Anda di halaman 1dari 14

http://healthreference-ilham.blogspot.com/2008/07/kondas-fraktur-collum-femur.

html

KONDAS FRAKTUR COLLUM FEMUR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh,
memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi
tersebut biasa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan.
Pengertian dari fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Sedangkan fraktur colum femur adalah fraktur yang
terjadi pada colum femur.
Kecelakaan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan biasanya terjadi mendadak dan bisa
mengenai semua umur. Fraktur collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan.. tetapi
dalam penanganannya masih banyak masyarakat yang berobat ke alternatif, akan tetapi kenyataannya
tidak semua orang berhasil dengan pengobatn alternatif tersebut sehingga mengakibatkan keadaan
yang yang lebih buruk atau terjadinya komplikasi seperti mual unioun, non union ataupun delayed
union, pada akhirnya keadaan tersebut mendorong orang untuk berobat ke RS.
Data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati bahwa angka
kejadian fraktur khususnya fraktur femur pada tahun 2007 dari bulan januari sampai bulan Oktober
mencapai orang.Tampak adanya peningkatan angka kejadian fraktur femur, maka profesi sebagai
seorang perawat dituntut untuk dapat melakukan asuhan keperawatan dengan cara promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif sehingga masalah dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari komplikasi yang
lebih buruk.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul laporan inti Asuhan keperawatan
pada Tn. U dengan pre dan post operasi pemasangan orif Fraktur colum Femur sinistra Tertutup di
ruang 1 Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapat pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn. U dengan kasus fraktur
colum femur sinistra tertutup.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian
b. Mampu merumuskan data yang menunjang
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
d. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
e. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa keperawatan
f. Mampu melaksanakan intervensi dan evaluasi keperawatan pada klien
g. Mampu mengindentifikasai faktor penghambat dan faktor penunjang dalam melaksanakan asuhan
keperawatan
h. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan dalam mengumpulkan data
penulis menggunakan metode studi kasus dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: teknik
wawancara, teknik observasi, pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literatur yang
berhubungan dengan kasus fraktur femur.
D. Sistematika Penulisan
bab 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan. bab ii: Tujuan teoritis, yang terdiri dari pengertian, etiologi, lokasi terjadinya
fraktur femur, manifestasi klinis, jenis-jenis fraktur, klasifikasi fraktur femur, proses penyembuhan
tulang, patofisiologi, komplikasi, faktor yang mempercepat penyembuhan luka, faktor yang
memperlambat penyembuhan luka, pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan medik dan konsep dasar
asuhan keperawatan fraktur femur. bab iii: Tinjauan kasus, yang terdiri dari gambaran kasus dan laporan
asuhan keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan. bab iv: Pembahasan. bab v: Penutup,
yang terdiri dari kesimpulan dan saran. daftar pustaka. Lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner &
Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur.
2. Etiologi
a. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut.
b. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan.
c. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh fraktur
patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.
3. Lokasi Terjadinya Fraktur Femur
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya:
a. Kolum femoris
b. Trokhanter
c. Batang femur
d. Suprakondiler
e. Kondiler
f. Kaput
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang dimobilisasi.
b. Deformitas disebabkan karena pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai.
c. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Krepus, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur.
5. Klasifikasi Fraktur
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
(bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai kepatahan
tulang, fraktur terbuka digradasi menjadi:
1) Grade 1 dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling berat
e. Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang:
1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok
2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3) Obllik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal)
4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang
5) Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6) Depresi: fraktur dengan pragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak
dan tulang wajah)
7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget,
metastasis tulang, tumor)
9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlakatannya
10) Epifiseal: fraktur melalui epifisis
11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang yang lainnya.
6. Proses Penyembuhan tulang
a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur pada tulang
panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami
robekan pada daerah luka dan akan membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur.
b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak
sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus
internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah pembentukan jaringan
seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan.
d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3 minggu, patah tulang
melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar
telah bersatu dengan keras.
e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan terjadi reabsorbsi
secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada tulang dan kalus eksternal secara
perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400 ).
7.
Patofisiologi
(Sumber : Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah)
8. Komplikasi
Komplikasi awal
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun
yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen
otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat
ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
Komplikasi lambat
a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari
perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak
dengan bentuk aslinya atau abnormal.
9. Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang
a. Immobilisasi fragmen tulang
b. Kontak fragmen tulang maksimal
c. Asupan darah yang memadai
d. Nutrisi yang baik
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,
g. Potensial listrik pada patahan tulang
10. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang
a. Trauma berulang
b. Kehilangan massa tulang
c. Immobilisasi yang tak memadai
d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang
e. Infeksi
f. Radiasi tulang (nekrosis tulang)
g. Usia
h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
11. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan
jaringan lunak
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah
respon stres normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
12. Penatalaksanaan medik
Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun 1988,adalah:
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan
radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang
sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan
osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari
humerus, angulasi <5>
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi union sehingga
terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai,
traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
B KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
1 Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, sumber biaya, sumber informasi.
2) Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat kecelakaan, Dirawat dirumah sakit, Obat-obatan yang pernah
diminum
3) Riwayat kesehatan sekarang: Alasan masuk rumah sakit, Keluhan utama, Kronologis keluhan
4) Riwayat kesehatan keluarga: penyakit keturunan
5) Riwayat psikososial: Orang terdekat dengan klien, Interaksi dalam keluarga, Dampak penyakit
terhadap keluarga, Masalah yang mempengaruhi klien, Mekanisme koping terhadap penyakitnya,
Persepsi klien terhadap penyakitnya, Sistem nilai kepercayaan :
6) Pola kebersihan sehari- hari sebelum sakit dan selama sakit: Pola nutrisi, Pola eliminasi, Pola Personal
Hygiene, Pola Istirahat dan Tidur, Pola aktifitas dan latihan, Pola kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan,
b. Dasar Data Pengkajian Pasien
1) Aktifitas
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri
atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
2) Sirkulasi
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
b) Takikardia (respon stress, hipovolemia)
c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pusat pada
bagian yang terkena.
d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
a) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
b) Kebas/ kesemutan (parestesia)
c) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit ) Spasme otot,
terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
d) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri/ kenyamanan
a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang
pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf
b) Spasme/ kram otot
5) Keamanan
a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
6) Penyuluh/ pembelajaran
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
a) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
b) Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
c) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan sel darah putih adalah
respon stres normal setelah trauma.
d) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
2 Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan
kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
3. Intervensi dan evaluasi keperawatan
Dx. 1 Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam trauma dapat berkurang atau tidak
terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur
Intervensi:
Mandiri
a. Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai indikasi
R/ meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan
b. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut
R/ mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi
c. Pertahankan posisi/ integritas traksi
R/ traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang
Kolaborasi
Kaji ulang foto/ evaluasi
R/ memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/ proses penyembuhan untuk menentukan
tingkat aktivitas
Evaluasi : Trauma tidak terjadi
Dx 2 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri dapat berkurang atau
terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Skala nyeri 1
c. Klien menunjukkan sikap santai
d. Klien dapat mendemonstrasikan tehnik relaksasi napas dalam
e. TD : 120 /90 mmHg
f. N : 60-80 x/mnt
g. S : 36-37 oC
h. P : 16-20 x/mnt
Intervensi :
Mandiri
a. Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam
R/ Peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri
b. Evaluasi skala nyeri, karakteristik dan lokasi
R/ Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi
c. Atur posisi kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal
R/ Meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
d. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam
R/ Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi berikan obat sesuai program
R/ Diberikan untuk menurunkan nyeri dan / spasme otot
Evaluasi : Klien menunjukkan nyerinya hilang/ berkurang
Dx. 3 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan
kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
a. Balutan luka bersih
b. Tidak ada rembesan
c. Tidak ada pembengkakan pada pemasangan infus
d. Warna urine kuning jernih
e. Leukosit dalam batas normal (5000-10.000 ul)
f. TD : 110/70- 130/90 mmhg
g. N : 60-80 x/mnt
h. S : 36-37 oC
i. RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
Mandiri
a. Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
R/ Dapat mengetahui peningkatan suhu secara dini merupakan indikasi adanya infeksi.
b. Observasi sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi
R/ Mengidentifikasi timbulnya infeksi
c. Lakukan perawatan luka setiap 1 hari sekali
R/ Dapat mencegah kontaminasi silang dan menghindari dampak infeksi yang lebih dalam
d. Lakukan perawatan kateter setiap hari
R/ Mencegah mikroorganisme masuk kea alat invasife
e. Ganti kateter setiap 1 minggu sekali
R/ Mencegah terjadinya infeksi
Kolaborasi
Kolaborasi terhadap pemeriksaan laboratorium (leukosit, led)
R/ Lekositosis menandakan proses terjadinya infeksi
Evaluasi : Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1. Jakarta : EGC.
BRUNNER AND SUDDARTH. 2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. EDISI 3.VOLUME 8.
JAKARTA : EGC.
CARPENITO, LYNDA JUALL. 2001. RENCANA ASUHAN DAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN EDISI
2. JAKARTA : EGC .
Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Lukman and Sorensens. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku 11. USA : WB Sunder
Company.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI. Media Aesculapius.
Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate.
Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi 8, vol 3.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai