Anda di halaman 1dari 20

SANDI PUSPITA PRATIWI

1102012259
TUGAS MANDIRI
SKENARIO 1-DEMAM SORE HARI
SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Bakteri
LO.1.1 Definisi Bakteri
LO.1.2 Struktur Dasar Bakteri
LO.1.3 Morfologi Bakteri
LO.1.4 Sifat-sifat Bakteri
LI.2 Memahami dan Mempelajari Salmonella typhii
LO.2.1 Definisi dan Struktur Dasar Salmonella typii
LO.2.2 Siklus Hidup Salmonella typii
LI.3 Memahami dan Mempelajari Demam
LO.3.1 Definisi Demam
LO.3.2 Macam-macam Demam
LO.3.3 Patofisiologi Demam
LO.3.4 Etiologi Demam
LO.3.5 Penatalaksanaan Demam
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Demam Thypoid
LO.4.1 Definisi Demam Thypoid
LO.4.2 Epidemiologi Demam Thypoid
LO.4.3 Etiologi Demam Thypoid
LO.4.4 Patofisiologi Demam Thypoid
LO.4.5 Gejala Demam Thypoid
LO.4.6 Pencegahan Demam Thypoid
LO.4.7 Komplikasi Demam Thypoid
LO.4.8 Penatalaksanaan Demam Thypoid
LO.4.9 Pemeriksaan Penunjang Demam Thypoid
LO.4.10 Prognosis Demam Thypoid
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Bakteri
LO.1.1 Definisi Bakteri
Bakteri berasal dari kata Bakterion, dalam bahasa Yunani yang berarti batang kecil. Juga dari
kata bacterium dalam bahasa Latin yang berarti kelompok raksasa dari organisme hidup.
Bakteri adalah organisme prokariot uniseluler yang hanya dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop.
Taken from: http://bacterion.wordpress.com/2009/03/10/pengertian-bakteri/
LO.1.2 Struktur Dasar Bakteri

Sehubungan dengan ketiadaan membran inti, meteri genetik (DNA dan RNA) bakteri
melayang-layang di daerah sitoplasma yang bernama nukleoid.Salah satu struktur bakteri yang
penting adalah dinding sel. Bakteri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar
berdasarkan struktur dinding selnya, yaitu bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Bakteri
gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan (sejenis
molekulpolisakarida) yang tebal dan asam teikoat, sedangkan bakteri gram negatif memiliki
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai strukturlipopolisakarida yang
tebal. Metode yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini
dikembangkan oleh ilmuwan Denmark,Hans Christian Gram pada tahun 1884.
Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti flagel dan fimbria yang digunakan
untuk bergerak, melekat dan konjugasi. Beberapa bakteri juga memiliki kapsul yang beperan
dalam melindungi sel bakteri dari kekeringan dan fagositosis. Struktur kapsul inilah yang sering
kali menjadi faktor virulensi penyebab penyakit, seperti yang ditemukan pada Escherichia
coli dan Streptococcus pneumoniae. Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom, dan beberapa
spesies lainnya memilikigranula makanan, vakuola gas, dan magnetosom. Beberapa bakteri
mampu membentuk diri menjadi endospora yang membuat mereka mampu bertahan hidup pada
lingkungan ekstrim. Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh bakteri penghasil
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
endospora yang sangat tahan suhu dan tekanan tinggi, dimana bakteri ini juga termasuk golongan
bakteri pengebab keracunan pada makanan kaleng.
Taken from:
LO.1.3 Morfologi Bakteri

Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola dan mempunyai beberapa
variasi sebagai berikut:
Mikrococcus, jika kecil dan tunggal
Diplococcus, jka berganda dua-dua
Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujur sangkar
Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus
Staphylococcus, jika bergerombol
Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai
Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan
mempunyai variasi sebagai berikut:
Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua
Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai
Spiral (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai
berikut:
Vibrio, (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran (bentuk koma)
Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
Spirochete, jika lengkung membentuk struktur yang fleksibel.
Bentuk tubuh/morfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan usia.
Walaupun secara morfologi berbeda-beda, bakteri tetap merupakan sel tunggal yang dapat hidup
mandiri bahkan saat terpisah dari koloninya.
Alat gerak:

Atrik, tidak mempunyai flagel.
Monotrik, mempunyai satu flagel pada salah satu ujungnya.
Lofotrik, mempunyai sejumlah flagel pada salah satu ujungnya.
Amfitrik, mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya.
Peritrik, mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya.

LO.1.4 Sifat-sifat Bakteri

1. Bakteri merupakan mikroogranisme bersel satu
2. Pada umumnya tidak berklrofil tetapi ada juga jenis bakteri yang mempunyai klorofil.
3. Inti selnya masih dalam bentuk prokarion.
4. Ukuran tubuhnya kebanyakan berukuran 1-5 mikron
5. Berkembang biak dengan cara membelah diri dan konjugasi .
6. Dapat hidup di segala tempat misalnya di darat, udara, air bahkan dalam tubuh manusia.
7. Apabila lingkungan tidak menguntungkan, bakteri akan membentuk endospora.
8. Bakteri pada umumnya lebih tahan pada suhu rendah (40C) daripada suhu tinggi (600C ).

Taken from: http://id.shvoong.com/exact-sciences/2003949-ciri-sifat-dan-bentuk-bakteri/#ixzz2PD5Izt3q
LI.2 Memahami dan Mempelajari Salmonella typhii
LO.2.1 Definisi dan Struktur Dasar Salmonella typii
Salmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylum Proteobacteria, class
Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp. family dari Enterobacteriaceae,
genus Salmonella dan species yaitu e.g. S. enteric (Todar, 2008).
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259

Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda
(gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 sampai 4 0;6 , mempunyai flagel (kecuali S.
gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora (Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di
saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhanSalmonella sp.
ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Julius, 1990).
Berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S
.thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalahS. typhi (satu serotipe), S.
choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S.
paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2004).

Taken from: Jawetz, Melnick, dan Adelbegs. 2004. Mikrobiologi Kedokteran, Ed 23. Jakarta :
EGC.
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/salmonella-sp.html
LO.2.2 Siklus Hidup Salmonella typii
Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat
bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host).
Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang
menyebabkan kerusakan dan peradangan.
Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding
usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan
dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta
menyerang membran yang menyelubungi otak.
Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi
keseimbangan tubuh.
Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhiyang
dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup
berbulan-bulan dalam tanah atau air.

LI.3 Memahami dan Mempelajari Demam
LO.3.1 Definisi Demam
Menurut International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology,
demam adalah suatu peningkatan keadaan suhu inti, yang sering (tapi tidak seharusnya)
merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap invasi
mikroorganisme atau benda asing patogenik yang dianggap asing oleh host.
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2C (99,5F) sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-
1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus.
LO.3.2 Macam-macam Demam
Demam Kontinyu atau Sustained Fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang
menetapdengan fluktuasi maksimal 0.4 derajat celsius selama period 24 jam.
Demam Remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidakmencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0.5 derajat celsius per 24 jam. Pola ini merupakan demam
yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatridan tidak spesifik untuk penyakit
tertentu.
Demam Septik terjadi saat demam remiten atau interemiten menunjukan perbedaan
antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P.vivax yang ditandai dengan paroksisme demam
yang terjadi setiap hari, demam quotidian ganda memiliki 2 puncak dalam 12 jam.
Demam undulant menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetaptinggi
selama beberapa hari kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan suatu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, co : >10 hari untuk ISPA
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan intervalirregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama Co: tractus urinarius atau sistem organ
multiple
Demam bisafik menunjukan satu penyakit dengan 2 episode demam yang bebeda, co:
poliomielitis

KLASIFIKASI DEMAM

SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259

Taken from: http://sikkahoder.blogspot.com/2012/06/demam-pengertian-karakteristik-
dan_28.html#.UVlyyxejdic
LO.3.3 Patofisiologi Demam
Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup
ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang
optimal untuk sistem pertahanan tubuh.


PENGATURAN SUHU TUBUH
Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas
Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi dan
pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh
mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas,
timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas
lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun.
2.1.1 Produksi Panas
Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate (BMR). Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan Basal Metabolic Rate antara lain: (1) laju metabolisme dari
semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3)
metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
perangsangan simpatis terhadap sel; (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri.
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan
kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin
trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang terletak
terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai banyak
mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan produksi
panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan
vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan
suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam
mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat,
pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom
untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan
pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat.
Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan
mempertahankan suhu tubuh.
Kehilangan Panas
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu: (1)
Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara apapun. Secara
umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan panas melalui
permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi
pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda.
Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih
luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) Konveksi : pemindahan panas
melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi :
kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk
air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga
kehilangan panas melalui urine dan feses.
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas pada
bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada anak yang
lebih besar.
2.2 Konsep Set-Point dalam pengaturan suhu tubuh
Konsep Set-Point dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan
temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke
tingkat Set-Point. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh
seseorang melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat
dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke
tingkat set-point. Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point.
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh.
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir
semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area preoptik
hipotalamus anterior
Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak dengan
menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik atau
dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode, area
preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif
terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk
mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera
mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh
tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan
tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan
untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. Walaupun sinyal yang ditimbulkan
oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada
bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam
pengaturan suhu.
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III,
disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan
otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari
reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan
penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1
menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus
kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam,
IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel
untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik
hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam
OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan
erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam
jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih
cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1.
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan
memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas
(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku
manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau
menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai
peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan
konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2
diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat
mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi pyrogen induced fever.
Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan
aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis.
Taken from: http://yudyud01.wordpress.com/2011/04/18/patofisiologi-demam/
Dinarello A.C., Gelfan A.J. 2001. Fever and Hypertermia. http://www.harrisononline.com.
Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21
st
edition.San
Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259.

LO.3.4 Etiologi Demam
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus
yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni
granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma,
suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit
metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-
reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang
usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis,
feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1),
dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial).
Taken from: http://yudyud01.wordpress.com/2011/04/18/patofisiologi-demam/
LO.3.5 Penatalaksanaan Demam
Prinsip utama adalah menurunkan demam secepat mungkin untuk menghindari timbulnya
efek samping demam seperti kejang atau penurunan kesadaran. Upaya yang telah
dilaksanakan sejak jaman dahulu untuk menurunkan panas adalah kompres memakai air
pada dahi, belakang kepala, kedua ketiak, dan kedua lipat paha. Hingga kini masih terjadi
perdebatan antar para ahli apakah memakai air dingin/air es/alkohol 70% atau memakai air
hangat.
Pemakaian air dingin/air es/alkohol akan lebih cepat menurunkan panas dengan risiko
penderita sering menggigil, dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Pemakaian kompres air
hangat lebih dianjurkan karena menurunkan suhu tubuh secara bertahap, dan
menyebabkan timbulnya keringat sehingga pada akhirnya menurunkan panas. Namun pada
kondisi tertentu misalnya kejang2 pada anak, penulis menganjurkan pemakaian air
dingin/alkohol 70% dengan pertimbangan semakin lama kejang semakin banyak kerusakan
otak yang terjadi.
Obat-obatan penurun panas diberikan secepatnya untuk membantu menurunkan panas.
Terdapat beberapa golongan penurun panas yang dapat dipakai seperti Paracetamol
(misalnya Panadol, Bodrex, Paramex, Tempra); Golongan Aspirin ( Misalnya Aspilet, Naspro,
Aspro, puyer bintang tujuh dsb); Golongan Ibuprofen (Misalnya Proris. Fenris dsb);
Golongan Rofecoxib (akan beredar di Indonesia dalam waktu dekat). Obat-obat penurun
panas terdapat dalam bentuk obat tetes, syrup, bubuk dan tablet, sedangkan dosis obat-
obatannya telah tertera dalam masing masing kemasan obat. Biasanya pemakaiannya
sehari tiga kali, dan bila terpaksa dapat dipakai empat kali. Patuhi dosis yang tertera karena
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
pemakaian berlebihan dapat menyebabkan kerusakan ginjal atau hati si pemakai.
Selain itu tidak dianjurkan memakai pakaian yang tebal karena dapat meningkatkan suhu
tubuh dan menyebabkan timbulnya kejang.
Taken from: http://www.yastroki.or.id/read.php?id=165

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Demam Thypoid
LO.4.1 Definisi Demam Thypoid
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar
typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan
infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam
enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid. Demam
tifoid juga masih menjadi topik yang sering diperbincangkan.

