Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT
DISEMBER
2013

DERMATITI ATOPIK

OLEH :
Mohd Haziq Hanis Bin Anuar
C 111 09 837
PEMBIMBING :
dr. Nirmayanti

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama

: Mohd Haziq Hanis Bin Anuar

Stambuk

: C111 09 837

Judul

: Dermatitis Atopik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Kulit Kelamin Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,
Pembimbing,

dr. Nirmayanti

Disember 2013

DAFTAR ISI

Sampul.......................................................................................................................i
Halaman Pengesahan...............................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
I. Pendahuluan......................................................................................................... 1
II.
Epidemiologi............................................................................................................1
III.Etiologi ..............................................................................................................2
IV. Patogenesis .......................................................................................................2
V. Gejala Klinis ......................................................................................................4
VI. Diagnosis ..........................................................................................................7
VII. Diagnosis Banding ...........................................................................................8
VIII. Penatalaksanaan ..............................................................................................9
IX. Prognosis .........................................................................................................12
X. Komplikasi .......................................................................................................13
Daftar Pustaka .......................................................................................................15

I. PENDAHULUAN
Dermatitis atau eczema adalah salah satu dari inflamasi kutaneus yang
memperlihatkan karakteristik berupa kemerahan, pembengkakan, dan adanya rasa
gatal pada fase akut, dan pada fase kronik memperlihatkan gambaran berupa lesi
yang kering, berskuama, dan bahkan bisa terdapat adanya fissura.1 Dermatitis
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yakni dermatitis atopik dan dermatitis kontak. 2
Dermatitis atopik merupakan salah satu jenis dermatitis yang berkembang
pada individu dengan atopik, dimana yang dimaksud atopi adalah suatu keadaan
yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor keturunan seperti alergi,
asma, konjungtivitis, dan rhinitis.2 Dermatitis atopik biasa dikenal sebagai ekzema
atopik, ekzema infantil, eksema fleksural, dissaminatted neurodermatitis, prurigo
diathsique (Basnier). 3
Kata atopik telah diperkenalkan sejak beberapa tahun lalu yang merujuk
pada kelompok pasien yang memiliki riwayat penyakit atau riwayat keluarga pada
salah satu atau lebih dari keadaan berikut; demam panas, asma, kulit yang sangat
kering, dan ekzema. 4
Dermatitis atopik adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan
adanya rasa gatal yang paling sering timbul pada masa kanak-kanak. Penyakit ini
berkembang dari hasil interaksi antara lingkungan, sistem imun, genetik, dan
faktor farmakologi. Dermatitis atopik dapat timbul sebagai akibat dari infeksi,
stres psikologi, perubahan cuaca, bahan iritasi, dan adanya alergen. Penyakit ini
dapat memberat sesuai dengan usia, tapi pada pasien dengan tingkat sensitifitas
kulit yang tinggi maka penyakit ini akan cenderung menjadi penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan (occupational skin desease). 4
Karakter penyakit ini akan beubah-ubah sesuai dengan umur. Pada infantil
akan bermanifestasi pada wajah dan sebagian atau seluruh tubuh. Pada remaja dan
dewasa predisposisi daerah yang terkena adalah area fleksural dan pada daerah
tangan. 4
II. EPIDEMIOLIGI
Sejak tahun 1960 terdapat peningkatan tiga kali lipat pada prevalensi
dermatitis atopik dimana penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat
diseluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20% di Amerika Serikat,
Eropa Utara dan Eropa Barat, Afrika, Jepang, Australia, dan negara-negara
industri lainnya. Sedangkan pada dewasa prevalensi dermatitis atopik berkisar
antara 1-3%. menariknya prevalensi dermatitis atopik pada negara agrikultural
sangat rendah seperti Cina dan Eropa Timur dan Asia. Adapun ratio dermatitis
atopik pada perempuan dan laki-laki adalah 1,3 : 1,0. 1 Pada studi lainnya
didapatkan sekitar 5-10% dari populasi di Eropa Barat menderita dermatitis
atopik. 2

III. ETIOLOGI
Dermatitis atopik adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang ditandai
dengan adanya gatal yang hebat terjadi sebagai akibat adanya interaksi kompleks
antara kecenderungan genetik yang mengganggu fungsi sawar kulit, sistem imun
humoral dan respon imunologi yang tinggi terhadap alergen dan antigen dari
mikroba. 1
Faktor genetik dan linkungan merupakan faktor pencetus dari dermatitis
atopik. Kebanyakkan penderita dermatitis atopik mempunyai riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga. Faktor genetik yang dilaporkan melibatkan mutasi
gene promoter region (-590C_T di dalam IL-4) , gene di IL-3 dan abnormalitas
gene filaggrin( komponen dari horny cell layer). Faktor lingkungan juga banyak
menjadi faktor pencetus, (seperti makanan, mikroba, keringat, alergen dan stress)
dimana inflamasi lebih mudah terjadi.6
Pada penderita dermatitis atopic, kadar IgE dan jumlah esinofil dalam
darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik
antara dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan
dermatitis atopik mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik. Dari percobaan
tikus yang disensitasi secara epikutan dengan antigen, akan terjadi dermatitis
alergik, IgE dalam serum meningkat, esinofil saluran napas, dan respon berlebihan
terhadap metakolin. hal Tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan allergen
pada dermatitis atopik akan mempermudah timbulnya asma bronkial.3
IV. PATOGENESIS

Gambar 1. Anatomi kulit


normal 2

Gambar 2.
Lapisan
pada
epidermis 2
Gambar 3. Skin barrier 2
Kulit merupakan pertahanan tubuh yang sangat penting terhadap agen
eksogen yang mana merupakan salah satu fungsi fisiologisnya. Pada prinsipnya
fungsi pertahanan berada pada stratum korneum yang secara normal akan terganti
setiap 17-27 hari, tapi fungsi pertahanan dapat pulih dalam 2-5 hari. 5
Stratum korneum berfungsi sebagai suatu kesatuan yang homogen.
Kerusakan dari stratum korneum secara normal diikuti oleh peningkatan absorpsi
perkutaneus dan TEWL (Transepidermal Water Loss), dimana jika terjadi
peningkatan dari transepidermal water loss akan diikuti oleh penurunan ketebalan
dari stratum korneum. 5
Pada suatu penelitian didapatkan bahwa lemak pada epidermis merupakan
kontributor utama pada pertahanan, dimana mengandung ceramides (4550%),
cholesterol (25%), Asam lemak bebas (1015%) dan lemak lainnya seperti
cholesterol sulphate. Lapisan lemak ini disusun sebagai suatu membran diruang
interseluler dan diproduksi dari lamellar granul didalam sel dari lapisan sel
bergranul di epidermis. Salah satu mekanisme abnormlitas dapat merupakan
akibat dari kegagalan fungsi pertahanan yang biasanya berhubungan dengan
keadaan gatal. Pada kenyataannya di lapisan lemak, hubungan yang rapat antara
sel epidermis dapat menahan terjadinya kehilangan air pada kulit. Pada kulit
didapatkan adanya pertahanan yang kedua yaitu membrana basalis. 5

Gambar 4. Mekanisme pertahanan pada kulit 1


Terjadinya dermatitis atopik dihubungkan dengan adanya penurunan pada
fungsi pertahanan kulit yang disertai dengan penurunan level dari ceramide,
peningkatan level dari enzim proteolitik endogen, dan peningkatan dari
transepidermal water loss. 1
Manifestasi klinik pada dermatitis atopik ringan ditandai dengan
hiperplasia epidermal dan infiltrasi sel-T dari vaskular. Lesi kulit ekzematous akut
ditandai dengan edema interseluler (spongiosis) pada epidermis. Dendritic
antigent presenting cell (sel Langerhans, mkrofag) pada lesi dan non lesi di kulit
dari penderita dermatitis atopik memperlihatkan adanya molekul imunoglobulin E
(IgE). Infiltrat pada epidermis utamanya disusun oleh limfosit T. pada lesi akut di
lapisan dermis terdapat sel T yang disertai dengan makrofag. Infiltrasi limpositik
didominasi oleh aktifasi memori sel T yang berhubungan dengan CD3, CD4, dan
CD45 RO. eosinofil jarang didapatkan pada dermatitis atopik akut. Sel mast
ditemukan dengan jumlah yang normal pada tingkatan yang berbeda. 1
Lesi likenifikasi kronik ditandai dengan hiperplastik epidermis, penonjolan
hiperkeratosis dan spongiosis yang minimal. Terdapat peningkatan dari jumlah
IgE bersamaan dengan sel langerhans pada epidermis, dan dominasi makrofag
pada infiltrat sel mononuklear didermis. Mast sel meningkat tetapi umumnya
bergranulasi. Neutrofil tidak ditemukan pada lesi kulit dermatitis atopik. 1
Eosinofil diperkirakan berkontribusi terhadap inflamasi pada alergi akibat
dari sekresi sitokin dan mediator yang diperbanyak karena adanya inflamasi pada
alergi dan menginduksi terjadinya cedera jaringan pada dermatitis atopik melalui
produksi reaktive oxygen intermediate dan pelepasan toksik dari protein
bergranul. 1
V. GEJALA KLINIS
Dermatitis atopik (ekzema atopik) ditandai dengan adanya rasa gatal dan
merupakan penyakit kronik atau penyakit yang berulang, dimana terjadi keadaan
inflamasi pada kulit. Karakter lesi yang timbul berupa papul (biasanya berupa
vesikel pada infantil) yang mana dapat berkembang menjadi ekskoriasi dan
likenifikasi yang terdistribusi pada daerah fleksural. Terjadinya erupsi biasanya
dihubungkan dengan kondisi atopik lainnya pada individu atau anggota keluarga
lainnya. 5

Gambar 5. Distribusi dermatitis atopik pada infantil, anak, remaja dan dewasa 2
Rasa gatal merupakan cardinal sign dari dermatitis atopik. Gatal pada
dermatitis atopik bersifat intermittent di sepanjang hari dan biasanya memberat
pada waktu petang dan malam hari. Kondisi ini biasanya memburuk akibat
garukan. 1
Lesi kulit akut ditandai dengan gatal, kemerahan, papul, vesikel, dan dapat
disertai ekskoriasi. Sedangkan pada lesi kronik ditandai dengan adanya
likenifikasi dan nodul berfibrosis. Secara umum pasien dengan dermatitis atopik
kulitnya kering. 1
Infantile Atopic Dermatitis
Terdapat sekitar 60% kasus dari dermatitis atopik terjadi pada tahun
pertama kehidupan, tapi biasanya tidak terjadi sampai menjelang usia 2 bulan.
Ekzema pada infantil biasanya timbul dengan kemerahan dan adanya skuama pada
daerah pipi. Lesi dapat menyebar hingga ke kulit kepala, dahi, pergelangan tangan
dan extensor dari extremitas. Lesi dapat berupa lesi papul atau lesi eksudatif. 3
Dermatitis atopik sering kali didapatkan setelah imunisasi atau infeksi
virus dan dapat muncul selama . Musim panas dengan relaps pada musim dingin. 3

Gambar
6. Dermatitis atopik pada infantil 3

Childhood Atopic Dermatitis


Selama masa kanak-kanak lesi yang timbul menjadi kurang eksudatif.
Lokasi klasik tempat lesi adalah antecubital dan fossa poplitea, pergelangan
tangan bagian volar, sekitar mata, wajah, dan sekitar leher. Lesi biasanya berupa
lesi likenifikasi dan plak indurasi. Lesi bisa disertai dengan adanya ekskoriasi.
Jumlah kasus untuk dermatitis atopik berat lebih dari 50% yang dihubungkan
dengan retardasi pertumbuhan. 3

