Anda di halaman 1dari 10

ETIKA BATAK

Sekilas tentang batak.


Batak, dapat diartikan sebagai saatu wilayah, biasa disebut tano batak ( tanah batak ,
yaitu daerah sekitar danau toba di Sumatra Utara. Batak juga berarti etnis bangsa, disebut
bangso batak yang oleh belanda dipecah-pecah menjadi Batak toba, batak karo, batak
simalungun, batak dairi, batak Angkola-Mandailing, dan Batak Nias, dan akhir-akhir ini
dikenal pula batak pesisir dan batak melayu.
Dewasa ini kita bisa mengenal masyarakat batak yang terdiri dari ;
a. batak toba, menghuni Tapanuli utara, tapanuli tengah dan tapanuli selatan
b. batak simalungun, menghuni bagian timur danau toba
c. batak karo, menghuni kabupaten karo, langkat dan medan
d. batak pakpak (dairi) menghuni kabupaten dairi
e. batak pesisir, menghuni pantai barat, antara natal ke singkil
f. batak angkola, menghuni Sipirok-padangsidempuan
g. batak mandailing, menghuni Pakantan dan Muara Sipongi
h. batak melayu, masyarakat melebur ke Melayu pesisir timur
i. batak nias, menghuni Pulau nias dan sekitarnya.

Sesuai dengan penjabara subetnis batak diatas, bukan berarti dalam daerahnya bukan
hanya subetnis tertentu saja. Dewasa ini sudah ada pembauran dimasing-masing batak.
Misalnya : di kabupaten simalungun yang terdapat di pematangsiantar, penduduknya
bukan hanya Batak Simalungun saja, tetapi Batak Toba juga sangat banyak mendiami
daerah tersebut.
Masing-masing sub etnis batak tersebut memiliki bahasa nya masing-masing. Jadi orang
batak toba belum tentu bisa memahami bahasa batak karo, begitu juga sebaliknya.





Latar belakang

Begitu beranekaragam kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang
kaya akan suku bangsa, adat istiadat dan hasil budaya yang beranekaragam. Hal ini
jugalah yang mengantar kita ke perbedaan-perbedaan yang ada dalam kehidupan kita
sehari-hari. Dalam suatu ruangan saja, terkadang ada 3-5 suku yang berbeda. Ada dari
suku jawa, sunda, flores, Batak, dan suku dayak. Tentunya semakin meyakinkan, bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang beranekaragam, yang kaya akan budaya
Kadang, kita menemukan kesulitan untuk menyesuaikan diri ataupun beradaptasi
dengan teman atupun orang yang berada disekeliling kita, dikarenakan latarbelakang
yang berbeda. Kita kerap kali takut salah, atau takut malah menyimpang dari kaidah yang
mungkin, itu kita anggap benar tetapi aneh atau bahkan salah di hadapan teman kita.
Dikarenakan perbedaan yang kita miliki. Oleh Karena itu, makalah ini akan sedikit
memperkenalkan budaya batak toba, dari segi etikanya
Etika sangat berkaitan dengan masalah baik dan buruk, benar dan salah, bernilai
atau tidak bernilai, yang jelas masalah etika menyangkut masalah moral. Etika batak toba
yang dimaksud apa yang benar dan salah (tidak boleh) dalam masyarakat batak toba.
Sehingga memudahkan kita untuk mengenal lebih dekat masyarakat batak toba itu
sendiri.

Rumusan masalah

Dari latarbelakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat disajikan ialah
sebagai berikut
a. Apakah Etika Batak Toba pada umumnya ?
b. Apakah Nilai yang terkandung dalam Etika Batak Toba tersebut?





Sistem kekerabatan ( Partuturan)
System kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba, termasuk hal yang sangat penting dan
berperan banyak dalam menuntun perilaku hidupnya sehari-hari. Dengan ikatan aturan
system kekerabatan itu masyarakat batak dapat hidup dalam bimbingan sopan santun,
berdedikasi, bertanggungjawab. Dengan tutur sapa kekerabatan, masyarakat batak bisa
berbicara lebih sopan, lebih beradab dan berbudaya. Oleh karena itu, dalam masyarakat
batak toba, dalam bertutur kata dan memanggil sapaan seseorang tidaklah sembarangan.
Karena sudah ada sapaan panggilan terhadap orang lain maupun kerabat keluarga,
diantaranya
A. Tutur-Sapa Awal
Saat kita bertemu dengan seseorang yang belum kita kenal dengan baikl, maka unutk
berkomunikasi dengan beliau, hendaklah digunakan Tutur sapa awal sebagai berikut ;
1. Ompung, bagi seseorang Orangtua yang memang sudah tua; orangtua dari
orangtua kita. Dalam artinya bahasa Indonesia ialah Kakek atau Nenek.
2. Amang, bagi seorang bapak ( Ayah )
3. Inang, bagi seorang Ibu
4. Tulang, kepada Orangtua yang satu marga dengan Ibu kita
5. Bapa Uda, kepada orangtua yang satu marga dengan Ayah kita
6. lae, bagi sesame laki-laki yang sebaya kita (khusus buat laki-laki)
7. Ito, seseorang perempuan yang sebaya dengan kita
8. Ampara, bagi sesama laki-laki yang satu marga dengan kita
9. Eda, bagi sesama wanita yang umurnya sebaya

B. Tutur-Sapa yang paling akrab
1. NAMBORU : Kakak atau adik perempuan dari Ayah kita. Baik sebelum beliau
menikah maupun sesudahnya. Namboru merupakan seorang teman yang paling
sesuai. Seorang remaja lelaki, akan sangat berceloteh kepada berbagai macam hal
kepada Namborunya. Bicara seenaknya saja, dan tidak ada rsa sungkan, dan tidak
akan dihantui oleh rasa marah.
2. INANGBAJU : Adik (masih belum menikah) dari Ibu kita. Tempat mencurahkan
perasaan. Biasanya wanita lebih suka cerita kepada Inangbaju daripada
Namborunya.
3. PARIBAN ( BORU NI TULANG) : semua anak gadis dari Tulang kita. Kita
pasti cepat akrab. Zaman dahulu, umumnya boru ni tulang dianggap sebagai bakal
istri.

C. Tutur-Sapa yang berpantangan (Parsubangon)
Dalam bahasa batak, subang berarti pantang. Dan sesuai aturan baku masyarakat
batak toba, terdapat 5 macam tutur sapa yang ditetapkan sebagai hal yang harus
dijaga dengan hati-hati dan penuh rasa hormat.
Bagi sebahagian masyarakat batak toba yang sudah maju sekarang, bisa saja
mengganggap aturan ini sebagai hal yang menggelikan. Akan tetapi, aturan baku ini
telah membina hidup masyarakat batak toba dengan etika keluarga yang baik,
berguna untuk menumbuhkan rasa segan dan rasa saling hormat-menghormati. Inilah
tutur sapa yang berpantangan tersebut
1.NAMARBAO, yaitu antara kita sendiri dengan hula-hula kita (yang perempuan).
Kita harus menyapa beliau dengan kata INANG dengan penuh rasa hormat dan segan.
Lebih segan dan hormat daripada memanggil inang kepada Ibu yang lain. Bahkan
harus ditambahi dengan halak inangbao, atau halak inanta. Tujuannya untuk
menunjukkan rasa hormat kepada beliau.
Tidak boleh berbicara berduaan, atau berdekatan, apalagi sampai senggolan. Itu amat
dipantangkan. Tidak perlu menyalam langsung tangan beliau, cukup menundukkan
kepala dan berucap :horas ma ninna hamu inang..,. Tidak boleh duduk
berhadapan seberang meja.
2. NAMARANGGI BORU: yaitu terhadap Isteri dari adik kita Laki-laki. Sama
dengan NAMARBAO, tidak boleh disebut namanya, jangan senggolan, jangan duduk
berdekatan atau langsung berhadap-hadapan. Namun Isteri kita sering menjadi dekat
dengan beliau.
3.NAMARHAHADOLI ; tutur sapa yang digunakan isteri adik laki-laki kita sendiri
kepada kita. Sama dengan nomor 2.
4. MARPARUMAEN : isteri dari putera kita. Tidak boleh langsung ditegur,
dipanggil atau disuruh. Karena bila seseorang sudah menjadi mantu, itu berarti harkat
kemanusiaan kita sedang menuju sempurna. Sebentar lagi kita sudah punya cucu, satu
kebanggaan yang sangat diidamba.
Pantangan hampir sama dengan yang diatas. Tidak boleh senggolan, berbicaralah
hendaklah segan, tidak sembarangan ataupun bercanda. Pada zaman dahulu cara
penyampaian pesan nya begini santabbi tiang, haru patu hamu ma sipanganonta di
meja I, nunga male iba artinya Permisi tiang, kamu buatkanlah nasi di meja itu, saya
sudah lapar. Jadi tianglah yang menjadi alat untuk menyampaikan pesan tersebut
agar tidak berkomunikasi langsung.
5. NAMARSIMATUA ; Tutur sapa dari si mantu kepada mertua. Tetap saja tidak
boleh langsung bicara. Karena itu sang mantu hendaknya segera sigap melaksanakan
tugasnya di rumah. Jangan sampai ada perintah dari mertua.

Aturan kekerabatan diatas mungkin terasa amat ganjil bagi etnis lain, namun bagi
masyarkat Batak Toba, system itu telah mampu membombing dan menuntun hidupnya
untuk berperilaku sopan dengan etika kekeluargaan yang disegani dan dihormati.

Satu hal lagi dalam kekerabatan masyarakat batak toba ialah
Apabila seorang pasangan pria dan wanita merupakan satu marga. Maka mereka tidak
boleh pacaran atau bahkan sampai menikah. Kerena Pria dan wanita yang satu marga
masih merupakan saudara/ keluarga yang masih ada keturunan darah dari Nenek moyang
marga terdahulu. Jadi mereka dianggap sebagai abang dan adek, yang tidak mungkin
untuk saling berpacaran atau bahkan sampai menikah.
Kalaupun itu sampai terjadi, tidak akan ada pesta adapt dan tidak akan ada yang
menghadiri pesta tersebut ( selaku orang batak). Dan juga mereka tidak akan tinggal
didaerah itu lagi, sudah dinggap Aib karena sudah melakukan hal yang ditentang oleh
adat. Mereka akan memulai hidup mereka berdua lagi, tanpa ada restu dari adat dan
mereka tidak akan diterima lagi dalam acara adat batak lagi.


Dalihan Na Tolu (tungku yang tiga)
I II

Ucok Simatupang dengan Butet Pardede Tigor Saragi dengan Uli Sitorus

1. Marudut Simatupang 1. Pardomuan Saragi
2. Martina Simatupang 2. Togar Saragi
3. Hasiholan Simatupang 3. Dewi Saragi
4. Rohana Saragi

Marudut Simatupang Dewi Saragi


Jadi dalam adat batak Toba, ada 3 unsur yang sangat penting dalam berperilaku di
kehidupan sehari-hari, yaitu
a. Boru (pihak yang menerima Istri)I
b. Hula-hula ( pihak yang memberi istri).II
c. Dongan tubu ( pihak semarga)

