menurun -/ronki -/-

Jantung : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi kolateral -/Palpasi : pembesaran organ -/teraba massa abnormal -/Perkusi Auskultasi Ekstremitas C. Status obstetri Pemeriksaan luar Leopold I : Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus xiphoideus/ 33 cm Fundus uteri teraba lunak Leopold II : sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil, sebelah kiri kesan teraba tahanan memanjang Leopold III Leopold IV Bunyi jantung janin : teraba keras, bundar dan melenting : belum masuk PAP (0/5) : 142x/menit, regular : timpani : suara bising usus +/+ : odem -/metallic sound -/nyeri tekan -/: iktus kordis tidak terlihat : thrill -/: batas jantung normal : denyut jantung : : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah S1 S2

Ukuran panggul luar : Pemeriksaan obstetric dalam :

Pada pemeriksaan dalam didapatkan blood slym (-), pembukaan : (-), penipisan portio (-), kulit ketuban (-).

II.2 Ringkasan Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir pada pukul 24.00 WIB. Cairan yang keluar banyak, berwarna jernih. Pasien juga sudah merasa kenceng-kenceng namun masih jarang-jarang. Selain itu, pasien juga mengeluh mengeluarkan lender serta darah sedikit pada pukul 06.00, kemudian pasien memeriksakan diri ke bidan dan langsung di rujuk ke rumah sakit. Saat ini pasien hamil anak ke-2 dengan umur kehamilan 40-41 mgg. Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum : cukup , kesadaran : compos mentis, tekanan darah : 110/80 mmHg, nadi : 80x/menit, suhu : 36,5C, frekwensi pernapasan : 20x/menit, tinggi badan : 147 cm, berat badan : 59,5 Kg. Pemeriksaan luar Leopold I : Tinggi fundus uteri :3 jari dibawah procesus xiphoideus/ 33 cm, Fundus uteri teraba lunak Leopold II : Sebelah kanan teraba bagian-bagian kecil, sebelah kiri kesan teraba tahanan memanjang Leopold III Leopold IV : Teraba keras, bundar dan melenting : Belum masuk PAP (0/5) : 142x/menit, regular

Bunyi jantung janin

Pemeriksaan dalam : Pada pemeriksaan dalam didapatkan blood slym (-), pembukaan : (-), penipisan portio (-), kulit ketuban (-).

II.3 Diagnosa GIIP0100Ab000 Usia 26 tahun Gravida 40-41 Minggu Anak Tunggal Hidup Intrauterin Punggung Kiri Letak Kepala belum masuk PAP Belum Inpartu Dengan Ketuban Pecah Dini.

II.4 Rencana Tindakan Infus RL (20 tpm) Injeksi antibiotik Pasang DC Observasi tanda vital SC

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atau disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorioamniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai. 1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu 2. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002) Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum partus : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Rustam Mochtar 1998)

B.

Etiologi Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran

atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Serviks inkompeten. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).

5.

Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis).

6.

Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

7.

Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten

8. 9.

Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin

C.

Patofisiologi Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi.

Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%) High virulensi : Bacteroides Low virulensi : Lactobacillus

10

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.Jika ada infeksi

dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. D. Diagnosa Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara :
11

Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau

Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior

USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion Terdapat infeksi genital (sistemik) Gejala chorioamnionitis

Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang Cairan amnion: Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar

Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern

Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5

Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test


o o

Jadi biru (basa) Jadi merah (asam)

: air ketuban : air kencing

12

Pemeriksaan Lain : a. Ultrasonografi : Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. b. Amniosintesis : Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. c. Pemantauan janin : Membantu dalam mengevaluasi janin d. Protein C-reaktif : Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

F.

Penatalaksanaan Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang paling tinggi mencapai well born baby dan well health mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah dini adalah apabila kehamilan kurang dari 26 minggu karena untuk mempertahankannya memerlukan waktu lama. Bila berat janin sudah mencapai 2000 gram, induksi dapat dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang diikuti histerektomi. Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan. Tindakan ini akan menambah reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru janin. Pemberian betametason 12 minggu dilakukan dengan interval 24 jam dan 12 minggu tambahan, maksimum dosis 24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin setelah satu minggu belum lahir, pemberian berakortison dapat diulang lagi. Indikasi melakukan pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut : 1. Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram. 2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

13

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin.

Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.

Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif

(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam.

Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.

Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.

Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm

Untuk

usia

kehamilan

32-33

minggu

lengkap

lakukan

tindakan

konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.

Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-

14

course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi)

Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama)

Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian

kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan

Pematangan

paru

dilakukan

dengan

pemberian

kortikosteroid

yaitu

deksametason 26 mg (2 hari) atau betametason 112 mg (2 hari)

Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban)

Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korioamniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM

Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan

pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan

15

KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3250 mg, amoksisillin 3500 mg dan kortikosteroid

KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 21 gr IV dan penisillin G 42 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 42 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC.

16

G. Prognosis/komplikasi Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah : Prognosis ibu : Infeksi intrapartal/dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas

Infeksi puerperalis/ masa nifas Dry labour/Partus lama

17

Perdarahan post partum Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin : Prematuritas Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.

Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Morbiditas dan mortalitas perinatal

18

BAB IV PENUTUP

IV.1 KESIMPULAN Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesa 2. Inspeksi 3. Pemeriksaan dengan spekulum. 4. Pemeriksaan dalam 5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes Lakmus (tes Nitrazin), Mikroskopik (tes pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi : Tali pusat menumbung, Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm, Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis, infeksi maternal : (infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke

19

intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis), penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan Premature dan komplikasi infeksi intrapartum. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.

IV.2 SARAN 1. 2. Dilakukan penelitian epidemiologis tentang KPD di Indonesia Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang KPD

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG et al. 2005. Premature Rupture of the Membrane. Williams Obstetric, 22st ed. Mc.Graw Hill Publishing Division: New York 2. Wiknjosastro H. 2005.Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta. 3. Prawirohardjo, Sarwono, 2002 .Asuhan Maternal dan Neonatal , YBPSP:Jakarta. 4. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, EGC:Jakarta. 5. Prawirohardjo, Sarwono, 1999. Ilmu Bedah Kebidanan, YBP-SP:Jakarta. 6. Sualman, K. 2009. Penatalaksanaan ketuban Available at pecah dini kehamilan preterm.

http://belibis-a17.com/2009/08/28/penatalaksanaan-kpd-preterm/.

Diunduh tanggal 18 juli 2011

21

Anda mungkin juga menyukai