Anda di halaman 1dari 23

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Daur Hidrologi Salah satu ciri utama tambang terbuka yang membedakannya dengan tambang bawah tanah adalah pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim seperti hujan, panas/temperatur, tekanan udara, dan lain-lain dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, unjuk kerja alat dan kondisi pekerja, yang selanjutnya dapat mempengaruhi produktivitas penambangan. Berdasarkan hidrologi dan hidrogeologi daerah tambang, diharapkan perilaku air tambang (air yang masuk ke areal tambang) dapat diketahui sehingga dapat dilakukan penanganan secara lebih baik. Air yang menguap ke udara dari permukaan tanah atau bumi, akan terkondensasi dan jatuh ke bumi kembali. Kejadian ini secara umum disebut presipitasi, yang dapat berbentuk hujan, hujan salju ataupun embun. Hujan yang turun akan jatuh ke laut, sungai, danau dan daratan. Hujan yang jatuh ke daratan akan mengalir sebagai air permukaan (run off ), meresap kedalam tanah (infiltrasi), keluar dari dalam tanah, melalui mata air sebagai rembesan (seepage) dan terakumulasi pada tempat-tempat tertentu seperti danau, sungai dan laut. Air yang jatuh ke bumi tersebut selanjutnya akan mengalami penguapan kembali. Hal ini terjadi secara terus-menerus dan dinamakan daur hidrologi, dapat dilihat pada gambar 3.1.

III-1

III-2

GAMBAR 3.1 DAUR HIDROLOGI2)

Dapat dirumuskan sebagai berikut : P = I + R + ET + S 1)

Keterangan : P I = Presipitasi (mm) = Infiltrasi (mm)

R = Limpasan (m3/det) ET = Evapotranspirasi (mm/det) S = Cadangan air tanah (m3) III.1.1. Presipitasi Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya . kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es. Sehingga dapat dikatakan bahwa presipitasi

III-3

adalah peristiwa jatuhnya cairan atmosfer ke permukaan bumi. Presipitasi dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu : 1. Hujan yang merupakan bentuk presipitasi yang paling penting. 2. Embun yang merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuhan. 3. Salju dan es Untuk wilayah Indonesia yang beriklim tropis, bentuk presipitasi yang paling penting adalah hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi adalah : 1. Adanya uap air di atmosfer. 2. Faktor-faktor meteorologis seperti suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan, dan sinar matahari. 3. Lokasi daerah berhubungan dengan sistem sirkulasi secara umum. 4. Rintangan yang disebabkan oleh gunung dan lain-lain. III.1.2. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off). Proses infiltrasi terjadi karena hujan yang jatuh di atas permukaan tanah sebagian atau seluruhnya akan mengisi pori-pori tanah. Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai air limpasan permukaan (runoff) atau sebagai infiltrasi. Bilamana curah hujan mencapai permukaan tanah, maka seluruh atau sebagian darinya akan teradsorbsi ke dalam tanah. Sedangkan laju atau kecepatan infiltasi maksimum yang terjadi pada kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi. Apabila faktor-faktor di atas dipisahkan maka akan terbagi menjadi 2 faktor pengaruh utama yaitu :

III-4

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk berinfiltrasi 2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah Kapasitas infiltrasi air hujan dari permukaan kedalam tanah sangatlah bervariasi, tergantung pada kondisi tanah pada saat itu. 1. Faktor tanah Yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan atau sifat fisik tanah 1. Ukuran butir Semakin besar butir atau pratikel tanah, maka kapasitas infiltrasi akan semakin besar pula, begitu juga sebaliknya. 2. Derajat penggumpalan Pengaruh derajat penggumpalan pada infiltrasi yaitu dengan semakin kompaknya butir-butir tanah, maka kapasitas infiltrasi akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. 3. Struktur tanah Pori-pori tanah berpengaruh terhadap infiltrasi, karena dengan semakin besarnya pori-pori tanah, maka akan menyebabkan kapasitas infiltrasi menjadi semakin besar pula, Begitu juga sebaliknya. 2. Vegetasi Tumbuh-tumbuhan berpengaruh terhadap keadaan tanah.

Keberadaan tumbuh-tumbuhan menyebabkan tanah permukaan menjadi semakin berpori-pori. Hal ini akan menyebabkan air mudah meresap ke dalam tanah. Tumbuh-tumbuhan juga menyebabkan pengurangan

kelembaban tanah lewat transpirasi, sehingga derajat penggumpalan akan semakin kecil. 3. Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain yang berpengaruh infiltrasi adalah kemiringan tanah, kelembaban tanah dan suhu tanah. Kemiringan tanah akan berpengaruh terhadap laju infiltrasi, karena dengan semakin miringnya

III-5

permukaan tanah maka kapasitas infiltrasi akan semakin berkurang. Besarnya kelembaban tanah akan berpengaruh kepada derajat

penggumpalan. Bila kelembaban air tinggi maka akan menaikkan derajat penggumpalan dan sebaliknya. Pengaruh suhu terhadap infiltrasi adalah terhadap kelembaban tanah. Bila suhu permukaan tinggi maka akan menaikkan suhu tanah yang mengakibatkan kelembaban tanah menjadi berkurang. Bila kelembaban tanah berkurang maka laju infiltrasi akan naik dan sebaliknya. Tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (void) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut.Proses ini disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability). Kecepatan tanah tidaklah tergantung kepada isi total dari ruangan pori di dalam tanah, tetapi besarnya masing-masing pori. III.1.3. Limpasan Permukaan (Run Off) Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan permukaan (surface run off) atau sebagai infiltrasi. Hal ini tergantung dengan besar kecilnya debit limpasan yang terjadi terhadap kapasitas infiltrasi. Jika daerah pengaliran itu terdiri dari daerah dengan lapisan tanah yang mempunyai permeabilitas rendah (lapisan impermeable seperti clay dan silt), maka limpasan permukaanya akan lebih besar dari kapasitas infiltrasi. Adapun koefisien limpasan air pada berbagai kondisi dapat dilihat pada tabel III.1. Debit limpasan air hujan dihitung dengan menggunakan persamaan Rational method, yaitu sebagai berikut : Q = KuCiA Dimana : Q = Debit limpasan hujan (m3/detik) Ku = 1 untuk U.S standar (0,28 untuk SI unit)
2)

III-6

A = Luas catchment area (km2) i = Intensitas curah hujan (mm/jam) C = Koefisien limpasan (lihat Tabel III.1) TABEL III.1 KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI3) Surface
Coal seam Haul roads Pit floor & batters Fresh overburden Revegetated overburden Natural forest

Runoff coefficient
1.00 0.90 0.75 0.65 0.55 0.50

III.1.4. Evaporasi Evaporasi adalah proses pertukaran molekul air di pemukaan menjadi molekul uap air panas, Evaporasi dirumuskan sebagai berikut : E = 0,35 (ea - ed) (1 + V/100) Dimana : E = evaporasi (mm/hari) Ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/hg) Ed = tekanan uap sebenarnya (mm/hg) V = kecepatan angin pada ketinggian 2m diatas permukaan tanah (mil/hari) Faktor-faktor utama yang berpengaruh adalah : 1. Faktor-faktor meteorologi a. Radiasi Matahari b. Suhu udara dan permukaan c. Kelembaban d. Angin e. Tekanan Barometer 2. Faktor-faktor geografi a. Kualitas air (warna, salinitas dan lain-lain) b. Jeluk tubuh air
8)

III-7

c. Ukuran dan bentuk permukaan air 3. Faktor-faktor lainnya a. Kandungan lengas tanah b. Karakteristik kapiler tanah c. Jeluk muka air tanah d. Warna tanah e. Tipe, kerapatan dan tingginya vegetasi f. Ketersediaan air (hujan, irigasi dan lain-lain) III.2. Curah Hujan Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem penirisan, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi. Angkaangka curah hujan yang diperoleh merupakan data yang tidak dapat digunakan secara langsung untuk perencanaan pembuatan sarana pengendalian air tambang, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai curah hujan yang lebih akurat. Curah hujan merupakan data utama dalam perencanaan kegiatan penirisan tambang terbuka. Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Alat ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Terdapat dua jenis alat ukur hujan yaitu : 1. Alat ukur hujan biasa (Manual Raingauge) Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini, berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah gelas ukur, yang

III-8

masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu hari (hujan harian). 2. Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingauge) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini, berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk memperoleh besaran intensitas hujan. Alat ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Data tersebut berguna pada saat penentuan hujan rencana. Analisa terhadap data curah hujan ini dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Annual series, yaitu dengan mengambil satu data maksimum setiap tahunnya yang berarti bahwa hanya besaran maksimum setiap tahun saja yang dianggap berpengaruh dalam analisa data. Partial Duration Series, yaitu dengan menentukan lebih dahulu batas bawah tertentu dari curah hujan, selanjutnya data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan data yang akan dianalisa. III.2.1. Periode Ulang Hujan Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan terjadi pada setiap n tahun. Jika suatu data curah hujan mencapai harga tertentu (x) yang diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan dengan beberapa metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah Metode Extreem Gumbel atau lebih lazim disebut Metode Gumbel.

X = + Dimana :

(Y-Yn) 5)

III-9

X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun = Harga rata rata sampel data curah hujan (dalam hal ini curah hujan bulanan maksimum) S = Simpangan baku (standar deviasi) data sampel curah hujan Y = Reduce variate, mempunyai nilai yang berbeda pada setiap periode ulang (Tabel III.2) Yn = Reduce mean, yang tergantung pada jumlah sample (Tabel III.3) Sn = Reduce standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample (Tabel III.4) Nilai curah hujan maksimum rata-rata ( ) dapat dihitung dengan rumus
6)

= Dimana : X n

= Curah hujan maksimum pada tahun x = Lama tahun pengamatan

Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus :

6)

Hubungan periode ulang dengan reduksi variansi dari variabel Y ditunjukkan pada Tabel III.2.

III-10

TABEL III.2 METODE GUMBEL REDUCED VARIATE (Y) SEBAGAI FUNGSI PERIODE ULANG5) Periode Ulang (T) 2 5 10 20 50 100 Reduksi Variansi (Y) 0,3065 1,4999 2,2504 2,9702 3,9019 4,6001

TABEL III.3. METODE GUMBEL REDUCED MEAN (YN)5) N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436 40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600

III-11

TABEL III.4 METODE GUMBEL REDUCED STANDARD DEVIATION (SN) 5) N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2066 100 1,2065

III.2.2. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan (mm) yang terjadi dalam waktu tertentu (jam). Intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus :

( )
dimana : I R t = intensitas (mm/jam) = curah hujan (mm) = waktu konsentrasi (jam)

1)

III.2.3. Daerah Tangkapan Hujan Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan yang apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik pengaliran. Air yang

III-12

jatuh ke permukaan (infiltrasi), sebagian

sebagian

akan

meresap

ke

dalam

tanah

ditahan oleh tumbuhan (intersepsi), dan sebagian lagi akan mengisi likuliku permukaan bumi dan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat

mengakibatkan air limpasan permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat (daerah penambangan yang lebih lebih rendah). Daerah tangkapan hujan dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara. III.3. Sistem Penirisan Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka secara umum menurut dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Cara langsung ( preventive ) Yaitu sistem penirisan dengan jalan mencegah air masuk ke area penambangan dengan jalan memompakannya terlebih dahulu. 2. Cara tidak langsung ( repressive curative ) Yaitu sistem penirisan yang membiarkan air masuk ke lokasi penambangan untuk ditampung di sump. Dari sump air dipompakan keluar area penambangan dengan menggunakan pompa. Dalam sistem repressive curative keberadaan sump merupakan suatu keharusan. Sump adalah tempat penampungan air hujan dan air tanah yang masuk ke front penambangan sehingga tidak mengganggu aktivitas penambangan. Debit air yang masuk ke sump merupakan jumlah limpasan permukaan pada suatu catchment area tertentu dan air tanah. Sedangkan jumlah air yang keluar adalah kapasitas pompa dan penguapan. Lamanya hujan periode ulang tertentu adalah tingkat keseringan lamanya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Perhitungan dengan memakai periode ulang tertentu tersebut dikarenakan lamanya hujan yang terjadi selalu berfluktuasi Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang dapat dibedakan menjadi :

III-13

1. Sistem penirisan terpusat Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau bench. Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-jenjang yang berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada main sump untuk kemudian dipompakan keluar tambang. 2. Sistem penirisan tidak memusat Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk mengalirkan air secara langsung dari sump ke luar tambang. Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis : 1. Travelling Sump Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang. 2. Sump Jenjang Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan longsornya jenjang. 3. Main Sump Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang. III.4. Pipa Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan fluida. Pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat dari baja, tetapi untuk tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa HDPE (High Density Polyethylene). Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan cairan

III-14

didalamnya. Sistem perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya serta head pompa yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan terlepas dari adanya gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup, serta perlengkapan pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi sehingga turunnya tekanan di dalam pipa. Pada pemasangan instalasi pipa, hal-hal yang perlu diperhitungkan adalah : 1. Jenis pipa yang digunakan. 2. Sudut belokan (elbow) yang dibentuk. 3. Tipe katup yang digunakan 4. Sambungan pipa. Perhitungan besarnya head loss pada pipa dapat dihitung dengan persamaan Hazen-William :

(
dimana : HL = Head loss pipa (m) Q C L = Debit aliran pipa (m3/detik) = Konstanta Hazen-Williams (Tabel III.5) = Panjang pipa (m)

) 3)

Le = Panjang pipa ekivalen (m) TABEL III.5 KONSTANTA HAZEN-WILLIAMS BERBAGAI JENIS PIPA3)
No 1 2 3 4 5 6 7 JENIS PIPA Pipa besi cor baru Pipa besi cor lama Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar Pipa baja baru Pipa baja sedang / setengah pakai Pipa baja lama Pipa Plastik "Polyethylene" NILAI C 130 100 70 130 100 80 140

III-15

Panjang pipa ekivalen merupakan nilai pipa beserta aksesorisnya dianggap sama dengan pipa lurus, panjang pipa ekivalen dapat dilihat pada Tabel III.7 TABEL III.6 PANJANG PIPA EKIVALEN1) NAMA ALAT Ellbow Belokan 10 o Ellbow Belokan 20 o Ellbow Belokan 30 o Ellbow Belokan 45 o Ellbow Belokan 90 o Pipa U Pipa T Pipa Y Flowmeter Gate valve Katup bola (DN 150) Katup bola (DN 200) III.5. Pompa Pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan zat cair dilakukan dengan gaya tekan, yang gunannya untuk mengatasi tahanantahanan yang di alami oleh zat cair sewaktu pemindahan. Dalam sistem penirisan tambang, pompa befungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sebuah pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam sistem penirisan tambang, pompa befungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Jenis pompa yang banyak digunakan dalam kegiatan penirisan tambang adalah pompa sentrifugal. Pompa sentrifugal bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller dan selanjutnya dilemparkan ke arah lubang keluar pompa. Pompa jenis ini banyak dipakai ditambang karena mampu mengalirkan lumpur, kapasitasnya besar, dan perawatannya mudah. PANJANG PIPA LURUS EKIVALEN 10.67 D 13.3 D 16.5 D 20 D 32 D 75 D 60 D 500 D 10D 7D 60 D 67 D

III-16

Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan cara seri dan paralel. Pemasangan pompa secara seri dilakukan karena head pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk menaikkan air sampai ketinggian tertentu. Pemasangan pompa secara paralel dilakukan karena debit pompa yang digunakan tidak mencukupi untuk mengeluarkan air sehingga harus digunakan dua pompa atau lebih yang dipasang secara paralel. Pompa berdasarkan jenis impelernya dapat dibagi menjadi : 1. Pompa Sentrifugal Pompa ini memiliki konstruksi sedemikian rupa hingga aliran zat cair yang keluar dari impeller akan melalui sebuah bidang tegak lurus poros pompa. Impeler dipasang pada satu ujung poros dan pada ujung yang lain dipasang kopling untuk meneruskan daya dari penggerak. Poros ditumpu oleh dua buah bantalan. 2. Pompa Aliran Campur Pompa ini salah satu ujungnya dipasang impeller yang ditumpu oleh sebuah bantalan, sedangkan ujung yang lain dipasang kopling dengan sebuah bantalan luar di dekatnya. Bantalan luar terdiri dari sebuah bantalan aksial dan bantalan radial yang pada umumnya berupa bantalan gelinding. 3. Pompa Aliran Aksial Pompa ini, aliran zat cair yang meninggalkan impeller akan bergerak sepanjang permukaan silinder ke luar. Konstruksi pompa ini hampir sama dengan pompa aliran campuran kecuali bentuk impeler dan difusor keluarnya. III.5.1. Hubungan Paralel dan Hubungan Seri Pompa Dalam suatu pemompaan kadang-kadang dibutuhkan volume atau tinggi pemompaan (head) yang lebih besar, sedangkan setiap pompa memiliki kemampuan untuk mencapai volume atau head tertentu. Oleh karena itu dapat di atur dua atau lebih pompa untuk dipasang secara bersamaan, baik secara paralel ataupun secara seri. 1. Hubungan paralel

III-17

Pada hubungan paralel beberapa buah pompa dihubungkan pada saluran pompa yang sama. Hubungan paralel pompa dapat terdiri dari beberapa pompa yang sejenis maupun tidak sejenis. Tujuan pemasangan pompa secara paralel adalah untuk memperoleh jumlah aliran volume pemompaan (debit) yang lebih besar. Karena pada hubungan paralel terjadi penjumlahan aliran volume (debit) dengan tinggi pemompaan (head) yang sama besar. 2. Hubungan seri Pada hubungan seri, setelah zar cair melalui sebuah pompa, zat cair tersebut akan dibawa ke pompa berikutnya. Pemasangan pompa dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pompa yang sejenis atau pompa yang berbeda. Dalam pemasangan secara seri terjadi penjumlahan tinggi naik (head) pada aliran volume atau debit pemompaan yang sama. III.5.2. Perhitungan Head Pompa Untuk perhitungan head pompa digunakan prinsip Bernoulli. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Aliran tak-termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan tidak berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis minyak, emulsi, dll. Bentuk Persamaan Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan ditunjukan dalam persamaan:
3)

Dimana : P = Tekanan (bar) = berat spesifik (kN/m3)

III-18

V = kecepatan aliran fluida (m/s2) Z1 = elevasi hisap (m) Z2 = elevasi buangan (m) HL = Head loss (m) Hp = Head pompa Karena nilai P1 = P2, maka head pompa dirumuskan sebagai berikut :

Untuk penentuan besar daya pompa digunakan rumus berikut ini :


3)

Dimana : P = Daya pompa (kW) = debit (m3/detik) = berat spesifik (kN/m3) = effisiensi pompa

Hp = Head pompa (m) Q p

m = effisiensi motor III.6. Desain Saluran Terbuka Dalam merancang bentuk dan desain saluran air, perlu dilakukan analisis, sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal-hal berikut : 1. Dapat mengalirkan debit yang direncanakan 2. Kecepatan air sedemikian rupa sehingga tidak merusak saluran (pengerosian saluran) 3. Kemudahan dalam penggalian Tahap-tahap penentuan rencana dimensi saluran sebagai berikut : 1. Menentukan debit yang masuk ke dalam masing-masing saluran 2. Perhitungan dimensi saluran dengan menerapkan persamaan manning dan kontinuitas.

III-19

Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air dengan penampang persegi empat atau segitiga umumnya debit kecil sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar. Dalam merancang saluran terbuka sangat penting untuk menghitung kedalam kritis untuk dapat menentukan apakah aliran air yang mengalir di saluran tersebut subkritis atau superkritis, jika alirannya subkritis maka kemungkinan untuk erosi sangat kecil karena alirannya relative tenang dan tidak berombak, namun jika superkritis maka dibutuhkan perhatian khusus dalam mencegah erosi saluran, karena aliran air yang mengalir di saluran tersebut biasa berombak bentuk penampang saluran dapat di lihat pada gambar 3.2. Dimensi saluran didapatkan dengan melakukan trial and error terhadap kecepatan aliran air pada saluran dan kecepatan air masuk ke saluran Kecepatan aliran air pada saluran dihitung dengan persamaan empiris Manning, sebagai berikut : V= Dimana : V = Kecepatan aliran air pada saluran (m/detik) n = Koef. n persamaan Manning (Tabel III.7) S = Kemiringan dasar saluran (m/m) R = jari-jari hidrolik (m) Jari-jari hidrolik, dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
(
) 4)

. R 2/3 . S1/2

3)

R=

III-20

GAMBAR 3.2 DIMENSI SALURAN RING KANAL 4) Persamaan guna mencari Q(debit) sebagai berikut :

Q=
Dimana : A = Luas penampang (m2)

3)

Q = Debit air yang mengalir di saluran (m3/s) V = kecepatan aliran (m/s) B = Lebar Saluran (m) S = Kemiringan Saluran(m/m) z = Proyeksi bidang datar saluran y = Kedalaman saluran (m) Bw = Lebar dasar saluran (m) Jagaan saluran (f) adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atau kenaikkan muka air yang melimpah ke tepi. Besarnya jagaan saluran terbuka yang umumnya dipakai dalam perencanaan berkisar antara 5 % sampai 30 % dari kedalaman air.

III-21

TABEL III.7 KOEFISIEN MANNING (n) UNTUK PENGALIRAN 3) Permukaan tanah, lurus dan beraturan pecahan batu, mulus dan seragam pecahan batu, tidak beraturan Kanal berlumpur saluran tanah tidak rata best 0,017 0,025 0,035 0,0225 0,025 good 0,020 0,030 0,040 0,025 0,0275 fair 0,0225 0,033 0,045 0,0275 0,030 bad 0,025 0,035 0,030 0,033

= Biasanya digunakan dalam desain saluran

Faktor Keamanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : = (aliran kritis)
7)

< >
III.7. Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

(aliran subkritis)

7)

(aliran superkritis)

7)

Kolam pengendapan lumpur merupakan sarana untuk menghindari pencemaran perairan umum oleh air limpasan dari tambang yang mengandung material padat akibat erosi. Penentuan lokasi dan kapasitas KPL harus direncanakan dengan memperhatikan rencana tambang agar biaya pembuatannya dan penanganan lumpur tidak memerlukan biaya besar. Kolam pengendapan lumpur ditempatkan pada ujung buangan pipa yang berfungsi untuk mengendapkan air hasil pemompaan sebelum akhirnya dialirkan ke perairan umum. Dimensi kolam pengendap ini tergantung dari debit air tambang yang dipompa, kecepatan partikel mengendap, jadwal pengurasan kolam pengendap. Mengacu pada kecepatan pengendapan partikel lumpur yang terbawa, kolam pengendap biasanya memerlukan area yang luas untuk mendapatkan bentuk ideal, apalagi jika pada kolam tersebut tidak dilakukan pengurasan.

Pertimbangan untuk kolam pengendap tanpa pengurasan ini adalah daya tampung kolam terhadap lumpur sampai batas waktu digunakannya kolam

III-22

pengendap ini. Jika area untuk kolam pengendap ini tidak terlalu luas maka dibuatlah jadwal pengurasan secara rutin pada kolam pengendap tersebut. Selain berfungsi sebagai penampung air limpasan, kolam

pengendapan lumpur juga berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur atau material padatan yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam air limpasan yang disebabkan karena aktifitas penambangan maupun karena erosi. Dalam pembuatan dan operasional kolam pengendapan lumpur (KPL) haruslah efektif dan efisien, maka rencana pembuatan KPL haruslah mengacu pada kriteria sebagai berikut : 1. Dapat mengendapkan lumpur sehingga air yang dibuang ke perairan umum memenuhi baku mutu lingkungan. 2. Penentuan lokasi disesuaikan dengan rencana tambang jangka panjang agar dapat difungsikan untuk jangka waktu yang lama. 3. Daya tampung diupayakan semaksimal mungkin untuk menurunkan frekuensi pengurasan. 4. Biaya pembuatan serendah mungkin. 5. Penanganan lumpur murah dan mudah. 6. Reklamasi bekas KPL relatif mudah dan murah. 7. Harus memiliki kompartemen pengapuran air asam tambang untuk normalisasi pH air limpasan yang dapat meningkatkan efektifitas pengapuran. Pembuatan kolam pengendapan lumpur terdiri dari dua cara, yaitu dengan menggunakan tanggul tetap dan dengan penggalian. Penggunaan tanggul tetap dapat dilakukan pada daerah yang berlembah, dimana tanggul tersebut berfungsi sebagai penahan air limpasan. Bahan yang digunakan pada pembuatan tanggul merupakan bahan yang impermeable dan diperkuat dengan batu (rip-rap) dan dapat dilakukan diclearing pada bagian dasarnya untuk memanfaatkan tanah humus dan mencegah terjadinya penyumbatan pada bagian outlet dari bahan-bahan yang ikut

III-23

mengalir. Hal yang penting untuk diketahui dalam rencana pembuatan dan pengelolaan kolam pengendapan lumpur untuk mengolah air asam

tambang adalah curah hujan dan luasnya daerah tangkapan hujan (catchment area). Hal ini berkaitan dengan besarnya air limpasan yang akan terbentuk, yang nantinya mempengaruhi dimensi/volume KPL dalam menampung air limpasan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai

  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen20 halaman
    Bab Iv
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen1 halaman
    Abs Trak
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Lembar Bimbingan Ta
    Lembar Bimbingan Ta
    Dokumen2 halaman
    Lembar Bimbingan Ta
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran
    Daftar Lampiran
    Dokumen1 halaman
    Daftar Lampiran
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Pengesahan
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen2 halaman
    Daftar Tabel
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (METAMORF)
    LBR Pembatas (METAMORF)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (METAMORF)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Lembar Asistensi
    Lembar Asistensi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Asistensi
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (SEDIMEN)
    LBR Pembatas (SEDIMEN)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (SEDIMEN)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • FORMAT Laporan Minpet (Fix) Kata Pengantar L
    FORMAT Laporan Minpet (Fix) Kata Pengantar L
    Dokumen3 halaman
    FORMAT Laporan Minpet (Fix) Kata Pengantar L
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (PIRO)
    LBR Pembatas (PIRO)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (PIRO)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (MINERAL)
    LBR Pembatas (MINERAL)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (MINERAL)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (BEKU)
    LBR Pembatas (BEKU)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (BEKU)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • LBR Pembatas (KRISTAL)
    LBR Pembatas (KRISTAL)
    Dokumen1 halaman
    LBR Pembatas (KRISTAL)
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Inti Kelompok 5
    Inti Kelompok 5
    Dokumen15 halaman
    Inti Kelompok 5
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Cover Skripsi
    Cover Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Cover Skripsi
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • KP Fisika
    KP Fisika
    Dokumen9 halaman
    KP Fisika
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Inti Kelompok 5
    Inti Kelompok 5
    Dokumen15 halaman
    Inti Kelompok 5
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • PENYUSUN Bviologi
    PENYUSUN Bviologi
    Dokumen72 halaman
    PENYUSUN Bviologi
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat
  • Kalkulus Differensial Integral
    Kalkulus Differensial Integral
    Dokumen7 halaman
    Kalkulus Differensial Integral
    Ikhsan_Saputra_1461
    Belum ada peringkat
  • PENGANTAR
    PENGANTAR
    Dokumen20 halaman
    PENGANTAR
    Anggiat Benedetto Simorangkir
    Belum ada peringkat