Anda di halaman 1dari 7

NAMA : KARINA NIM : 112110203 1. Etiopatogenesis gusi berdarah,bau mulut dan gigi goyang pada pasien DM.

Penderita dengan kadar gula yang sangat tinggi maka gula tersebut akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes mellitus. Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar. Kadar glukosa yang amat tinggi pada aliran darah maupun pada ginjal, mengubah tekanan osmotik tubuh. Secara otomatis, tubuh akan mengadakan osmosis untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Ginjal akan menerima lebih banyak air, sehingga penderita akan sering buang air kecil. Konsekuensi lain dari hal ini adalah, tubuh kekurangan air. Penderita mengalami dehidrasi (hiperosmolaritas) bertambahnya rasa haus dan gejala banyak minum (polidipsia). Gejala yang diterima oleh penderita diabetes tipe I biasanya lebih komplek, karena mereka kadang tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali. Akibatnya gangguan metabolik yang dideritanya juga mempengaruhi metabolisme lemak dan bahkan asam amino. Penderita tidak dapat memperoleh energi dari katabolisme glukosa. Energi adalah hal wajib yang harus dimiliki oleh sel tubuh, sehingga tubuh akan mencari alternatif substrat untuk menghasilkan energi tersebut. Cara yang digunakan oleh tubuh adalah dengan merombak simpanan lemak pada jaringan adiposa. Lemak dihidrolisis sehingga menghasilkan asam lemak dan gliserol. asam lemak dikatabolisme lebih lanjut dengan melepas dua atom karbon satu persatu menghasilkan asetil-KoA. Penguraian asam lemak terus menerus mengakibatkan terjadi penumpukan asam asetoasetat dalam tubuh.Asam asetoasetat dapat terkonversi membentuk aseton, ataupun dengan adanya karbondioksida dapat dikonversi membentuk asam -hidroksibutirat. Ketiga senyawa ini disebut sebagai keton body yang terdapat pada urine penderita serta dideteksi dari bau mulut seperti keton. Penderita mengalami ketoasidosis dan dapat meninggal dalam keadaan koma diabetik. Ketidaksediaan glukosa dalam sel juga mengakibatkan terjadinya glukoneogenesis secara berlebihan. Sel-sel hati akan meniungkatkan produksi glukosa dari substrat lain, salah satunya adalah dengan merombak protein. Asam amino hasil perombakan ditransaminasi sehingga dapat menghasilkan substrat atau senyawa antara dalam pembentukan glukosa. Peristiwa berlangsung terus-menerus karena insulin yang membatasi glukoneogenesis sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Glukosa yang dihasilkan kemudian akan terbuang melalui urine. Akibatnya, terjadi pengurangan jumlah jaringan otot dan jaringan adiposa secara signifikan. Penderita akan kehilangan berat tubuh yang hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori normal atau meningkat. Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadar trigliserida dan VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi karena VLDL yang disintesis dan dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja enzim lipoproteinlipase yang merombaknya. Jumlah enzim ini diransang oleh rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Defek pada produksi

enzim ini juga mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam katabolisme silomikron pada jaringan adiposa. Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II, ketoasidosis tidak terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun, pada terjadi hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai hipersilomikronemia. Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada umumnya sangat kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat. Pada penderita yang akut, akan terjadi penebalan pada pembuluh darah terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan rabun atau bahkan kebutaan. Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja jantung, ginjal dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh menjadi lebih berat. Akibatnya pada penderita diabetes akan mudah dikenai berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem imune tubuh, kerusakan sistem kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-sel endothelia serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur. Periodontal disease is initiated by the accumulation of microbial plaque on the tooth surface. The sulcular epithelial cells will come in contact with microbial enzymes, waste product and surface component of bacteria. The epithelial and dendritic cells are triggered by microbial substances to produce pro-inflammatory cytokines and other chemical mediators. These mediators induce an inflammatory response within the gingival tissue. Thus the gingiva becomes oedematous due to fluid accumulation and cell infiltration. Polymorphonuclear cells (PMNs) along with other leukocytes such as monocyte, macrophages, and lymphocytes are attracted to the gingival tissue by the chemotactic factors including microbial proteins and host factors such as the cytokine Interleukin-8 (IL-8). The PMNs arrive in the gingival crevice and begin their function of phagocytising the bacteria. The macrophages have a useful function in the gingival crevice by phagocytising the dead PMNs and their harmful enzymes. This is called the scavenging function of macrophages which is useful in damping down the inflammation. The immune response begins when Langerhans cells within the gingival tissue phagocyte bacterial antigens and take it to the regional lymph nodes. In the lymph node the Langerhans cells present the bacterial antigen to the lymphocytes. Committed lymphocytes return to site of bacterial exposure (gingival tissue) where B cells transform to plasma cells which produce antibody, or T cells differentiate to produce cell mediated immune response. These antibodies will aid the PMNs in the phagocytises of bacterial pathogens in the gingival crevice. The inflammatory cell infiltrate in the gingiva needs space to begin its function. Therefore the structural components like fibroblasts and collagen must be lost to create physical room for the infiltrating leukocytes. These inflammatory cells will produce matrix degrading

enzymes (MMP-8) leading to connective tissue destruction. Furthermore as the layers of junctional epithelium are broken down and the contact to the tooth is lost, the periodontal pocket is formed. The anaerobic environment in the periodontal pocket will invite the colonization of the facultative and anaerobic microorganisms. As the infiltrate extend apically, the bone is resorbed to make more room for the defence cells. The production of Interlukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), and Prostoglandin 2 (PGE 2) will increase in response to bacterial infection and lead to bone resorption. When the disease in untreated, the tissue destruction caused by the inflammatory response overwhelms any tissue repair and may end with deepening of the periodontal pocket, attachment loss, bone resorption, granulation tissue formation and tooth loss. 2. Indikasi Splinting Jaringan pendukung gigi sekurang-kurangnya 1/3 akar merupakan jaringan yang masih sehat estetika memuaskan Tidak mengganggu oklusi Stabil dan efisien Jumlah minimal gigi yang harus dilakukan splint Tidak menyebabkan iritasi dan mudah dibersihkan 3. Menjelaskan perawatan non-bedah periodontal 1. Perawatan Darurat Kontrol rasa sakit harus dilakukan sebelum perawatan lainnya, tetapi agar efektif perlu ditentukan diagnosis yang akurat. Abses alveolar yang berasal dari pulpa dapat salah didiagnosis sebagai lesi periodontal yang menyebabkan kesalahan perawatan dan tetap adanya rasa sakit. Pembengkakan bahkan yang tidak disertai rasa sakit, perlu mendapat penanganan segera. Infeksi akut memerlukan pemberian antibiotik sebelum dapat dilakukan perawatan lebih lanjut, tetapi penggunaan antibiotik hanya dapat dibenarkan bila sakit dan infeksi tidak dapat dikontrol dengan cara lain. Abses yang menonjol dan terlokalisir harus dirawat dengan insisi dan drainasi bukan dengan antibiotik. Kavitas karies yang besar dan penyakit pulpa harus dirawat. Perawatan endodontik mungkin perlu dilakukan sebagai perawatan darurat bila ada pulpitis, abses apikal atau kombinasi abses periapikal-periodontal. Gigi-gigi yang sangat goyang yang sangat mengganggu funsi harus displinting atau dicabut (Manson, 1993). 2. Pencabutan Gigi dengan Prognosa yang Sangat Buruk Keputusan untuk mencabut gigi harus didasarkan tidak hanya pada kondisi gigi tersebut tetapi juga pada keadaan jaringan penopang serta akibat yang mungkin terjadi akibat pencabutan. Bila kerusakan periodontal cukup lanjut, pencabutan gigi yang lemah dapat menimbulkan masalah prostetik. Perkembangan seperti ini perlu diantisipasi sebelum pencabutan. Pembuatan protesa lepasan mungkin perlu dilakukan pada saat ini dan desainnya harus diperhatikan walaupun sifatnya sementara (Manson, 1993). 3. Informasi Kepada Pasien