Gambar 7. Dermatitis atopik pada anak-anak 3


Dermatitis Atopik pada Remaja dan Dewasa
Pada pasien yang lebih tua, dermatitis atopik dapat timbul berupa lesi yang
eritema, berskuama, papul, exudatif, atau plak likenifikasi. Pada remaja, erupsi
sering terjadi pada antecubital dan fossa poplitea, didepan dan samping dari leher,
dahi, dan area sekitar mata. Pada dewasa, distribusibya secara umum tidak jelas
dan ekzema tangan yang kronik biasanya lebih dominan. Erupsi yang terjadi
biasanya terjadi pada seluruh tubuh yang utamanya pada area flexor. Secara umum
biasanya kulit kering dan kemerahan, diamana likenifikasi dan papul lebih
dominan. Rasa gatal biasanya muncul sebagai respon terhadap stress dan terjadi
saat malam hari ketika akan tidur atau terjadi sepanjang malam. 3

Gambar 8. Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa 3

Terdapat banyak faktor yang dapat mencetuskan dermatitis atopik,


diantaranya seperti alergi, infeksi, emosional, keadaan iklim dan keadaan
lingkungan lainnya. Pada awal kehidupan, atopik pada infantil berkembang
menjadi ekzema berdasarkan kemungkinan sindrom atopik tersebut, yang mana
termasuk didalamnya yaitu ekzema, asma, dan rhinitis. 5

VI. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis pasien dengan dermatitis atopik dapat digunakan 2
kriteria yakni kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis dapat ditegakkan bila
terdapat sekurang-kurangnya 3 gejala dari kriteria mayor dan sekurang-kurangnya
3 gejala dari kriteria minor. 4

Gambar 9. Kriteria mayor dan kriteria minor pada DA 1


Adapaun pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis dermatitis atopik
adalah:
- Tes Prick dengan jenis makanan yang umum dimakan dan alergen inhalan
- Allergen-specific IgE determinations.
- Tes Patch Atopi. 2

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding pada penyakit ini berhubungan dengan perubahan lesi
di sepanjang hidup pasien dan lokasi distribusi dari lesi. Gambaran klasik dari lesi
di wajah, bagian flexor tubuh, atau daerah nuchal merupakan ciri yang tipikal dan
dapat didiagnosis dengan segera.
Pada infantil dengan keterlibatan kulit kepala, dermatitis seboroik biasanya
dijadikan sebagai salah satu diagnosis banding. Gejala akan menunjukkan adanya
dermatitis atopik setelah usia 6 bulan, sedangkan dermatitis seboroik dapat
didiagnosis sebelumnya.Dermatitis kontak alergi juga sering dijadikan sebagai
diagnosis banding. Pada dewasa dapat didiagnosis banding dengan hand
dermatitis, eyelid dermatitis, atau nuchal dermatitis. 2

Gambar
10. Differential Diagnosis untuk DA 1
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah mengeliminasi adanya inflamasi dan infeksi, menjaga
dan mengembalikan pertahanan stratum korneum. Terapi biasanya menggunakana
agen anti-gatal untuk mengurangi kerusakan pada kulit yang mengalami inflamasi.
Biasanya, pasien yang menjalani terapi akan diperiksa kembali setelah 3 minggu.

Kegagalan terapi sering disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien dalam


menjalankan terapi, alergi terhadap obet, dan faktor stress. 3
Terapi topikal
Terapi kortikosteroid adalah terapi dominan dalam pengobatan dermatitis
atopik. Pada anak-anak, low-potency steroid dapat digunakan, contohnya
Hydrocortison 1 % atau 2.5 %. Kortikosteroid dioleskan 1 kali/hari biasanya dapat
memberikan hasil yang efektif, dan berdampak sama dengan pasien yang
dioleskan kortikosteroid lebih sering. Kortikosteroid seperti dasonide dan aclovate
dapat pula digunakan. Pada pasien dewasa, medium-potency corticosteroid dapat
digunakan, seperti triamkinolon. Koertokisteroid jenis ini sering digunakan
kecuali untuk daerah wajah. Pemakaian yang dianjurkan adalah sekali dalam
seminggu. 3
Terapi sistemik
Anti-histamin dapat digunakan dalam terapi dermatitis atopik.
Hydroxyzine (Atarax atau Vistaril), Diphenhydramine (Benadryl) atau
Chlorpheniramine (Chlor-Trimeton)sering diberikan pada anak-anak. Sedangkan
pada dewasa, hydroxyzine atau doxepin (sinequan) dalam dosis 10-75 mg single
dose dapat digunakan. Pasien harus diingatkan bahwa obat ini memiliki efek
samping sedatif. Untuk pasien yang mengalami infeksi, paling sering
staphylococcus, obat dari golongan cephalosporin dan penicillin dapat digunakan.
Obat ini biasanya dikombinasi dengan obat oral rifampisin 600 mg/hari untuk 10
hari. 3
Secara umum, terapi antibiotik sistemik hanya digunakan untuk mengobati
infeksi yang didapatkan dari lesi eksaserbasi akut. Terapi dianjurkan untuk dijalani
selama 3 minggu. 3
Fototerapi
Cahaya matahari memberikan banyak manfaat pada pasien dermatitis
atopik. Namun, sinar yang teramat panas dapat menceuskan pruritus yang
memperberat kondisi pasien. Broadband UVB, Broadband UVA, Narrowband
UVB (311 nm), UVA-1 (340 hingga 400 nm) dan kombinasi fototerapi dengan
UVA-B menjadi terapi adjuvan yang bermanfaat untuk pasien dermatitis atopik.
Investigasi dari fotoimunologi yang bertanggungjawab atas keefektifan dari terapi
menunjukkan bahwa sel Langerhans epidermis dan eosinofil mungkin merupakan
sasaran dari UVA fototerapi, sedangkan UVB yang diberikan menghasilkan efek
imunosupressant dengan cara memblokir fungsi antegen-presenting Langerhans
cell dan mengubah produksi keratinosit sitokin. Indikasi pada fotokemoterapi
dengan psoralen dan UVA adalah pasien dengan dermatitis atopik yang parah dan
menyebar. Efek samping jangka pendek bagi terapi ini adalah eritema, nyeri kulit,
pruritus, dan depigmentasi. Adapun efek samping jangka panjang adalah proses
penuaan yang prematur dan juga malignansi kulit. 3

