Anda di halaman 1dari 6

2. As-Sunnah Dalam bahasa Arab Sunnah berarti jalan yang lurus dan perilaku yang terbiasa.

Sedangkan menurut terminology Sunnah diartikan sebagai perkataa, perbuatan dan diam (taqrir) Rasul yang berarti persetujuan. Sesuai dengan definisi Sunnah tersebut, maka Sunnah dapat dibedakan menjadi 3 macam (Nurdin dkk, 1995 : 60) yaitu : 1. Sunnah Qauliyah, yaitu Sunnah dalam bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah SAW yang menerangkan hokum-hukum dan maksud Al-Quran/ 2. Sunnah Filiyah, yaitu Sunnah dalam bentuk perbuatan, yang menerangkan cara melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, shalat, haji dan sebagainya. 3. Sunnah Taqririyyah, yaitu Sunnah dalam ketetapan atau persetujuan Rasul atas perkataan atau perbuatan sahabat. Para ulama sepakat bahwa Sunnah merupakan sumber hokum kedua sesudah Al-Quran. Hal ini berdasarkan pada Q.S Ali Imran : 31, Q.S An-Nisa : 59, Q.S Al-Hasyr : 7 dan Q.S AlAhzab : 21.

2.1 Kedudukan As-Sunnah Allah telah menetapkan syariat (peraturan-peraturan) dan menurunkannya secara bertahap melaluli para nabi-nya supaya menjadi pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Adapun Allah SWT memberikan peraturannya yang terakhir melalui Nabi Muhammad SAW yang terhimpuan di dalam Al-Quran. Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir mempunyai tugas untuk membacakan dan mengajarkan wahyu kepada umat manusia, menerangkan makna yang tersurat dan tersirat, menjelaskan hokum-hukum dan memberikan contoh penerapannya. Ke-Hujjah-an as-Sunnah didukung argumen-argumen sebagai berikut : a. Pengalaman as-Sunnah sebagai konsekuensi iman kepada Rasul

Iman kepada kerasulan Muhammad adalah salah satu bangunan aqidah (akidah) Islam. Perintah Allah mengenai keimanan kepada kerasulan Muhammad antara lain terdapat dalam surat an-Nisa : 136.

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS an-Nisaa : 136) Dalam menjelaskan tugas kerasulannya, Muhammad mendapat jaminan pemeliharaan dari Allah atas kesalahan-kesalahan (maksum) serta memperoleh bimbingan dan petunjuk-Nya. Atas dasar ini, maka keimanan kepada Rasul menuntut keimanan pula terhadap keberadaan Sunnah Rasul dan menjadikannya dasar hokum dalam mengamalkan syariat.

b. Keterangan Al-Quran tentang Rasul Di dalam Al-Quran banyak ayat-ayat menerangkan keberadaan dan posisi Rasul dalam syariat Islam, sebagai contoh dan teladan. Firman Allah surat al-Ahzab ayat 21.

Artinya : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasullullah itu suri teladan yang bak baimu (yaitu) orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS. Al-Ahzab : 21). Surat al-Hasyr ayat 7

Artinya : Dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah keapda Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr : 7).

c. Pernyataan Rasul mengenai as-Sunnah Rasulullah menyatakan bahwa beliau sendiri yang menjadi pola dan rujukan pengalaman syariat sebagaimana sabdanya : Jika perkara itu bagian dari duniamu, maka sesungguhnya engkau lebih mengetahuinya. Dan jika perkara itu bagian dari agamamu, maka sesungguhnya akulah yang lebih mengtahuinya. (Hadist riwayat Ahmat dari Annas). Rasul menegaskan keharusan kaum muslimin berpegang teguh kepada Sunnahnya upaya tidak sesat dalam mengamalkan syariat.

Sesungguhnya aku telah meninggalkan padamu dua perkara yang apabila kamu berpegang teguh kepadanya maka kamu tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitabullah an Sunnah Nabi-Nya. (HR. Hakim dari Ibn Abbas) Rasulullah memerintahlan kaum muslimin supaya melaksanakan Sunnahnya. Sabda Rasul SAW : Apabila aku melarang kamu dari (berbuat) sesuatu, maka jauhkanlah dirimu arinya. Dan apabila aku memerintahmu untuk (berbuat) sesuatu, maka penuhilah sebatas kemampuan mu. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) d. Keberadaan Al-Quran mengharuskan adanya As-Sunnah Sebagian besar syariat di dalam al-Quran yang diturunkan Allah melalui Al-Quran bersifat umum ata berupa garis-gars besar saja, seperti kewajiban shalat, zakat, shaum (puasa), dan hal yang diungkapkan dalam pentuk perintah. Karena itu hokum-hukum tersebut tidak mungkin diaplikasikan tanpa merujuk kepada penjelasan teoritis maupun praktis dari Rasullullah.

2.2. Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Quran Bila melihat tentang pengertian As-Sunnah, maka jelaslah bahwa Sunnah merupakan penjelasan operasional dari nia-nilai atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Quran, dan Rasul merupakan contoh untuk mengapikasikan Al-Quran dalam kehidupan nyata. Adapun fungsi As-Sunnah terhadap Al-Quran (Suryana dkk, 1997;59-61) adalah: 1. As-Sunnah menguatkan hukum yang telah di tetapkan Al-Quran. Dalam hal ini asSunnah memperkuat dan memperkokoh hukum yang di nyatakan oleh al-Quran. 2. As-Sunnah memberikan rincian terhadap penyataan Al-Quran yang bersifat global. 3. As-Sunnah membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Quran 4. As-Sunnah memberikan pengecualian terhadap penyataan Al-Quran yang bersifat umum.

5. As-Sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran (ketetapan hokum yang belum pasti). Ditinjau dari segi kualitas atau mutunya, Sunnah atau hadits terbagi tiga macam, (Razak, 1982;103) yaitu : 1. Sunnah/Hadits Shahih yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adl (baik)< kuat hafalannya, sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasul, tidak mempunyai cacat dan tidak bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat. 2. Snnah/ Hadits Hasan yaitu Sunnah/ Hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang adil (baik), sanadnya bersambung keapda Rasulullah, tidak mempunyai cacat dan tidak bertentangan dengan dall atau periwayatan yang lebih baik. 3. Sunnah/ Hadits dhaif yaitu Sunnah/Hadits yang lemah karena perawatannya tidak adil, terputus sanadnya, bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.

Peranan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup banyak, tetapi dalam a. SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan Fungsi harus juga dipatuhi merupakan umat utamanya saja, yaitu :

Ibadah manusia, dan

Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah kepatuhannya seseorang. b. manusia, contoh, jelas proses dalam Fungsi praktik akan dan Amar selalu Maruf bersentuhan jelas dengan Nahi masyarakat. adanya Munkar Sebagai merupakan ibadah yang sekaligus indikasi keimanan

Hukum Islam sebagai hukum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan kehidupan umat pengharaman riba khamar, menunjukkan keterkaitan

penetapan hukum

(Allah) dengan subyek dan obyek hukum (perbuatan mukallaf). Penetap

hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba atau khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hukum lahir, yang dengan terpenting kesadaran adalah penuh. bagaimana Penetap agar hukum sangat tersebut mengetahui dipatuhi bahwa dan dilaksanakan hukum cukup

riskan kalau riba dan khamar diharamkan sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari episode dari pengharaman riba dan khamar, akan tampak bahwa hukum Islam berfungsi sebagai salah satu sarana pengendali sosial. Hukum Islam juga

memperhatikan terlepas.

kondisi

masyarakat akibat

agar

hukum riba

tidak dan

dilecehkan khamar

dan

tali hanya

kendali menimpa

Secara

langsung,

buruk

memang

pelakunya. Namun secara tidak langsung, lingkungannya ikut terancam bahaya tersebut. Oleh karena itu, kita dapat memahami, fungsi kontrol yang dilakukan lewat tahapan pengharaman riba dan khamar. Fungsi ini dapat disebut amar maruf nahi munkar. Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum Islam, yakni mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan c. kemudharatan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Zawajir

Fungsi

Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hukum atau sanksi hukum. Qishash, Diyat, ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian , perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan tazir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta perbuatan yang Zawajir. d. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat dinamakan dengan

Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat dalam hukum yang berkenaan dengan masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Ke empat fungsi hukum Islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait. (Ibrahim Hosen, 1996 : 90).

Anda mungkin juga menyukai