0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
81 tayangan11 halaman
Percobaan mengamati efek vasodilator isosorbid dinitrat dan obat jantung digitalis pada manusia dan jantung kodok. Isosorbid dinitrat memberikan efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah, sementara digitalis meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung. Tujuannya adalah memahami farmakodinamika obat-obat tersebut secara langsung.
Percobaan mengamati efek vasodilator isosorbid dinitrat dan obat jantung digitalis pada manusia dan jantung kodok. Isosorbid dinitrat memberikan efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah, sementara digitalis meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung. Tujuannya adalah memahami farmakodinamika obat-obat tersebut secara langsung.
Percobaan mengamati efek vasodilator isosorbid dinitrat dan obat jantung digitalis pada manusia dan jantung kodok. Isosorbid dinitrat memberikan efek vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah, sementara digitalis meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung. Tujuannya adalah memahami farmakodinamika obat-obat tersebut secara langsung.
Percobaan Farmakologi Obat Vasodilator dan Digitalis
Kelas : A Kelompok X : Anggi Aviandri Putra 102010112 Maria Amelinda 102010128 Melkior Antonius Manek 102010141 Raymond Edwin Lubis 102010142 Yunita 102010152 Elsinda Eka Sari 102010165 Intan Permata Wijaya 102010182 Yudith Cecilia Ishwardi 102010183
Tanggal percobaan: Senin, 24 September 2012 Tujuan: 1. Menjelaskan mula kerja dan lama kerja obat vasodilator (isosorbid dinitrat). 2. Menjelaskan dan mengamati efek vasodilator isosorbid dinitrat secara sub-lingual dan oral. 3. Menjelaskan farmakodinamik isosorbid dinitrat. 4. Membangun kerjasama yang dinamis dalam kelompok selama pengamatan. Alat dan Bahan: a. Alat-alat yang dibutuhkan : - Tensimeter, stetoskop, termometer kulit, arloji dan saputangan. b. Obat-obat vasodilator : - Isosorbid dinitrat sub-lingual dan oral.
Persiapan : 2
1. Tiap kelompok menyiapkan 2 orang percobaan yang siap puasa 4 jam sebelum praktikum dimulai. 2. Alat-alat yang dibutuhkan adalah tensimeter, stetoskop, termometer kulit, arloji, dan saputangan. 3. Obat-obat vasodilator yang dipakai adalah isosorbid dinitrat secara sub-lingual dan oral.
Tatalaksana Percobaan obat vasodilator oral dan sublingual : - Dua orang percobaan dari masing-masing kelompok yang telah mempersiapkan diri tidak makan 4 jam sebelum percobaan, berbaring di atas meja laboratorium dengan tenang. - Lakukanlah pengukuran parameter basal, tekanan darah, denyut jantung atau nadi, frekuensi nafas, dan suhu kulit sebanyak dua kali dengan interval lima menit dan hitung rata-ratanya. - Jika pengamatan parameter telah selesai mintalah obat vasodilator (isosirbid dinitrat) pada instruktur, serta perhatikan baik-baik cara penggunaannya apakah harus ditaruh di bawah lidah (sublingual) atau ditelan dengan segelas air. Jangan tertukar. - Lakukanlah pengamatan parameter di atas untuk orang percobaan : (a) yang mendapat obat sublingual, dilakukan tiap 3 menit selama jam. (b) yang mendapat obat oral, dilakukan tiap 15 menit selama 1 jam atau bila parameter telah kembali ke nilai basal. - Tanyakan gejala-gejala apa yang dirasakan oleh orang percobaan dan 24 jam setelahnya. - Bandingkanlah data-data yang diperoleh kelompok lain, apakah ada beda mula kerja, lama kerja obat isosorbid dinitrat yang diberikan.