Berikan waktu sebelum melakukan perawatan untuk menjelaskan kepada pasien tentang sifat masalah dan jenis perawatan yang diperlukan. Bila ada beberapa pilihan perawatan, pilihan ini bersama dengan keuntungan dan kerugiannya harus dijelaskan. Seringkali, keputusan harus dirundingkan bersama pasien dan hanya dapat diambil dengan berdasarkan pada informasi yang ada (Manson, 1993). 4. Kontrol Plak dan Skaling Kontrol plak dan skaling merupakan prosedur terpenting pada perawatan periodontal. Bila kondisi ini didiagnosis dan dirawat cukup dini, maka ini adalah bentuk perawatan satusatunya yang diperlukan. Perawatan ini juga memberikan indikator tentang sikap pasien, kemampuan manual, dan kerjasama pasien. Bila kerjasama pasien buruk, sebaiknya jangan melakukan perawatan operasi atau perawatan lain yang rumit. Fase perawatan ini juga harus melibatkan perbaikan restorasi yang berlebih dan penggantian restorasi yang sudah rusak. Sungguh tidak realistik dan tidak dapat dibenarkan untuk mengharapkan tingkat pengkontrolan plak yang tinggi bila kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukannya hal tersebut; oleh karena itu, semua faktor retensi plak harus dikoreksi pada tahap ini (Manson, 1993). 5. Modifikasi Oklusal Perlu dilakukan untuk menghilangkan lesi periodontal dan dapat dilakukan bersama dengan pengkontrolan plak. Ketidakharmonisan oklusal yang besar harus dihilangkan dan dibuat splint sementara untuk setiap gigi yang sangat goyang. Pada tahap ini, pergerakan gigi yang minimal perlu dilakukan. Pergerakan ini harus menyeluruh dan pesawat retensi harus dipasang sebelum dilakukan operasi. Bite guard (pelindung gigitan) sering digunakan untuk kasus mengerot yang hebat (Manson, 1993). 6. Pemeriksaan Ulang Pemeriksaan ulang dari kondisi periodontal harus dilakukan pada tahap ini. Respons jaringan terhadap perawatan dapat lebih baik daripada yang diperkirakan, sehingga tidak diperlukan atau hanya perlu dilakukan operasi minimal. Poket dapat mengecil dan gigi-gigi yang goyang menjadi stabil setelah dilakukan perawatan yang sederhana. Stabilisasi dramatis dari gigi-gigi tetangga juga dapat berlangsung setelah gigi yang terinfeksi dicabut. 4. Proses remodelling jaringan ikat pasca perawatan non bedah Remodelling merupakan reorganisasi atau renovasi struktur tulang lama. Terjadi resorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru pada tulang normal, kedua proses ini berada dalam keseimbangan yang dinamis (Dorland,2002). Menurut Mills (2007) remodelling adalah proses yang dinamis, pada proses ini terjadi pengurangan dan penggantian tulang baik kortikal atau tulang trabekular. Proses ini akan berlanjut sepanjang hidup untuk mempertahankan massa tulang, integritas kerangka dan fungsi kerangka. Kejadiannya sangat komplek dan sebagian dikontrol oleh sistem syaraf pusat melewati hormon (contohnya leptin) dan induksi mekanik dari kerusakan kecil. Prosesnya juga sangat bergantung pada integrasi gerakan dari osteoblas, osteosit dan osteoklas. Sel-sel tersebut secara bersamaan membentuk basic sellular unit dari tulang, pada saat dewasa resorpsi dalam remodelling tulang kira-kira terjadi sebanyak 10% dari jumlah kerangka pertahunnya (Mills 2007). Proses remodelling diawali pada permukaan bony dan tergabung dalam beberapa tahapan aktivitas sel yaitu aktivasi, resorpsi, reversal (pengembalian), dan formasi atau pembentukan tulang. Tahap aktivasi bergantung pada sel yang berdeferensiasi menjadi

osteoblas, yang ada di permukaan tulang atau sumsum tulang, bertindak pada prekursor sel darah (hemapoetic cells) untuk membentuk osteoklas yang akan menyerap tulang. Proses resorpsi terjadi di bawah lapisan sel. Setelah fase reversal, osteoblas memulai untuk pembentukan tulang baru. Sisa osteoblas di dalam tulang akan berubah menjadi osteosit. Masing-masing osteosit akan berhubungkan satu sama lain dan dihubungkan juga ke permukaan osteoblas. Fase resorpsi berakhir hanya pada beberapa minggu tetapi fase formasi terjadi lebih lambat, yaitu berlangsung selama beberapa bulan untuk melengkapinya,sebagai lapisan yang banyak pada tulang baru dibentuk oleh berturut-turut gelombang dari osteoblas. Menurut Carranza (1996), perawatan periodontologi yang dilakukan kemungkinan dapat menimbulkan terjadinya sedikit luka atau trauma akibat pembersihan. Perlukaan yang terjadi selanjutnya akan mengalami proses penyembuhan jaringan untuk mengembalikannya ke keadaan normal. Ada 3 tahap proses penyembuhan jaringan setelah dilakukannnya perawatan periodontologi : REGENERASI Regenerasi adalah pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel dan substansi seluler baru membentuk jaringan atau bagian yang baru. Regenerasi berasal dari tipe jaringan yang sama dengan jaringan yang rusak, atau dari prekursornya. Pengganti epitel gingiva yang rusak adalah berasal dari epitel, sedangkan jaringan ikat dan ligamen periodontal penggantinya adalah berasal dari jaringan ikat. Sebaliknya tulang dan sementumbaru bukan berasal dari tulang dan sementumyang telah ada, tetapi dari dari jaringan ikat yang merupakan prekursor keduanya. Jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi berkembang menjadi osteoblas dan sementoblas yang nantinya akan membentuk tulang alveolar dan sementum baru. Pada periodonsium regenerasi merupakan suatu proses fisiologis yang kontiniu. Dalam keadaan yang normal, sel dan jaringan baru senantiasa dibentuk untuk menggantikan sel dan jaringan yang matang dan mati. Proses tersebut tercermin dari adanya: (1) aktivitas mitotik pada epitel gingiva dan jaringan ikat ligamen periodontal, (2) pembentukan tulang baru, dan (3) deposisi sementum yang terus menerus. Sebenarnya regenerasi juga berlangsung selama berkembangnya penyakit periodontal yang destruktif. Kebanyakan penyakit gingiva dan periodontal adalah berupa penyakit inflamatori kronis, yang berarti adalah suatu proses penyembuhan. Berhubung karena regenerasi merupakan bagian dari penyembuhan, maka pada waktu berkembangnya penyakit gingiva den periodontal yang berupa inflamasi sebenarnya berlangsung juga regenerasi. Akan tetapi karena bakteribeserta produk bakteri yang berperan dalam proses penyakit, dan eksudat inflamasi yang dihasilkan bersifat mencederai sel-sel dan jaringan yang sedang regenerasi, maka penyembuhan pada saat masih berlangsungnya penyakit tidak berakhir dengan sempurna. Terapi periodontal akanmenyingkirkan plak bakteri danmenciptakan kondisi yang dapat menghalangi pembentukan dan penumpukan kembali plak. Dengan tersingkirnaya faktorfaktor yang menghalangi regenerasi tersebut, kapasitas regeneratif jaringan akan maksimal dan memungkinkan terjadinya regenerasi. PERBAIKAN

Proses perbaikan hanya mengembalikan kontinuitas permukaan gingiva dan mengembalikan sulkus gingiva yang normal dengan level dasarnya pada permukaan akar sama dengan level dasar saku periodontal sebelum perawatan Proses tersebut akan menghentikan perusakan tulang alveolar tanpa meninggikan tinggi tulang. Perbaikan periodonsium yang rusak mencakup mobilisasi sel-sel epitel dan jaringan ikat ke daerah yang rusak dan peningkatan pembelahan mitotik lokal guna penyediaan sel-sel dalam jumlah yang mencukupi. PERLEKATAN BARU Perlekatan baru adalah tertanamnya serabut ligamen periodontal yang baru ke sementumyang baru dan perlekatan epitel gingiva ke permukaan gigi yang tadinya tersingkap karena penyakit. Kata kunci pada pengertian diatas adalah permukaan gigi yang tadinya tersingkap karena penyakit. Apabila gingiva atau ligamen periodontal melekat kembali kepermukaan gigipada posisi semula sebelumtersingkirkan pada waktu penskeleran dan penyerutan akar, atau pada waktu preparasi gigi pada daerah subgingiva untuk pembuatan suatu restorasi, proses tersebut bukanlah perlekatan baru melainkan hanya berupa perlekatan kembali (reatttachment). Istilah perlekatan kembali pernah digunakan untuk menamakan perbaikan kembali periodonsium. Namun karena pada kenyataannya yang melekat kembali bukanlah serabut yang ada tetapi serabut yang baru dibentuk dan melekatnya ke sementum yang baru, maka istilah yang paling tepat adalah perlekatan baru (new attachment). Sekarang ini istilah perlekatan kembali hanya digunakan untuk menyatakan perbaikan daerah pada akar gigi yang bukan tersingkap karena pembentukan saku periodontal, misalnya karena insisi pada prosedur bedah, karena fraktur akar, atau pada perawatan lesi periapikal. yang tipis dan panjang, dan oleh sebab itu bentuk penyembuhan ini dinamakan juga epitel penyatu yang panjang (long junctional epithelium). Adaptasi epitel bisa sama daya tahannya terhadap penyakit seperti perlekatan jaringan ikat yang sebenarnya. Apabila adaptasi epitel tidak disertai oleh pendarahan pada probing, tanda-tanda klinis inflamasi, dan penumpukan plak pada permukaan gigi, berarti sulkus yang dalam ini berada dalam keadaan inaktif, tanpa disertai kehilangan perlekatan selanjutnya. Pada kasus yang demikian sulkus dengan kedalaman 4,0 - 5,0 mm pasca perawatan adalah masih akseptabel. Sejak lama perlekatan baru dan regenerasi tulang merupakan sasaran dari terapi periodontal. Penelitian laboratorium dan klinis yang dilakukan secara intensif sejak tahun 1970-an telah mengembangkan beberapa konsep dan tehnik perawatan yangmenghasilkan hasil perawatan yangmendekati sasaran yang ideal tersebut. Regenerasi ligamen periodontal merupakan kunci dari tercapainya perlekat-an baru. Dengan regenerasinya ligamen periodontal akan dimungkinkan konti-nuitas antara tulang alaveolar dengan sementum. Disamping itu, pada ligamen periodontal terkandung sel-sel yang dapat mensintesa dan membentuk kembali gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Pada masa penyembuhan pasca terapi periodontal guna menyingkirkan saku periodontal, daerah luka dinvasi oleh sel-sel yang berasal dari empat sumber yang berbeda: (1) epitel oral, (2) jaringan ikat gingiva, (3) tulang alveolar, dan (4) ligamen periodontal. Hasil

penyembuhan saku periodontal yang dicapai sangat tergantung pada sekuens proliferasi selsel yang terlibat pada stadiumpenyembuhan. Apabila epitel berproliferasi lebih dahulu sepanjang permukaan akar gigi sebelum jaringan periodonsiumlainnya mencapai daerah tersebut, maka bentuk penyembuhan yang dicapai adalah berupa epitel penyatu yang panjang. Bila sel-sel dari jaringan ikat gingiva yang terlebih dahulu mempopulasi daerah tersebut, hasilnya adalah serabut-serabut yang sejajar dengan permukaan akar gigi dan remodeling tulang alveolar, tanpa perlekatan serabut ke sementum. Apabila sel-sel tulang yang lebih dulu mencapai daerah tersebut, bisa terjadi resorpsi akar dan ankilosis. Sebaliknya bila sel-sel dari ligamen periodontal proliferasi lebih dulu ke daerah tersebut, baru akan terjadi pembentukan sementum dan ligamen periodontal baru. Pemahaman terhadap sekuens proliferasi sel-sel tersebut telah diapli-kasikan untuk kebutuhan klinis dengan dikembangkannya tehnik perawatan yang dinamakan regenerasi jaringan terarah (guided tissue regeneration), yang lebih menjamin tercapainya perlekatan baru.

Anda mungkin juga menyukai