Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengetahuan Pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah

orang

melakukan

penginderaan

terhadap

suatu

objek

tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Menurut Rogers (1974) dalam Notoadmodjo (2007), apabila suatu pembuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai berikut : a. Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap stimulus tersebut bagi dirinya. Hal responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007). ini berarti sikap

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Vitamin A

2.2.1. Pengertian Vitamin A vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam minyak ikan, keju, kuning telur, sayuran berwarna hijau dan kemerah-merahan, seperti tomat dan wortel (Depdiknas, 2005). Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/ provitamin A/ karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol (Almatsier, 2003). Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Depkes RI, 2005)

2.2.2. Manfaat Vitamin A Fungsi vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar: 1. Fungsi vitamin A dalam proses melihat Pada proses melihat vitamin A berperan sebagai retinal (retinete) yang merupakan komponen dari zat penglihat. Rhodopsin ini mempunyai bagian protein yang disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung dengan retinete. Rhodopsin merupakan zat yang dapat menerima rangsang cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang merangsang indera penglihatan. Selain itu vitamin A juga berperan menjaga agar kornea mata selalu sehat. 2. Fungsi dalam metabolisme umum Fungsi ini tampaknya berkaitan erat dengan metabolisme protein a. b. c. d. 3. Integritas epitel Pertumbuhan Permeabilitas membran Pertumbuhan gigi

Fungsi dalam proses reproduksi

Universitas Sumatera Utara

Fungsi vitamin A pada proses reproduksi ini tidak dapat dipenuhi oleh asam vitamin A (retinoic acid) (Sediaoetama, 2004).

2.3.

Kekurangan Vitamin A Kekurangan vitamin A ialah penyakit sistemik yang merusak sel dan organ

tubuh dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran pernapasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif awal terjadi karena kerusakan yang terdeteksi pada mata. Namun, karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2009). Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan yang disertai kelain pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun (Sidarta, 2008). Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja, atau kurang dapat melihat pada malam hari. Nama penyakit tersebut adalah hemeralopia (rabun senja/ rabun ayam). Gejala tersebut juga ditandai dengan menurunnya kadar serum retinol dalam darah (kurang dari 20 g/dl). Pada tahap selanjutnya terjadi kelainan jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru-paru, usus, kulit dan mata. Gambaran yang khas dari kekurangan vitamin A dapat langsung terlihat pada mata (Depkes RI, 2005). Penyakit mata lain yang dapat terjadi bila kekurangan vitamin A adalah seroftalmia (xeropthalmia). Seroftalmia adalah adalah keadaan bila orang mengalami kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata mengalami keratinisasi kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak diobati, mata akan menjadi buta. (Kusharto, 1992)

2.3.1. Epidemiologi Kekurangan Vitamin A KVA pada anak balita dapat mengakibatkan risiko kematian sampai 2030%. Mortalitas anak balita yang buta karena keratomalasia dapat mencapai 5090%. Survei Nasional Xeropthalmia 1978 menemukan prevalensi X1b (bitot spot)

Universitas Sumatera Utara

pada anak balita 1,34%, dan pada tahun 1992 turun menjadi 0,35%. Angka tersebut masih di bawah kriteria yang ditetapkan WHO sebagai masalah kesehatan masyarakat (0,5%). Survei tersebut juga menemukan 50,2% anak balita mempunyai kadar serum vitamin A < 20 g/dl, lebih tinggi dari batas ambang menurut IVACG sebesar 15%. Helen Keller International (HKI) (1999) melaporkan kejadian buta senja pada wanita usia subur di Propinsi Jawa Tengah sebesar 1-3,5%. Sejak Survei Nasional Xeropthalmia tahun 1992 belum ada lagi data status vitamin A berbasis masyarakat (population based) yang dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk perencanaan program gizi mikro, meskipun distribusi kapsul vitamin A kepada anak balita sudah dimulai sejak tahun 1976 (Depkes RI, 2006).

2.3.2. Penyebab Kekurangan Vitamin A Penyebab kekurangan antara lain : Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan tubuh dalam jangka waktu lama. Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infestasi cacing, diare, rendahnya konsumsi lemak, protein dan seng. Adanya penyakit ISPA, campak , dan diare (Depkes RI, 2005 dan Sidarta, 2008).

2.3.3. Klasifikasi Kekurangan/ Defisiensi Vitamin A Dikenal beberapa klasifikasi defisiensi vitamin A di Indonesia, seperti klasifikasi Ten Doeschate, yaitu: X0 X1 X2 X3 X4 : Hemeralopia : Hemeralopia dengan xerosis konjungtiva dan bitot : Xerosis kornea : Keratomalasia : Stafiloma, ftisis bulbi

Di mana kelainan pada: X0 sampai X2 masih reversibel, dan X3 sampai X4 ireversibel (Sidarta, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Tanda dan Gejala KVA (Kekurangan Vitamin A) Buta senja ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang atau senja hari. Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang. (Depkes RI, 2005). Pada keratinisasi didapatkan xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, tukak kornea (Sidarta, 2008). Kornea tampak lunak dan nekrotik pada keratomalasia dan kadang juga terjadi perforasi (Vaughan dkk, 2008). Pada KVA yang lama dan berat dapat terjadi kekeringan pada konjungtiva dan kornea, ulcer juga skar (American Academy of Ophtalmology, 2007).

2.3.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan Karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2005) Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada penderita dengan defisiensi vitamin A ialah: Tes adaptasi gelap Kadar vitamin A dalam darah ( kadar < 20 mcg/ 100 mL menunjukkan kekurangan asupan) (Sidarta, 2008).

2.3.6. Pengobatan Secara umum, pengobatan KVA diarahkan pada upaya memperbaiki status vitamin A. Vitamin A dosis tinggi harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Pilihan pertama adalah preparat oral. Menurut Sidarta (2000), pemberian vitamin A akan memberikan

perbaikan nyata dalam 1-2 minggu, berupa: Mikrovili kornea akan timbul kembali sesudah 1-7 hari. Keratinisasi yang terjadi menghilang. Sel Goblet konjungtiva kembali normal dalam 2-4 minggu.

Universitas Sumatera Utara

Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan keratoplasti. Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat maka diberikan

vitamin A 200.000 IU per oral dan pada hari kesatu dan kedua (Sidarta, 2008).

2.3.7. Jadwal Pemberian Vitamin A Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar, untuk menanggulangi KVA di Indonesia khususnya pada Balita (6-59 bulan) Departemen Kesehatan RI telah bekerja sama dengan Helen Keller Indonesia (HKI) dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi, balita dan ibu nifas. Kapsul Vitamin A ini diberikan secara gratis di posyandu dan puskesmas seluruh Indonesia (Depkes RI, 2004).

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Vitamin A Bulan Februari Dosis Pemberian 100.000 IU (Kapsul Biru) Agustus 200.000 IU (Kapsul Merah) Untuk anak (12-59 bulan) Untuk bayi (6-11 bulan)

Pada tahun 1990, pabrik-pabrik farmasi di seluruh dunia mulai membuat kode warna pada kapsul vitamin A untuk dosis yang berbeda. Pada banyak negara, isi dosis dari kapsul vitamin A sekarang dapat diidentifikasi dari warna kapsul, yaitu: 200,000 IU (merah) dan 100,000 IU (biru) (Dini Latief, 2000). Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada anak balita secara periodik, yaitu enam bulan sekali, dan secara serempak dalam bulan Februari dan Agustus. Pemberian secara serempak dalam bulan Februari dan Agustus mempunyai beberapa keuntungan : Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai jadwal pemberian yang sama.

Universitas Sumatera Utara

Memudahkan dalam upaya penggerakan masyarakat, karena kampanye dapat dilakukan secara nasional di samping secara spesifik daerah. Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV, spot radio, barang-barang cetak, dan lain-lain) terutama yang dikembangkan, diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat pusat. Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatankegiatan yang dapat digunakan untuk mempromosikan vitamin A, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Bulan Maret merupakan bulan bakti LKMD. Bulan ini sangat baik digunakan untuk memonitor hasil pemberian kapsul bulan Februari, dan dapat digunakan untuk mencapai balita yang belum menerima kapsul dalam bulan Februari. (Depkes RI, 1996) Kapsul vitamin A dapat diperoleh di posyandu, polindes, puskesmas pembantu, puskesmas induk, praktik swasta (bidan, rumah bersalin, klinik bersalin, dan lain-lain), dan kelompok KIA. Pemberian kapsul vitamin A

dilakukan oleh petugas kesehatan, bidan desa, tokoh masyarakat, kepala desa, ketua RT/ RW, kader, orang tua/ keluarga (Depkes RI, 2005).

2.3.8. Pencegahan Telah terbukti bahwa bayi baru lahir, terutama di negara sedang berkembang yang kasus defisiensi vitamin A-nya bersifat endemis, memiliki cadangan vitamin A yang sangat rendah. Pasokan vitamin A di awal kehidupan akan tercukup melalui air susu ibu (ASI), asalkan ibu memiliki status vitamin A yang baik (John Palmer, 2004). Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada wanita menyusui, atau memberi satu dari beberapa dosis kepada bayi. (Arisman, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Bahan Makanan Sumber Vitamin A/ Karotin Bahan Makanan SI/100g Bahan Makanan SI/100g

Bahan Makanan Nabati: Jagung muda, kuning, biji Jagung kuning panen baru, biji Jagung kuning, panen lama, biji Ubi rambat, merah Lamtoro, biji muda Kacang ijo, kering Wortel Bayam Daun melinjo Daun singkong Genjer Kangkung 117 440

Bahan Makanan Hewani: Ayam Hati sapi 810 43900

510 7700 423 157 12000 6000 10000 11000 3800 6300

Ginjal sapi

1150 1230 150 20

Telur itik Ikan segar Daging sapi, kurus Buah: Alpukat (Avocado) Belimbing Mangga, matang di pohon Apel Jambu biji

180 170 6350 90 25

Sumber: Daftar Analisa Bahan Makanan Depkes RI, 1964 dalam Sediaoetama, 2004.

Menurut Depkes RI (2005), pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara : Memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI yang cukup dan berkualitas. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu makanan sehari-hari. Mencegah kecacingan dengan Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat (BHBS)

Universitas Sumatera Utara

Konsumsi kapsul vitamin A sesuai kebutuhan sasaran. Melakukan promosi-promosi tentang vitamin A juga merupakan upaya yang dilakukan organisasi HKI dalam rangka pencegahan KVA. Pada tahun 2001, HKI bekerjasama dengan MOH, Koalisi Untuk Indonesia Sehat, dan iklan-iklan lokal juga media-media massa mendisain dan menggalakkan promosi-promosi tentang vitamin A melalui kampanye nasional. Bahkan membuat vitamin A radio jingle lyrics, yaitu Dua mata saya, yang sehat selalu, karena vitamin A, sehat kuat tubuhku (Dini Latief, 2001).

2.3.9. Kebutuhan akan Vitamin A Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI), untuk memudahkan penilaian aktivitas. Vitamin ini di dalam bahan makanan, agar mencakup preformed vitamin A dan provitaminnya. Satu SI vitamin A setara dengan kegiatan 0,300 g retinol atau 0,6 g all trans beta carotene atau 1,0 mg karotin total (campuran) di dalam bahan makanan nabati. Kebutuhan akan vitamin A menurut daftar RDA untuk Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 RDA Vitamin untuk Indonesia Kelompok Umur Kebutuhan Vitamin A (SI/hari)

6 12 bulan 13 tahun 46 tahun 79 tahun 10 PRIA

1200

1500

1800

2400

WANITA

Universitas Sumatera Utara

10 12 tahun 13 dst

3450

3400

4000

3500

Wanita hamil tambahan Wanita menyusukan

500

2500

Sumber: Widya Karya Nasional Pangan & Gizi, Bogor 1978 dalam Sediaoetama, 2004.

Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan per orang per hari : Tabel 2.4 Angka Kecukupan Vitamin A Golongan Umur Angka Kecukupan vitamin A yang Dianjurkan (RE) Anak 0-6 bulan 7-36 bulan 4-6 tahun 7-9 tahun Wanita 10-18 tahun 19-65+ tahun Ibu hamil Ibu Nifas/ ibu menyusui 600 500 800 850 1980 1650 2640 2805 375 400 450 500 1237,5 1320 1485 1650 (SI)

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan gizi VIII Tahun 2004 (Depkes RI, 2005)

Ket : RE : Retional Equivalent SI : Satuan Internasional = 3,3 x RE

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai