Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL BLOK 1.

5 MINGGU KE-3

UROGENITAL KELOMPOK B-12 Tutor : Drs. Almurdi, M.Kes Ketua Sekretaris 1 Sekretaris 2 : Rohani (0910313262) : Alania Rosari (0910312070) : Faraznasia Benny (0910312098)

Anggota: 1. Mareza Dwithania (0910311012) 2. Amylia Febriyanti (0910312041) 3. Ami Tri Nursasmi (0910312126) 4. Hengky Fandri (0910313208) 5. Anggy Afriani (0910313232) 6. Metha Arsilita Hulma (0910313245)

MEDICAL EDUCATION UNIT MEDICAL FACULTY ANDALAS UNIVERSITY 2010 MODUL 3 SKENARIO 3 : ADA APA DENGAN ADIK SUSAN?

Susan mahasiswi kedokteran semester 2 membawa adiknya ke UGD RSUP karena mengalami muntaber sejak pagi tadi. Dokter menjelaskan bahwa muntaber ini
1

mengakibatkan kehilangan cairan, elektrolit, dan glukosa. Setelah diperiksa, dokter segera memberikan infuse garam fisiologis dan mengatakan kepada Susan, untung adiknya cepat dibawa ke sini, kalau tidak maka adiknya akan mengalami dehidrasi berat, sekarang saja turgornya sudah mulai berkurang dan matanya sudah mulai cekung. Kemudian dokter menambahkan keterangan kepada Susan bahwa di samping kekurangan cairan dan elektrolit juga bisa terjadi asidosis akibat perubahan perbandingan karbonat dan bikarbonat. Bagaimana anda menjelaskan keadaan adik Susan berkaitan dengan pengaturan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa?

I.

TERMINOLOGI 1. Turgor : Tekanan air pada dinding sel akibat perubahan kadar air dalam sel. 2. Muntaber : Keadaan di mana seseorang menderita muntah-muntah disertai buang air besar berkali-kali (lebih dari tiga kali sehari). Terjadi perubahan bentuk dan konsistensi tinja, dari melembek sampai mencair, kadang juga mengandung darah atau lendir. 3. Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi menjadi ion bila mengalami fusi dalam larutan dan dengan demikian mampu menghantarkan listrik. Elektrolit ikut memepertahankan osmotik dan menentukan reaksi kimia serta reaksi fisika di dalam tubuh. 4. Karbonat : Semua garam asam karbonat. 5. Bikarbonat : Setiap garam yang mengandung anion HCO3-. 6. Asidosis : Akumulasi asam dan ion hidrogen atau pengosongan cadangan alkali (bikarbonat) dalam darah dan jaringan tubuh, yang mengakibatkan penurunan pH (<7,35). 7. Dehidrasi : Keadaan yang diakibatkan oleh hilangnya cairan tubuh yang berlebihan, disertai dengan gangguan keseimbangan cairan dan zat elektrolit tubuh. 8. Infus garam fisiologis : Suatu pemberian air dan elektrolit dengan atau tanpa zat gizi kepada pasien yang dehidrasi, yang tidak mampu dipenuhi oleh asupan oral biasa (kandungan utamanya NaCl 0,9%).

II.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apakah penyebab muntaber? 2. Apa saja yang termasuk cairan dan elektrolit dalam tubuh dan apa fungsinya? 3. Bagaimana pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh? 4. Apa kandungan dari infus garam fisiologis dan apa tujuan pemberiannya? 5. Sebutkan serajat dehidrasi dan efeknya masing-masing! 6. Apa hubungan antara turgor dengan tekanan osmosis? 7. Bagaimana pengaturan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh? 8. Bagaimana hubungan asidosis dengan muntaber? ANALISIS MASALAH 1. Apakah penyebab muntaber? Penyebab utama muntaber yaitu : peradangan usus oleh bakteri, virus, dan parasit lain (jamur, cacing, dan protozoa). keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia kekurangan gizi, seperti pada kelaparan atau kekurangan protein. Tanda-tanda muntaber yaitu terjadi perubahan bentuk tinja, melembek sampai mencair, kadang ada darah atau lendir. Lazim pada anak-anak berumur 2-8 tahun karena daya tahan tubuh masih lemah. 2. Apa saja yang termasuk cairan dan elektrolit dalam tubuh dan apa fungsinya? Elektrolit yaitu zat yang ada dalam cairan tubuh yang terurai dan bermuatan listrik. Elektrolit terbagi 2, yaitu : 1) Elektrolit kuat: elektrolit yang mudah terurai di dalam larutan, muatan listriknya kuat. Contoh: Na+, Cl-. 2) Elektrolit lemah: elektrolit yang sedikit terurai di dalam air. Contoh: H2CO3. Non elektrolit yaitu zat yang terlarut, tidak terurai dalam larutan, dan tidak bermuatan listrik. Elektrolit lainnya yang terdapat dalam tubuh beserta fungsinya: Natrium: penghantar impuls dalam serabut saraf dan tekanan osmotik. Klor: membentuk HCl pada lambung. Iodium: membentuk kecerdasan pada anak dan mencegah penyakit gondok. Kalsium dan fosfor: membentuk tulang dan gigi.
4

III.

Magnesium: membentuk sel darah merah sebagai pengikat oksigen dan hemoglobin.

3. Bagaimana pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh? Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: 1. Pengaturan volume cairan ekstrasel Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.: a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh agar tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. b. Memperhatikan keseimbangan garam. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam. 2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi air lebih tinggi ke area yang konsentrasi air lebih rendah. Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartemen ini. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui: a. Perubahan osmolaritas di nefron
5

b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH) 4. Apa kandungan dari infus garam fisiologis dan apa tujuan pemberiannya? Infus garam fisiologis mengandung larutan steril NaCl, KCl, dan CaCl2 dalam air untuk obat suntik. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadarnya dalam larutan fisiologis. Tujuan pemberian infus garam fisiologis yaitu untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. 5. Sebutkan derajat dehidrasi dan efeknya masing-masing! Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh, berupa: Dehidrasi hipertonik, yaitu hilangnya air lebih banyak dari natrium yang ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/Liter). Dehidrasi isotonik, yaitu hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama yang ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik, yaitu hilangnya natrium yang lebih banyak dari air yang hipotonikditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/Liter). Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur. Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan yaitu selain air, suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), dan minuman isotonik yang ada di pasaran. Dehidrasi hipotonik : cairan yang dianjurkan seperti di atas, tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi. Derajat dehidrasi ada tiga, yaitu: a) Tidak dehidrasi: kehilangan cairan < 5% BB. Keadaan umum baik, rasa haus normal, kencing normal, mata tidak cekung, dan turgor normal. b) Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% BB. Tampak sakit, gelisah, rasa haus berlebih, air kencing keruh, mata cekung, dan turgor kembali dengan lambat. c) Dehidrasi berat: kehilangan cairan >10% BB.
6

Tidak sadar, lemah, tidak dapat minum, tidak kencing dalam 6 jam, mata kering dan cekung, dan turgor kembali >2 detik.

6. Apa hubungan antara turgor dengan tekanan osmosis? Apabila cairan banyak keluar dari tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel akan meningkat dan akan menyebabkan cairan intrasel berosmosis keluar. Hal ini menyebabkan cairan di intrasel berkurang dan sel akan mengerut (turgor sel berkurang). 7. Bagaimana pengaturan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh? Sistem buffer bikarbonat merupakan senyawa asam karbonat dan sodium bikarbonat. - Asam kuat bereaksi dengan ion bikarbonat agar berubah menjadi asam lemah. - Basa kuat dipisahkan asam karbonat menjadi basa lemah dan air. - Asam lemah dan basa lemah terhidrolisis sempurna pH=7. 8. Bagaimana hubungan asidosis dengan muntaber? Muntaber, diare akut, diabetes mellitus, olahraga yang terlalu berat, dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar ion bikarbonat, sehingga kadar ion hidrogen bebas meningkat dalam tubuh dan terjadi asidosis metabolik.

IV.

SISTEMATIKA

MUNTABER

DEHIDRASI

ASIDOSIS

REGULATOR KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

REGULATOR KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA

GANGGUAN KESEIMBANGAN

V.

LEARNING OBJECTIVE 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaturan keseimbangan elektrolit dan non elektrolit 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaturan keseimbangan cairan 3. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaturan keseimbangan asam dan basa 4. Mahasiswa mampu menjelaskan sistem buffer 5. Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan keseimbangan asam dan basa 6. Mahasiswa mampu menjelaskan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit BELAJAR MANDIRI

VI.

VII.

BERBAGI INFORMASI 1. Pengaturan keseimbangan elektrolit dan non elektrolit Pengaturan Elektrolit 1. Pengaturan keseimbangan natrium dan volume Mekanisme pengaturan keseimbangan volume pertama-tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif yaitu bagian dari volume ECF pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Volume ECF berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total, karena natrium adalah zat terlarut utama yang menahan air di dalam ECF. Sistem renin-angiotensin aldosteron adalah mekanisme yang paling penting dalam mengatur volume ECF dan sekret natrium oleh ginjal. Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks suprarenal yang produksinya dirangsang oleh refleks yang diatur oleh baroreseptor yang ada pada arteriol aferen pada ginjal dengan mengeluarkan renin. Renin bekerja sebagai enzim yang melepaskan angiotensin I dari angiotensinogen. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II pada paru-paru. Angiotensin II merangsang korteks suprarenal untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron ini mengakibatkan retensi natrium dan air. Angiotensin II juga mengakibatkan vasokonstriksi pada otot polos arteriol, akibatnya volume sirkulasi efektif kembali pulih. Penurunan konsentrasi natrium dalam plasma yang hanya sebanyak 4mEq sampai 5mEq bisa merangsang produksi aldosteron, tetapi tidak berperan penting pada orang normal karena konsentrasi natrium dalam plasma relatif konstan akibat efek ADH. 2. Pengaturan kalium pada ECF Aldosteron adalah mekanisme pengendali utama bagi sekresi kalium pada nefron distal ginjal. Peningjatan sekresi aldosteron menyebablan reabsorpsi natrium dan air dan ekskresi kalium. Sebaliknya penurunan reabsorpsi natrium dan air, terjadi panyimpanan kalium. Rangsangan utama sekresi aldosteron adlah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum atau peningkatan sekresi natrium serum menyebabkan penurunan aldosteron. Ekskresi kalium dipengaruhi juga oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Pada keadaan alkalosis , ekskresi K+ akan meningkat, dan pada keadaan asidosis ekskresi K+ akan menurun. 3. Pengaturan kalsium dan fosfat pada ECF
9

Pengaturan ini diatur oleh tiga mekanisme yang diatur oleh hormon : 1. absorpsi usus halus, 2. pertukaran antara ECF dan tulang, 3. ekskresi ginjal Hormon yang mengatur yaitu : 1. Paratiroid yang disekresi oleh kelenjer paratiroid. 2. 1,25 dihidroksikolekalsiferol (bentuk aktif dari vitamin D3) yang diaktifkan oleh ginjal. Kedua hormon di atas bekerja pada usus halus, tulang, dan ginjal untuk mempertahankan tingkat serum normal. Kadar kalsium dan fosfat dalam serum berbanding terbalik, jika yang satu naik maka yang lain turun. Pelepasan hormon paratiroid diakibatkan oleh penurunan Ca+2 serum. Paratiroid akan meningkatkan Ca+2 serum melalui tiga jalan : a) merangsang reabsorpsi tulang jika tersedia vitamin D3 dalam jumlah yang cukup, yang akan mengakibatkan pelepasan kalsium fosfat. b) merangsang aktivasi vitamin D3 oleh ginjal, yang akan merangsang absorpsi kalsium fosfat melaui mukosa usus halus. c) meningkatkan reabsorpsi kalsium pada tubulus ginjal dan ekskresi fosfat pada kemih; kenaikan Ca+2 dalam serum akan menekan sekresi hormon paratiroid. Hormon lainnya yaitu kalsitonin. Kalsitonin adalah hormon yang diproduksi oleh sel-sel parafolikular pada kelenjer tiroid. Hormon ini dilepaskan jika ada peningkatan tinggi dari Ca+2 serum . Hormon ini akan menurunkan Ca+2 serum dengan menghambat reabsorpsi tulang. Tetapi fluktuasi Ca +2 dalam batas-batas normal tidak akan memengaruhi sekresi kalsitonin, meskipun fluktuasi ini jelas mempengaruhi sekresi hormon paratiroid. Pengaturan Nonelektrolit 1. Ureum Kadar ureum serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Peningkatan kadar ureum disebut uremia. Uremia prerenal perombakan protein meningkat . Uremia renal gagal ginjal.
10

Uremia postrenal obstruksi saluran urin 2. Kreatinin Adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin terdapat hampir di semua otot rangka berupa fosfokreatin. Sebagian kecil kreatin berubah menjadi kreatinin. Kreatinin ini akan dibawa ke ginjal. Kadar kreatinin sebanding dengan massa otot rangka. Kegiatan otot tidak banyak berpengaruh. Kadar pada pria = 0,6 1,3 mg/dl sedang- kan pada wanita = 0,5 1 mg/dl Kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal Kalau kreatinin serum sangat meningkat, maka akan diekskresi melalui saluran cerna. 2. Pengaturan keseimbangan cairan 1. Asupan dan output air harian dari seseorang dengan aktivitas sedang dan suhu tubuh sedang adalah seimbang, yaitu sekitar 2.500 ml. a) Asupan air dalam 24 jam didapat terutama dari diet. (1) Makanan yang ditelan mengandung sekitar 700 ml air. Daging 50-70% air Beberapa jenis buah dan sayur 95% air. (2) Air atau minuman lain yang dikonsumsi 1.600 ml (3) Air metabolik yang dihasilkan melalui katabolisme 300 ml. Katabolisme 1 gr lemak menghasilkan 1,07 ml air 1 gr karbohidrat 0,55 ml 1 gr protein 0,41 ml air. b) Keluaran air (kehilangan air) (1) Ginjal kehilangan air terbesar 1.500 ml (2) Kulit keringat dan perspirasi tak kasat mata 500 ml Evaporasi paru 300 ml Traktus Gastrointestinal 200 ml. 2. Haus pengatur utama asupan air. a. Pengaturan haus oleh pusat haus dalam hipotalamus osmoreseptor, Yang letaknya dekat dengan neuron yang mensekresi ADH.
11

b. Stimulus utama untuk pusat haus peningkatan osmolalitas plasma dan penurunan volum darah. (1) Peningkatan osmolalitas CES akibat ingesti natrium klorida (2) Penurunan volume darah dan tekanan dara akibat hemoragi baroreseptor kardiovaskular. (3) Mulut dan kerongkongan kering 3. Pengaturan hormonal untuk keluaran air a. ADH merespon stimulus osmotic dan nonosmotik yang sama sensasi haus. ADH retensi air oleh ginjal penurunan keluaran urin. (1) Peningkatan osmolalitas plasma menstimulasi osmoreseptor hipotalamus reflex sekresi ADH. Stimulus utama peningkatan konsentrasi ion natrium dan glukosa plasma. (2) Penurunan volume darah 10-15% dirasakan oleh osmoreseptor hipotalamus peningkatan produksi ADH. b. Mekanisme renin-angiotensin-aldosteron mengendalikan reabsorpsi ginjal terhadap ion natrium dan ekskresi ion kalium. Angiotensin menstimulasi aldosteron yang disekresi oleh korteks adrenal untuk bekerja pada tubulus distal agar reabsorpsi natrium meningkat retensi air. Peningkatan volume CES akibat retensi air menhambat produksi renin. 3. Pengaturan keseimbangan asam dan basa H+ cairan ekstraseluler dipertahankan pada kadar yang sangat rendah yakni 40 nEq/L, sehingga sulit dihitung dan biasanya dinyatakan dalam satuan pH. pH = log 1/[H+] pH darah arteri = ~7,4 pH darah vena dan cairan interstisium = ~7,35 Batas bawah pH adalah ~6,8 dan batas atas ~8,0

12

Tiga pertahanan utama terhadap perubahan H+ adalah : 1. Sistem penyangga H+ berikatan dengan asam atau basa (bekerja langsung). Penyangga (buffer) adalah bahan yang dapat berikatan dengan H+. Penyangga + H+ H-Penyangga H+ bebas berikatan membentuk asam lemah. Sistem penyangga di tubuh antara lain protein di sel, plasma, dan cairan interstisium, fosfat (HPO42-/H2PO4-) sebagai penyangga intrasel dan cairan tubulus ginjal, bikarbonat (HCO3-/Pco2) di cairan ekstraselular. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan dalam air yang memiliki substansi asam lemah (H2CO3) dan garam bikarbonat (mis. NaHCO3). (1) Pembentukan H2CO3 tubuh. CO2 + H2O H2CO3 (oleh karbonat anhidrase) Ionisasi H2CO3. H2CO3 H+ + HCO3(2) Ionisasi garam bikarbonat NaHCO3 Na+ + HCO3Jika ditambahkan asam kuat, maka H+ disangga oleh HCO3H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O Jika ditambahkan basa kuat (mis. NaOH) kedalam bikarbonat NaOH + H2CO3 NaHCO3 + H2O

13

Basa lemah (NaHCO3) menggantikan basa kuat (NaOH). Di saat yang sama konsentrasi H2CO3 menurun sehingga banyak CO2 berikatan dengan H2O membentuk H2CO3. CO2 menurun menurunkan laju respirasi, peningkatan HCO3darah dikompensasi oleh peningkatan eksresi oleh ginjal.

Persamaan Henderson-Hasselbalch Ph = 6,1 + log (HCO3- / [0,03xPCO2] ) CO2 (dalam millimeter air raksa) mencerminkan elemen asam dan HCO3-(dalam milimol per liter) elemen basa. 2. Sistem pernapasan pengeluaran CO2 (secara tidak langsung H2CO3 dari cairan ekstraseluler (bekerja dalam detik-menit) Ventilasi cepat paru akan menurunkan CO2 darah sehingga selanjutnya menurunkan asam karbonat (H2CO3) dan sebaliknya. Laju ventilasi paru mempengaruhi konsentrasi H+ dengan mengubah PCO2 cairan tubuh. Saat pH turun, ventilasi paru meningkat empat sampai lima kali normal atau menurunkan PCO2, dan sebaliknya. Sistem pernapasan dapat mengembalikan konsentrasi pH ke sekitar 2/3 noormal dalam beberapa menit. Namun pada gangguan fungsi paru, seperti pada emfisema berat menimbulkan penimbunan CO2 di cairan ekstraselular (asidosis respiratorik)
14

karena terhambatnya penurunan PCO2 melalui peningkatan ventilasi, dan sebaliknya yang jarang terjadi yaitu alkalosis metabolik.

3. Ginjal eksresi urin asam atau basa(bekerja dalam jam-hari)


15

Mekanismenya adalah jika lebih banyak HCO3 dieksresikan dalam urine maka basa dikeluarkan dari darah, dan jika lebih banyak H + dieksresikan dalam urine maka asam yang dikeluarkan. Ginjal dapat mensekresi H+ dan reabsorpsi HCO3-, juga membentuk HCO3- baru sebagai mekanisme dasar. a. Sekresi H+ dan reabsorpsi HCO3Terjadi di tubulus, kecuali bagian tipis ansa henle. Bikarbonat direabsorpsi sebagai hasil dari reaksi H+ dibawah pengaruh karbonat anhidrase di epitel tubulus. Untuk setiap HCO3- yang direabsorpsi harus ada satu H+ yang disekresikan. Counter transport Na-H di tubulus proksimal, segmen asendens tebal ansa henle, dan tubulus distal mensekresikan H+ yang dikonsumsi oleh reaksi HCO3- untuk membentuk H2CO3, dan HCO3- direabsorpsi melalui membran basolateral tubulus. 99% filtrat HCO3- direabsorpsi oleh tubulus ginjal, dimana 95% nya direabsorpsi oleh tubulus proksimal, ansa henle, dan tubulus distal awal.

Di akhir tubulus distal dan tubulus koligentes, H+ disekresikan dengan mekanisme serupa diatas, walaupun jumlah total H+ yang disekresikan tidak banyak, namun segmen ini dapat meningkatkan konsentrasi H+ hingga 900 kali lipat.

16

HCO3- dititrasi terhadap H+, dimana laju sekresi H+ (4400 mEq/hari) dan laju filtrasi HCO3- (4320 mEq/hari) menyebabkan jumlah kedua ion di tubulus hampir sama dan saling berikatan membentuk CO2 dan H2O. Proses titrasi tidak eksak karena biasanya terdapat kelebihan H (80 mEq/hari) disekresikan ke urine untuk membersihkan tubuh dari asam non-volatile, sebagian besar tidak dieksresikan sebagai ion H+ tapi berikatan dengan penyangga urine terutama fosfat dan ammonia.

17

Pada alkalosis terjadi kelebihan HCO3- dalam urine karena tidak dapat direabsorpsi tanpa bereaksi dengan H+, sehingga memperbaiki alkalosis. Pada asidosis, kelebihan H+ menyebabkan reabsorpsi sempurna HCO3-. b. Pembentukan HCO3- baru Kelebihan H+ dibandingkan HCO3- yang dieksresikan pada asidosis (lebih dari 500 mEq/hari) di urine melalui mekanisme penggabungan H + dengan penyangga di cairan tubulus, yakni fosfat dan ammonia karena sedikit H + yang dapat dieksresikan dalam bentuk ion, pH minimal urine adalah 4,5 dengan konsentrasi H+ 0,03 mEq/L. Setiap H+ yang disekresikan berikatan dengan penyangga, satu HCO 3- baru dibentuk di tubulus ginjal ditambahkan ke cairan tubuh. a. Penyangga fosfat Terdiri dari HPO42+ dan H2PO4-. Misalnya H+ yang berlebih berikatan dengan HPO42+ membentuk H2PO4- yang dieksresikan sebagai garam natrium (NaH2PO4). Untuk setiap H+ yang dieksresikan dengan penyangga fosfat, satu HCO3- dihasilkan mencerminkan pertambahan bersih HCO3-. 75% fosfat difiltrasi dan direabsorpsi, hanya ~30-40 mEq/hari untuk menyangga H+.

18

b. Penyangga Amonia Penyangga urin pada asidosis kronik yang terdiri dari ammonia (NH 3) dan ion ammonia (NH4+). NH4+ disintesis dari glutamine (dirangsang kuat oleh asidosis) yang diangkut ke tubulus proksimal, asendens tebal ansa Henle, dan tubulus distal yang dimetabolisme membentuk dua NH 4+ yang disekresikan kedalam lumen tubulus (eksresi ke urine) untuk ditukar dengan natrium dan dua HCO3- menembus membran basolateral bersama dengan Na+ yang direabsorpsi masuk ke darah.

19

Penghitungan Sekresi Asam Tubulus Ginjal Laju total sekresi H+ = Laju reabsorpsi HCO3- + Laju eksresi asam yang dapat dititrasi + Laju eksresi NH4+ Laju bersih eksresi asam = Laju eksresi asam yang dapat dititrasi di urine + Laju eksresi asam yang dapat dititrasi di urine + Laju eksresi NH4+ - Laju eksresi HCO3Pada asidosis, laju bersih eksresi asam sangat meningkat sehingga asam dikeluarkan dari darah. Pada alkalosis, eksresi asam yang dapat dititrasi dan NH 4+ turun ke nol, sementara eksresi HCO3- meningkat sehingga terjadi sekresi negative bersih asam. Sekresi H+ ginjal diatur oleh PCO2 dan [H+] ekstraselular. Pada alkalosis, sekrsi H+ oleh tubulus menurun ke kadar yang rendah untuk mencapai reabsorpsi sempurna HCO3- sehingga ginjal dapat meningkatkan eksresi HCO3-, dan sebaliknya. Dua hal untuk meningkatkan sekresi H+ oleh tubulus saat asidosis : 1. Peningkatan PCO2 pada asidosis respiratorik 2. Peningkatan [H+] cairan ekstraselular pada asidosis respiratorik dan metabolik.

20

4. Sistem buffer Sistem penyangga kimiawi adalah campuran dua atau mungkin lebih senyawa kimia dalam larutan yang memperkecil perubahan pH jika terjadi penambahan atau pengurangan asam atau basa ke atau dari larutan tersebut. Merupakan reaksi reversibel. Apabila suatu asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam suatu larutan tidak berpenyangga, semua ion H yang terdisosiasi akan tetap bebas dalam larutan. Bila HCl ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung pasangan penyangga H2CO3; HCO3-, HCO3- dengan segera berikatan dengan ion H bebas untuk membentuk H2CO3. Terdapat 4 sistem penyangga di dalam tubuh: a. Sistem penyangga H2CO3; HCO3-. Terpenting dalam CES untuk menyangga perubahan pH akibat berbagai hal kecuali fluktuasi H2CO3 yang dihasilkan oleh CO2. Merupakan sistem penyangga efektif karena: H2CO3; HCO3- banyak terdapat di CES, sehingga sistem ini cepat bekerja untuk menahan perubahan pH. setiap komponen pasangan penyangga ini diatur secara ketat. Ginjal mengatur HCO3-, sementara pernapasan mengatur CO2, yang menghasilkan H2CO3 melalui reaksi berikut: H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O Apabila ditambahkan H+ baru ke plasma dari sumber manapun selain CO2, reaksi terdorong ke persamaan sebelah kanan, sehingga peningkatan [H +] dikurangi.
21

Sewaktu H+ turun diluar perubahan CO2, reaksi terdorong ke sebelah kiri persamaan dan CO2 + H2O dalam plasma akan membentuk H2CO3 yang akan menghasilkan H+. Hubungan antara [H+] dan anggota pasangan basa penyangga dapat dinyatakan menurut persamaan Henderson-Hasselbalch yang untuk sistem penyangga H2CO3; HCO3- adalah sebagai berikut: pH = pK + log [HCO3-]/[H2CO3] b. Sistem penyangga protein. Penyangga yang paling banyak jumlahnya di cairan tubuh adalah protein, termasuk protein intrasel dan protein plasma. Protein mengandung gugus-gugus asam dan basa yang dapat memberi atau menyerap H+, sehingga dapat berfungsi sebagai penyangga yang baik. Secara kuantitatif, sistem protein sangat penting dalam menyangga perubahan [H+] di CIS karena banyaknya jumlah protein intrasel. Protein plasma yang jumlahnya lebih terbatas memperkuat sistem H 2CO3; HCO3dalam penyanggaan ekstrasel. c. Sistem penyangga Hemoglobin. Hemoglobin (Hb) menyangga H+ yang di bentuk dari CO2 hasil metabolisme yang singgah dalam perjalanan antara jaringan dan paru. Di tingkat kapiler sistemik, CO2 secara terus menerus berdifusi ke dalam darah dari sel jaringan tempat gas tersebut dihasilkan. Sebagian besar CO2 ini akan membentuk H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-. Secara bersamaan HbO2 mengeluarkan O2 yang berdifusi ke dalam sel. Hb yang tereduksi memiliki afinitas yang besar terhadap H+ daripada HbO2 sehingga H+ akan terikat ke Hb dan tidak lagi ikut serta menentukan keasaman cairan tubuh: H+ + Hb HHb Berlaku hubungan sebaliknya di paru, sewaktu Hb menyerap O2 dari alveolus ke dalam sel darah merah, afinitas Hb terhadap H+ menurun, dan H+ dilepaskan, H+ berikatan dengan HCO3- menghasilkan H2CO3, yang kemudian menghasilkan CO2 untuk dikeluarkan melalui paru. Sedangkan hidrogen sudah digabungkan kembali menjadi molekul H2O yang netral. d. Sistem penyangga Fosfat. Terdiri dari garam fosfat asam (NaH2PO4) yang dapat memberikan sebuah H+ bebas jika [H+] turun dan sebuah garam fosfat basa (Na2HPO4) yang dapat menerima sebuah H+ bebas apabila [H+] meningkat.
22

Na2HPO4 + H+ NaH2PO4 + Na+ Konsentrasi fosfat di CES relatif rendah. Fosfat banyak terdapat di dalam sel, dan hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih banyak. Sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urin yang baik. Kelebihan fosfat tidak akan direabsorpsi tetapi, tetap berada di cairan tubulus untuk diekskresikan dan fosfat ini akan menarik H+ yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dari larutan. Tidak terdapat sistem penyangga cairan tubuh lain yang terdapat di urin selama pembentukannya. Sebagian besar HCO3- dan CO2 yang difiltrasi direabsorpsi, sementara Hb dan protein plasma bahkan tidak difiltrasi. 5. Gangguan keseimbangan asam dan basa Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam dan basa, yaitu: 1. ASIDOSIS RESPIRATORIK Asidosis respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. PENYEBAB ASIDOSIS RESPIRATORIK: Paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti: emfisema, bronkitis kronis, pneumonia berat, edema pulmoner, dan asma. Terdapat enyakit-penyakit dari saraf atau otot dada yang menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan. MEKANISME KOMPENSASI: Sistem Buffer : PCO2 CO2 (gas) CO2 (terlarut)
23

H2CO3 + Bufer H Bufer + HCO3 Mekanisme ginjal : HCO3- dipertahankan

2. ASIDOSIS METABOLIK Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Namun kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. PENYEBAB ASIDOSIS METABOLIK: Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu di antaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
24

menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, di mana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula. Ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis (ATR) atau renal tubular asidosis (RTA), yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam. MEKANISME KOMPENSASI: Sistem Buffer H+ + HCO3- H2CO3 H+ + bufer H bufer H2CO3 + bufer H Bufer + HCO3 Mekanisme paru H2CO3 H2O + CO2 hiperventilasi Mekanisme Ginjal Mempertahankan bikarbonat serta meningkatkan reabsorpsi dan regenerasi.

25

3. ALKALOSIS RESPIRATORIK Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan di mana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. PENYEBAB ALKALOSIS RESPIRATORIK: Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Rasa nyeri Sirosis hati Kadar oksigen darah yang rendah Demam Overdosis aspirin MEKANISME KOMPENSASI: Sistem Buffer HCO3- + H buffer Buffer- + H2CO3 CO2 Mekanisme Ginjal Bikarbonat dikeluarkan oleh ginjal dalam bentuk Na2CO3 yang bersifat alkalis.

26

4. ALKALOSIS METABOLIK Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan di mana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. PENYEBAB ALKALOSIS METABOLIK: Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat). Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid). MEKANISME KOMPENSASI: Sistem buffer HCO3- + H bufer bufer- + H2CO3 Mekanisme Paru Meningkatkan pCO2 dengan hipoventilasi Mekanisme Ginjal Membuang bikarbonat dengan mengurangi reabsorpsi dan regenerasi

27

6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit 1. Dehidrasi Dehidrasi adalah kehilangan cairan ekstrasel atau pemasukkan air yang kurang sehingga volume cairan ekstrasel menurun. Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
28

intravaskular. Tabel Derajat dehidrasi Dehidrasi Ringan Sedang Berat Shock Dewasa 4% 6% 8% 15 - 20 % Anak 4-5% 5 - 10 % 10 - 15 % 15 - 20 %

Prinsip untuk rehidrasi ialah mengganti volume cairan tubuh yang hilang. Pemberian cairan pengganti dapat dilakukan dengan peroral atau parentral. Pada dehidrasi yang ringan dapat diberikan larutan garam oralit, dan pada dehidrasi yang sedang dan berat diberi infus larutan isotonis yang mengandung glukosa dan elektrolit. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi adalah sebagai berikut. 1) Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc. 2) Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak). 3) Pemberian cairan : 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot). 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot). 2. Hiperhidrasi / Overhidrasi Pada hiperhidrasi terjadi pemasukan air yang berlebihan sehingga volume cairan di jaringan melebihi normal. Bila tak dapat di kompensasi oleh ginjal, cairan ekstrasel ini akan masuk ke dalam intrasel. Sel akan membengkak. Bila terjadi pada sel otak, penderita akan kejang-kejang dan dapat menimbulkan kematian. Hiperhidrasi biasanya terjadi oleh karena pemberian ifus yang tak terkontrol. 3. Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
29

letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ = 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan- lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus sebagai berikut. Na = Na1 Na0 x TBW Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang aktual TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (kg) 4. Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140. 5. Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
30

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium, yaitu: K = K1 K0 x 0,25 x BB K = kalium yang dibutuhkan K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg) 6. Hiperkalemia Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

31

DAFTAR PUSTAKA Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: Jakarta. Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. Kuliah Pengantar Elektrolit dan Non Elektrolit oleh dr. Husnil Kadri, M.Kes.. 2010. Kuliah Pengantar Analisa Gas Darah oleh Prof. Dr. Rismawati Yaswir, Sp.PK (K). 2010. Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta. Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC: Jakarta. www.scribd.com http://choled.wordpress.com/2008/02/17/ http://ayosz.wordpress.com/2008/02/21/kesimbangan-asam-basa/ http://sites.google.com/site/asidosis/Home/keseimbangan-asam-basa

32

Anda mungkin juga menyukai