LO.4.2 Epidemiologi Demam Thypoid
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh serotipe Salmonella Typhi
enterica (S. typhi). Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-
negara berkembang. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.16 juta jiwa di seluruh
dunia terjadi tipus, mengakibatkan 216.000 kematian, dan bahwa lebih dari 90% dari morbiditas
dan kematian ini terjadi di Asia. Walaupun peningkatan kualitas air dan sanitasi merupakan
solusi akhir untuk masalah ini , vaksinasi di daerah berisiko tinggi adalah strategi pengendalian
yang potensial yang direkomendasikan oleh WHO. (www.scielosp.org/scielo)

SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259

Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi oleh :
Penyebaran Geografis dan Musim Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering
merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang
atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada
tabel di bawah ini.
Usia %
12- 29 tahun 70-80
30- 39 tahun 10-20
> 40 tahun 5-10

LO.4.3 Etiologi Demam Thypoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif,
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama
15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa
hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering
dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1. Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein,
lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.
2. Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia
protein.
3. Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi
fagositosis dan berstruktur kimia protein.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik. (Sumarmo et al, 2010)
1.1 Menjelaskan patogenesis demam tifoid
Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Salmonella,
termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi, carrier manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa
berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang
cocok (daging, kerang, dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif (Karsinah
et.al, 1994).
Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertropi.
Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina
propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk ke aliran
darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempay kumantersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen danleukosit pada jaringan yang meradang
sehingga terjadi demam.
( Sumarmo et al, 2000)



SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
LO.4.4 Patofisiologi Demam Thypoid
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa tahapan.
Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan terhadap asam lambung
dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri melekat
pada mikrovili, kemudian melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling,
actin rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem
limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan
kultur darah biasanya masih mem-
berikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam
organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga
dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan
kembali ke dalam sistem
peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode
inkubasi.Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala, dan nyeri
abdomen.
Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik.Pada
tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyers
patches di mukosa ileum terminal.Ulserasi pada Peyers patches dapat terjadi melalui proses
inflamasi yang meng-akibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus
dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella
dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.

LO.4.5 Gejala Demam Thypoid
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang bervariasi
mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai
dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak
nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan lainnya.
Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis,
seperti anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri
tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-
duanya. Pada anak, diare sering
dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan konstipasi.2 Konstipasi pada
permulaan sering dijumpai pada orang dewasa.Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi
relatif saat demam tinggi dapat dijadikan indikator demam tifoid.Pada sekitar 25% dari kasus,
ruam makular atau makulo papular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada
orang berkulit putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta
menetap selama 2-3 hari.
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah sakit selama
lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis, perdarahan
gastrointestinal, perforasi usus, ensefaopati tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya
mengingat penyebaran kuman adalah secara hematogen.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.


LO.4.6 Pencegahan Demam Thypoid

Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang
tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan
lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini
menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi.
Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara
maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:

Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan
secara subkutan atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan
untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efikasi perlindungan sebesar 70-80%.
Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6
tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari
7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi
perlindungan 67-82%.
Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efikasi perlindungan
91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan
efikasi perlindungan sebesar 89%.

LO.4.7 Komplikasi Demam Thypoid

LO.4.8 Penatalaksanaan Demam Thypoid
Terapi pada demam tifoid adalah untuk menncapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah
komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak alah penting adalah eradikasi total
bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi setempat.
Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak antibiotik (kelompok MDR)
dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi
antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
trimethoprimsulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten terhadap antibiotik
fluoroquinolone. Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST) merupakan petanda
berkurangnya sensitivitas terhadap fluoroquinolone. Terapi antibiotik yang diberikan untuk
demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel 1.11

Antibiotik golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, dan pefloxacin) merupakan terapi
yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone
dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4hari, dan angka
kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%.
Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat membunuh S. typhi
intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar yang tinggi dalam kandung
empedu dibandingkan antibiotik lain.
Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai efektivitas fluoroquinolone dan salah satu
luoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki efektivitas yang baik adalah levofloxacin.
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
Studi komparatif, acak, dan tersamar tunggal telah dilakukan untuk levofloxacin terhadap obat
standar ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi.Levofloxacin diberikan dengan
dosis 500 mg, 1 kali sehari dan ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 2 kali sehari
masing-masing selama 7 hari.
Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat
dibandingkan ciprofloxacin dalam hal waktu penurunan demam, hasil mikrobiologi dan secara
bermakna memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ciprofloxacin.
Selain itu, pernah juga dilakukan studi terbuka di lingkungan FKUI mengenai efikasi dan
keamanan levofloxacin pada terapi demam tifoid tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan
dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari selama7 hari. Efikasi klinis yang dijumpai pada studi ini
adalah 100% dengan efek samping yang minimal. Dari studi ini juga terdapat tabel perbandingan
rata-rata waktu penurunan demam di antara berbagai jenis fluoroquinolone yang beredar di
Indonesia di mana penurunan demam pada levofloxacin paling cepat, yaitu 2,4 hari.
Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa pada demam
enterik dewasa, fluoroquinolone lebih baik dibandingkan chloramphenicol untuk mencegah
kekambuhan.
Namun, fluoroquinolone tidak diberikan pada anak-anak karena dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan kerusakan sendi.
Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi standar pada demam tifoid
namun kekurangan dari chloramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%), angka
terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada sumsum tulang.
Azithromycin dan cefixime memiliki angka kesembuhan klinis lebih dari 90% dengan waktu
penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberiannya lama (14 hari) dan angka kekambuhan serta
fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%.
Pasien dengan muntah yang menetap, diare berat, distensi abdomen, atau kesadaran menurun
memerlukan rawat inap dan pasien dengan gejala klinis tersebut diterapi sebagai pasien demam
tifoid yang berat.Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut WHO tahun
2003 dapat dilihat di tabel 2.11 Walaupun di tabel ini tertera cefotaxime untuk terapi demam
tifoid tetapi sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak terdapat laporan keberhasilan terapi
demam tifoid dengan cefotaxime.
Selain pemberian antibiotik, penderita perlu istirahat total serta terapi suportif. Yang diberikan
antara lain cairan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan antipiretik.
Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan dengan diet makanan yang lembut dan mudah
dicerna secepat keadaan mengizinkan.
LO.4.9 Pemeriksaan Penunjang Demam Thypoid
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid bertujuan menghentikan
invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta
mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan
mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urine untuk mencegah
penularan.
a. Pemeriksaan Laboratorium
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,imunoreologi,
mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan
diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit),
diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III : 10-15%)
Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis
leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko, 2009)
Urinalis
Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung
reaksi)dikocokbuih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III
diagnosis pasti atau sakit carrier ( Sumarmo et al, 2010)
Tinja (feses)
Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool).
Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et
al, 2010)

Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut.

Imunorologi
Pemeriksaan Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu
reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu :
a.Aglutinin O (dari tubuh kuman), b. Aglutinin H (flagela kuman), dan c.Aglutinin Vi (simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Widal dinyatakan positif bila :
- Titer O Widal I 1/320 atau
- Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O
Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali
nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini
pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid
Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/
bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah
terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008)

Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid.
Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya
jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL),
darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga
kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya
tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara
2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang
digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan
tinja. (Sumarmo et al, 2010)

Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan
uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta
kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan
tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :
1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan
demam tifoid.
2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.
4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640
menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .
5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah
positif. (Sumarmo, 2010)

Nonfarmakologis

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
antimikroba.
Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan
yang dipakai. (Djoko, 2009)
Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
SANDI PUSPITA PRATIWI
1102012259
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemberian
bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau
perforasi usus. (Djoko, 2009)

LO.4.10 Prognosis Demam Thypoid
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya,
dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka
mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Djoko, 2009)
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosis
demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita yang
dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang
berat seperti:
Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.
Kesadaran menurun sekali.
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopnemonia dan lain-lain.
Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

Anda mungkin juga menyukai