Anda di halaman 1dari 11

NEURALGIA POST HERPETIK

I. PENDAHULUAN
Neuralgia post herpetik (PHN) merupakan komplikasi yang serius dari herpes
zooster yang sering terjadi pada orang tua. Menurut Dworkin, 1994, mendefinisikan
neuralgia post herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau
3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster).. Sesuai dengan definisi sebelumnya
maka The International Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia
post herpetika sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai
atau nyeri yang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.
1,2,3

Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zooster. Herpes
Zooster adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebut
dengan varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia
adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV).
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama
nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus
kranialis VII (fasialis) pada ganglion genikulatum.
4,5,6,7,8

Kebanyakan data insidensi herpes zoster dan neuralgia post herpertik didapatkan
dari data Eropa dan Amerika Serikat.. Sindrom nyeri ini menyerang 5 hingga 10% orang
yang terkena herpes zoster. Tetapi berlaku tiga kali lipat pada individu berusia di atas 60
tahun. Penelitian Choo 1997 melaporkan prevalensi terjadinya neuralgia post herpetik
setelah onset ruam herpes zoster sejumlah 8 kasus/100 pasien dan 60 hari setelah onset
sekitar 4.5 kasus/100 pasien. Sehingga berdasarkan penelitianChoo, diperkirakan angka
terjadi neuralgia post herpetik sekitar 80.000 kasus pada 30 hari dan 45.000 kasus pada 60
hari per 1 juta kasus herpes zoster di Amerika Serikat per tahunnya. Sedangkan belum
didapatkan angka insidensi Asia Australia dan Amerika Selatan, tetapi presentasi klinis
dan epidemiologi herpes zoster di Asia, Australia dan Amerika Selatan mempunyai pola
yang sama dengan data dari Eropa dan Amerika Serikat. Pada herpes zoster akut hampir
100% pasien mengalami nyeri, dan pada 10-70%nya mengalamia neuralgia post herpetik.
Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan mencapai
48%. Dari data di atas dapat di lihat bahwa faktor risiko yang begitu signifikan adalah
seiring dengan pertambahan umur. Faktor resiko lain yang mempunyai peranan pula
dalam menimbulkan neuralgia post herpetik adalah gangguan sistem kekebalan tubuh,
pasien dengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma), lama terjadinya ruam.
1,3,9

II. FISIOLOGI PENGHANTARAN NYERI
Menurut The International Association for the Study of Pain Nyeri adalah rasa
inderawi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau yang
berpotensi rusak atau sesuatu yang tergambarkan seperti itu.Kualitas dan intensitas rasa nyeri
dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa nyeri serta faktor-faktor psikologis.
2,10,
11

Pada dasarnya susunan saraf terdiri dari sel-sel spesifik yang berfungsi menerima
rangsangan sensorik dan meneruskannya ke organ-organ efektor, baik muskular maupun
kelenjar. Stimulus yang diterima baik dari luar maupun dari dalam tubuh dihubungkan di
dalam susunan saraf. Saraf-saraf ini mempunyai spesifikasi yang tertentu sehingga ia mampu
menerima rangsangan yang khusus.
12

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
11,13

Untuk berbicara lebih lanjut tentang neuralgia (nyeri pada daerah distribusi
saraf), harus diketahui terlebih dahulu tentang kerja saraf yang membawa rangsangan
nyeri ini. Sinyal nyeri dalam tubuh kita dibawa oleh beberapa serabut saraf yang kecil
yaitu serabut saraf tipe A-delta dan tipe C. Serabut saraf tipe A-delta (serabut tebal)
berdiameter 1-4 , dengan kecepatan 5-15 m/s sedangkan serabut saraf tipe C (serabut
halus) berdiameter lebih kecil sebesar 0,2-1,0 dan membawa stimulus dengan kecepatan
0,2-2,0 m/s. Ini bermakna, serabut tipe A lebih besar dan mampu menghantar stimulus
dengan kecepatan yang lebih tinggi. Stimulus yang dihantar oleh kedua serabut saraf ini
juga memberi sensasi nyeri yang berbeda. Serabut saraf tipe A membawa nyeri tajam,
tusuk dan selintas sedangkan serabut saraf tipe C membawa nyeri lambat dengan rasa
terbakar dan berkepanjangan.
11

Gambar 1. Proses penghantaran
nyeri
14

Antara kerusakan
jaringan sebagai sumber
rangsang nyeri, sampai dirasakan
sebagai persepsi nyeri, terdapat
suatu rangkaian proses elektro
fisiologik yang secara kolektif
disebut nosisepsi (nociception).
Ada empat proses yang jelas
yang terjadi pada suatu nosisepsi,
yakni:
2,11,13

1. Proses Transduksi
(transduction), merupakan proses
di mana suatu rangsang nyeri
(noxious stimuli) diubah menjadi
suatu aktifitas listrik, yang akan
diterima oleh ujung-ujung saraf (nerve endings). Rangsang ini dapat berupa rangsang
fisik, suhu, ataupun kimia;
2. Proses Transmisi (transmission), dimaksudkan sebagai perambatan rangsang melalui
saraf sensoris menyusul proses transduksi
3. Proses Modulasi (modulation), adalah proses di mana terjadi interaksi antara sistem
analgesilk endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Jadi
merupakan proses desendern yang dikontrol oleh otak seseorang. Analgesik endogen
ini meliputi endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki kemampuan
menekan asupan nyeri pada kornu posterior. Kornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam menyalurkan asupan
nyeri. Peristiwa terbuka dan tertutupnya pintu gerbang tersebut diperankan oleh sistem
analgesik endogen di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri
menjadi sangat pribadi dan subjektif pada setiap orang. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh latar belakang budaya, pendidikan, atensi, serta makna atau arti dari suatu
rangsang
4. Persepsi (perception), adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik
yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.
III. PATOFISIOLOGI
Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varisella atau cacar air. Pajanan
pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke tubuh melalui sistem
respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan menyebar melalui aliran
darah sehingga terjadi viremia dengan manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh.
Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus
ini bersarang di ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.
1,15

Gambar 2.Laten dan Reaktivasi
Virus VaricellaZoster.
16

Patogenesis terjadinya herpes
zoster disebabkan oleh reaktivasi dari
virus varisella zoster yang hidup secara
dorman di ganglion. Imunitas seluler
berperan dalam pencegahan pemunculan
klinis berulang virus varicella zoster
dengan mekanisme tidak diketahui.
Hilangnya imunitas seluler terhadap virus
dengan bertambahnya usia atau status
imunokompromis dihubungkan dengan
reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi,
virus berjalan di sepanjang akson menuju
ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial.
Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis
sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama Lipschutz
inclusion body. Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis hemoragik,
dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan
proses sklerosis . Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.
1

Beberapa perubahan patologi yang dapat ditemukan pada infeksi virus varisella
zoster:
1

1. Reaksi inflamatorik pada beberapa unilateral ganglion sensorik di saraf spinal atau saraf
kranial sehingga terjadi nekrosis dengan atau tanpa tanda perdarahan.
2. Reaksi inflamatorik pada akar spinal dan saraf perifer beserta ganglionnya.
Virus herpes zooster kebanyakan memusnahkan sel-sel ganglion yang berukuran
besar. Yang luput dari maut dan tersisa adalah sel-sel berukuran kecil. Mereka tergolong
dalam serabut halus yang mengahantarkan impuls nyeri, yaitu serabut A-delta dan C.
Sehingga semua impuls yang masuk diterima oleh serabut penghantar nyeri. Selain itu pada
saraf perifer terjadi perlukaan mengakibatkan saraf perifer tersebut memiliki ambang aktivasi
yang lebih rendah sehingga menimbulkan hyperesthesia yaitu respon sensitifitas yang
berlebihan terhadap stimulus. Hal ini menunjukkan adanya kelainan pada proses
transduksi.
1,2,4,11,17

Penghantaran nyeri pada proses transmisi juga mengalami gangguan. Hal ini
diakibatkan oleh hilangnya impuls yang disalurkan oleh serabut tebal maka semua impuls
yang masih bisa disalurkan kebanyakan oleh serabut halus. Akibatnya sumasi temporal tidak
terjadi, karena impuls yang seharusnya dihantarkan melalui serabut tebal dihantarkan oleh
serabut halus. Karena sebagian besar dari serabut tebal sudah musnah, maka mayoritas dari
serabut terdiri dari serabut halus. Karena itu sumasi temporal yang wajar hilang.
1,2,4,11,17

Dengan hilangnya sumasi temporal maka proses modulasi yang terjadi pada kornu
posterior tidak berjalan secara normal akibatnya tidak terjadi proses antara sistem analgesilk
endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Kornu posterior adalah pintu
gerbang untuk membuka dan menutup jalur penghantaran nyeri. Hal ini dapat mengakibatkan
munculnya gejala hyperalgesia.
1,2,4,11,17

Maka dari itu impuls yang dipancarkan ke inti thalamus semuanya tiba kira-kira
pada waktu yang sama dan hampir semuanya telah dihantarkan oleh serabut halus yang
merupakan serabut penghantar impuls nyeri. Kedatangan impuls yang serentak dalam jumlah
yang besar dipersepsikan sebagai nyeri hebat yang sesuai dengan sifat neuralgia. Sesuai
dengan tipe pada penghantaran serabut saraf masing-masing, yaitu serabut saraf tipe A
membawa nyeri tajam, tusuk dan selintas sedangkan serabut saraf tipe C membawa nyeri
lambat dengan rasa terbakar dan berkepanjangan. Hal ini mengakibatkan timbulnya allodinia,
yaitu nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal (secara normal semestinya tidak
menimbulkan nyeri).
1,2,4,11
,
17

IV. MANIFESTASI KLINIS
Tanda khas dari haerpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan parasthesia
pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga
fase: 1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu, 2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit
tetapi < 4 bulan, 3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset
lesi kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
1,3

G
amb
ar
3.
Her
pes
Zos
ter
akut
18,19,
20

Pada umumnya penderita dengan herpes
zoster berkunjung ke dokter ahli penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung
gelembung herpesnya. Keluhan penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual,
lemah tubuh. 48-72 jam kemudian, setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular
eritematosa unilateral mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi
lesi vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai berat
sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu penderitanya.
Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai mengering. Durasi penyakit
biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit kembali normal dibutuhkan waktu sampai
berminggu-minggu.
1,6

Penyakit ini dapat sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang
ditimbulkan diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan
sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek maupun
jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau beberapa minggu sebelum
timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering dilaporkan adalah nyeri seperti rasa
terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang
merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum
listrik. Nyeri sendiri dapat diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia),
rasa gata-gatal yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi
rangsang yang berulang.
1

. Pada masa gelembung gelembung herpes menjadi kering, orang sakit mulai
menderita karena nyeri hebat yang yang dirasakan pada daerah kulit yang terkena. Nyeri
hebat itu bersifat neuralgik. Di mana nyeri ini sangat panas dan tajam, sifat nyeri neuralgic ini
menyerupai nyeri neuralgic idiopatik, terutama dalam hal serangannya yaitu tiap serangan
muncul secara tiba tiba dan tiap serangan terdiri dari sekelompok serangan serangan kecil
dan besar. Orang sakit dengan keluhan sakit kepala di belakang atau di atas telinga dan tidak
enak badan. Tetapi bila penderita datang sebelum gelembung gelembung herpes timbul,
untuk meramalkan bahwa nanti akan muncul herpes adalah sulit sekali. Bedanya dengan
neuralgia trigeminus idiopatik ialah adanya gejala defisit sensorik. Dan fenomena paradoksal
inilah yang menjadi ciri khas dari neuralgia post herpatik, yaitu anestesia pada tempat
tempat bekas herpes tetapi pada timbulnya serangan neuralgia, justru tempat tempat bekas
herpes yang anestetik itu yang dirasakan sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post
herpatik sering terjadi di wajah dan kepala. Jika terdapat di dahi
dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum dan yang di daun telinga neuralgia
postherpatikum otikum.
6,28

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
8,21,25,27

1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan neurologis lainnya.
2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus
3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus
4. Pleositosis ditemui pada 46% kasus, peningkatan protein 26% dan DNA VZV 22% kasus.
5. Smear vesikel dan PCR untuk konfirmasi infeksi.
6. Kultur viral atau pewarnaan immunofluorescence bisa digunakan untuk membedakan
herpes simpleks dengan herpes zoster
7. Mengukur antibodi terhadap herpes zoster. Peningkatan 4 kali lipat mendukung diagnosis
herpes zoster subklinis.
VI. PENATALAKSANAAN
Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita dengan
neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis :
1

1. Terapi Farmakologis
a. Antivirus
Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes zoster yang timbul
akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian asiklovir, Valacyclovir,
Famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosis anjuran 5 x 800 mg/hari selama 7 10 hari
diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.Efek samping yang dapat ditemukan dalam
penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah, anoreksia,
edema, dan radang tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan dosis anjuran 1 mg/hari
selama 7 hari secara oral. Efek samping yang dapat ditemukan da;lam penggunaan obat ini
adalah mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan dosis
anjuran 500 mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam penggunaan opbat ini
adalah mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.
1,3,22

b. Analgesik
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik.
Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik non opioid seperti NSAID dan
parasetamol mempunyai efek analgesik perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil
terhadap nyeri neuropatik. Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas
lebih baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja
sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada
sebuah penelitian, jika dosis tramadol dititrasi hingga maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4
dosis. Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya amnesia pada
orang tua. Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan
pada kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek toleransi dan takifilaksisnya.
Dosis yang digunakan maksimal 60 mg/hari.
1,22

c. Anti epilepsi
Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan 1) memodulasivoltage-gated sodium
channel dan kanal kalsium, 2) meningkatkan efek inhibisi GABA, dan 3) menghambat
transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik. Gabapentin bekerja pada akson terminal
dengan memodulasi masuknya kalsium pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan.
Karena bekerja secara sentral, gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan
somnolen. Dosis yang dianjurkan sebesar 1800-3600 mg/d . Karbamazepin, lamotrigine
bekerja pada akson terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga terjadi hambatan.
Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti halnya
gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun berikatan dengan subunit
dari voltage-gated calcium channel, sehingga mengurangi influks kalsium dan pelepasan
neurotransmiter (glutamat, substance P, dancalcitonin gene-related peptide) pada primary
afferent nerve terminals. Dikatakan pemberian pregabalin mempunyai efektivitas analgesik
baik pada kasus neuralgia paska herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien dengan nyeri
CNS oleh karena trauma medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur
dan ansietas.
1,22

d. Anti depressan
Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia paska
herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok reuptake (pengambilan
kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi
saraf spinal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat antidepressan
trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien mengalami pengurangan nyeri tingkat sedang
hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf baik norepinefrin maupun
serotonin. dengan pemberian tricyclic antidepressant seperti amiitriptyline dengan dosis, 25-
150 mg/d secara oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.
TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibanding SSRI (selective
serotonine reuptake inhibitor) seperti fluoxetine, paroxetine, sertraline, dan citalopram.
Alasannya mungkin dikarenakan TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun
norepinefrin, sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin. Efek samping TCA
berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular seperti blok konduksi, takikardi,
dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat meningkatkan berat badan, menurunkan ambang
rangsang kejang, dan hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus
neuralgia pot herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine, desipramine dan
lainnya.
1,22,26

e. Terapi topikal
Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambatvoltage-gated sodium
channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan terhadap terjadinya impuls ektopik spontan.
Obat ini bekerja lebih baik jika kerusakan pada neuron hanya terjadi sebagian, fungsi
nosiseptor tetap ada, dan adanya jumlah kanal sodium yang berlebih. Mekanisme lainnya
adalah dengan memodifikasi aktivitas NMDA.
1,3,22

Lidokain topikal merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang baik dalam
mengobati nyeri neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang baik dengan
penggunaan lidocaine patch 5% untuk pengobatan NPH. Obat ini ditempatkan pada daerah
simtomatik selama 12 jam dan dilepas untuk 12 jam kemudian. Obat ini dapat digunakan
selama bertahun-tahun dan dipakai sebagai pilihan terapi tambahan pada pasien orang tua.
Penggunaan krim topikal seperti capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim capsaicin sampai
saat ini adalah satu-satunya obat yang disetujui FDA untuk neuralgia paska herpetika.
Capsaicin berefek pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah diketahui bahwa neuron ini
melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang menginisiasi nyeri. Dengan
dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi neuron ini. Tetapi sayangnya capsaicin mempunyai
efek sensasi rasa terbakar yang sering tidak bisa ditoleransi pemakainya.
1,3,22

2. Terapi non farmakologis
a. Akupunktur
Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri. Terdapat
beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus neuralgia paska herpetika.
Namun penelitian-penelitian tersebut masih menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak
dan terapi tersebut dikombinasi pula dengan terapi farmakologis.
1

b. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)
Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial hingga komplit pada
beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi penggunaan TENS-pun dianjurkan hanya
sebagai terapi adjuvan/ tambahan disamping terapi farmakologis.
1

c. Vaksin
Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neurlagia Postherpertika pada orang lanjut
usia yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml diberikan secara sub kutan ternyata
efektif. Dari107 orang yang menderita neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin
ternyata dapat mereduksi nyeri yang ditimbulkan hingga 66,5 %.
4, 23

PROGNOSIS
Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan perawatan sejak
dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika respon terhadap analgesik seperti
antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak
respon terhadap terapi medikasi maka diperlukan pencarioan lanjutan untuk mencari terapi
yang sesuai.
6,24

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak
menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu fungsi
sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan
perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik seperti biasa.
1

Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko berulangnya HZ masih
mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur, selama pasien mempunyai daya tahan
tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.
1

PENUTUP
Neuralgia post herpetik adalah nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam
(atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Biasanya di dahului oleh adanya riwayat
menderita varicella pada masa kanak-kanak. Ketika telah berumur tua ,terutama pada usia 50
tahun ke atas, atau dalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan mangalami
reaktivasi. Manifestasi klnis yang sering di jumpai adalah nyeri seperti rasa terbakar,
parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan
respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik.
Penatalkasanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ini tidak terlalu berarti ukup dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisis diagnosa penyakit ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya
tidak buruk pada umumnya dapat sembuh dengan terapi yang teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martin. Ilmiah : Neuralgia Paska Herpetika. 2008. [on
line]http://www.perdossijaya.org/perdossijaya/index.php?option=com_content&view=s
ection&id=7&layout=blog&Itemid=63 92k
2. Tanra, H. Suplement : Nyeri Suatu Rahmat Sekaligus Sebagai Tantangan. Bidang Ilmu
Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar 2005; 26
(3) 75-83
3. K. K. Sra, MD and S. K. Tyring, MD, PhD, MBA. Treatment of Postherpetic Neuralgia.
USA : 2008; (29) [on line] http:// Skin Therapy Letter .com
4. McElveen, W. A., dkk. Emedicine : Postherpetic Neuralgia. 2008. [on line] http//:
1143066-overview.html
5. Djuanda, A dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Penyakit Virus. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1993; (3): 94-95
6. Sidharta, P Neurologi Klinis Dalam Prakteku umum . Jakarta : Dian Rakyat.2004
7. Mayo Foundation For Medical Education And Research. Post Herpetic Neuralgia. 2009
[on line].http://www.mayoclinic.com/health/postherpetic-neuralgia/DS00277
8. U. S. National library of Medicine and The National Institute of health. Medical
Encyclopedia : Neuralgia.2009. [on line].http://medlineplus.com
9. Ropper, A. H. Principles Of Neurology : Viral Infection of the Nervous system, chronic
meningitis, prion disease. New York : McGraw-Hill. 2005 (8) : 643-644
10. Harsono .Kapita Selekta neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University. 2005.
11. Pappagallo, M. The Neurological Basis of Pain : Neurofisiologi of nociception. New
York: McGraw-Hill.2005; (1) : 3-4
12. Snell, R. Neuro Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran :
Pendahuluan dan Organisasi Susunan Saraf. Jakarta : EGC
2006;(1):378
13. Qittun. Artikel Kesehatan : Konsep dasar nyeri. 2008;(1).[on
line]http:// journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/217/217
14. Whitten, C. E, dkk. Treating Chronic Pain: New Knowledge, More Choices. 2005 (9): 4.
[on line] http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://bp2.blogger.com/_N-
RTY7s9S4A/SCXhDQmyP4I/AAAAAAAAAA0/T58w_MjMyGw/s320/nyeri.jpg&img
refurl=http://cetrione.blogspot.com/2008/05/nyeri-
nosiseptif.html&usg=__dFY28Zf7fv5EkDZictLb_5C-
DO4=&h=320&w=314&sz=19&hl=id&start=1&um=1&tbnid=BGN9Xux7zapZ7M:&t
bnh=118&tbnw=116&prev=/images%3Fq%3Dtransduksi%2Bnyeri%26um%3D1%26h
l%3Did%26sa%3DN
15. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental : Saraf Otak. Jakarta:
Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia. 2008; (11): 55-60
16. Donald, G. H. New England Journal of Medicine : Neurologic Complications of the
Reactivation of VaricellaZoster Virus.2000; (342): 635-645.[on line] http//: New
England Journal of Medicine= 635.html
17. Mardjono, M dan Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar : Saraf Otak Dan
Patologinya. Jakarta : Dian Rakyat. 2008; (13) : 158-160
18. McMakins. MicrocurrentTreatments for Postherpetic Neuralgia and Chronic Shingles
Pain.2009. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.drpodell.org/images/s
hingles-pain-and-treament.jpg&imgrefurl=http://www.drpodell.org/shingles-
treatment2.shtml&usg=__RtuVzstF5KI0VnwkCB5rVmL8w-
A=&h=226&w=306&sz=11&hl=id&start=7&um=1&tbnid=EaePtd5O-
3i6JM:&tbnh=86&tbnw=117&prev=/images%3Fq%3Dpain%2Bpost%2Bherpetic%26u
m%3D1%26hl%3Did%26sa%3DG
19. Gnann, JW dkk. New England Journal of Medicine : Herpes Zoster. 2002; (347) :340-
346. [ on line ] http :// New England Journal of Medicine 340.htm
20. Canadian Skin Patient Alliance. Herpes Zooster.
2009. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.skinpatientalliance.ca/files/i
mages/herpes_zoster2.jpg&imgrefurl=http://www.skinpatientalliance.ca/en/skin-conditions-
diseases/herpes-
zoster&usg=__nYpN2B4JX8jCgace0P5T3MrNPno=&h=540&w=720&sz=75&hl=id&start=18&u
m=1&tbnid=0UkAro-
5M4Ns3M:&tbnh=105&tbnw=140&prev=/images%3Fq%3Dpain%2Bpost%2Bherpetic%26um
%3D1%26hl%3Did%26sa%3DG
21. U. S. National Library of Medicine and The National institutes of
Health. Medical Encyclopedia : Neuralgia.2009. [on line].
:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001407.htm
22. Aminoff, M. J. dkk. . Clinical Neirology : Headache and facial pain.
New York : Mc-Graw-Hill. 2005; (6):84-85
23. Oxman , M.N.dkk. New England Journal of Medicine : A Vaccine to
Prevent Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults.
2005; 352(22):2271-2284.[on line]:http:// New England Journal of
Medicine 2271.htm
24. Mansjoer,A dkk. 2005. Kapita Selekta.Ed.2.Jakarta : Universitas Indonesia. 2005
25. Wikipedia. Free Encyclopedia : Post Herpetic Neuralgia. 2009.[on
line].http://en.wikipedia.org/wiki/post herpetic_neuralgia.
26. Kumar, P. Dan Clark, M. Clinical Medicine : CNS Infection and
inflamation. Toronto : W. B. Saunders. 2003;(5):1195.
27. Feldman, E dkk. Atlas of Neuromuscular Diseases : Herpes
Neuropathy. Austria : Springer-Verlag.2005;(1): 281
28. Wilkinson, I dan Lennox, G. Essential Neurology : Post Herpetic
Neuralgia. Australia : Balckwell. 2005;(4):220

Anda mungkin juga menyukai