Dalihan Na Tolu (tungku yang tiga) dalam idealismenya ketiga unsur ini adalah
sederajat, sama seperti tungku (dalihan) yang dipakai untuk memasak tersebut, terlihat
ketiga batu tungku itu sama tingginya, agar alat masak yang dipakai stabil, tidak miring
atau juga tidak jatuh. Meskipun secara ideal semua unsur tampaknya memliki derajat
sam, namun dalam konsepsi operasionalnya berbeda. Hulahula lebih tinggi dari Boru
dalam hubungan sosial adat, sedangkan yang sederajat adalah sesama Hulahula, sesama
Dongan tubu,dan sesama boru.
Pernyataan untuk memberitahukan tinggi rendahnya tingkatan ketiga unsur tersebutialah
melalui pertukaran pemberian pada saat upacara adapt. Kelompok hulahula akan tetap
memberi Ulos kepada boru.


Kebudayaan batak Dalihan Na Tolu adalah sebagai suatu sistem berperilaku dalam
kehidupan masyarakat batak. Maka di dalam dirinya ada persyaratan fungsional yang
harus dipenuhi sebagai suatu sistem, melakukan adaptasi, mencapai tujuan, memelihara
pola dan mempertahankan kesatuannya. Kesemua prasyarat fungsional sedemikian ini
demi tercapainya suatu keseimbangan. Gagasan atau keseimbangan sedemikian itu
terwujud didalam umpama
Somba marhula-hula (hormat pada hula-hula)
Manat mardongan sabutuha (berlaku hati-hati pada saudara semarga)
Elek marboru (berlaku sayang pada boru)
Makna perumpamaan diatas ialah kita harus patuh, hormat dengan tulus dengan
hubungan kelas yang lebih tinggi. Sementara itu sikap kepada orang yang setingkat dan
sejajar kelasnya ialah hati-hati, waspada, saling menjaga agar tidak terjadi pertikaian.
Sikap kesetaraan dikembangkan pada kelompok saudara semarga (dongan tubu).
Kemudian pada golongan yang berada dibawah kelas yakni Boru, harus bersikap
mengayomi dengan cara membujuk, memberi hati, menjaga ketenangan dan menjauhkan
keresahan. Sistem hubungan sosial ketiga unsur tersebut dijadikan dasar Etika Falsafah
Hidup masyarakat batak toba.. karena ketiganya mengandung sifat Tritunggal
(Simanjuntak, 1973), saling berhubungan dan menentukan satu sama lain.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Etika Falsafah hidup masyarakat batak toba tersebut
ialah
A. Nilai Demokrasi.
Karena kelahiran sistem hubungan tersebut tumbuh dari kesadaran masyarakat itu
sendiri tanpa rekayasa para pemimpin marga ataupun suku.
B. Nilai keagamaan
Dimana setiap aplikasi unsur hubungan, dipercaya akan memberi rezeki yang
bertambah, kesehatan, kehormatan, kesentosaan, keselamatan jasmani dan Rohani
dari Tuhan.
C. Nilai Sosial
Yaitu dimana kita akan saling menghormati, menjaga dan mengayomi. Dengan
mengaplikasikannya secara jujur dan Tulus, maka kestabilan sosial akan terpelihara.

Etika sangat erat berhubungan dengan nilai. Jadi terdapat 3 nilai utama dalam masyarakat
batak ialah
a. Hamoraon (kekayaan)
Salah satu nilai budaya batak yang mendasari dan mendorong orang batak toba, untuk
mencari harta benda yang banyak. Perilaku ekonominya telah menjadi perhatian ahli-
ahli antroplogi dan sosiologi. Tetapi diatas kekayaan material yang dimiliki
masyarakat batak, ada sebuah prinsip yang dipegang teguh oleh mereka, yaitu
anakonki do hamoraon di au. Yang artinya anakku itulah yang menjadi kekayaan
ku. Maknanya ialah, bahwa anak merekalah yang paling berharga di hadapan mereka,
apapun yang mereka hasilkan, yang mereka dapatkan itu semua hanya untuk sekolah
dan keberhasilan anaknya. Semua kekayaannya akan terasa sia-sia jika anaknya tidak
sukses.
b. Hagabeon (banyak keturunan dan panjang umur)
Nilai budaya hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu yang
banyak, dan baik-baik. Dengan lanjut usia diharapkan ia dapat mengawinkan anak-
anaknya serta memeperoleh cucu. Kebahagiaan bagi orang Batak belum lengkap, jika
belum mempunyai anak. Terlebih lebih anak laki-laki yang berfungsi untuk
melanjutkan cita-cita orang tua dan marganya. Hagabeon bagi orang Batak Islam
termasuk keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah.
Namun mengenai jumlah anak yang banyak (secara adat diharapkan memiliki 17 laki-
laki dan 16 perempuan = 33 anak) yang telah berakar lama, telah mengalami
pergeseran dari bersifat kuantitas pada anak yang berkualitas, mempunyai ilmu dan
keterampilan hidup sekalipun jumlahnya tidak banyak. Peranan program KB
(Keluarga Berencana) yang dilancarkan pemerintah cukup dominan dalam merubah
pandangan tersebut.
Seseorang makin bertambah kebahagiaannya bila ia mampu menempatkan diri pada
posisi adat di dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya perjuangan yang berdiri sendiri
tetapi ditopang oleh keteladanan dan pandangan yang maju.
c. Hasangapon (kehormatan)
Suatu nilai budaya yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Nilai
hasangapon bermakna martabat. Apabila sesorang sudah mantap dengan
kekerabatannya, mendapatkan Hamoraon, dan Hagabeon, maka hasangapon adalah
puncaknya, tetapi tidak datang dengan sendirinya tetapi kita harus memperjuangkan
sendiri. Kita harus arif, bijaksana, dan menjaga kepercayaan oranglain.

Oleh karena ketiga unsur nilai diatas maka sangat banyak orang batak meninggalkan
kampung halaman (bona pasogit) dengan upaya mewujudkan upaya mencari kekayaan
(hamoraon) dan kehormatan (hasangapon). Dan oleh karena itu juga dahulu, banyak
sekali keluarga yang sampai memiliki anak diatas 10. karena mereka berpikir banyak
anak-banyak rezeki, disamping itu juga harus ada yang meneruskan dari Marga sang
bapak. Jadi umumnya masyarakat batak toba, apabila dalam keluarga tersebut tidak ada
anak laki-laki, belum lengkap rasanya, khususnya sang bapak pasti sangat merasa berat
karena kelak tidak ada yang nantinya akan meneruskan marganya. Mengingat system
patriarki yang terdapat dalam masyarakat batak toba.

Kesimpulan dan saran
Kesimpulan
Banyak hal yang bisa kita galih dari etika batak toba ini, yang mungkin selama ini kita
hanya mengenal masyarakat batak toba sebagai masyarakat yang keras. Masyarakat batak
toba pada umumnya sangat memegang kuat falsafah hidup mereka. Mereka sangat
menghargai dan mengormati satu dengan yang lain.

Saran
Masih amat perlu dipertahankan, melestarikan budaya bangsa yang memang
sesungguhnya tidak harus selalu dikorbankan sebagai hal yang menghambat kemajuan
modernisasi. Marilah yang baiknya kita ambil, yang buruknya kita perbaiki
Daftar Pustaka

Harahap, Basyral Hamidy.1987.Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak.Sanggar Willem
Iskandar, Jakarta
Malau, Gens, G.drs,2002.Aneka Ragam Budaya Batak.Yayasan Tao Toba Nusabudaya,
Jakarta
Sihombing,j.DR.1989.Jambar Hata.Tulus Jaya, Jakarta
Simanjuntak, bungaran A.2002. Konflik Status dan kekuasaan orang batak. Jendela,
Jakarta
Teichman, Jenny.1998.Etika Sosial. kanisius. Yogyakarta
Vergouwen,J.C.2004. Masyarakat dan Hukum Adat batak Toba. L.kis, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai