Anda di halaman 1dari 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Konsumsi Sayur Anak TK a. Definisi Anak TK Anak taman kanak-kanak mempunyai ciri khas yaitu sedang dalam proses tumbuh kembang. Ia banyak melakukan kegiatan jasmani, dan mulai aktif berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun alam sekitarnya. Mereka ini merupakan kelompok anak pra-sekolah berumur 3-6 tahun yang peka terhadap pendidikan dan penanaman kebiasaan hidup yang sehat (Santoso dan Anne, 2004). Pada usia 4-6 tahun anak bersifat konsumen aktif, yaitu mereka telah dapat diberikan pendidikan gizi yang baik dirumah maupun sekolah. Kebiasaan yang baik sudah harus ditanamkan (Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi, 2003). 1) Masalah Makan pada Anak Usia Taman Kanak-kanak Masalah makan pada anak pada umumnya adalah masalah kesulitan makan. Hal ini penting diperhatikan karena dapat menghambat tumbuh kembang optimal pada anak.

Tujuan memberi makan pada anak adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya, pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk aktifitas, pertumbuhan dan perkembangan. Dengan memberikan makan, maka anak juga dididik agar dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik serta menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu. Sehingga dengan upaya tersebut akan terbina kebiasaan yang baik antara lain mengenai makna makan dan cara makan. Namun dalam pelaksanaannya ternyata seringkali timbul kesulitan makan anak yaitu kurangnya nafsu makan. Kesulitan makan juga timbul bila alat pencernaan mengalami kelainan maupun bila refleks-refleks yang berhubungan dengan makan terganggu. Permasalahan pada anak usia TK adalah bahwa pada usia ini seorang anak masih merupakan golongan konsumen pasif, yaitu belum dapat mengambil dan memilih makanan sendiri. Mereka juga masih sukar diberikan pengertian tentang makanan di samping kemampuan menerima berbagai jenis makanan juga masih terbatas. Dikaitkan dengan kesehatan, maka pada usia ini anak amat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi terutama apabila kondisinya kurang gizi (Santoso dan Anne, 2004).

b. Sayur Dalam hidangan orang Indonesia, sayur mayur adalah sebagai teman pokok, pemberi serat dalam hidangan serta pembasah karena umumnya dimasak berkuah (Santoso dan Anne, 2004). Istilah sayuran biasanya diterapkan pada makanan nabati yang dikonsumsi sebagai bagian dari santapan yang lezat. Ini masih mencakup sekumpulan bermacam tanaman, termasuk tanaman berdaun lebat (kol dan selada), bertangkai (seledri), akar dan umbi (wortel, kentang), bunga ( kembang kol dan brokoli), dan kuncup (asparagus). Anggota dari keseluruhan kelompok sayuran seperti tomat, cabai, terong, dan mentimun sebenarnya merupakan buah (Lean, 2013). Sayur mayur merupakan sumber vitamin dan mineral. Zat-zat gizi pada sayur dapat rusak atau berkurang jika mengalami pemanasan. (Santoso dan Anne, 2004). 1) Sayuran yang Umum Dikonsumsi (a) Sayuran hijau Sayuran hijau yang berdaun lebat seperti kol secara nutrisi merupakan sumber vitamin C, beta karoten (provitamin A), folat dan zat besi. Sayuran hijau cepat melepas vitamin C ketika disimpan, dan jika dimasak dalam air mendidih, hampir setengah dari vitamin C yang terkandung akan terlarut. Brokoli dan bayam merupakan sumber yang kaya vitamin A dan C. Kembang kol juga kaya akan vitamin C tetapi

mengandung sedikit vitamin A kecuali pada bagian luarnya yang berwarna hijau (Lean, 2013). (b) Sayuran umbi Wortel, lobak, kentang merupakan sayuran berakar yang utama (Lean, 2013). Kentang mempunyai banyak varietas. Kentang yang dipanen ketika masih muda mempunyai kulit tipis, mudah sobek, tinggi kandungan airnya, tetapi rendah kandungan tepungnya (Sumoprastowo, 2000). (c) Legum atau Palawija Kacang polong, buncis dan kacang panjang yang tumbuh sebagian di dalam sebuah kelopak, secara kolektif dimasukan dalam kelompok legum atau palawija. Biasanya hanya bijinya yang dimakan, tetapi terkadang, seperti buncis dan kacang kapri kelopaknya juga ikut dimakan. Palawija memiliki kandungan protein dan kaya akan lisin tetapi tidak banyak mengandung metionin (Lean, 2013). 2) Penyimpanan Sayuran Sebagian besar sayuran yang keras dapat disimpan dalam waktu yang lama setelah dipanen. Akan tetapi, beberapa sayuran lain, memiliki daya simpan yang lebih pendek. Untuk daya penyimpanan maksimum, sayuran berdaun lebat harus disimpan dalam kondisi dingin dan cukup lembap. Kondisi yang kering tentu saja akan mendorong terjadinya pelepasan air dan pelayuan.

Sayuran yang disimpan akan kehilangan vitamin C secara bertahap tetapi kehilangannya akan berjalan lambat jika sayuran tersebut masih dalam keadaan baik. (Lean, 2013)
c. Metode Pengukuran Konsumsi Sayur

Konsumsi sayur dapat diukur dengan berbagai metode. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah: 1) Metode Recall 24 jam Prinsip dari metode ini adalah dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll ) atau ukuran lainya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa, 2012). 2) Metode Frekuensi Makanan Metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu, metode ini dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan

10

makanan secara kualitatif. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden (Supariasa, 2012). Langkah-langkah metode food frekuensi: (a) Menanyakan makanan yang biasa dikonsumsi setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun. Petugas menanyakan berapa porsi yang dikonsumsi oleh respnden, kemudian responden diminta menyebutkan dalam URT. (b) Bila semua data telah terisi semua, petugas melakukan rekapitulasi selama periode tertentu, yaitu per minggu, bulan, dan tahun. Bila data berat bahan dan porsi yang dikonsumsi diperoleh dalam minggu maka berat bahan yang ada dibagi dengan 7 (7 hari), jika yang diperoleh dalam tahun maka berat bahan yang ada dibagi 30 (30 hari), jika diperoleh dalam tahun maka berat bahan yang ada dibagi 365 (365 hari). (c) Mengolah hasil frekuensi makan semi kuantitatif adalah berdasarkan frekuensi yang sering dikonsumsi dan berat bahan makanan suatu kelompok pangan atau berdasarkan kajian zat gizi tertentu.

11

3) Food Weighing Pada metode ini responden/petugas harus menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah bila terdapat sisa makanan setelah makan, maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang dikonsumsi (Supariasa, 2012). 4) Metode Riwayat Makan ( Dietary History Method) Metode ini memberikan gambaran pola konsumsi

berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bisa 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun). Hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data adalah keadaan musim-musim tertentu dan hari-hari istimewa seperti hari pasar, hari awal bulan, hari raya (Supariasa, 2012). 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Sayur Anak TK a. Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan serta turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, provinsi (regional), lokal (kabupaten/kota), dan rumah tangga (Baliwati, 2004). Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, provinsi, kabupaten/kota) maupun mikro (rumah tangga).

12

Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai penggunaan seperti untuk bibit, pakan industri

makanan/nonpangan dan tercecer (Baliwati, 2004). b. Pendapatan Perubahan pendapatan secara langsung dapat berpengaruh terhadap perubahan konsumsi pangan keluarga. Dengan meningkatnya

pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Penurunan pendapatan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Madajinah, 2004). c. Pekerjaan Pekerjaan orang tua turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Pekerjaan berhubungan dengan jumlah gaji yang diterima. Semakin tinggi kedudukan secara otomatis akan semakin tinggi penghasilan yang diterima, dan semakin besar pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk dapat memenuhi kecukupan gizi dalam keluarga (Sediaoetama, 2008). Orang tua yang bekerja terutama ibu akan mempunyai waktu yang lebih sedikit untuk memperhatikan dan mengasuh anaknya. Pada umumnya di daerah pedesaaan, anak yang orangtuanya bekerja maka akan diasuh oleh kakaknya atau sanak saudaranya sehingga

13

pengawasan terhadap makanan dan kesehatan anak tidak sebaik jika orang tua tidak bekerja (Sediaoetama, 2008). d. Pola Asuh Pengertian pola asuh orang tua terhadap anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik, serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002). e. Sikap Newcomb dalam Notoatmodjo menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap juga merupakan respons tertutup terhadap stimulus atau object tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

14

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata setuju dan tidak setuju terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu, dengan skala Lickert.. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2003): 1) Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap ibu terhadap jenis permainan pada anak yana ibu ketahui dan dampak baik buruknya yang dilakukan pada anak. 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (Valuing) Menghargai orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi bersikap.

15

4) Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Faktorfaktor mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2011): 1) Pengalaman pribadi Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi

penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang, memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. 2) Orang lain Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh. 3) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup akan mempengaruhi sikap seseorang. 4) Media Massa Sebagai sarana komunikasi berbagai media massa seperti televisi, radio, surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat

16

mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap. 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan pengertian konsep moral dalam diri individu.Pemahaman akan baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagaman serta ajaranajarannya. 6) Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadangkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu. Begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap lebih persisten dan bertahan lama. f. Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihat, pendengar, pencium, rasa, dan raba. Sebagian pengetahuan manusia

17

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya (Khomsan et al. 2007). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1) Know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

18

3) Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi juga dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Selain itu, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

19

g. Pendidikan Latar belakang pendidikan orang tua yang lebih tinggi dalam praktek asuhannya terlihat lebih sering membaca artikel ataupun mengikuti perkembangan pengetahuan mengenai perkembangan anak. Dalam mengasuh anaknya mereka menjadi lebih siap karena memiliki pemahaman lebih luas, sedangkan orang tua yang memiliki latar pendidikan terbatas, memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang menunjukan pengertian dan cenderung akan memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter (Gunarsa, 2002).

B. Kerangka Teori

Sikap

Pola Asuh

Pengetahuan Gizi

Pendapatan

Ketersediaan Pangan

Konsumsi Sayur Anak

Pendidikan

Pekerjaan

Gambar 1. Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai