Anda di halaman 1dari 10

1

Ryan Rusyda
12.22.6493
PEMBIAYAAN ISTISHNA
http://sobiyah90.blogspot.com
Ketika bank syariah berkembang pertama kali, baik di tanah air maupun dimancanegara,
sering kali dikatakan bahwa bank syariah adalah bank bagi hasil. Hal ini dilakukan untuk
membedakan bank syariah dengan bank konvensional yang beroperasi dengan sistem bunga. Hal
itu betul, tetapi tidak sepenuhnya benar. Karena sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan
bagian saja dari sistem operasi bank syariah. Bagi hasil adalah bentuk return dari kontrak
investasi, yakni yang termasuk ke dalam natural uncertainty contract. Padahal kita telah
membahas bahwa selain natural uncertainty contract ini, fiqih islam juga mengenal natural
certainty contracts. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil sudah pasti
merupakan salah satu praktik perbankan syariah. Namun sebaliknya, praktik perbankan syariah
belum tentu seluruhnya menggunakan sistem bagi hasil. Karena selain sistem bagi hasil, masih
ada sistem jual-beli dan sewa-menyewa yang juga digunakan dalam sistem operasi bank syariah.
Penjelasan di atas perlu ditegaskan untuk meluruskan pemahaman dan persepsi masyarakat,
bahwa bank syariah hanya terbatas pada sistem bagi hasil. Sebenarnya tidak demikian, bank
syariah mempunyai ruang gerak yang lebih luas lagi dari pada sitem bagi hasil. Bank syariah
juga dapat menerapkan sistem jual-beli dan sewa-menyewa, di samping tentunya bagi hasil. Di
sini saya akan menjelaskan tentang pembiayaan istishna dengan akad jual beli.

A. Pengertian Pembiayaan Istishna
istishna menurut peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah jual beli barang dalam bentuk
pemasaran, pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna isinya adalah akad jual beli dalam
bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertenu yang
disepakati oleh pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual. Pada dasarnya pembayaran istishna
merupakan transaksicicilan seperti transaksi murabahah muajjal. Dengan demikian metode
pembayaran pada jual beli murabahah muajjal sama persis dengan metode pembayaran dalam
2

jual bei istishna, yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang
membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam murabahah muajjal,
barang diserahkan dimuka, sedangkan dalam istishna barang diserahkan di belakang, yakni pada
akhir periode pembiayaan. Hal ini terjadi, karena biasanya barangnya belum di buat atau belum
wujud.

Landasan Syariah
Dari Al-Quran: al Baqarah ayat 282
.......
Artinya: wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang dengan
waktu yang telah di tentukan, maka tuliskanlah hutang tersebut
Dari Hadits:
) (
Barang siapa yang melakukan salaf, hendaknya melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang telah diketahui.

B. Bentuk-bentuk Pembiayaan Istishna
1. I stishna Wal I stishna
Kebutuhan nasabah: nasabah membutuhkan suatu barang pada masa yang akan datang.
Nasabah menghendaki barang sudah dimiliki sebelum periode z berakhir.
Untuk mendapatkan barang tersebut bank dapat membayar secara
angsuran.
Kemampuan keuangan: nasabah tidak mampu membayar secara tunai di awal. Namun nasabah
mampu membayar secara cicilan sebesar Rp.Xxx,- setiap bulan selama
periode. Pelunasan barang baru dapat diselesaikan dengan cicilan
sebesar Rp.Xxx,- setelah periode berakhir.




3

Struktur akad: untuk kondisi kasus diatas bank bank dapat memberlakukan model pembiayaan
dengan jenis kontrak istishna wak istishna dengan struktur akad sebagai berikut:
Akad istishna 1
Pelaku:
Nasabah bertindak sebagai penjual barang yang akan menyerahkan barang sebelum periode
Z berakhir.
Bank sebagai pembeli barang.
Transaksi :
Bank melakukan kontrak istishna 1 dengan pihak nasabah (penyedia barang) dengan pembayaran
secara angsuran dan nasabah akan menyerahkan barang sebelum periode z berakhir. Pembayaran
sudah akan lunas sebelum barang diserah terimakan.

Akad istishna 2
Pelaku:
Bank, bertibdak sebagai penjual barang.
pihak nasabah, sebagai pembeli barang
Transaksi:
ank melakukan kontrak istishna 2 dengan pihak nasabah. Dalam kontrak istishna 2 ini bank
akan mendapatkan pembayaran secara angsuran dri nasabah. Bank akan menyerahkan barang
kepada nasabah setelah akadnya pelunasan pembayaran dari nasabah.

2. Istishna maal Ijarah Wal Murabahah Muajjal
Kebutuhan nasabah: nasabah membutuhkan suatu barang pada masa yang akan datang.
Nasabah menghendaki barang sudah dimiliki sebelum periode z berakhir.
Untuk mendapatkan barang tersebut bank dapat membayar secara
angsuran.
Kemampuan keuangan: nasabah tidak mampu membayar secara tunai di awal. Namun nasabah
mampu membayar secara cicilan sebesar Rp.Xxxx,- setiap bulan selama
z periode. Artinya pelunasan barang baru dapat diselesaikan dengan
cicilan sebesar Rp.Xxx,- setelah periode z berakhir.
4

Struktur akad: untuk kondisi kasus di atas bank dapat memberlakukan model pembiayaan dengan
jenis kontrak istishna maal ijarah wal murabahah muajjal dengan struktur akad sebagai berikut:
Akad 1: istishna
Pelaku:
Nasabah, bertindak sebagai penjual barang yang akan menyerahkan barang sebelum periode
z berakhir.
Bank, sebagai pembeli
Transaksi:
Bank melakukan kontrak istishna dengan pihak nasabah (penyedia barang) dengan pembayaran
secara angsuran dan nasabah akan menyerahkan barang sebelum periode z berakhir. Pembayaran
akan lunas sebelum barang diserahkan.

Akad 2: ijarah
Pelaku:
Bank, bertindak sebagai pihak upahan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan oleh
nasabah. Dengan demikian bank dapat ujrah atau upah dri nasabah sampai dengan
diserahkannya barang keapada nasabah.
Pihak nasabah sebagai penyewa jasa bank untuk mencarikan barang yang dipesankan.
Nasabah akan memberikan upah kepada bank.

Transaksi:
Bank melakukan kontak ijarah dengan pihak nasabah sampai didapatkannya barang tersebut
oleh nasabah. Dalam kontrak ijarah ini bank akan mendapatkan ujrah atau upah free sesuai
dengan kesepakatan. Bank sebagai pihak upahan yang bertugas untuk mencarikan barang
yang dikehendaki oleh nasabah. Dalam hal ini bank akan mencarikan ke pihak ke tiga. Upah
akan diberikan setiap bulan.

Akad 3: murabahah muajjal
Pelaku:
Pihak bank bertindak sebagai penjual barang yang telah dipesan oleh nasabah.
Nasabah sebagai pembeli barang
5

Transaksi:
Bank melakukan kontrak murabahah muajjal dengan nasabah, dimana barang akan
didapatkan diawal kontrak murabahah muajjal, sedangkan pembayaran dilakukan secara
cicilan dikemudian hari sampai berakhirnya periode kontrak. Kontrak murabahah muajjal ini
berlaku setelah kontrak ijarah dengan nasabah berakhir.

Dari uraian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan istishna adalah jual beli barang dalam bentuk
pemasaran, pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli
istishna isinya adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertenu yang disepakati oleh pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual.
Bentuk-bentuk pembiayaan istishna ada 2, yaitu:
I stishna Wal I stishna
Istishna maal Ijarah Wal Murabahah Muajjal

PEMBIAYAAN ISTISHNA
Pembiayaan istishna adalah pembiayaan dari Penerima Jaminan (Makfuul Lahu) berupa jual beli
barang antara Penerima Jaminan (Makfuul Lahu) dengan Terjamin (Makfuul anhu) dimana jual beli
tersebut berupa pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara Penerima Jaminan (Makfuul Lahu) dengan Terjamin (Makfuul Anhu),
sedangkan pembayaran dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan pada masa yang akan
datang.
Bai al-istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual/Shani.
Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia
dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem
pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang. Menurut jumhur fuqaha, bai al-istishna merupakan suatu jenis
khusus dari akad bai as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian,
ketentuan bai al-istishna mengikuti ketentuan dan aturan akad bai as-salam.



6

Sahroni & Arif Soleh IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2010/2011
Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna dapat dilakukan langsung antara
dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Jika dilakukan
melalui pearantara maka akad disebut dengan akad istishna paralel.
Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengan salam
maupun dengan murabaha. Istishna lebih ke kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan
dapat di bayarkan secarra tangguh pula.
Istishna menurut para fuqaha adalah pengembangan dari salam, dan di izinkan secara
syariah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan melalui akad langsung dan
metode persentase penyelesaian. Di mana metode persentase penyelesaian yang digunakan
miris dengan akuntansi konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah antara margin laba
dan selisih nilai akad dengan nilai wajar.
Pengertian akad istishna
Akad istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani) (fatwa DSN MUI ) shani akan menyiapkan
barang yang di pesan sesuai dengan spesifikasi yang telah di sepakati di mana ia dapat
menyiapkan sendiri atau melalui pehak lain (istishna paralel).
Dalam PSAK 104 par 8 di jelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria ;
1. Memerlukan proses pembuatan setelah akad di sepakati
2. Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk masal dan
3. Harus di ketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis,spesifikasi
teknis,kualitas, dan kuantitasnya.

