Title : Radiopharmacology and Pharmacokinetic Evaluation of Some
Radiopharmaceuticals Author : FABAD J. Pharm. Sci. Volume : 30 Halaman : 204-212 Tahun : 2005
A. Kesimpulan Radiofarmakologi adalah sebuah study terhadap persiapan sediaan radiofarmasi, obat- obat radio aktif yang digunakan untuk diagnosis dan terapi dalam melihat kuantitas dari suatu efek farmakologi, dan efek lain dalam organisme hidup atau jaringan. Radiofarmasi digunakan untuk imaging dan untuk mempelajari otak, miokardium, tiroid, paru, hati, gallbladder, ginjal, rangka, darah, dan tumor. Selama 20tahun terahir banyak penigkatan daalam formulasi dosis dari sediaan radiofarmsi sebagai tracer. Sediaan radiofarmasi dikembangkan secara utama dengan tujuan diagnose yang di administrasikan secara parenteral. Banyak sediaan radiofarmasi menggunakan technetium (Tc-99m). Dimana untuk mengoptimasi penggunaan dari sediaan radiofarmasi dalam pengembangan delivery system dari farmakokinetik obat, sifat dari administrasi tracer melalui beberapa rute yang harus divalidasi. Tujuan utama dari radiofarmakologi adalah untuk mempelajari sifat kimia dari radiotracer dan interaksinya dengan organisme hidup.
B. Pembahasan Komposisi dari sediaan radioaktif akan berubah seiring dengan peluruhan yang terjadi. Waktu paruh dari radionuklida biasanya pendek sehingga persiapannya harus dilakukan cepat sebelum diberikan kepada pasien. Setelah di administrasikan kepada pasien, biasanya secara parenteral, didalam tubuh objek hidup (manusia atau hewan percobaan) sediaan akan mengalami 2 fasa yaitu fase farmakodinamik yang mendeskripsikan interaksi dari sediaan radiofarmasi dengan target spesifiknya (reseptor, transporter, enzim, dll) dan fase farmakokinetik, termasuk absorbs, distribusi, metabolisme dan eliminasi. Salahsatu penelitian mengenai farmakokinetik sediaan radiofarmasi yang dilakukan BATAN adalah pada sediaan etambutol yang diberikan penanda Tc-99 yang digunakan untuk mendeteksi mycobacterium tubercollosis, dimana menunjukkan bahwa senyawa bertanda tersebut memiliki waktu paruh biologis sebesar 0.26 jam untuk biodistribusi dan 3.19 jam untuk eliminasi. Seperti yang dikatakan sebelumnya dalam jurnal ini bahwa penggunaan sediaan radiofarmasi dibuat dengan dosis sekecil mungkin dan dengan waktu tersedia nya dalam tubuh secepat mungkin.
A. Distribusi Radiofarmaka Distribusi radiofarmaka dapat diukur pada sirkulasi atau pada jaringan targetnya. Beberapa factor yang mempengaruhi biodistribusi radiofarmaka dan volume distribusinya: 1. Kemampuannya menembus membran. Hal ini dipengaruhi oleh: a. Lipopilisitas Lipopilisitas ditunjukkan dengan indeks lipopilisitas, yaitu koefisien partisi n- octanol/air pada senyawa organik (P atau K). K oct mengukur seberapa baik partisi zat di dalam minyak dan air. Selain itu kita juga dapat menentukan muatan molekul pada berbagai pH. Selain itu beberapa pengembangan juga banyak dilakukan untuk mengukur lipopilisitas seperti teknik internal standar, HPLC fasa terbalik, dll. b. Ionisasi Pengukuran pKa dapat dilakukan dengan titrasi potensiometri. Perbedaan bentuk ionic dari molekul dapat menyebabkan perbedaan bentuk fisika, kimia dan biologi sehingga analisa ini perlu dilakukan. Selain itu bentuk ion dari molekul juga penting diketahui untuk memprediksi efek yang timbul. Metode shaker dan HPLC biasa digunakan untuk mengetahui konstanta ionisasi. 2. Ikatan dengan protein plasma. Hanya bagian obat yang bebas yang dapat melewati membran. Ikatan dengan protein plasma bergantung kepada sifat fisikokimia dari protein plasma. Sifat fisika meliputi berat molekul, dialisis, ultrafiltasi, kromatografi eksklusi dan eletrik charge sedangkan sifat kimia meliputi denaturasi dan presipitasi, pelarut organik dan pengaruh asam. 3. Ikatan dengan sel darah seperti eritrosit, limposit, dll. 4. Filtrasi paru-paru. Hal ini disebabkan karena paru-paru merupakan organ yang pertama kali yang dilewati radiofarmaka setelah pemberian IV dan diduga sebagai tempat penyimpanan. 5. Ikatan radiofarmaka dengan target spesifik seperti reseptor, enzim, dll. 6. Ikatan nonspesifik dengan protein sel.
B. Pengukuran Penting Parameter Fisiko-Kimia Beberapa parameter fisikokimia yang berperan penting dalam sediaan radiofarmasi adalah sebagai berikut: 1. Indeks lipofilisitas Log P atau K oct
Perhitungan Log P adalah dengan menggunakan metoda perhitungan Hansch dan Rekker. 2. Konstanta Ionisasi Sama seperti lipofilisitas, ionisasi juga merupakan parameter penting dalam sediaan radiofarmasi. Untuk radiofarmasi , metode pemanfaatan partisi senyawa antara dua pelarut tak tercampur harus digunakan , sebagai koefisien partisi , konstanta ionisasi molekul dan pH pelarut berkorelasi erat . Metode shake-flask dan metode HPLC adalah teknik yang digunakan untuk menghitung konstanta ionisasi.
C. Hubungan Lipofilitas Dengan Brain Extraction Tidak seperti organ lain , otak dilindungi dari perubahan berat atau fluktuasi tingkat nutrisi dan zat penting lainnya dalam darah dengan mekanisme anatomi dan fisiologis yang rumit yang dikenal sebagai blood-brain-barrier (BBB). Secara fungsional , BBB membatasi pertukaran bebas dari zat antara otak normal dan darah dan bertindak untuk mengecualikan otak dari berbagai racun , obat-obatan ( termasuk radiofarmasi yang sifatnya sangat larut dalam air ) dan zat zat yang tidak diinginkan lainnya. BBB juga tampaknya hampir kedap makromolekul , protein , protein - terikat radiofarmasi , dll. Sifat ini mungkin terkait dengan tidak adanya vesikel pinocytic terkait dengan sitoplasma kapiler otak. Dengan demikian , metode difusi pasif ( untuk molekul lipofilik ) dan transpor aktif sangat berperan penting bagi sediaan radiofarmaka untuk memasuki otak yang sehat.
D. Ukuran dari Ikatan Protein Adapun metode yang telah dijelaskan dalam literature untuk memisahkan protein protein plasma berdasarkan pada sifat sifat fisikkokimia dari protein. 1. Sifat sifat fisik: a. Berat molekul b. Dialysis c. Ultrafiltrasi d. Kromatografi eksklusi e. Muatan listrik dan berat molekul 2. Sifat sifat kimia: a. Denaturasi dan presipitasi b. Pelarut organik c. Asam asam (asam trikloroasetat, dll)
Evaluasi beberapa sediaan radiofarmasi : a. 99mTc-DMSA Digunakan sebagai pencitraan pada ginjal. b. 188Re ( V ) DMSA Digunakan untuk pencitraan pada penyakit yang berhubungan dengan tulang, deteksi beberapa tumor jaringan ( meduler dan karsinoma insular dari tumor tiroid, kepala dan leher, otak, dan hati c. 99mTc BPHA Baru sebatas dicobakan pada hewan, seperti tikus dan kelinci d. 99mTc DTPA Dieksresikan lebih cepat melalui ginjal namun ditahan lebih lama di dalam tubuh. Renogramnya diklasifikasikan berdasarkan pola perfusi serapan relatif. e. 166Ho DTPA Untuk studi biodistribusi , 166Ho - DTPA dengan 7,4 0,7 MBq / 0,2 ml ( 0,2 0,02 mCi ) disuntikkan ke tikus jantan Sprague Dawley - melalui vena ekor lateral. 166Ho - DTPA dengan cepat diekskresikan melalui rute kemih . Data ini telah diperoleh berdasarkan hasil studi biodistribusi dalam tikus dan gambar kamera gamma pada kelinci. f. 125I Oligotide 125I telah digunakan untuk radiolabelling dari oligotide. Digunakan untuk radiolabelling dari oligotida (O) dan juga untuk 125I-O . Waktu paruh pada plasma ditemukan 9-10 menit dan 9-10 jam untuk fase alfa dan beta setelah single iv administration. Saat diberikan secara injeksi iv nilai lebih besar didapat dibanting dari aktifitas radioaktif secara rute oral yang ditemukan pada ginjal, limfa dan hati. Hal tersebut menunjukkan porsi besar agen ini di eksresikan via urin dibanding feses.
Reaksi Merugikan dan Efek Samping Reaksi merugikan dari administrasi sediaan radio farmasi termasuk reaksi sensitivitas dan banyak gejala fisik dan sistemik lain seperti nausea, dyspnea, bronkospasme, penurunan tekanan darah, gatal-gatal, batuk, rasa dingin, dan lainnya. Reaksi yang khas: 1. Berhubungan dengan peningkatan efek farmakologi obat a. Frekuensi sering b. Penggunaan obat apakah efek farmakologi yang utama atau tidak. c. Tidak berhubungan dengan efek farmakologi Idiosincratic d. Kurang terlihat e. Biasanya hipersensitif atau alergi f. Tidak dapat di duga oleh karena itu bias menjadi berat. g. Mekanisme tidak jelas