Anda di halaman 1dari 33

STUDI CROSS-SECTIONAL

Arie J. Pitono
2013
http://www.jarikecil.com
http://www.jarikecil.com 2 2013
Pendahuluan
Merupakan bentuk studi observasional yang paling sering
dilakukan dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.
Adalah penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya
dilakukan hanya satu kali pada satu saat.
http://www.jarikecil.com 3 2013
Pendahuluan
Dapat bersifat deskriptif
Contoh :
Penentuan nilai normal (nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir, kadar
imunoglobulin pasien asma).
Dapat bersifat analitik
Contoh :
Studi perbandingan antara kadar asam urat pada lansia yang normal dan
yang gemuk.
Studi korelasi antara skor kebugaran tertentu denngan kadar kolesterol.
http://www.jarikecil.com 4 2013
Pendahuluan
Dapat memperoleh prevalens penyakit dalam populasi pada
suatu saat disebut studi prevalens.
http://www.jarikecil.com 5 2013
Pengertian Dasar
Variabel independen / faktor risiko dan variabel dependen /
efek dinilai secara simultan pada satu saat (bukan semua
subyek diperiksa pada hari / saat yang sama) tidak ada
follow-up.
Digunakan terutama untuk mempelajari faktor risiko penyakit
yang memiliki onset yang lambat (slow onset) dan lama sakit
(duration of illness) yang panjang.
http://www.jarikecil.com 6 2013
Pengertian Dasar
Tidak dapat digunakan untuk memperoleh angka insidens.
Hasil pengamatan untuk mengidentifikasi faktor risiko disusun
dalam tabel 2 2.
Pengertian Dasar
Efek
Ya Tidak Jumlah
Faktor
Risiko
Ya a b a + b
Tidak c d c + d
Jumlah a + c b + d a + b + c + d
http://www.jarikecil.com 8 2013
Pengertian Dasar
Yang dihitung adalah rasio prevalens, yaitu perbandingan
antara prevalens penyakit / efek pada subyek kelompok yang
memiliki faktor risiko dengan prevalens penyakit / efek pada
subyek kelompok yang tidak memiliki faktor risiko.
RP =
a (a+b)
c (c+d)
http://www.jarikecil.com 9 2013
Pengertian Dasar
Risiko relatif yang sebenarnya hanya dapat diperoleh dengan
penelitian kohort, dengan membandingkan insidens penyakit
pada kelompok dengan risiko dengan insidens penyakit pada
kelompok tanpa risiko.
http://www.jarikecil.com 10 2013
Langkah
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis.
2. Mengidentifikasi variabel penelitian.
3. Menetapkan subyek penelitian.
4. Melaksanakan pengukuran.
5. Melakukan analisis.
http://www.jarikecil.com 11 2013
Interpretasi Hasil
RP harus selalu disertai dengan nilai interval kepercayaan (IK)
/ confidence interval (CI) yang dikehendaki, misalnya IK 95%.
IK menunjukkan rentang RP yang diperoleh pada populasi
terjangkau apabila sampling dilakukan berulang-ulang dengan
cara yang sama.
http://www.jarikecil.com 12 2013
Interpretasi Hasil
Nilai RP = 1, artinya variabel yang diduga sebagai faktor risiko
tidak ada pengaruhnya pada terjadinya efek.
Misal :
RP pemakaian kontrasepsi oral pada awal kehamilan terhadap terjadinya
penyakit jantung bawaan pada bayi =1.
Artinya pemakaian kontrasepsi oral oleh ibu bukan merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan.
http://www.jarikecil.com 13 2013
Interpretasi Hasil
Nilai RP > 1 dan IK tidak mencakup angka 1, artinya variabel
yang diduga sebagai faktor risiko memang merupakan faktor
risiko timbulnya penyakit.
Misal :
RP pemakaian KB suntik pada ibu menyusui terhadap kejadian kurang gizi
pada anak =2.
Artinya KB suntik merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi gizi pada
bayi, dimana bayi yang ibunya menggunakan KB suntik memilliki risiko
menderita defisiensi gizi 2 kali lebih besar dibandingkan bayi yang ibunya
tidak menggunakan KB suntik.
http://www.jarikecil.com 14 2013
Interpretasi Hasil
Nilai RP < 1 dan IK tidak mencakup angka 1, artinya Variabel
yang diduga sebagai faktor risiko merupakan faktor protektif.
Misal :
RP pemberian ASI terhadap kejadian diare pada bayi =0,3.
Artinya pemberian ASI merupakan pencegah terjadinya diare pada bayi,
dimana bayi yang diberi ASI memilliki risiko untuk mengalami diare 0,3 kali
dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI.
http://www.jarikecil.com 15 2013
Interpretasi Hasil
Nilai IK mencakup angka 1, artinya populasi yang diwakili oleh
sampel tersebut mungkin nilai RP-nya = 1, sehingga tidak
dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji merupakan faktor
risiko atau faktor protektif.
http://www.jarikecil.com 16 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
Mencari hubungan antara kebiasaan menggunakan obat
nyamuk semprot dengan batuk kronik berulang (BKB) pada
anak balita.
http://www.jarikecil.com 17 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis.
Pertanyaan penelitian : Apakah terdapat hubungan antara
kebiasaan menggunakan obat nyamuk semprot dengan
kejadian BKB pada anak balita?