Pembahasan Nitrat Organik: Isosorbid Dinitrat Seperti diuretik, nitrat dapat memperbaiki gejala dengan menurunkan volume ventrikel kiri dengan cara menurunkan kapasitas vena, dan juga dapat memperbaiki penyakit 3
penyerta dengan memberi efek anti-iskemik pada penderita dengan penyakit arteri koroner. Juga seperti diuretik, terapi harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari hipotensi. Farmakodinamik Efek kardiovaskular nitrat organik adalah menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi tonus vaskular. Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem vaskular. Pada dosis rendah, nitrat organik menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus. Venous pooling ini menyebabkan berkurangnya alir balik darah ke dalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun. Tekanan vaskular paru menurun dan ukuran jantung mengecil. Karena kapasitas vena meningkat maka dapat terjadi hipotensi ortostatik, dan sinkop. Dilatasi arteriol temporal dan meningeal menimbulkan kemerahan di muka (flushing) dan sakit kepala berdenyut. Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organik juga menimbulkan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan darah sistolik dan diastolik menurun (afterload). Penurunan tekanan darah sistemik ini dapat memicu terjadinya angina jika perfusi koroner berkurang atau adanya refleks takikardia. Nitrat organik memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis koroner bukan dengan cara meningkatkan aliran koroner total, tetapi dengan menimbulkan redistribusi aliran darah pada jantung. Daerah subendokard yang sangat rentan terhadap iskemia karena letak anatomis dan struktur pembuluh darah yang mengalami kompresi tiap sistol akan mendapatkan perfusi lebih baik pada pemberian nitrat organik. Hal ini diduga karena nitrat organik menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol), sehingga tidak terjadi steal phenomenon. Steal phenomenon adalah suatu keadaan berkurangnya aliran darah di daerah iskemik karena terjadinya vasodilatasi pada daerah normal oleh pemberian vasodilator, sehingga perfusi di jaringan sehat menjadi lebih baik. Dengan cara ini, maka nitrat organik menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung melalui venodilatasi, menurunnya volume ventrikel dan curah jantung sehingga beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) berkurang. Suplai oksigen meningkat karena perbaikan 4
aliran darah miokard ke daerah iskemik dan karena berkurangnya beban hulu sehingga perfusi subendokard membaik.
Efek Samping Efek samping dari isosorbid dinitrat adalah hipotensi, low-output syndrome, flushing, sinkop, dan sakit kepala.
Hasil Percobaan OP 1 kelompok 6B : Raymond Edwin Lubis (sublingual) Tabel hasil pengukuran awal tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital Hasil Tekanan darah 130/80 mmHg Denyut nadi 56 kali/menit Frekuensi napas 17 kali/menit Suhu kulit 35,05 0 C Gejala subjektif -
Hasil Percobaan OP 2 kelompok 6A : Anggi Aviandri (isosorbid dinitrat oral) Parameter Sebelum Setelah Minum Obat 5
Minum Obat Menit ke- 15 Menit ke- 30 Menit ke- 45 Menit ke- 60 Tekanan darah 110/70 mmHg 110/70 mmHg 100/60 mmHg 100/60 mmHg 110/60 mmHg Frekuensi napas 15x/menit 14x/menit 10x/menit 11x/menit 16x/menit Frekuensi nadi 62x/menit 59x/menit 60x/menit 62x/menit 61x/menit Suhu kulit 35,67 o C 34,3 o C 34,46 o C 35,24 o C 34,77 o C
Kesimpulan Nitrat memberi efek kardiovaskuler yang bermakna dengan menurunkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai oksigen. Pada percobaan ini, kami sudah membuktikan bahwa efek samping yang nyata adalah dilatasi pembuluh darah perifer yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh, penurunan tekanan darah yang menyebabkan OP menjadi pusing. Lama waktu antara pemakaian oral dan sublingual pun berbeda, pada pemakaian sublingual bekerja lebih cepat dibandingkan dengan pemakaian oral. Dan pemakaian oral mempunyai waktu lebih waktu lebih lama agar efeknya diekskresi dari pada sublingual. Percobaan Digitalis Selain mempelajari efek vasodilator pada orang percobaan, pada praktikum ini juga dapat dipelajari efek digitalis pada manusia melalui pengamatan yang dilakukan pada jantung kodok. Tujuan : a. Menjelaskan efek farmakodinamik digitalis terhadap frekuensi denyut atrium dan ventrikel, interval denyut atrium dan ventrikel dan kekuatan kontraksi atrium dan ventrikel. (Efek kronotropik, inotropik, dan dormotropik), dan mengamatinya pada jantung kodok. b. Menjelaskan, memperhatikam, dan mengamati efek toksik dan letal digitalis. c. Memahami pengertian kecilnya margin of safety (perbedaan antara dosis terapeutik dan dosis letal) digitalis dan implikasi klinisnya. Persiapan 1. Hewan coba: kodok (Rana), berukuran agak besar. 6
2. Alat-alat: tempat fiksasi kodok, jarum pentul, gunting anatomis dan chirurgis, pinset, semprit tuberkulin. 3. Bahan/zat: larutan uretan 10% dan larutan ringer. 4. Obat: larutan tinktura digitalis 10 %.
