Anda di halaman 1dari 4

a.

Kekerasan terhadap Perempuan Kekerasan dapat terjadi pada siapa saja, namun dalam kenyataannya perempuan lebih sering mengalami kekerasan. Hal ini disebabkan faktor dominasi laki-laki terhadap perempuan sehingga banyak kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi hanya karena lakilaki ingin menunjukkan dominasinya dimasyarakat. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memberikan definisi kekerasan terhadap perempuan sebagai salah satu hasil kongres di Nairobi, Kenya pada tanggal 15-2 Juni 1985 adalah sebagai berikut: Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik maupun di dalam kehidupan pribadi (Mufidah, 2004:146). Dengan kata lain kekerasan adalah sebuah upaya melakukan tindakan yang tidak menyenangkan terhadap orang lain baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan terhadap perempuan dapat juga dikatakan kekerasan domestik karena terjadi dalam rumah tangga maupun dalam lingkup budaya masyarakat tertentu. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan terhadap pacar, istri, anak maupun pembantu. Pemerintah Skontlandia memberikan definisi kekerasan domestik adalah sebagai berikut: Kekerasan dalam rumah tangga adalah hawar (penyakit) pada kehidupan ribuan Skotlandia wanita, anak-anak dan orang muda. Efeknya dapat dilihat pada reaksi anak-anak terhadap kekerasan dan pelecehan emosional mereka menyaksikan dan yang mereka dapat dikenakan. Secara signifikan, hal itu berdampak pada kesehatan emosional dan mental mereka, yang pada gilirannya dapat memiliki efek berkelanjutan sepanjang masa dan menjadi dewasa, berpotensi mempengaruhi hubungan yang paling penting dari semua, bahwa antara orang tua dan anak (The Scottish Goverment, 2008:1). Kekerasan dapat terjadi secara langsung maupun tak langsung. Fakih (2008:17-20) menyatakan setidaknya terdapat delapan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan, yaitu:

1) Pertama, bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, temasuk pemerkosaan dalam perkawinan. Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan (istri). 2) Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestik violence). Termasuk tindak kekerasan dalam bentuk penyiksaan terhadap anakanak (child abuse). 3) Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital multilation) misanya penyunatan terhadap anak perempuan. 4) Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran 5) Kelima, kekerasan dalam bentuk pornografi 6) Keenam, kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana (enforced sterilization) 7) Ketujuh, adalah jenis kekerasan terselubung (molestation) yakni memegang atau menyentuh bagian dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. 8) Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakikan masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotional harrasment. Berdasarkan pemaparan bentuk-bentuk kekerasan tersebut maka dapat disimpulkan kekerasan terhadap perempuan terbagi menjadi dua yaitu secara fisik dan non-fisik. Selanjutnya pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004 pada Bab III pasal 5 menyatakan pelarangan bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi: 1) kekerasan fisisk, 2) kekerasan psikis, 3) kekerasan seksual, 4) penelantaran rumah tangga (UUKDRT, 2004). Mengacu pada UUPKDRT No.23 tahun 2004 maka yang dimaksud dengan kekerasan fisik

adalah adalah semua perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Sedangkan kekerasan psikis adalah segala perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan seksual merupakan bagian dari kekerasan fisik tetapi kekerasan ini dilakukan khusus pada alat kelamin korban yang biasanya adalah perempuan. salah satu bentuk kekerasan seksual ini dapat berupa perkosaan bahkan dalam lingkup rumah tangga (marital rape). UUPKDRT No. 23 tahun 2004 menjelaskan pengertian kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah sebagai berikut: a) pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, b) pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. Kekerasan psikis adalah kekerasan yang tidak menimbulkan penderitaan secara fisik. Kekerasan psikis dapat berupa aktivitas-aktifitas yang dilakukan secara sengaja seperti memaki, melontarkan kata kata yang memiliki konotasi merendahkan perempuan, bersikap dingin, membeda bedakan dan sebagainya. Kekerasan psikis juga dapat terjadi karena tidak disengaja atau tidak disadari, bentuk kekerasan ini disebut kekerasan simbolik. Bourdieu (1991:23) menyatakan kekuatan simbolik adalah sebuah kekuatan yang tidak terlihat dan tidak dikenali sebagai kekuatan yang sah. Lebih lanjut Bourdieu menjelaskan mengenai bentuk kekerasan simbolis adalah dengan memberikan hadiah, dimana si pemberi menciptakan kewajiban abadi dan mengikat penerima dalam hubungan pelunasan hutang pribadi. Memberi merupakan salah satu cara untuk memiliki sehingga secara tidak langsung penerima akan mengingat si pemberi. Salah satu bentuk kekerasan yang terjadi dalam lingkup domestik adalah antara orang tua dan anak. Anak yang dilahirkan oleh orang tua berkewajiban mematuhi segala ucapan dan perintahnya. Oleh karena itu tak jarang orang tua melaksanakan keinginannya tanpa memikirkan perasaan anaknya. Posisi anak berada dalam kekuasaan orang tua sehingga anak

harus melaksanakan keinginan orang tua. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Murniati (2004:24) yang menyatakan bahwa bentuk kekerasan psikis dapat berupa celaan, pelecehan pengisolaisan, ancaman serta pengawasan pada anak perempuan secara berlebihan. Selanjutnya Venny (2003:5) menyatakan bahwa pada umumnya kekerasan psikis ini biasanya justru memiliki kecendrungan memperkuat dan mengawali terjadinya kekerasan fisik.

Anda mungkin juga menyukai