Hipotesis : Penggunaan obat nyamuk semprot
berhubungan dengan kejadian BKB pada anak balita.
http://www.jarikecil.com 18 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
2. Mengidentifikasi variabel penelitian.
Faktor risiko yang diteliti : Penggunaan obat nyamuk
semprot.
Efek : BKB pada balita.
Faktor risiko yang tidak diteliti : Riwayat asma dalam
keluarga, tingkat sosial ekonomi, jumlah anak, dll.
Semua istilah tsb. harus dibuat definisi operasionalnya dengan
jelas, sehingga tidak bermakna ganda.
http://www.jarikecil.com 19 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
3. Menetapkan subyek penelitian.
Populasi terjangkau : Anak balita pengunjung poliklinik
yang tidak memiliki riwayat asma dalam keluarga, tingkat
sosial ekonomi tertentu, jumlah anak dalam keluarga
tertentu.
Sampel : Dipilih sejumlah anak balita sesuai dengan
perkiraan besar sampel. Cara pemilihan dengan random
sampling.
http://www.jarikecil.com 20 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
4. Melaksanakan pengukuran.
Faktor risiko : Ditanyakan apakah di rumah subyek
digunakan obat nyamuk semprot.
Efek : Dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subyek
menderita BKB.
http://www.jarikecil.com 21 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
5. Melakukan analisis.
Misal :
Terdapat 100 orang anak yang terpajan obat nyamuk
semprot, 30 orang di antaranya menderita BKB.
Terdapat 150 orang anak yang tidak terpajan obat
nyamuk semprot, 15 orang di antaranya menderita BKB.
Contoh Studi Cross-Sectional
BKB
Ya Tidak Jumlah
Obat
Nyamuk
Ya 30 70 100
Tidak 15 135 150
Jumlah 45 205 250
http://www.jarikecil.com 23 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
Maka :
Prevalens BKB pada kelompok anak yang terpajan obat
nyamuk semprot = 30 / 100 = 0,3.
Prevalens BKB pada kelompok anak yang tidak terpajan
obat nyamuk semprot = 15 / 150 = 0,1.
Rasio Prevalens = 0,3 / 0,1 = 3,0
http://www.jarikecil.com 24 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
Selanjutnya hitung interval kepercayaan RP tsb :
Bila IK 95% RP tsb selalu di atas nilai 1 (misalnya antara
1,6 s.d. 5,6), artinya dalam populasi 95% RP terletak di
antara 1,6 s.d. 5,6, sehingga dapat disimpulkan bahwa
benar penggunaan obat nyamuk semprot merupakan
faktor risiko untuk terjadinya BKB pada anak balita.
http://www.jarikecil.com 25 2013
Contoh Studi Cross-Sectional
Namun, meskipun RP-nya 3 tetapi IK-nya mencakup nilai
1 (misalnya antara 0,6 s.d. 6,7), maka penggunaan obat
nyamuk semprot tidak dapat dikatakan bermakna sebagai
faktor risiko untuk terjadinya BKB pada anak balita.
Hal tsb dapat disebabkan oleh karena obat nyamuk
semprot memang bukan faktor risiko terjadinya BKB pada
anak balita atau jumlah subyak yang diteliti kurang
banyak.
http://www.jarikecil.com 26 2013
Kelebihan Studi Cross-Sectional
Relatif mudah, murah, hasil cepat diperoleh.
Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat,
sehingga generalisasinya cukup memadai.
Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
J arang terancamloss to follow-up (drop out).
Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian
kohort atau eksperimen.
Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang
bersifat konklusif.
http://www.jarikecil.com 27 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Sulit untuk menentukan sebab dan akibat (temporal
relationship tidak jelas).
Contoh : Hubungan antara diare dan malnutrisi.
Diare kronik dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.
Malnutrisi dapat menyebabkan sindrom malabsorbsi dengan gejala diare
kronik.
http://www.jarikecil.com 28 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Lebih banyak menjaring subyek yang memiliki masa sakit
relatif panjang.
Individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal memiliki kesempatan
yang lebih kecil untuk terjaring.
Bila karakteristik individu yang cepat sembuh atau cepat meninggal
berbeda dengan yang memiliki masa sakit panjang, dapat terjadi bias
(salah interpretasi hasil penelitian).
http://www.jarikecil.com 29 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Diperlukan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila
variabel yang dipelajari banyak.
http://www.jarikecil.com 30 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Tidak dapat menggambarkan perjalanan penyakit, insidens,
maupun prognosis.
http://www.jarikecil.com 31 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang.
Contoh :
Pada populasi usia 45-59 tahun diperlukan minimal 10.000 subyek untuk
mendapatkan 1 kasus kanker lambung.
http://www.jarikecil.com 32 2013
Kekurangan Studi Cross-Sectional
Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek
suatu faktor risiko selama periode tertentu dapat
disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.
Contoh :
Frekuensi HLA-A2 tinggi pada pasien LLA
kesan : pasien dengan HLA-A2 memiliki risiko yang lebih besar untuk
menderita LLA.
Kemudian terbukti bahwa HLA-A2 justru memiliki prognosis yang baik
dijumpai lebih banyak pasien dengan HLA-A2.
http://www.jarikecil.com 33 2013
Kepustakaan
Ghazali MV, Sastromihardjo S, Soedjarwo SR, Soelaryo T,
Pramulyo HS. 2011. Studi Cross-Sectional, dalam
S.Sastroasmoro & S.Ismael, Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis, Edisi ke-4. J akarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai