Anda di halaman 1dari 15

Welcome to My Blog

Blog Kumpulan Askep Blog Kumpulan Askep

S e l a s a , 0 5 J u n i 2 0 1 2
Rheumatoid Arthritis
Ini di comot dari tugas kelompok temanku,,
1. Ari Indra P (10620342)
2. AyuPermatasari (10620346)
3. EgaPratama (10620352)
4. JanuarkoAgung (10620361)
5. NilwanArfiansyah (10620366)
6. Novan Suma P (10620367)
7. NurHanifah (10620369)
8. NurHidayah (10620370)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
semakin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal
kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal
dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang menimbulkan gangguan
muskuloskeletal adalah rheumatoid arthritis. Reumatik dapat
mengakibatkan perubahan otot hingga fungsinya dapat menurun bila otot
pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot.
Dengan meningkatnnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan
baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita rematik.
Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum
sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit,
tetapi merupakan suatu sindrom. Golongan penyakit yang menampilkan
perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semua
menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli
dibidang rematologi,rematik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda.
Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem
Beranda
muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan(rasa kaku) dan kelemahan, serta
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi,kelemahan otot dan
gangguan gerak. (sonarto,1982)
Dari berbagai masalah ksehatan itu ternyata gangguan muskuloskletal
menempati urutan kedua 14,5 % setelah pnyakit kardiovaskuler dalam pola
penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health,1996)
dan berdasarkan WHO di jawa ditemukan bahwa rheumatoid arthritis
menempati urutan pertama ( 49% ) dari pola penyakit lansia (Boedhi
Darmojo et.al, 1991).
1
Rheumatoid Arthritis merupaka kasus panjang yang sering diujikan,biasanya
terdapat banyak tanda-tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan.
Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden puncak dari
rheumatoid arthritis terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini
terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki-laki. Terdapat familial (
HLADR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Rheumatoid arthritis diyakini sebagai
respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus
atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit
rheumatoid arthritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah definisi dari rheumatoid arthritis?
1.2.2 Apa saja klasifikasi dari reumatoid arthritis?
1.2.3 Apakah Etiologi dari rheumatoid arthritis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi hreumatoid arthritis?
1.2.5 Apa Manifestasi klinis rheumatoid arthritis?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan rheumatoid arthritis?
1.2.7 Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan rheumatoid
arthritis?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan muskuloskeletal yaitu rheumatoid arthritis.
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Definisi penyakit Rheumatoid arthritis.
2. Klasifikasi penyakit Rheumatoid arthritis.
3. Etiologi penyakit Rheumatoid arthritis.
4. Patofisiologi penyakit Rheumatoid arthritis.
5. Manifestasi klinis penyakit Rheumatoid arthritis.
6. Penatalaksanaan penyakit Rheumatoid arthritis.
7. Asuhan keperawatan pada pasien dengan rheumatoid arthritis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang rheumatoid arhtritis dan dapat
menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan
rheumatoid arthritis.
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang
rheumatoid arthritis, serta dapat lebih banyak menyediakan
referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang rheumatoid arthtritis
serta mengenali gejala klinis dari rheumatoid arthtritis.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi auto imun
sistemik, kronis dan eksaserbatif yang menyerang persendian dengan
target jaringan sinovia
Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis
dengan gejala nyeri, kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan
berbagai gejala inflamasi lainnya.
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi.Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak
sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-
struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
2.2 Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe,
yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3)
4
Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara
pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat
dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor
lingkungan.(Maini dan Feldmann,1998:Blab et al.,1999).
2.4 Patofisiologi
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam
jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi
edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus.
Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai
dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara
ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak
terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang
cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus (Long, 1996).
2.5 Manifestasi
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan
energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan
sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di
pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis
sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya
penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan
fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah
mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long,
1996).
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah :
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan.
2. Memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas.
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut
yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. PengobatanNutrisi
Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar
salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
Natrium kolin dan asetamenofen meningkatkan toleransi
saluran cerna terhadap terapi obat
Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 600
mg/hari mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid
sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang
diperlukan.
Garam emas
Kortikosteroid
Diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
2.7 Pathway Rematoid Atritis
Reaksi Autoimun, Faktor Metabolik dan Infeksi Virus
Reaksi peradangan
Tanda-tanda radang
Senovial menebal
Pembentukan panus
Penghancuran tulang rawan
Odema
MK,Nyeri
Menghilangnya permukaan sendi
Gerak sendi terganggu
MK. Hambatan mobilitas fisik
Elastisitas otot dan kekakuan otot
MK. Resiko Cidera
Hilangnya Kekuatan Otot
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATRITIS
3.1 PENGKAJIAN
1. Anamnese
a. Identitas
1. Identitas pasien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Suku
Pendidikan
Tanggal MRS
Tanggal pengkajian
No.REG
dx.medis
2. Identitas penanggung jawab
Nama
Umur
Alamat
Agama
Hubungan dengan pasien
b. Keluhan utama
c.
8
Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat psikososial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan
yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas
pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-
kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari
menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap
konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang
menonjolkan kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan
pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan
massa otot, serta toleransi aktivitas.
1. Kesejajaran tubuh
Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk
mengidentifikasi perubahan postur akibat pertumbuhan dan
perkembangan normal, hal-hal yang perlu dipelajari untuk
mempertahankan postur tubuh yang baik, faktor yang
menyebabkan postur tubuh yang buruk (misalnya kelelahan dan
harga diri rendah) , serta kelemahan otot dan kerusakan motorik
lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeksi pasien
dari sisi lateral, dan posterior guna mengamati apakah bahu dan
pinggul sejajar, jari-jari kaki mengarah kedepan dan tulang
belakang lurus, tidak melengkung kesisi lain (Mubarok, Nurul &
Chayatin, 2007).
2. Cara berjalan
Pengkajian berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi
mobilitas klien dan resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan
dengan meminta klien berjalan sejauh kurang lebih 10 kaki
didalam ruangan, kemudian amati hal-hal berikut: kepala tegak,
pandangan lurus, dan tulang belakang lurus. Tumit menyentuh
tanah lebih dulu dari pada jari kaki, kaki dorsofleksi pada fase
ayunan.Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan
kaki disisi yang berlawanan.Gaya berjalan halus, terkoordinasi,
dan berirama, ayunan tubuh dari sisi ke sisi minimal dan tubuh
bergerak lurus kedepan, dan gerakan dimulai dan di akhiri dengan
santai.Selain itu perawat juga perlu mengkaji kecepatan berjalan
(normalnya 70-100 langkah permenit) (Mubarok, Nurul & Chayatin,
2007).
3. Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian
rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji
antara lain: adanya kemerahan atau pembengkakan sendi, adanya
deformitas, perkembangan otot yang terkait dengan masing-
masing sendi, adanya nyeri tekan, krepitasi, peningkatan
temperatur di sekitar sendi dan derajat gerak sendi.
4. Kemampuan dan keterbatasan gerak.
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya
indikasi rintangan dan keterbatasan pada pergerakan klien dan
kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu di kaji
antara lain :
a. Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan
klien untuk bergerak.
b. Adanya hambatan dalam bergerak
c. Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk
mengikuti petunjuk.
d. Keseimbangan dan koordinasi klien
e. Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.
f. Derajat kenyamanan klien
g. Penglihatan
5. Kekuatan dan masa otot.
6. Toleransi aktivitas
7. Masa terkait mobilisasi
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah klien mengalami
imobilisasi. Data yang diperoleh tersebut kemudian menjadi
standar (data dasar) yang akan di bandingkan dengan data
selama periode imobilisasi(Mubarok, Nurul &Chayatin )
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid
mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor
reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM)
yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari
1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat,
vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang
membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu
uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis.Hasil yang
positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan
penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis
sistemik progresif, dan dermatomiositis.Selain itu, sekitar 5%
orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam
serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia.
Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat
memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.
Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan
yang bersifat tidak spesifik.Pada artritis reumatoid nilainya dapat
tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa
laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit.
Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik
normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia
ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan
dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat
anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk
mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons
terhadap pemberian besi.
Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna
kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada
artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan
hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 20.000/
mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan
semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat
dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk
membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran
immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta
Rose-Wahler test.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi
mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan
ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang
pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang.Perubahan ini
sifatnya tidak reversibel.Secara radiologik didapati adanya
tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang
terkena.
3.2 DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh rheumatoid
arthritis
2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang.
3.3 INTERVENSI

NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
1 Nyeri b.d perubahan
patologis oleh
rheumatoid arthritis.
Tujuan:
Kebutuhan rasa
nyaman klien
terpenuhi atau klien
terhindar dari rasa
1. Istirahatkan
klien sesuai
kondisi (bed
rest).
1. Hal ini dapat membantu
menurunkan stress
muskuloskeletal,mengurangi
tegangan otot, dan
meningkatkan relaksasi
karena kelelahan dapat
mendorong terjadinya nyeri.
2. Hal ini dapat mencegah
deformitas lebih lanjut.
nyeri.
Kriteria Hasil:
Keadaan umum baik
Ekspresi wajah baik
Tingkat nyeri 1
TTV normal
2. Bila
direncanakan
klien dapat
menggunakan
splint, atau
brace.
3. Hindari gerakan
yang cepat dan
tiba-tiba.
4. Lakukan
perawatan
dengan hati-hati
khususnya pada
anggota-
anggota tubuh
yang sakit.
5. Gunakan terapi
panas misal
kompres hangat
pada
area/bagian
tubuh yang sakit.
6. Lakukan
peawatan kulit
dan masase
perlahan.
7. Memberikan
obata-obatan
sesuai terapi
dokter misal,
analgetik,
3. Agar tidak menimbulkan
dislokasi dan stres pada
sendi-sendi.
4. Karena gerakan-gerakan
yang kasar akan semakin
menimbulkan nyeri.
5. Panas dapat meningkatkan
sirkulasi, relaksai otot-otot,
mengurangi kekakuan.
Kemungkinan juga dapat
membantu pengeluaran
endorfin yaitu sejenis morfin
yang diproduksi oleh tubuh.
6. Hal ini membantu
meningkatkan aliran darah
relaksasi otot, dan
menghambat impuls-impuls
nyeri serta merangsang
pengeluaran endorfin.
7. Menurunkan rasa nyeri klien
antipiretik, anti
inflamasi.
2 Hambatan mobilitas
fisik b.d penurunan
kekuatan otot
Tujuan : setelah
dilakukan
perawatan 3 x 24
jam mobilitas
persendian klien
dapat meningkat
Kriteria Hasil : Klien
mampu
berpartisipasi pada
aktivitas yang
diinginkan.
1. Bantu klien
untuk melakukan
ROM aktif atau
Pasif
2. Rencanakan
program latihan
setiap hari
(dapat bekerja
sama dengan
dokter)
3. Lakukan
observasi untuk
setiap kali
latihan
1. Untuk memelihara fungsi
sendi dan kekuatan otot,
meningkatkan elastisitas
2. Agar tidak terjadi kekakuan
sendi pada klien
3. Untuk memantau
perkembangan pasien
3 Resiko tinggi cedera
b.d penurunan
fungsi tulang
Tujuan: setelah
dilakukan
perawatan 3 x 24
jam diharapkan
tanda-tanda cidera
tidak ada.
Kriteria hasil :
Klien dapat
mempertaahankan
keselamatan fisik
1. Kendalikan
lingkungan
dengan:
Menyingkirkan
bahaya yang
tampak jelas,
mengurangi
potensial cedera
akibat jatuh
ketika tidur
misalnya
menggunakan
penyanggah
tempat tidur,
usahakan posisi
tempat tidur
rendah, gunakan
pencahayaan
malam siapkan
1. Lingkungan yang bebas
bahaya akan mengurangi
resiko cedera dan
membebaskan keluaraga
dari kekhawatiran yang
konstan.
2. Hal ini akan memberikan
pasien merasa otonomi
3. Restrain dapat
meningkatkan agitasi,
mengagetkan pasien akan
lampu panggil
2. Memantau
regimen
medikasi
3. Izinkan
kemandirian dan
kebebasan
maksimum
dengan
memberikan
kebebasan
dalam
lingkungan yang
aman, hindari
penggunaan
restrain, ketika
pasien melamun
alihkan
perhatiannya
daripada
mengagetkannya
meningkatkan ansietas.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya
sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada
sendi.Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak
sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-
struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara
pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-
antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung &
Raenah, 2008).
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang penyakit Rheumatoid Atritis
dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan
Rheumatoid Atritis.
4.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang
Rheumatoid Atritis dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-
referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan
penyakit tersebut.
4.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapakan agar lebih mengerti dan memahami tentang
Rheumatoid Atritis serta bagaimana penyebaran dan penularan
Rheumatoid Atritis untuk meningkatkan mutu kesehatan
masyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI,
Jakarta.

Beranda
Lihat versi web
Rizky Destyowati Candra Rahayu di 21.55
Berbagi
Tambahkan komentar
1 komentar:
Edi Muslim 19 Februari 2014 03.19
izin download
Balas
Diberdayakan oleh Blogger
Rizky Destyowati Candra Rahayu
Lihat profil lengkapku
Profilku

Anda mungkin juga menyukai