Dalam istishna paralel ,penjual membuat akad istishna kedua dengan sub kontraktor untuk
membantunya memenuhi kewajiban akad istishna pertama( antara penjual dan pemesan) pihak
yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat di alihkan pada
sub kontraktor karna akad terjadi anatara penjual dan pemesan bukan pemesan dengan
subkontrktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor .
7

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas (a) jumalah yang
telah di bayarkan ,dan (b) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat
waktu (PSAK 104 par 13)
Dalam akad ,spesifikasi akad yang di pesan harus jelas, bila produk yang di pesan adalah
rumah, maka luas bangunan, model rumah dan spesifikasi harus jelas, misalnya menggunakan
bata merah, kayu jati, lantai keramik merk roman ukuran 40x40, toiletteries merk toto dan lain
sebagainya. Dengan spesifikasi yang rinci, diharapkan persengkataan dapat di hindari.
Harga pun harus disepakati berikut cara pembayarannya, apakah pembayaran 100%
dibayarkan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu tertentu. Begitu harga
disepakati, maka selama masa akad harga tidak dapat berubah walaupun biaya produksi
meningkat, sehingga penjualan harus memperhtungkan hal ini. Perubahan harga hanya
dimungkinkan apabila spesifikasi atas barang yang dipesan berubah.
Begitu akad disepakati, maka akan mengikat para pihak yang bersepakat dan pada
dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali:
1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya
2. Akad batal demi hokum karena timbul kondisi hokum yang dapat menghnalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad (psak 104 par 12)
Jenis akad istishna
1. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan criteria dan persyaratan tertgentu yang disepakati antara pemesan (pembeli
atau mustahin) dan penjujal (pembuat, shani)
2. Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana
untuk memenhui kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad itishna
dengan pihak lain(subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipoesan pemesan.
Syaratnya akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada
istishna, kedua antara penual dan pemasok . selain itu, akad antara pemesan dengan
penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh
mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.



8

Dasar syariah
Sumber hukum akad istishna
Amr bin auf berkata
perdamaian dapat dilakukan diantara kamu muslimin kecuali perdamaian yang megharamkan
yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin tergikat dengan syarat syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan mengharamkan yang halal. (HR.
Tirmidzi)
Abu said al khudri berkata: tidak boleh membahayakan diri maupun orang lain. HR. Ibnu maja
darruqutni dan yang lain.
Masyarakat telah memperaktikan istishan secara luas dan terus menerus tganpa ada
keberatan sama sekali. Hal demikian menjadi istishna sebagai kasus ijma atau consensus umum.
Istiishna sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama ttidak
bertentangan dengan nash atau aturan syariah. Segala sesuatu yang memiliki kemaslahatan
bagi umum serta tidak dilarang syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal
tersebut telah dipraktikan secara umum atau tidak.
RUKUN DAN KETENTUAN AKAD ISTISHNA
Adapun rukun istishna ada tiga, yaitu :
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli atau mustasni) dan penjual (pembuat sani)
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang berbentuk
harga
3. Ijab qabul/serah terima.
Ketentuuan syariah
1. Pelaku, harus cakap hokum dan balig
2. Objek akad:
a. Ketentuan tentang pembayaran
1). Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,
barang, atau manfaat, demikian juga degan cara pembayarannya.
9

2). Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi
apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad
maka penambahan biaya akibat peruhbahan ini menadi tanggung jaawab
pembeli
3). Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan
4). Pembayaran tidak boleh berupa pe,mbebasan utang.

b. Ketetuan tentang barang
1) Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu) sehingga
tidak ada lagi jahala dan perselisihan dapat dihindari
2) Barang pesanan diserahkan kemudian
3) Waktu dn penyerahan barang harus ditetapkan nberdasarkan kesepakatan
4) Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual
5) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan
6) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepatan,
pemesan pemilik hak khiyar (hak memilik) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad
7) Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,
hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan
karena ia telah menjalankan kewajibannya sesssuai dengan kesepakatan

3. Ijab qabul
Adalah pernyataan ekpsresi saling ridha/ rela diantara pihak pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, terttulis, melaui korespondensi atau menggunakan cara
cara komunikasi modern


10

Berakhirnya akad istishna:
Kontrak istishna bias berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah piahk,
2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak
Pembatalan hukum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah
dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak bisa menuntut
pembatalannya.

Anda mungkin juga menyukai