Tatalaksana 1. Pilih satu kodok untuk satu kelompok, suntikan ke dalam saccus lymphaticus dorsalisnya, larutan uretan 10% sebanyak 2 ml. 2. Bila sudah terjadi anestesi pada kodok, fiksasilah kodok pada papan fiksasi dengan posisi terlentang, dengan telapak tangan dan kaki terfiksasi dengan jarum pentul. 3. Bukalah toraks kodok dimulai dengan kulit, dilanjutkan dengan lapisan di bawahnya dengan irisan berbentuk V, dimulai dari bawah prosesus ensiformis ke lateral, sampai jantung terlihat jelas dan hindari tindakan yang menyebabkan banyak perdarahan. 4. Bila jantung telah tampak singkirkan jaringan yang menutupinya, dan bukalah secara hati-hati perikard jantung kodok yang tampak sebagai selubung jantung berwarna perak. 5. Sekarang jantung tampak utuh, teteskan segera setetes larutan ringer laktat untuk membahasi jantung, lalu perhatikan dengan teliti siklus jantung antara sistol dan diastole, terutama dengan memperhatikan bentuk dan warna ventrikel. 6. Tetapkan frekuensi denyut jantung per-menit sebanyak 3 kali dan ambil rata- ratanya. 7. Teteskan larutan tinktura digitalis 10% dengan tetesan kecil melalui semprit tuberkulin yang dilepas jarumnya, langsung pada permukaan jantung tiap 2 menit, dan hitung frekuensi denyut jantung tiap selesai meneteskan digitalis. 8. Pelajarilah perubahan-perubahan yang terjadi pada siklus jantung (sistol-diastol) dan perubahan warna jantung. Pemberian digitalis akan menyebabkan penurunan frekuensi jantung, ventrikel akan berwarna lebih merah pada saat diastole dan menjadi lebih putih pada saat sitol, serta amati juga interval A-V yang makin besar. Hal-hal tadi sesuai dengan efek terapi digitalis pada manusia. Penetesan digitalis diteruskan tiap 2 menit, sampai terjadi keadaan keracunan yang teramati 7
sebagai terjadinya hambatan jantung parsial, disusul terjadinya hambatan mutlak dan berakhir dengan berhentinya denyut ventrikel, biasanya dalam keadaan sistol (asistol). 9. Tentukan apakah jantung yang telah berhenti berdenyut tadi masih bisa dirangsang dengan rangsangan mekanis, yaitu dengan menyentuh permukaannya dengan pinset. 10. Buatlah catatan dari seluruh pengamatan tadi, dan buatlah kurva yang menggambarkan hubungan antara frekuensi denyut jantung dengan jumlah tetesan digitalis yang dipakai.
Pembahasan Digoksin adalah glikosida jantung yang paling banyak digunakan.Glikosida jantung mempunya efek inotropik positif yaitu memperkuat kontraksi otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung.Efek inotropik positif terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung. Farmakodinamik Semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamik yang sama dan hanya berbeda dalam farmakokinetiknya. Glikosida jantung mempunyai efek : - Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif). - Digoksin menghambat pompa Na-K-ATP ase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na + intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya pertukaran Na + dan Ca + selama repolarisasi dan relaksais otot jantung sehinga
Ca 2+ tertahan dalam sel . Kadar Ca 2+ intrasel meningkat, ambilan Ca 2+ ke dalam reticulum sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca 2+ yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat.\ - Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja inotropik negatif) - Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif) - Mengurangi kerja saraf simpatis. - Pada kadar terapi (1-2ng/mL),digoksin meningkatkan tonus vagal dan mengurangi aktivitas simpatis di nodus SA maupun AV.sehingga dapat menimbulkan 8
bradikardia sinus sampai henti jantung dan atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatkan blok AV.Efek pada nodus AV inilah yang mendasari penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium. Farmakokinetik a. Pemberian oral atau IV, t 36 jam,25% terikat protein. b. 75% diabsorbsi melalui saluran cerna. c. Distribusi lambat oleh karena volum distribusi besar. d. Ekskresi dalam bentuk utuh melalui urin. Indikasi Digoksin sekarang ini hanya diindikasikan untuk : Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium,payah jantung, hiperventilasi,syok kardiogenik,dam syok tirotoksikosis. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatik,terutama yang disertai takikardia,meskipun telah mendapat terapi maksimal dengan penghambat ACE dan penghambat beta. Hal ini disebabkan karena pada : a. Digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel (akibat hambatan pada nodus AV). b. Pada digoksin tidak mengurangi mortalitas sehingga tidak dipakai sebagai obat lini pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena meburuknya gagal jantung, Sebaiknya,kadar digoksin dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih tinggi,risiko kematian meningkat. Kontraindikasi : Bagi penderita dengan : - Total AV block - Kardiomiopati - Sindrom WPW (Wolff-Parkinson-White) - Hipokalemia - Gagal ginjal 9
- Bradikardi berat - Alergi - Fibrilasi ventrikel
Intoksikasi digoksin/ digitoksin : a. Tanda-tanda intoksikasi terjadi pada 10-25% pada pasien dan dapat bersifat fatal. b. Timbul lebih sering pada pasien yang mendapat tiazid atau diuretk lain,kecuali diuretic hemat kalium. - Tanda-tanda intoksikasi : 1. Jantung : Aritmia karena peningkatan otomatisitas (mungkin akibat depolarisasi spontan) Blokade jantung partial atau total akibat efeknya pada nodul A_V. 2. Saluran cerna : anoreksia,mual,muntah,diare. 3. Sistem saraf : mengantuk dan lelah. 4. Gangguan penglihatan : Penglihatan kabur Penglihatan ganda Terlihat halo sekeliling benda Terlihat hanya 1 warna(hijau atau kuning) Terlihat bintik-bintik yang berbinar atau kilatan cahaya 5. Tanda-tanda lain : Pusing,dapat juga pingsan karena tekanan darah turun, ginekomastia. Efek Samping : Bradikardia,blokade nodus A-V,dan S-A aritmia. Anoreksia, mual, muntah ,demam, sakit kepala, lemah, lelah. Gangguan penglihatan dan ginekomastia. Meningkatkan resistensi perifer dan dpaat meningkatkan kerja jantung dan memperburuk kerusakan iskemik.
Interaksi Obat Kuinidin, verapamil, amiodaron dan propafenon dapat meningkatkan kadar digitalis. Diuretik, kortikosteroid, dapat menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi digitalis. 10
Antibiotik tertentu menginaktivasi digoksin melalui metabolisme bakterial di usus bagian bawah. Propantelin, difenoksilat, meningkatkan absorpsi digoksin. Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin, neomisina, kolestiramin, beberapa obat kanker, menghambat absorpsi digoksin. Simpatomimetik, meningkatkan resiko aritmia. Beta - bloker, kalsium antagonis, berefek aditif dalam penghambatan konduksi AV. Digitoksin - Mekanisme kerja,efek samping, kontraindikasi dan interaksi sama dengan digoksin. Namun digitoksin memiliki waktu paruh lebih panjang,di absorpsi lebih banyak di saluran cerna, lebih terikat dengan protein, dan mengalami metabolisme ekstensif dibandingkan dengan digoksin yang tidak dimetabolisme sama sekali. - Indikasi : Jarang digunakan karena t panjang Berguna bagi pasien dengan gagal ginjal karena tidak bisa mengekskresi digoksin. - Farmakokinetik : Peroral/IM/IV t 2-6 hari Absorpsi melalu saluran cerna Metabolisme di hati,ekskresi melalui urin.
(Kurva) Kesimpulan Pada percobaan katak ini kita dapat melihat warna ventrikel pada saat sistol dan diastole. Pada waktu sistol, ventrikel akan berwarna putih dan pada saat diastole akan berwarna merah.Efek digitalis dapat terlihat pada dimana kontraksi mulai berkurang dan efek toksik dari digitalis yang membuat blok A-V partial. Blok jantung yang terjadi timbul akibat defek pada sistem penghantar jantung. Atrium tetap berkontraksi secara teratur tetapi ventrikel kadang-kadang tidak dapat dirangsang sehingga tidak berkontraksi setelah kontraksi atrium. Pada menit ke-30, menunjukan blok A-V total, sehingga menyebabkan kodok mati dan jantungnya tidak mampu untuk berkontraksi lagi. Daftar Pustaka 1. Syarif A, Ascobat P, Estuningtyas A, Setiabudy R, Setiawati A, Sunaryo R, et al. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2007.363-4. 2. Rahardjo,R,editor. Kumpulan kuliah farmako.Edisi ke-2.Jakarta:EGC.h.382-7.