Identifikasi dan Eliminasi Faktor Pencetus


Pasien dermatitis atopik lebih sensitif terhadap bahan iritan berbanding
dengan orang normal. Oleh itu, adalah penting bagi pasien untuk mengidentifikasi
dan mencegah faktor yang bisa mencetuskan itch-scratch cycle (siklus gatalgaruk). Faktor pencetus ini antaranya adalah sabun dan deterjen, kontak dengan
bahan kimia, asap, memakai pakaian baru, dan paparan pada suhu dan
kelembapan yang ekstrim. Apabila menggunakan sabun, pasien harus
mengurangkan durasi kontak dengan bahan tersebut dan menggunakan sabun
yang mempunyai pH yang menghampiri pH neutral.pakaian baru harus dicuci
terlebih dahulu sebelum dipakai untuk mengurangkan kadar formaldehid dan
bahan kimia yang lain. Deterjen yang tertinggal pada pakaian turut bisa
menyebabkan iritasi kulit. Sebaiknya, penggunaan deterjen serbuk diganti dengan
deterjen cecair saja. 1
Kondisi persekitaran seperti suhu panas dan lembap serta berkeringat harus
disesuaikan mengikut kondisi pasien agar tidak memperberat penyakit. Walaupun
sinaran cahaya matahari memberi manfaat kepada penderita dermatitis atopik,
namun paparan yang berlebihan harus dicegah. 3
Alergen spesifik
Alergen yang berpotensi untuk mengeksaserbasi dermatitis atopik adalah seperti
berikut: makanan, inhalasi (debu/habuk, bulu haiwan, pollen bunga). Alergen ini
harus diidentifikasi secara teliti dalam anamnesis dengan pasien serta dilakukan
tes tusuk (skin prick test) dan test serum IgE pada pasien. 1
Stres emosional
Stres bukanlah penyebab terjadinya dermatitis atopik, tetapi ianya bisa
mengeksaserbasi gejala dari penyakit ini. Dermatitis atopik biasanya berespon
dengan pasien yang sedang dalam kondisi stres, malu frustasi dan berbagai stres
emosional yang lain. Respon ini disertai dengan rasa gatal dan diikuti degan
tindakan menggaruk. Kadangkala, perilaku menggaruk ini menjadi kebiasaan pada
sesetengah pasien. Relaksasi dan modifikasi perilaku dapat membantu pasien
mengatasi kebiasaan ini.1
Agen infeksi
Bagi pasien yang telah terkena infeksi atau kolonisasi S.aureus berat, terapi
dengan antibiotik anti-stafilokokal sangat membantu. Pasien yang tidak
terkolonisasi dengan tipe aureus yang resisten bisa dirawat dengan sefalosporin
atau penicillinase resistant-penicillin (dicloxacilin, oxacilin, cloxacilin). Akibat
dari peningkatan satfilokokus yang resisten-eritromisin, maka telah diperkenalkan
obat-obatan baru seperti makrolida yang baru untuk merawat dermatitis atopik.1
Herpes simpleks bisa memprovokasi dermatitis yang rekuren dan sering tersalah
diagnosa dengan infeksi S.aureus. Jika terdapat punched-out lesion, vesikel,
dan/atau lesi pada kulit yang terinfeksi tetapi tidak berepon dengan antibiotik oral,
maka pemeriksaan penunjang yang mengarah ke H.simpleks harus dilakukan.
Antara pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah pewarnaan Giemsa

dengan smear Tzanck (sampel diambil dari dasar vesikel), test direct
immunofluorescence assay, identifikasi material genetik herpes dengan PCR, atau
dengan kultur virus. Untuk infeksi yang dicurigai disebabkan oleh herpes
simpleks, obat anti-inflamatorik harus dihentikan seketika. Pada orang dewasa
dengan lesi herpes simpleks pada kulit, terapi yang bisa diberikan kepada pasien
adalah acyclovir 400 mg peroral 3 kali sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral
4 kali sehari selama 10 hari. Terapi intravena juga bisa diberikan pada pasien
dengan ekzema herpeticum berat yang menyebar. Infeksi dermatofita bisa
mempersulit dermatitis atopik dan menyumbang kepada eksaserbasi aktivitas
penyakit. Pasien dengan infeksi dermatofita bisa di rawat dengan anti-jamur
sistemik atau topikal.1
Pruritus
Terapi pruritus harus mengarah langsung ke penyebab utamanya. Reduksi
inflamasi kulit dan kulit kering dapat diatasi dengan cara mengaplikasikan
glukokortikoid topikal dan hidrasi kulit. Tindakan ini dipercayai dapat
mengurangkan efek pruritus. Beberapa anti-histamin mempunyai efek ansiolitik
ringan dan bisa mengurangkan gejala simptomatik melalui efek penenang dan
sedatif. Disebabkan pruritus bertambah berat pada malam hari, antihistamin yang
mempunyai efek sedatif (eg: hydroxyzine atau diphenhydramine) mampu
memberi banyak kelebihan pada pasien. Sekiranya pruritus nokturnal bertambah
berat, maka penggunaan jangka pendek obat sedatif dapat diberikan. Rawatan
antibiotik dengan antihistamin topikal tidak direkomendasikan karena berpotensi
mencetuskan sensitisasi pada kulit. Namun begitu, aplikasi krem topikal doxepin
5% selama 1 minggu dapat mereduksi severitas pruritus tanpa mengakibatkan
sensitisasi.1

Gambar 11. Alur pengobatan


pada DA1
IX. PROGNOSIS
Penentuan prognosis sangat sulit untuk diprediksi pada kasus yang
mengenai individu. Bagaimanapun, anak dengan tingkat keparahan yang tinggi,
kemunculan gejala yang lebih awal, yang juga memiliki riwayat asma, demam
panas, dan riwayat keluarga dengan dermatitis atopik memiliki kemungkinan
untuk menderita penyakit ini dalam jangka waktu yang lama. Pada anak-anak
dengan tingkat IgE yang tinggi terhadap makanan dan antigen inhalan pada 2
tahun pertama usianya memiliki prognosis penyakit yang buruk.5
Baru-baru ini telah diketahui bahwa keterlibatan kepala dan leher pada
orang dewasa memperlihatkan penyakit yang kronik. Selain itu, pasien dewasa
dengan atopik tetap sangat beresiko untuk mengalami dermatitis kontak iritan
pada daerah tangan sebagai akibat dari pekerjaan.5
X. KOMPLIKASI

Okuler
Komplikasi pada mata yang berhubungan dengan dermatitis atopik berat
menyumbang untuk terjadinya morbiditas yang signifikan. Dermatitis kelopak
mata dan blefaritis kronik sering dikaitkan dengan dermatitis atopik serta
sering mengakibatkan gangguan visus yang terjadi akibat skar pada kornea.
Keratokonjungtivits atopik biasanya terjadi bilateral dan bisa disertai dengan
gejala lain seperti gatal, sensasi terbakar, mata yang berair, serta keluar cairan
mucoid yang banyak. Konjungtivitis vernal adalah proses inflamatori kronik
berat yang terjadi secara bilateral dan disertai dengan hipertrofi papilaris atau
cobblestone pada konjungtiva kelopak mata atas. Sensasi prutitus diperberat
dengan paparan terhadap iritan, cahaya, atau keringat. Keratokonus pula
adalah deformitas konikal pada kornea yang disebabkan oleh gosokan kronik
pada mata pasien dengan dermatitis atopik dan rhinitis alergi. Sekitar 21%
pasien dengan dermatitis atopik berat menderita katarak. Walaubagaimanapun,
tidak diketahui secara jelas manifestasi primer yang berlaku ini adalah
disebabkan oleh dermatitis atopik sendiri atau daripada penggunaan
glukokortikoid topikal pada sekitar daerah mata.1

Infeksi
Dermatitis atopik biasanya dipersulit dengan infeksi viral pada kulit yang
rekuren disebabkan oleh defek pada fungsi sel T. Infeksi virus yang paling
berat adalah herpes simpleks yang mana penyakit ini bisa terjadi pada pasien
di segenap peringkat umur, menyebabkan terjadinya erupsi Kaposi
variseliform atau ekzema herpetikum. Setelah waktu inkubasi selama 5 hingga
12 hari, lesi yang multipel, gatal, erupsi lesi vesikulopapuler yang menyebar

dan berkelompok akan menjadi hemoragik serta berkrusta. Erosi yang sangat
nyeri serta punched out lesion turut terjadi. Lesi ini bisa bergabung
membentuk lesi yang sangat besar, menjadi gundul, dan bagian yang berdarah
bisa menyebar ke seluruh tubuh. Pada dermatitis atopik, vaksin bagi cacar bisa
menyebabkan terjadinya erupsi berat yang menyeluruh (dikenali juga dengan
vaksinatum ekzema) memberikan gambaran seperti ekzema herpetikum.
Dengan itu, vaksinasi merupakan kontraindikasi pada pasien dermatitis atopik
kecuali ada bukti yang jelas menunjukkan pasien beresiko tinggi untuk terkena
penyakit cacar. Infeksi jamur superfisial juga sering didapatkan pada pasien
dermatitis atopik dan menyumbang kepada severitas penyakit ini. Pasien
dermatitis atopik juga mempunyai tingkat prevalensi yang tinggi untuk
terjadinya infeksi Tricophyton rubrum berbanding dengan pasien non-atopik.1
M.furfur turut mempunyai peran dalam penyakit DA ini. Jamur yang
mempunyai yis lipofilik ini sering terdapat pada area yang terkena seboroik
pada kulit. Antibodi IgE bagi M.furfur dapat ditemukan pada pasien DA dan
sering terdapat pada dermatitis di kepala dan leher. Sensitisasi IgE terhadap
M.furfur sangat jarang ditemukan pada pasien lain atau pasien dengan asma.
Tes tempel alergen terhadap yis ini menunjukkan hasil positif. S.aureus
ditemukan lebih dari 90% pada kulit dengan lesi DA. Krusta yang berwarna
kuning seperti madu, folikulitits, dan pioderma merupakan indikator terjadinya
infeksi sekunder akibat S.aureus dan memerlukan rawatan antibiotik.
Limfadenopati regional turut sering ditemukan. Pada pasien dengan DA berat
dan disertai dengan infeksi S.aureus, bisa diberikan kombinasi terapi
antistafilokokal dan topikal glukokortikoid. Walaupun pustulosis stafilokokal
yang rekuren menjadi masalah yang signifikan pada DA, namun infeksi aureus
yang lebih dalam jarang ditemukan dan perlu mempertimbangkan
kemungkinan yang mengarah ke sindrom imunodefisiensi seperti sindrom
hiper IgE.1

Dermatitis pada tangan


Pasien DA sering menunjukkan gejala non-spesifik dermatitis iritan pada
tangan. Ianya sering diperberat apabila kondisi tangan sentiasa dalam keadaan
basah dan lembap serta mencuci tangan menggunakan sabun, deterjen dan
disinfektan yang mengiritasi. Pasien DA dengan pekerjaan yang melibatkan
kerja basah lebih rentan untuk terjadinya dermatitis tangan dalam jangka
waktu yang lama. Hal ini sering menjadi kausa bagi disabilitas dalam
melakukan pekerjaan.1

Dermatitis eksfoliatif
Pasien dengan keterlibatan bagian kulit yang ekstensif bisa terkena
dermatitis eksfoliatif. Penyakit ini ditandai dengan gejala seperti lesi yang
kemerahan, berskuama, kadang-kadang lesi tersebut luruh/gugur, berkrusta,
terjadi toksisitas sistemik, limfedenopati dan demam. Walaupun komplikasi ini
jarang terjadi, namun ianya bisa mengakibatkan kematian. Kondisi ini
biasanya disebabkan oleh superinfeksi akibat produksi toksin oleh S.aureus

atau infeksi herpes simpleks, iritasi kulit yang menetap atau terapi yang tidak
benar. Dalam kasus tertentu, terminasi penggunaan glukokortikoid harus
dilakukan untuk mengawal severitas dermatitis atopik.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan P. A, Atopic Dermatitis. Fritzpatrick Dermatology in General Medicine,
7th edition. New York : Mcgraw-Hill Medicine, 2008, p : 147-58
2. Sterry W. Dermatitis. Thieme Clinical Companions: Dermatology, 2006,
p: 190-5
3. Aisah S, Hamzah M, Dermatitis Atopik, dalam Djanda A, Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007, p: 138-48
4. Habif PT. Atopic Dermatitis. Clinical Dermatology : A Color Guide to
Diagnosis and Therapy, 4th Edition. Philadelphia : Elsevier Mosby, 2004, p:
105-26
5. James WD, Atopic Dermatitis, Eczema, and Noninfectious Immunodeficiency
Disorder. Andrews Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10 th edition.
2000, p: 69-90
6. Katayama I. et.al. Japanese Guideline for Atopic Dermatitis. Allergology
International, 2011; 60 : 205 - 220

Anda mungkin juga menyukai