PENGGUNAAN STEM CELLS DALAM PENGOBATAN PENYAKIT GINJAL
1. STEM SEL
1.1 PENGERTIAN Sel Punca atau stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Sel Punca mempunyai 2 sifat yang khas yaitu: 1. Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. Sel Punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik) misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain- lain 2. Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel.
Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan menjadi 1. Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk satu individu yang utuh. 2. Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel punca pluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells).
3. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel misalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural stem cells) yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia. 4. Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel. Berbeda dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah.
1.2 Berdasarkan Asalnya 1. Sel punca embrio (embryonic stem cells) Sel induk ini diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan). Massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secarain vitro. Sel induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel lainnya. 2. Sel germinal/benih embrionik (embryonic germ cells) Sel germinal/benih (seperti sprema/ovum) embrionik induk/primordial (primordial germ cells) dan prekursor sel germinal diploid ada sesaat pada embrio sebelum mereka terasosiasi dengan sel somatik gond dan kemudian menjadi sel germinal. Sel germinal embrionik manusia/human embryonic germ cells (hEGCs) termasuk sel punca yang berasal dari sel germinal primordial dari janin berumur 5-9 minggu. Sel punca jenis ini memilki sifat pluripotensi. 3. Sel punca fetal Sel punca fetal adalah sel primitif yang dapat ditemukan pada organ-organ fetus (janin) seperti sel punca hematopoietik fetal dan progenitor kelenjar pankreas. Sel punca neural fetal yang ditemukan pada otak janin menunjukkan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel neuron dan sel glial (sel-sel pendukung pada sistem saraf pusat). Darah, plasenta, dan tali pusat janin kaya akan sel punca hematopoietik fetal. 4. Sel punca dewasa (adult stem cells) Sel punca dewasa mempunyai dua karakteristik. Karakteristik pertama adalah sel- sel tersebut dapat berproliferasi untuk periode yang panjang untuk memperbarui diri.
Karakteristik kedua, sel-sel tersebut dapat berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial. 4.1. Sel induk hematopoietic Salah satu macam sel induk dewasa adalah sel induk hematopoietik (hematopoietic stem cells), yaitu sel induk pembentuk darah :yang mampu membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah yang sehat.
Sumber sel induk hematopoietik adalah sumsum :tulang, darah tepi, dan darah tali pusar. Pembentukan sel induk hematopietik terjadi pada tahap awal embriogenesis, yaitu dari mesoderm dan disimpan pada situs-situs spesifik di dalam embrio. 4.2. Sel punca mesenkimal Sel induk mesenkimal/ mesenchymal stem cells (MSC)dapat ditemukan pada stroma sumsum tulang belakang, periosteum, lemak, dan kulit. MSC termasuk sel induk multipontensi yang dapat berdiferensiasi menjadi sel- sel tulang, otot, ligamen, tendon, dan lemak. Namun ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa sebagian MSC bersifat pluripotensi sehingga tidak hanya dapat berubah menjadi jaringan mesodermal tetapi juga endodermal.
a. APPLIKASI / PENGGUNAAN KULTUR STEM CELLS Stem cells dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset maupun pengobatan. Adapun penggunaan kultur stem cells adalah sebagai berikut:
1. Terapi gen Stem cells khususnya hematopoetic stem cells digunakan sebagai pembawa transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah jejaknya apakah stem cells ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Adanya sifat self renewing pada stem cell menyebabkan pemberian stem cells yang mengandung transgen tidak perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu hematopoetic stem cells juga dapat berdifferensiasi menjadi bermacam-macam sel sehingga transgen tersebut dapat menetap diberbagai macam sel. 2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada organisma termasuk perkembangan organisma dan perkembangan kanker 3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan 4. Terapi sel (cell based therapy) Stem cell dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri. Sifat ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada stem cells yang akan ditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit- penyakit tertentu tanpa mengganggu organ tubuh.
5. GINJAL
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah dengan panjang sekitar 10-13cm, lebarnya 6 cm, berwarna merah dan berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atauberatnya antara 120-150 gram dan setiap sekitar 20-25% darah yang dipompa jantung mengalir menuju ginjal.
Ginjal terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Gnjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11(vertebra T12) dan kutub bawahnya adalah processus transverses vertebra L2 (kira-kira 5cm dari krista iliaca) ,sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12 dan kutub bawahnya adalah pertengahan vertebra L3.
2.1. Bagian - Bagian Ginjal 1. Renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus dital. 2. Medulla, yang terdiri dari 9-14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung henle dan tubulus proksimal (ductus colligent). 3. Columna Renalis, yaitu bagia korteks diantara pyramid ginjal. 4. Prpcessus Renalis, yaitu bagian pyramid/madula yang menonjol kea rah korteks. 5. Hilus Renalis, yaitu suatu bagian di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. 6. Papilla Renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calyx minor. 7. Calyx Minor, yaitu percabangan dari calyx major. 8. Calyx Major, yaitu percabangan drari pelvis renalis. 9. Pelvis Renalis/piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calyx major dan ureter. 10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urin menju vesica urinaria. 11. Korteks, yaitu bagian ginjal yang di dalamnya terdapat korpus
2.2. Nefron Pada bagian korteks dan medulla mengandung sekitar 1 juta nefron. Nefron adalah satuan structural dan fungsional terkecil pada ginjal. Dapat dibedakan dua jenis nefron: 1. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian luar dari korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona luar dari medula. 2. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan lengkung henle yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medula, sebelum berbalik dan kembali ke cortex.
2.2.1 Bagian - Bagian Nefron
1. Glomerulus. Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent, berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya. 2. Kapsul Bowman. Berbentuk seperti mangkuk. Lapisan parietalnya terdiri dari epitel gepeng dengan nucleus-nukleus yang mencolok yang menonjol ke dalam ruang kapiler. Epitel dalam atau epitel Visceral dibentuk oleh sel-sel bercabang yang disebut podosit. Tiap sel terdiri dari sekumpulan bahan di pusat yang mengandung sebuah nucleus dan beberapa tonjolan atau cabang-cabang yang memancar, yang pada gilirannya menumbuhkan tonjolan-tonjolan lebih kecil yang dilenal sebagai tonjolan-tonjolan kaki atau pedikel. Kapsul Bowman ini melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus. 3. Tubulus Proksimal. Terdiri dari suatu bagian yang terpilin dalam labirin kortikal dan suatu anggota naik yang lurus dalam pancaran meduler dan piramida. Tubulus proksimal ini tersusun dari suatu tubula dengan epitel torak rendah yang mempunyai suatu batas sikat pada permukaan bebasnya dan alur-alur dasar dalam posisi subnuklear.Suatu sifat mencolok dari sel- sel tubula proksimal adalah bagian dasarnya terbagi dalam kompartemen- kompartemen oleh lipatan-lipatan yang menonjol. Kompartemen- kompartemen ini mengandung sejumlah besar mitokondrium yang memanjang dari poliribosom. Sel-sel tubula proksimal terikat menjadi satu oleh kompleks sambungan. Tubulus proksimal ini berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli. 4. Lengkung Henle. Lengkung Henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal disebut segmen tebal. Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin. 5. Tubulus Distal.Tubula berpilin dengan permukaan bebas yang polos. Sel- sel ini kurang eosinofil (atau lebih basofil) dari pada yang terdapat dalam tubula proksimal. Pembuluh ini berperan dalam pengaturan konsentrasi ion K + dan NaCl dari cairan tubuh dengan cara sejumlah ion K + disekresi ke dalam filtrate dan sejumlah NaCl direabsorbsi dari filtrat. Pembuluh distal juga berperan menjaga pH cairan tubuh dengan cara mensekresikan H dan mereabsorbsi ion bikarbonat (HCO 3 - ). 6. Tubulus Pengumpul. Sel-sel tubula pengumpul mempunyai batas-batas yang jelas, nucleus berbentuk bola kira-kira pada tingkat sama didalam sel, dan sitoplasma yang relative granuler. Pembuluh ini bersifat permeable terhadap air tetapi tidak untuk garam.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
6. GAGAL GINJAL AKUT Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh adanya penurunan drastic pada glomerular filtration rate (jam sampai hari), retensi limbah metabolisme nitrogen, dan gangguan volume ekstraseluler dan homeostasis asam-basa. Persentasi GGA di rawat inap yaitu 5% dan 30% pada ICU. Oliguria dibagi atas 3 kategori : (1) Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi pada ginjal tanpa kerusakan integritas dari parenkim ginjal (GGA prerenal, prerenal azotemia) (~55%); (2) Penyakit yang secara langsung melibatkan parenkim renal (GGA renal, renal azotemia) (~40%); dan (3) Penyakit yang berhubungan dengan sumbatan pada saluran kemih (GGA postrenal, postrenal azotemia) (~5%). Kebanyakan GGA reversible, ginjal termasuk organ yang relatif unik diantara organ yang lain dalam kemampuannya untuk sembuh dari fungsi yang menurun.Namun, GGA tetap juga merupakan morbiditas dan mortalitas utama dalam rumah sakit akibat beratnya penyakit penyebab GGA tersebut .
a. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI i. GGA PRERENAL (PRERENAL AZOTEMIA) GGA prerenal adalah bentuk paling sering dari GGA dan memberikan respon fisiologik berupa hipoperfusi renal ringan sampai sedang. GGA prerenal dapat reversible dengan cepat melalui restorasi aliran darah ginjal dan tekanan ultrafiltasi glomerulus. Jaringan parenkim ginjal tidaklah rusak; dengan demikian, ginjal dari individu dengan GGA prerenal berfungsi baik ketika dicangkok ke dalam para penerima dengan fungsi kardiovasculer yang normal. Hypoperfusion yang lebih berat dapat menyebabkan trauma iskemik dari parenkim ginjal dan Renal GGA ( lihat di bawah). Jadi, GGA prerenal dan GGA renal akibat ischemia menjadi bagian dari suatu spektrum hypoperfusion ginjal. GGA Prerenal dapat mempersulit penyakit apapun yang mempengaruhi hypovolemia, berhubungan dengan cardiac output yang rendah, vasodilatasi sistemik, atau vasokonstriksi selektif intrarenal. Hypovolemia akan menyebabkan penurunan tekanan arterial sistemik, dimana dideteksi sebagai berkurangnya regangan arterial dan cardiac baroreseptor. Baroreceptor yang aktif memicu suatu respon neurohormonal yang dirancang untuk mengembalikan volume darah dan tekanan arterial. Ini meliputi pengaktifan dari sistem simpatik renin-angiotensin-aldosterone dan pelepasan arginine vasopressin (AVP; dahulu dikatakan sebagai Antidiuretik Hormone). Norepinephrine, angiotensin II, dan AVP berkolaborasi dalam usaha untuk menjaga perfusi otak dan jantung dengan merangsang vasokonstriksi pada sirkuit vaskuler "nonesensial", seperti musculocutaneous dan peredaran splanchnic, mencegah pelepasan natrium yang menghambat melalui keringat, merangsang haus, dan dengan memicu retensi natrium dan air. Perfusi glomerulus, tekanan ultrafiltrasi, dan tingkat filtrasi selama hypoperfusion yang ringan dijaga melalui beberapa mekanisme kompensasi. Reseptor regangan dalam arteriol afferent, sebagai respon atas suatu pengurangan tekanan perfusion, mencetuskan vasodilatasi arteriol afferent melalui suatu refleks myogenik lokal ( autoregulasi). Biosynthesis dari vasodilator prostaglandins ( e.g., prostaglandin E2 dan prostacyclin) juga ditingkatkan, dan campuran ini cenderung melebarkan arteriol aferen. Sebagai tambahan, angiotensin II cenderung menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen. Sebagai hasilnya, tekanan intraglomerular terjaga, fraksi plasma yang mengalir melalui kapiler glomerular yang tersaring akan ditingkatkan ( fraksi filtrasi), dan glomerular filtration rate (GFR) dipertahankan. Pada keadaan hypoperfusion yang lebih berat, respon kompensasi ini dapat gagal dan GFR menurun, dan mengarah kepada GGA prerenal. Autoregulasi dari dilatasi arteriol afferent maksimal pada tekanan arterial sistemik setinggi ~ 80 mmHg, dan hipotensi di bawah angka ini berhubungan dengan suatu kemunduran yang drastis dari GFR. Derajat hipotensi yang lebih rendah dapat menimbulkan GGA prerenal pada orang tua dan pada pasien dengan penyakit yang mempengaruhi integritas arteriol afferent (misal, hypertensive nephrosclerosis, vasculopathy diabetik). Sebagai tambahan, obat yang mempengaruhi respon adaptif pada microsirkulasi ginjal dapat merubah hypoperfusion ginjal terkompensasi menjadi GGA prerenal yang jelas atau memicu GGA prerenal menjadi GGA ischemic intrarenal. Obat-obat inhibitor dari baik biosintesis renal prostaglandin [ penghambat cyclooxygenase ; nonsteroidal antiinflamation drugs( NSAIDS)] atau inhibitor angiotensin-converting enzim (ACE Inhibitor) dan reseptor angiotensin II blockers adalah penyebab yang utama dan harus digunakan secara hati-hati pada keadaan yang dicurigai dapat terjadi hipoperfusi ginjal. NSAIDS tidak mempengaruhi GFR pada individu yang sehat tetapi dapat mempercepat GGA prerenal pada pasien dengan penurunan volume cairan atau pada insufisiensi renal kronis dimana GFR terjaga oleh hiperfiltrasi yang dimediasi prostaglandin oleh nefron fungsional yang terisa. penghambat ACE harus digunakan dengan bijaksana pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau stenosis unilateral dimana hanya satu ginjal yang berfungsi. Pada keadaan ini, perfusi dan filtrasi glomerular sangat dipengaruhi oleh angiotensin II. Angiotensin II memelihara tekanan filtrasi glomerular distal ke stenosis dengan peningkatan tekanan arterial systemic dan dengan mencetuskan konstriksi selektif pada arteriol. Penghambat ACE dapat memperlambat respon ini dan mempercepat GGA, namun umumnya reversibel, pada ~30% kasus. Hepatorenal Syndrome ini adalah suatu bentuk agresif dari GGA, dengan banyak bentuk dari GGA prerenal, yang sering mempersulit kegagalan hepatik akibat cirrhosis atau penyakit hati berat lainnya, mencakup keganasan, reseksi hepatik, dan obstruksi bilier. Pada sindrom hepatorenal yang berat, GGA berkembang walaupun telah terjadi optimisasi hemodinamika sistemik dan memiliki tingkat kematian sebesar >90%.
b. GGA INTRINSIC RENAL (INTRINSIC RENAL AZOTEMIA) GGA renal dapat mempersulit beragam penyakit berbeda pada parenkim ginjal itu sendiri. Dari sudut pandang klinikopathologis, dapat berguna untuk membagi penyebab GGA renal ke dalam (1) penyakit dari pembuluh darah besar ginjal, (2) penyakit dari mikrosirkulas ginjal dan glomeruli, (3) GGA ischemic dan akibat nephrotoxic, dan (4) radang tubulointerstitial. GGA renal paling sering dicetuskan oleh ischemia ( GGA yang ischemic) atau nephrotoxins ( GGA yang nephrotoxic), yang secara sederhana menimbulkan acute tubular necrosis ( ATN). Maka, pada umumnya penggunaan istilah GGA dan ATN dapat dipertukarkan pada keadaan seperti ini. Bagaimanapun, sebanyak 20 sampai 30% dari pasien dengan GGA ischemic atau nephrotoxic tidak mempunyai tanda klinis atau bukti morphologis dari nekrosis tubuler, menggarisbawahi peran dari trauma sublethal pada epithelium tubuler dan kerusakan lain pada sel ginjal yang lain ( misal,sel endothelial ) pada pathophysiology dari sindrom ini. Etiologi and Pathophysiologi GGA iskemik . GGA prerenal dan GGA iskemik menjadi bagian dari spektrum bentuk hipoperfusi ginjal. GGA iskemik berbeda dengan GGA prerenal dalam arti bahwa hipoperfusi memicu trauma ischemic pada sel parenkim ginjal, terutama epithelium tubuler, dan penyembuhan biasanya memerlukan 1 sampai 2 minggu setelah normalisasi perfusi ginjal sebagaimana diperlukan regenerasi dan perbaikan sel ginjal. Dalam bentuk paling ekstrim nya, ischemia mengarah kepada bilateral nekrosis korteks renal dan gagal ginjal irreversibel. GGA iskemik terjadi paling sering pada pasien yang menjalani operasi kardiovasculer besar atau menderita trauma yang berat, perdarahan, sepsis, dan/atau kekurangan cairan tubuh. GGA iskemik dapat juga mempersulit bentuk ringan hypovolemia yang nyata atau penurunan efektifitas volume arterial darah jika terjadi bersamaan dengan trauma lainnya (misal, nephrotoxins atau sepsis) atau pada pasien dengan mekanisme pertahanan autoregulator yang menurun atau dengan riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Keadaan GGA iskemik ditandai oleh tiga fase: inisiasi, pemeliharaan, dan tahap penyembuhan. Tahap inisiasi ( jam sampai hari) adalah periode awal dari hipoperfusi ginjal terjadi selama trauma iskemik sedang berkembang. GFR merosot sebab (1) tekanan ultrafiltrasi glomerular dikurangi sebagai konsekwensi dari rendahnya aliran darah ginjal, (2) aliran saringan glomerulus di dalam tubulus dihalangi oleh serpihan-serpihan yang terdiri atas sel epithelial dan bekas limbah nekrotik yang berasal dari tubulus dan epithelium, dan adanya kebocoran filtrasi glomerular melalui luka epithelium tubuler. Trauma iskemik adalah paling sering pada bagian terminal meduler dari proximal tubule ( Segmen S3, pars recta) dan bagian meduler dari ascending loop of Henle. Kedua segmen mempunyai tingkat transpor aktif larutan dan konsumsi oksigen yang tinggi dan terletak pada area ginjal yang rentan ischemic, meski dalam kondisi-kondisi basal, oleh pengaturan aliran balik yang unik pada vasculatur meduler. Iskemik seluler mengakibatkan satu rangkaian perubahan transpor ion dan integritas membran yang pada akhirnya mengarah pada trauma sel dan, jika berat dapat menyebabkan apoptosis dan nekrosis sel Perubahan ini meliputi penghabisan ATP, inhibisi pengangkutan sodium aktif dan transpor larutan lainnya, kerusakan dari regulasi sel dan pembengkakan sel, gangguan cytoskeletal dan hilangnya polaritas sel, pemasangan matriks-sel dan sel-sel, akumulasi kalsium intracellular, perubahan metabolisme phospholipid, pembentukan radikal oksigen bebas, dan peroxidasi membran lipids. Sangat penting trauma ginjal dapat diatasi dengan pengembalian alirah darah ginjal selama periode ini. Sel epitel khusus pada daerah macula densa pada tubulus distal mendeteksi peningkatan transport natrium yang terjadi sebagai konsekuensi dari kerusakan reabsorbsi dari segmen proximal nefron. Sel macula densa kemudian merangsang konstriksi dari arteriol aferen sekitar dengan mekanisme yang kurang dimengerti dan kemudian mengurangi perfusi glomerular dan filtrasinya, sehingga memperparah keadaan. Fase penyembuhan ditandai dengan perbaikan dan regenerasi dari sel parenkim ginjal, terutama sel epitel tubuler dan secara perlahan GFR menjadi normal atau kembali pada kadar premorbid. Fase penyembuhan ini dapat dipersulit oleh adanya peningkatan fase diuretik akibat eksresi dari natrium , air, dan larutan lain yang tadinya tertahan, penggunaan lanjut dari diuretic, atau terlambatnya fungsi sel epitel (untuk reabsorbsi larutan dan air) Patofisiologi dan Etiologi GGA Nephrotoksik GGA renal intrinsic akut dapat terjadi akibat paparan berbagai agen farmakologik. Paling banyak yaitu nephrotoxins, insiden GGA meningkat pada lanjut usia dan pasien dengan insufisiensi ginjal kronis, hypovolemia nyata atau papararan terhadap toxin yang lain. Vasokonstriksi intrarenal merupakan kejadian awal pada GGA yang dipicu oleh radiocontrast, siklosporin, dan tacrolimus. Sehubungan dengan patofisiologi ini, agen tersebut memicu GGA yang memiliki kemiripan dengan GGA prerenal: yaitu penurunan akut dari aliran darah ginjal dan GFR 2 , sedimen urin yang relatif ringan, dan eksresi natrium yang rendah. Kasus berat dapat memperlihatkan bukti klinis atau patologik dari adanya ATN (3) . Nefropati toksik akibat zat kontras umumnya memperlihatkan peningkatan akut (onset 24-48 jam) dari BUN dan kreatinin namun reversibel (resolusi dalam 1 minggu) dan paling umum terjadi pada individu dengan insufisensi renal kronik, DM, CHF, hipovolemik, atau myeloma multipel. Sindrom ini sepertinya terkait dengan dosis dan insidennya sedikit berkurang pada individu resiko tinggi dengan memakai agen kontras yang lebih mahal, nonionik kontras. Toksisitas langsung terhadap sel epitel tubuler dan atau obstruksi intratubuler adalah kejadian patofisiologis utama pada GGA yang disebabkan oleh antibiotik dan antikanker. Zat yang sering merusak adalah agen antimicrobial seperti acyclovir, foscarnet, aminoglikosida, amphotericin B, dan pentamidini, dan agen kemoterapi seperti cisplatin, carboplatin, dan ifosfamide. GGA terjadi pada 10 sampai 30% penggunaan aminoglikosida walaupun dengan kadar terapeutik. Amfoterisin B menyebabkan GGA- terkait dosis melalui vasokonstriksi intrarenal dan toksisitas langsung pada epitel tubulus. Cisplatin dan carboplatin seperti aminoglikosida terkumpul oleh sel tubulus proksimalis dan memprovokasi GGA setelah 7 hingga 10 hari dari paparan dengan cara merusak mitokondria, inhibisi dari aktivitas ATPase, transpor larutan, trauma yang dimediasi radikal bebas terhadap membran sel, apoptosis, dan nekrosis. Sebagai tambahan, hemoglobin dan myoglobin adalah penghambat yang kuat dari bioactivitas nitrit-oxide dan dapat mencetuskan vasokonstriksi intrarenal dan inskemik pada pasien dengan hypoperfusion ringan. Serpihan padat intratubuler ini mengandung immunoglobulin rantai ringan dan protein lainnya, termasuk Tamm-Horsfall protein yang diproduksi oleh sel thick ascending limb , yang merupakan pemicu utama terjadinya GGA pada pasien dengan multiple (myeloma cast nephropathy). Sebagai tambahan, rantai ringan dapat secara langsung menjadi racun untuk sel epithelial tubuler. Obstruksi intratubuler juga merupakan sebab penting terjadinya GGA pada pasien dengan hyperuricosuria atau hyperoxaluria. Nephropati asam urat akut biasanya muncul pada pengobatan gangguan lymphoproliferative atau myeloproliferative namun lebih sering terjadi akibat hyperurisemia jika urin terkonsentrasi. Pathologi dari GGA Iskemik (1)
Gambaran patologis klasik dari GGA iskemik yaitu nekrosis fokal dari epitel tubuler dengan adanya pelepasan dari membran dasarnya dan oklusi lumen tubulus oleh serpihan padat yang terbentuk dari sel epitel yang degenerasi, debris seluler, Tamm-Horsfall mucoprotein, dan pigmen. Akumulasi lekosit juga sering telrihat pada vasa recta, namun morphologis dari glomeruli dan vasculature ginjal biasanya normal. Necrosis paling parah terlihat pada bagian pars recta dari tubulus proksimalis namun dapat juga terdapat pada bagian meduler dari thick ascending limb pada loop of Henle. Pada GGA nephrotoksik, perubahan morfologis cenderung terlihat jelas baik pada convoluted dan pars recta tubulus proksimalis. Nekrosis sel tubuler lebih jarang terlihat dibandingkan GGA iskemik. Penyebab lain GGA Renal. Pasien dengan atherosclerosis berat dapat mengalami GGA setelah manipulasi aorta atau arteri renalis pada saat operasi atau angiography, setelah suatu trauma, atau yang lebih jarang, adanya embolisasi kristal kolesterol pada pembuluh darah ginjal (atheroembolic GGA). Kristal kolesterol tersumbat di dalam lumen arteri berukuran kecil atau sedang. Kemudian memicu reaksi sel giant dan reaksi fibrosis di dalam dinding pembuluh darah dengan penyempitan atau penyumbatan dari lumen pembuluh darah. Atheroembolic GGA biasanya ireversibel. Sangat banyak struktur agen pharmalogis yang memicu GGA akibat reaksi hipersensitivitas berupa interstitial nephritis, suatu penyakit yang ditandai dengan adanya infiltrate pada tubulointerstritium berupa granulosit (biasanya namun tidak selalu, eosinophils), makrofag, dan/atau limfosit dan dengan interstitial oedema. Obat yang tersering adalah antibiotic seperti penicillins, cephalosporins, trimethoprim, sulfonamides, rifampicin dan NSAID (4)
c. GGA POSTRENAL Prevalensi bstruksi saluran kemih sebagai penyebab GGA kurang dari 5% kasus GGA. Hal ini dikarenakan ginjal mempunyai kapasitas klirens untuk mengeksresi produk limbah nitrogenous setiap harinya, GGA akibat obstruksi hanya terjadi jika terdapat sumbatan aliran urin dari urethral meatus externum dan kandung kemih, obstruksi bilateral ureter, atau sumbatan ureter unilateral pada pasien dengan 1 ginjal yang berfungsi.Obstruksi buli-buli merupakan sebab umum terjadinya GGA postrenal dan biasanya disebabkan oleh penyakit prostate (seperti Bengn Prostat Hypertrophy, tumor, atau infeksi). Penyebab yang lebih jarang yaitu obstruksi saluran kemih bagian bawah termasuk bekuan darah, calculus, dan urtheritis disertai spasme. Obstruksi ureter dapat disebabkan oleh obstruksi intraluminal (kalkulus), infiltrasi dinding ureter (neoplasia) atau kompresi eksternal (retroperitoneal fibrosis, neoplasia, atau abses) Selama tahap awal obstruksi (jam sampai hari), filtrasi glomerulus yang berkontinu akan meningkatkan tekanan intraluminal di atas dari lokasi obstruksi. Sebagai hasilnya, terjadi distensi berangsur dai ureter proksimal, renal pelvis, dan calyces, dan penurunan pada GFR (2) . Obstruksi akut mulanya berkaitan dengan peningkatan ringan aliran darah ginjal namun vasokonstriksi arteriolar segera terjadi mendadak, mengarahkan pada penurunan filtrasi glomerulus lebih lanjut. d. MANIFESTASI KLINIS DAN DIFERENSIAL DIAGNOSIS Pasien yang datang dengan gagal ginjal sebaiknya segera diniliai untuk menentukan penurunan pada GFR apakah perjalanannya akut atau sudah kronis. Proses akut dengan mudah ditentukan jika pemeriksaan laboratorium sebelumnya memperlihatkan peningkatan dari kadar blood ureum nitrogen dan creatinin, namun pengukuran sebelumnya tidak selalu tersedia. Penemuan yang memperlihatkan keadaan gagal ginjal kronis termasuk anemia, neuropati, dan bukti radiologis adanya osteodistrophi ginjal atau ginjal berukuran kecil dengan jaringan parut. Namun, harus diketahui bahwa anemia juga dapat ditemukan pada GGA dan ukuran ginjal normal arau lebih sedikit besar dibandingkan ginjal pada beberapa penyakit ginjal kronis (nephropaty diabetic, amyloidosis, dan polycystic kidney disease). Setelah diagnosis GGA ditegakkan, beberapa hal perlu ditentukan segera: (1) identifikasi penyebab dari GGA, (2) eliminasi dari zat-zat pemicu (nephrotoxin) dan/atau prosedur terapi spesifik dan (3) pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi uremik. e. PENILAIAN KLINIS Petunjuk klinis pada GGA prerenal adalah gejala kehausan dan pusing pada saat berdiri tegak dan bukti pemeriksaan fisis berupa adanya hipotensi orthostatic dan tachycardia, penurunan tekanan vena jugularis, penurunan turgor kulit, membrane mukosa yang kering, dan berkurangnya keringat pada aksiler. Riwayat adanya penurunan progresif dari produksi urin dan berat badan serta riwayat penggunaan NSAID (4) , ACE Inhibitor (5) , atau angiotensin reseptor blocker. Dari pemeriksaan klinis secara seksama akan dapat terlihat stigmata dari penyakit hati kronis dan hipertensi portal, gagal jantung, sepsis, atau penyebab lain yang mengurangi volume darah arterial efektif. GGA renal akibat iskemik biasanya terjadi setelah adanya hipoperfusi ginjal berat akibat hipovolemic atau septic shock atau setelah operasi besar. Kemungkinan GGA iskemik akan dapat berkembang lebih jauh jika GGA menetap walaupun terdapat normalisasi hemodinamika sistemik. Diagnosis dari GGA akibat nephrotoxic membutuhkan peninjauan terhadap data klinis, farmakologis, perawatan, dan riwayat radiology sebagai suatu bukti terhadap paparan dari pengobatan nephrotoxin atau agen radiokontras atau terhadap toxin endogen (myoglobin, hemoglobin, asam urat, protein myeloma, atau peningkatan kalsium dalam serum). Walaupun persentasi GGA iskemik dan nephrotoxic 90% dari kasus GGA renal, penyakit parenkim ginjal yang lain juga patut dipertimbangkan. Nyeri pinggul juga merupakan gejala umum akibat adanya oklusi dari arteri atau vena ginjal dan dengan penyakit parenkim ginjal yang membuat kapsul ginjal distensi (glomerulonephritis berat dan pyelonephritis). Nodul subcutaneous, livedo retikularis, plaq oranye retinal arteriolar, nadi kaki yang teraba merupakan tanda dari adanya atheroembolization. GGA yang berhubungan dengan oligouria, edema, hipertensi, dan sediment urin aktif (sindrom nefritik) menunjukkan adanya glomerulonephritis atau vaskulitis. Hipertensi malignan sepertinya juga penyebab GGA pada pasien dengan hipertensi yang berat dan bukti adanya kerusakan akibat hipertensi pada organ lain (left ventricular hypertrofi, retinopati hipertensif, papiledema, atau gangguan neurologist). Demam, arthralgia, dan bercak eritematous yang gatal terjadi setelah paparan obat yang menyebabkan adanya interstitial nephritis allergic, walaupun tanda dari hipersensitivitas sistemik biasanya tak muncul. GGA postrenal memperlihatkan gejala nyeri pada suprapubik dan pinggul akibat distensi dari buli-buli dan pada saluran pengumpulan urin di ginjal serta kapsul ginjal. Nyeri kolik pinggul yang dapat merambat ke pangkal paha menunjukkan suatu obstruksi akut ureter. Penyakit prostat diduga jika terdapat riwayat nokturia, frekuensi, dan hesitansi serta pembesaran atau indurasi dari prostate pada pemeriksaan rectal. Neurogenik bladder dicurigai terjadi pada pasien yang mngkonsumsi obat-obatan antikolinergik atau adanya bukti klinis disfungsi autonom. Diagnosis definitif dari GGA postrenal sangat bergantung pada investigasi radiologik dan respon penyembuhan yang cepat setelah hilangnya sumbatan. f. URINALYSIS Anuria memberi informasi adanya sumbatan total namun dapat merupakan penanda beberapa kasus GGA prerenal dan renal. Output urin yang berfluktuasi menimbulkan kemungkinan adanya obstruksi intermitten dimana terdapat pasien dengan obstruksi saluran kemih parsial mengalami poliuria akibat gangguan mekanisme mengkonsentrasi urin. Pada GGA prerenal, sediment bersifat aseluler dan mengandung serpihan hyaline transparan (urin sediment jinak, inaktif, dan lemah). Serpihan jyalin terbentuk pada urin yang tekonsentrasi dari unsur normal pembentuk urin utamanya protein Tamm-Horsfall, dimana disekresi oleh sel epithelial dari Loop of henle. Terdapat juga GGA postrenal dengan sediment inaktif, walaupun hematuria dan pyuria umum pada pasien dengan obstruksi intralumen atau penyakit prostat serpihan berpigmen coklat lumpur dan serpihan yang mengandung sel epitel tubulus adalah tanda dari ATN (6) dan dapat juga menunjukkan adanya GGA iskemik atau nefrotoksik. Serpihan ini biasanya ditemukan berkaitan dengan hematuria mikroskopik atau pada proteinuria tubuler ringan (<1g/dl). style=""> serpihan granuler yang umum adalah ciri dari penyakit ginjal kronis dan kemungkinan menunjukkan adanya fibrosis interstitial dan dilatasi tubulus. Jika dilakukan dengan pewarnaan Hansels, eosinophilria (>5% dari leukosit) umum ditemukan (~90%) pada nephritis interstitial allergic yang disebabkan oleh antibiotic. Tetapi lymphosit lebih dominant pada nephritis interstitial allergic akibar NSAIDs. Eosinophilluria merupakan tanda dari GGA atheroembolic. Kristal asam urat sering ditemukan pada urin terkonsentrasi pada GGA prerenal namun juga menunjukkan adanya nephropaty urat akut jika ditemukan dalam jumlah yang besar. Kristal oxalat dan hippurat meningkatkan kemungkinan keracunan ethylene glycol. Proteinuria dengan >1 g/dl memberitahukan adanya kerusakan pada glomerular ultrafiltration barrier (proteinuria glomerular) atau eksresi dari myeloma rantai ringan. Yang terakhir tidak terdeteksi dengan dipstick biasa (yang mendeteksi albumin) dan harus direndam di asam sulfosalisilat atau tes immunoelectrophoresis. Proteinuria berat juga sering ditemukan (~80%) pada pasien yang mengalami interstitial nephritis allergic dan glomerulopathy kelainan minimal jika mengkonsumsi NSAIDs. Keadaan serupa dapat dipicu oleh pemberian ampicilin, rifampisin, atau interferon A. Hemoglobinuria atau myoglobunuria harus dipertimbangkan jika tes dipstick menunjukkan positif kuat pada heme namun mengandung sedikit sel darah merah dan jika supernatant dari urin yang tersentrifugal positif heme bebas. Bilirubinuria memberikan petunjuk akan adanya sindrom hepatorenal. g. TANDA KEGAGALAN GINJAL Analisis urin dan kimia darah sangat penting untuk membedakan antara GGA prerenal dan GGA iskemik dan nephrotoksik yang merupakan GGA renal. Fraksi eksresi sodium (FENa) paling berguna dalam hal ini. FENa menghubungkan antara klirens natrium terhadap klirens kreatinin. Natrium banyak direabsorbsi oleh filtrasi glomerulus pada pasien dengan GGA prerenal sebagai usaha untuk mempertahankan volume intravaskuler tetapi tidak pada GGA renal akibat adanya kerusakan dari sel epitel tubulus. Kontrasnya, kreatinin tidak di reabsorbsi pada kedua keadaan tersebut. Konsekuensinya, pasien dengan GGA prerenal biasanya mempunyai kadar FENa <1%>1% indeks kegagalan ginjal memperlihatkan perbandingan informasi karena variasi klinis dari konsentrasi natrium serum relative kurang. Konsentrasi natrium pada urin kurang sensitive untuk membedakan antara GGA prerenal dari GGA iskemik dan nephrotoksik dikarenakan nilai yang sama pada keduanya. Tidak jauh beda, indikator kemampuan mengkonsentrasikan urin seperti berat jenis, osmolalitas, rasio urea urin-plasma, dan rasio ureum-kreatinin, informasinya terbatas untuk menentukan differensial diagnosis Perhatian lebih diberlakukan jika terdapat informasi kimiawi atas kegagalan ginjal. FENa dapat >1% pada GGA prerenal jika pasien mengkonsumsi diuretik, bicarbonaturia (bersamaan dengan natrium untuk mempertahankan electronetralitas), gagal ginjal kronis yang dipersulit oleh natrium wasting, atau insufisiensi adrenal. Kontrasnya, FENa <1%> h. LABORATORIUM Pengukuran kreatinin serum berulang dapat memberikan informasi penyebab GGA. GGA prerenal ditandai dengan kadar berfluktuasi yang parallel dengan perubahan fungsi hemodinamik. Kreatinin meningkat drastis (24 sampai 48 jam) pada pasien dengan GGA akibat iskemik, atheroembolisasi, dan paparan kontras radiologik. Kadar kreatinin puncak dapat terlihat setelah 3 sampai 5 hari pada nephropati kontras dan kembali pada kadar dasar setelah 5 sampai 7 hari. Sebaliknya, pada GGA iskemik dan penyakit atheroembolic, kadar kreatinin mencapai puncak setelah 7 sampai 10 hari. Peningkatan awal kreatinin serum biasanya muncul setelah 2 minggu terapi aminoglikosida dan cisplatin dan kemungkinan menunjukkan dibutuhkannya akumulasi zat ini dalam sel sebelum GFR menurun. Hyperkalenia, hyperphospatenia, hypocalcemia, dan peningkatan asam urat serum dan kadar kreatinin kinase menunjukkan diagnosis rhabdomyolisis. Hyperuricemia [>890 umol/L (>15 mg/dL)] yang berkaitan dengan hyperkalemia, hyperphosphatemia, dan peningkatan kadar peredaran enzim intraseluler seperti laktat dehidrogenase mengindikasikan adanya nephropaty urat akut dan tumor lysis syndrome setelah menjalani kemoterapi. Anion serum dan osmolal gap yang luas (osmolalitas serum terukur dikurangi dengan osmolaltas serum yang dihitung dari konsentrasi natrium, glukosa, dan ureum) mengindikasikan adanya anion atau osmole yang tidak biasanya dalam sirkulasi dan merupakan tanda dari keracunan ethylene glycol atau methanol. Anemia berat tanpa disertai perdarahan meningkatkan kemungkinan adanya hemolisis, multiple myeloma, atau microangiopathi trombotik. Eosinofilia sistemik menandakan adanya nephritis interstitial allergic dan juga tanda penyakit atheroembolic dan polyangiitis nodosa. i. PENEMUAN RADIOLOGIK Pencitraan saluran kemih dengan USG sangat berguna menyingkirkan diagnosis GGA postrenal. CT-Scan dan MRI merupakan modalitas alternative yang dapat digunakan. Dimana dilatasi pelvicaliceal sering terjadi pada obstruksi saluran kemih (~98% sensitivitas), dilatasi dapat tidak ditemukan pada permulaan obstruksi dan pada penekanan diluar sistem ureter (missal pada fibrosis retriperitoneal dan neoplasia). Retrograde pyelography adalah investigasi yang lebih definitive pada kasus yang kompleks dan memberikan lokalisasi spesifik lokasi obstruksi. Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah teknik skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih. USG Doppler dan magnetic resonance angiography berguna untuk menilai keadaan arteri dan vena ginjal pada pasien yang dicurigai adanya obstruksi vaskulet, bagaimanapun angiographi dengan kontras biasanya dibutuhkan untuk diagnosis definitif. j. BIOPSI GINJAL Biopsi hanya dilakukan pada keadaan dimana kemungkinan diagnosis GGA postrenal dan prerenal telah disingkirkan dan penyebab dari GGA renal belum diketahui. Biopsi ginjal penting pada saat pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan diagnosis selain trauma iskemik atau nephrotoksik yang kemudian dapat menjadi pedoman terapi khusus untuk penyakit tersebut. Misalnya glomerulonephritis, vasculitis, sindrom hemolitik- uremik, purpura thrombotik thrombositopenia, dan interstitial nephritis allergic. k. KOMPLIKASI GGA mengganggu eksresi natrium, kalium, dan air dan merusak homeostasis divalensi kation serta mekanisme pengasaman urine. Akibatnya, GGA sering mempersulit volume overload pada intravaskuler, hyponatremia, hyperkalemia, hyperphosphatemia, hypocalcemia, hypermagnesemia, dan asidosis metabolik. Sebagai tambahan, pasien tidak dapat mengeskresi produk limbah nitrogen dan cenderung terkena syndrome uremik. Kecepatan dari perkembangan dan keparahan dari komplikasi ini memperlihatkan derajat kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme dari pasien. Ekspansi volume cairan extraseluler merupakan suatu konsekuensi mutlak dari berkurangnya eksresi air dan natrium pada pasien anuria atau oligouria. Dimana bentuk yang lebih ringan ditandai dengan peningkatan berat badan, rales paru, peningkatan tekanan vena jugular, dan edema. Ekspansi volume berkelanjutan dapat mempresipitasi edema pulmoner yang berbahaya. Hypervolemia dapat menjadi dilemma pada pasien yang sedang menjalani pengobatan intravena dan nutrisi enteral atau parenteral. Pemberian berlebihan air baik dengan cara biasa maupun dengan nasogastrik tube dan pemberian intravena larutan hipotonik atau larutan dekstrose isotonic dapat menyebabkan hipoosmolaliti dan hiponatremia, dimana jika parah dapat menyebabkan edema serebral dan abnormalitas neurologis termasuk kejang. Hiperphospatemia ringan adalah komplikasi tersering dari GGA. Hiperphospatemia berat dapat berkembang pada pasien dengan katabolisme tinggi atau setelah rhabdomyolysis, hemolysis, atau tumor lysis. Deposisi metastatik dari kalsium fosfatase dapat menyebabkan hipocalcemia, terlebih jika kadar konsenstrasi kalsium dan fosfat melebihi 70 mg/dL. Faktor lainnya yang berkontribusi pada hipocalcemia termasuk resistensi jaringan terhadap pengaruh hormon paratirhoid dan penurunan kadar 1,25-dihydroxyvitamin D. Hypocalcemia biasanya asimptomatis namun dapat menyebabkan paresthesia perioral, keram otot, kejang, halusinasi, dan perubahan berkepanjangan dari T- wave serta QT interval pada pemeriksaan EKG. GGA berat yang berkepanjangan akan dapat berkembang menjadi sindrom uremik. Diuresis aktif dapat terjadi selama fase penyembuhan GGA, dapat juga, pada beberapa keadaan, menyebabkanpenurunan volume intravaskuler dan lambatnya penyembuhan GFR. Hipernatremia dapat juga menjadi komplikasi pada fase penyembuhan jika pengeluaran cairan melalui urin hipotonik tidak digantikan secara tepat dengan larutan saline hipertonik. Hypokalemia, hypomagnesemia, hypophosphatemia, dan hypocalcemia adalah komplikasi metabolik yang lebih jarang pada fase ini.
l. PENGOBATAN i. Pencegahan Karena tidak ada terapi spesifik untuk GGA iskemik dan nephrotoksik, pencegahan merupakan hal yang paling penting. Bayak kasus GGA iskemik dapat dihindari dengan adanya perhatian lebih tinggi pada fungsi kardiovaskuler, seperti pada pasien beresiko tinggi seperti lansia dan seseorang yang telah memiliki insufisiensi renal sebelumnya. Restorasi agresif volume intravaskuler telah menunjukkan penurunan dramatis terhadap insiden GGA iskemik setelah terjadinya operasi mayor atau pada trauma berat dan luka bakar. Insiden GGA nephrotoxic dapat diturunkan dengan penyesuaian obat nephrotoksik terhadap ukuran badan dan GFR. Sebagai contoh, mengurangi dosis atau frekuensi pemakian obat pada pasien yang memiliki kerusakan ginjal sebelumnya. Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa kadar kreatinin serum relative kurang sensitive untuk mengetahui GFR dan dapat terlihat lebih tinggi pada pasien berukuran kecil atau pada lansia. Untuk tujuan menentukan dosis obat, sangat dianjurkan untuk menggunakan formula Cockcroft-Gault dimana faktor berat badan dan umur mempengaruhi hasilnya. Menyesuaikan dosis obat berdasarkan kadar obat yang bersirkulasi juga sepertinya mengurangi resiko cedera di ginjal pada pasien yang mengkonsumsi antibiotik aminoglycoside, cyclosporine, or tacrolimus. Diuretics, cyclooxygenase inhibitors, ACE8 inhibitors, angiotensin II receptor blockers, dan vasodilator lainnya harus digunakan dengan perhatian lebih pada pasien yang dicurigai memiliki hypovolemia yang nyata atau penyakit renovaskuler karena zat-zat ini dapat merubah GGA prerenal menjadi GGA iskemik di masa depan. Allopurinol dan diuresis alkaline berguna sebagai profilaksis pada pasien dengan beresiko tinggi terkena nephropati asam urat akut (misalnya pada kemoterapi kanker hematologik) dengan cara membatasi pembentukan asam urat dan mencegah presipitasi kristal urat pada tubulus ginjal. Provokasi diuresis alkalin dapat juga mencegah atau mengurangi GGA pada pasien yang mengkonsumsi methotrexat dosis tinggi atau menderita rhabdomyolisis. N-acetylcysteine membatasi cedera ginjal yang disebabkan oleh acetaminophen jika diberikan 24 jam pertama setelah asetaminofen dikonsumsi. Ethanol menghambat metabolisme ethylene glycol menjadi asam oxalic dan hasil metabolit toksik lainnya dan merupakan tambajan penting pada hemodialisis pada penanganan kegawatdaruratan intoksikasi ethylene glycol. ii. Terapi spesifik Pada dasarnya, GGA prerenal dapat reversible secara cepat setelah memperbaiki abnormalitas hemodinamika primer dan GGA postrenal dapat disembuhkan setelah obstruksi dihilangkan. Sampai sekarang, tidak ada terapi spesifik untuk GGA renal karena iskemik atau nephrotoxic. Penanganan terhadap kelainan ini berfokus pada menghilangkan penyebab abnormalitas hemodinamika, menghindari paparan lanjutan dari toxin, dan pencegahan serta penanganan komplikasi. Terapi spesifik GGA renal yang disebabkan oleh keadaan lainnya tergantung patologis penyebab. m. GGA PRERENAL. Komposisi dari terapi penggantian cairan pada GGA prerenal akibat hipovolemia harus menyesuaikan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemi berat akibat perdarahan sebaiknya diterapi dengan transfuse packed red cells, dimana saline isotonic hanya tepat untuk terpati penggantian cairan pada perdarahan ringan atau sedang atau kerusakan plasma (luka bakar, pankreatitis). Komposisi cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat bervariasi namun biasanya hipotonik. Larutan hipotonik (mis. Saline 0,45%) biasanya direkomendasikan sebagai terapi pengganti awal pada GGA prerenal akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih dan gastrointestinal, walaupun salin isotonic dapat berguna pada kasus yang lebih berat. Terapi berkesinambungan sebaiknya berdasarkan pada pengukuran kandungan ion dan volume cairan yang dieksresikan. Kadar potassium serum dan status asam-basa sebaiknya dimonitor secara seksama. Gagal jantung membutuhkan penatalaksaan aktif dengan inotropik positif, agen penurun preload dan afterload, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanik seperti balon intraoaortik. Pengawasan hemodinamika invasif dibutuhkan sebagai pedoman terapi komplikasi pada pasien yang secara klinis fungsi kardiovaskulernya dan volume intravaskuler sulit dinilai. n. GGA RENAL. Banyak pendekatan yang berbeda telah diteliti kemampuannya dalam mengurangi cedera atau mempercepat penyembuhan GGA iskemik dan nephrotoxic. Termasuk ANP, dopamine dosis rendah, antagonis endothelin, loop diuretics, calcium channel blockers, a-adrenoreceptor blockers, analog prostaglandin, antioxidants, antibody leukocyte adhesion molecules, dan insulin- like growth factor type I. Walaupun kebanyakan dari pendekatan ini bermanfaat pada model penelitian GGA iskemik dan nephrotoxic, namun tidak memperlihatkan manfaat yang konsisten (hasilnya bervariasi) dan terbukti tidak efektif pada manusia. GGA renal akibat penyakit intrinsic renal lainnya seperti glomerulonephritis akut atau vaskulitis dapat berespon terhadap kortikosteroid, alkylating agents, dan/atau plasmapheresis, tergantung dari patologi primernya. Glucocorticoids juga dapat mempercepat remisi pada kasus nephritis interstitial allergic. Pengendalian aktif terhadap tekanan arteri sistemik juga sangat penting dalam mengurangi cedera ginjal pada malignant hypertensive nephrosclerosis, toxemia pada kehamilan, dan penyakit vakuler lainnya. Hipertensi dan GGA akibat scleroderma dapat sangat sensitive dengan pengobatan ACE inhibitors. o. GGA POSTRENAL Penanganan GGA postrenal membutuhkan kolaborasi mendalam dari ahli nephrology, urology, dan radiology. Obstruksi urethra atau kandung kemih biasanya diatasi pertama-tama dengan kateter transurethra, yang akan memberikan penyembuhan temporer, sementara lesi obstruksi diidentifikasi dan kemudian diberikan terapi definitive. Mirip dengan itu, obstruksi ureter dapat diterapi mula- mula dengan katerisasi percutaneous terhadap pelvis renalis atau ureter yang terdilatasi. Obstruksi biasanya dapat disingkirkan secara percutaneous (mis, calculus) atau bypass dengan memasukkan stent ureter (misal, karsinoma). Sebagian besar pasien mengalami diuresis yang tidak biasanya selama beberapa hari setelah terapi obstruksi. Sekitar 5% pasien akan mendapatkan sindrom salt- wasting yang memerlukan pemberian salin intravena untuk menjaga tekanan darah. 7. GANGGUAN GINJAL KRONIK Pada penderita gagal ginjal kronik, akan mengalami penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolisme protein ( ureum, kreatinin, asam urat yang normalnya dieksresikan kedalam urine ) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.( Brunner & Suddart 2002 : 1448
a. Penurunan laju filtrasi glomerolus ( GFR ) Penurunan GFR terjadi akibat tidak berfungsinya glomeruli, kliriens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin sereum meningkat. Selain itu kadar nitrogen urea darah ( BUN ) akan meningkat. b. Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap terakhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Penahanan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti dan hipertensi. Hipertensi dapat terjadi aktivasi aksis renin- angiotensin-aldosteron. Mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam mencetuskan resiko hipertensi dan hipovolemi. c. Asidosis Terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengeksresikan muatan asam (H + ) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia (NH3 + ) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO 3
- ). Nilai normal adalah 16- 20 mEq/L. penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Pada sebagian klien GGK asidosis metabolik terjadi. pada tingkatan ringan dengan Ph darah tidak kurang dari 7,35. nilai normalnya 7,35-7,45. d. Anemia Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat (racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan sum-sum tulang terhadap eritropoetin). Memendeknya usia sela darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan mengalami perdarahan terutama disaluran gastrointestinal, anemia akan menyebabkan kelelahan, dapat timbul dispneu sewaktu penderita melakaukan kegiatan fisik. Anemia GGK akan timbul apabila kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/100 ml atau GFR menurun 30 % dari normal. e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Dengan menurunnya filtrasi ginjal dapat meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya serta peningkatan fospat serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid tapi pada GGK tubuh tidak berespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya kalsium tulang menurun sehingga menyebabkan perubahan pada tulang. Selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dehidrosikolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal menurun seiring perkembanagan gagal ginjal. f. Ketidakseimbangan kalium Hiperkalemia timbul pada klien GGK yang mengalami Oligouri disamping itu asidosis sistemik dapat menimbulkan hiperkalemia melalui pergesaran K + dari sel kecairan ekstra seluler. Bila K + antara 7-8 mEq/ L akan timbul disritmia yang fatal bahkan henti jantung. g. Hipermagnesemia Uremia akan mengalami penurunan kemampuan meneksresikan magnesium, sehingga kadar magnesium serum meningkat ( nilai normal 1,5-2,3 mEq/L). h. Hiperurisemia GGK dapat menimbulkan gangguan eksresi asam urat sehingga kadar asam urat meningkat ( nilai normal 4-6 mg/100 ml ) sehinggfa dapat menimbulkan serangan arthithis Gout akibat endapan garam urat pada sendi dan jaringan lunak. i. Penyakit tulang uremik Osteodistropi renal terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fospat dan ketidakseimbangan parathormon. j. Kelainan metabolisme Merupakan ciri khas syndrome uremik, meski mekanismenya belum jelas. Terjadi akibat gangguan metabolisme protein akibat dari sintesa protein abnormal. Gangguan metabolisme karbohidrat juga terjadi, kadar gula darah puasa meningkat tapi tidak lebih dari 200 mg/100ml. Akibatnya jaringan perifer tidak peka terhadap insulin, dimana ginjal gagal menonaktifkan 1-5 % insulin dari uremia. Metabolisme lemak terjadi akibat peningkatan kadar trigliserida serum karena peningkatan glukosa dan insulin serta penggunaan asetat dalam dialisat.
8. PENGGUNAAN STEM CELLS DALAM PENGOBATAN PENYAKIT GINJAL
Para ahli saat ini sedang giat melakukan berbagai penelitian untuk menggunakan stem cell dalam mengobati berbagai penyakit. Penggunaan stem cells untuk mengobati penyakit dikenal sebagai Cell Based Therapy. Prinsip terapi adalah dengan melakukan transplantasi stem cells pada organ yang rusak.
Tujuan dari transplantasi stem cells ini adalah 1. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat pada jaringan atau organ tubuh pasien 2. Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan sel-sel baru yang ditranspalantasikan.
Sel stem embryonic sangat plastik dan mempunyai kemampuan untuk dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, sel-sel darah dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk menggantikan jaringan yang rusak. Sel stem dewasa juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah berkurang. Keuntungan dari penggunaan sel stem dewasa yaitu tidak atau kurang menimbulkan masalah dan kontroversi etika.
a. Prinsip Pengobatan Stem Cell Stem cell adalah sel induk yang berada dalam tubuh kita sendiri yang memiliki kemampuan memperbaharui dan memulihkan. Dalam kondisi seperti ini, ia dapat dikelompokkan sebagai sel multifungsi. Prinsip metode stem cell terhadap penyakit gagal ginjal : Stem cell melalui injeksi pada pembuluh atau metode intervensi lainnya dimasukkan ke ginjal, dapat membantu regenerasi sel pada ginjal yang rusak, menghambat proses kerusakan ginjal, hingga memulihkan fungsi ginjal tersebut. Stem cell dapat mengobati glomerulonefritis kronik, kerusakan ginjal yang disebabkan oleh metabolisme yang tidak normal, nefropati pada pembuluh darah, penyakit ginjal turunan, Infeksi pada Ginjal, Penyakit sistemik, Nefropati Beracun, Nefropati obstruktif, dan penyakit ginjal yang disebabkan oleh faktor lainnya. Metode pengobatan ini sangat efektif bagi pasien penderita gagal ginjal stadium I, II, III, maupun IV (uremia).
b. Kelebihan Terapi Stem Cell Teknologi stem cell adalah bioteknologi klinis yang digunakan di abad 21 ini, metode pengobatan ini memiliki kelebihan-kelebihan seperti, tingkat risiko yang rendah, efeknya cepat terlihat, rasa sakit yang dirasakan sedikit, dan sangat efektif, dan bila dibandingkan dengan metode cuci darah, metode obat-obatan serta pencangkokkan ginjal, metode ini lebih menonjolkan kelebihan dari bioteknologi. 1. Hasil yang efektif Hasil bisa terlihat setelah 1 minggu terapi, sebagian besar pasien yang telah melakukan terapi tahap ke 2, fungsi ginjalnya kembali normal, urin yang berkurang, pembengkakan, hipertensi, anemia, serta gejala-gejala lainnya pun berkurang atau bahkan hilang. Sedangkan untuk metode obat-obatan dan cuci darah, ini hanya terpusat pada gejala yang terlihat saja, tidak menyembuhkan pusat kerusakan pada ginjal. Dalam pencangkokkan ginjal, ginjal yang sehat dimasukkan ke dalam tubuh pasien, terdapat risiko dan kemungkinan penolakan dari tubuh, ditambah dengan tuntutan dari pendonor, sehingga pemulihannya tergolong lambat.
2. Keamanannya terjamin Stem cell tidak memiliki efek samping, kecil kemungkinannya terjadi penolakan dari tubuh, kecil kemungkinan terjadi respon yang tidak diinginkan, tindakan dilakukan dengan teknologi minimal invasif, tidak dilakukan pembedahan, tidak ada rasa sakit, dan efeknya dapat terlihat dalam waktu singkat. Pengobatan dengan metode obat-obatan dapat menimbulkan perlawanan dari penyakit, menambah beban pada organ ginjal. Metode cuci darah dapat menimbulkan reaksi ketidakseimbangan serta reaksi merugikan lainnya, selain itu pasien yang memiliki gangguan pada pembuluh darah, tidak dapat melakukan cuci darah. Setelah pasien melakukan pencangkokkan ginjal, risiko terkena penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes, kolesterol, hiperurikemia, dan penyakit lainnya akan bertambah. 3. Dengan menggunakan metode stem cell tidak perlu menunggu, autologous, berbagai sel induk yang diperlukan tersedia, dan bersifat menyebar pada tubuh manusia
Stem cell umumnya terdapat pada sebagian besar organ yang ada pada tubuh manusia, yang utama meliputi, sel induk pada sum sum tulang, sel induk pada darah perifer, sel induk pada tali pusat, dsb. Karena stem cell memiliki kemungkinan penolakan yang kecil, autologous, dan berbagai sel induk yang diperlukan tersedia. Pencangkokkan ginjal adalah salah satu metode baik yang bisa digunakan untuk mengobati penyakit ginjal, tetapi ginjal yang tersedia sangat terbatas, dan pendonornya pun sedikit. Menurut data yang diterbitkan oleh WHO, lebih dari 80% penderita gagal ginjal sedang menunggu donoran ginjal yang cocok. 4. Jangkauan pengobatan Metode pengobatan stem cell sangat efektif untuk gagal ginjal yang disebabkan oleh berbagai hal, efektif untuk pasien penderita gagal ginjal stadium I, II, III, maupun IV (uremia). Metode stem cell sangat efektif untuk gagal ginjal stadium I, metode cuci darah biasa digunakan untuk penderita stadium lanjut. Pencangkokan ginjal, adalah salah satu metode pengobatan yang tidak bisa dihindari untuk mengobati penyakit ginjal yang sudah berkembang menjadi gagal ginjal 5. Proses terapi sel induk Proses jalannya terapi stem cell, termasuk sebelum, pelaksanaan, dan setelah terapi, biasanya memerlukan waktu sekitar 10 hari, berikut perinciannya :
a. Sebelum terapi Hari ke 1 : Masuk Rumah Sakit. Registrasi. Hari ke 2 : Pemeriksaan. Menjalani pemeriksaan secara keseluruhan, dengan indikator terkait, memastikan pelaksanaan terapi stem cell. Hari ke 3-6 : Tahap awal terapi. Berdasarkan kondisi dan perkembangan penyakit pasien, dilaksanakan terapi stem cell dan pengontrolan kondisi tubuh.
b. Terapi Stem cell Hari ke 7 : Pelaksanaan transplantasi stem cell melalui pembuluh arteri. Melalui bagian yang sudah dibius secara lokal, melakukan transplantasi stem cell.
c. Setelah terapi Hari ke 8-9 : Pengamatan. Penilaian terhadap efektifitas, serta mengatur dan membantu pasien dalam menjalani terapi konsolidasi. Hari ke 10 : Keluar rumah sakit dan pelaksanaan pemeriksaan kembali. Dokter akan menginformasikan kepada pasien mengenai waktu untuk melakukan pemeriksaan kembali.
Biaya pengobatan didasarkan pada kondisi pasien dan metode pengobatan.
1. Penyakit yang berbeda membutuhkan jenis dan jumlah stem cell yang berbeda; walaupun penyakitnya sama, tahap penyakitnya berbeda-beda, maka jumlah dan jenis stem cell yang digunakan pun berbeda, tidak dapat disamakan. 2. Biaya pengobatan termasuk: biaya pengembangbiakan stem cell dan biaya transplantasi, pemeriksaan medis, rawat inap, obat-obatan pendukung (bila diperlukan), dan biaya terapi pemulihan (bila diperlukan).
Ada 4 tipe dari stem sel yang bias dipertimbangkan dalan memberbaiki sel pada ginjal, yaitu: 1. Stem sel sumsum tulang belakang 2. Hematopoetik 3. Mesencimal 4. Intrinsik renal progenitor
1. Stem Sel Sumsum tulang belakang Sebuah studi oleh Gupta et al. menyarankan bahwa BMSC hanya menyerang ginjal terluka. Dengan demikian, sel-sel tubular membawa kromosom Y yang ditemukan hanya dalam donor perempuan biopsi ginjal pasien laki-laki yang mengembangkan tubular nekrosis pasca-transplantasi. Sebaliknya, tidak ada Y-chromosomepositive
2. Hemtopoetik Setelah injeksi sistemik hematopoietik manusia sel induk (HSC) 24 jam pasca-cedera pada tikus imunodefisiensi, Li et al. menunjukkan perekrutan yang selektif dan lokalisasi Sel-sel sumsum tulang yang diturunkan ke pembuluh darah ginjal akibat dalam perbaikan struktural dan fungsional pemulihan serta peningkatan kelangsungan hidup
3. Mesencimal Studi membandingkan MSC dan HSC fraksi dengan Morigi et al. dipamerkan bahwa MSC, tapi tidak HSC, kontribusi terhadap manfaat terapeutik, dibedakan menjadi sel tubular dan mempercepat pemulihan struktural setelah cisplastin-induced cedera ginjal akut. Namun, beberapa peneliti telah menunjukkan bukti bahwa MSC berfungsi melalui efek parakrin daripada engraftment dan proliferasi untuk menengahi perbaikan ginjal. Kunter et l. menunjukkan bahwa setelah 6 hari, sebagian besar transplantasi MSC gagal berdiferensiasi menjadi jenis sel lain dengan immunostaining untuk endotel, mesangial, atau monosit / garis keturunan makrofag.
4. Intrinsik renal Progenitor Sel induk ginjal terdiri alternatif untuk sumsum tulang sel untuk regenerasi berbasis sel induk ginjal. Identifikasi sel induk ginjal didasarkan pada identifikasi sel-sel dalam ginjal mengekspresikan CD24 dan CD133, dan berbagi sifat fungsional dari sel induk seperti mereka waktu bersepeda khas lambat ditunjukkan oleh BrdU pelabelan. Nenek moyang ginjal telah ditemukan di beberapa situs dalam ginjal termasuk tubuli proksimal, glomeruli, kapiler peritubular, dan papilla. CD133-mengekspresikan sel ginjal diisolasi dari tubular sebagian kecil dari pemulihan korteks disempurnakan dari glycerolinduced tubulo nekrosis dengan mengintegrasikan ke proksimal dan tubulus distal. Penyakit ginjal timbul dari cacat bawaan juga kondisi yang diperoleh yang dihasilkan dari ginjal akut cedera (AKI) atau penyakit ginjal kronis (CKD) . AKI melibatkan cepat hilangnya fungsi ginjal secara tiba-tiba kerusakan sel ginjal, yang dapat dipicu oleh iskemia, racun, atau sepsis. CKD ditandai dengan progresif hilangnya fungsi ginjal dari waktu ke waktu karena fibrosis dan erosi jaringan sehat. Penyakit ginjal menyebabkan kegagalan organ, yang dikenal sebagai stadium akhir penyakit ginjal (ESRD), yang memerlukan terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi. Meskipun gagal ginjal dapat dikelola klinis, ia memiliki angka kematian yang tinggi dan memerlukan intensif, perawatan jangka panjang. Hal ini menempatkan beban yang cukup pada pasien dan keluarga mereka, dan sosial ekonomi yang luar biasa ketegangan pada sistem kesehatan. Kebutuhan akan metode baru untuk meringankan, menyembuhkan, atau mencegah penyakit ginjal telah memicu minat yang besar dalam topic ginjal biologi sel induk. Selama lebih dari satu dekade sekarang, yang penggunaan sel induk untuk pengobatan regeneratif telah luas digembar-gemborkan sebagai datangnya era baru dalam kesehatan. Sayangnya, besarnya semata-mata kegembiraan, berharap, dan janji seputar gagasan sel induk terapi telah disaingi oleh besarnya tantangan dalam membuat seperti pendekatan kenyataan. Sebuah rintangan utama dihadapi peneliti nefrologi adalah bahwa manusia ginjal telah klasik didefinisikan sebagai non- proliferasi dan organ non-regeneratif. Namun, dengan penemuan el induk dewasa dalam organ yang dulunya dianggap non-regeneratif (seperti otak), make-up selular ginjal telah datang untuk dievaluasi. Ada yang muncul bukti bahwa ginjal manusia memiliki regeneratif bawaan kemampuan. Sebagai contoh, pasien diabetes dengan CKD pengembalian dipamerkan lesi fibrosis dalam sepuluh ginjal mereka tahun setelah menerima transplantasi pankreas. baru upaya penelitian telah difokuskan pada pemahaman yang lebih baik bagaimana ginjal dapat sembuh setelah cedera, dan menentukan apakah ginjal mengandung sel-sel induk yang memediasi penggantian jaringan. Di sini kita mendefinisikan peran sel induk dalam pengembangan ginjal, membahas bagaimana ginjal dewasa merespon merusak, dan menggali pengetahuan saat ini tentang keberadaan sel induk dewasa ginjal. Ginjal berkembang dari kolam beberapa sel induk selama organogenesis. Seperti pada mamalia lain, ginjal manusia berasal dari mesoderm menengah (IM) dan hasil melalui tiga tahap progresif, masing-masing ditandai dengan pembentukan ginjal lebih maju: pronefros, yang merupakan organ yang belum sempurna dan non-fungsional, Mesonefros, yang hanya berfungsi waktu yang singkat selama perkembangan embrio, dan metanephros, yang menjadi bentuk definitif ginjal dewasa. Unit struktural dasar dari setiap bentuk ginjal adalah nefron, tabung epitel yang menyelesaikan ekskresi limbah. Nefron memiliki tiga bagian utama: (1) a glomerulus yang menyaring darah, (2) tubulus yang mengubah filtrat untuk menyerap dan mengeluarkan zat terlarut sebagai melewati fluida melalui proksimal, segmen menengah, dan distal, dan (3) saluran yang membawa urin menjadi terpusat Sistem pengumpulan. Pronefros dan Mesonefros erbuat dari IM yang berkembang menjadi nefron sederhana yang terhubung ke sepasang nephric (Wolffian) saluran, dan jaringan ini merosot dalam suksesi sebagai metanephros bentuk. Ginjal metanephric diproduksi ketika suatu wilayah lokal dari bentuk saluran nephric sebuah hasil yang dikenal sebagai ureter bud (UB). The UB menyerang IM yang berdekatan, yang pada tahap ini disebut mesenkim metanephric (MM), dan mengalami perulangan percabangan morfogenesis untuk membuat kompleks jaringan saluran.
Jaringan seluruh pameran tubuh mamalia yang berbeda-beda tingkat turnover selular selama kehidupan dewasa. Epitel yang dihadapkan dengan derajat stres yang tinggi lingkungan menggunakan tingkat turnover hampir konstan sel induk dewasa dan / atau keturunan mereka transiently memperkuat sebagai strategi untuk menjaga integritas jaringan, seperti yang terlihat di kulit dan lapisan saluran pencernaan di mana jutaan sel yang diganti setiap hari. Nefron ginjal dan pengumpulan saluran epitel terkena bagian berkesinambungan dari filtrat, dan ribuan sel-sel hidup dari saluran kemih manusia yang sehat diekskresikan setiap hari. Misalnya, menghitung sel tubular nefron dikelupas bernomor ~ 78.000 sel per jam pada pria dan ~ 68.000 sel per jam wanita. Sel dari ini disebut sedimen urin bisa terisolasi dan berbudaya, dan termasuk sel epitel gudang dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sedangkan besarnya pergantian sel ginjal lebih rendah dibandingkan organ lain, mekanisme homeostatis masih diperlukan untuk mempertahankan fungsi ginjal.
KEPUSTAKAAN McNeish, J. (2004) Embryonic Stem Cells in Drug Discovery Nat. Rev. Drug Discov. 3, 70-80 Davila, J.C., Cezar, G.G., Thiede, M., Strom, S., Miki, T., Trosko J. (2004) Use and Application of Stem Cells in Toxicology. Toxicol. Sci. 79, 214-223 The stem Cell- Stem cell information- The Official national Institute of Health Resource for Stem Cell Research . Anatomy 101: Stem cell-Reeve Irvine Research Center- http/www.reeve.uci.edu/anatomy/stem cells.php. Sell, S. (2004) Stem cells. Stem Cell Handbook ed. by Sell, S. 1-18. FOXNews.com - New Stem-Cell Procedure Doesn't Harm Embryos, Company Claims - Biology | Astronomy | Chemistry | Physics Therapeutic use of cell nuclear replacement: Therapeutic cloning-Research in focus- MRC (Medical Research Council) For review: Floss,T., Wurst, W. (2002) Functional Genomics by Gene-trapping in ES cells. Embryonic Stem Cells Methods and Protocols ed. by Turksen, K. 347-379 What are stem eclls? CSA guide to discovery http://www.csa.com/discovery guide/stem cell//overview.php Liu S, Qu Y, Stewart TJ et al. Embryonic stem cells differentiate into oligodendrocyts and myelinated in culture and after spinal cord transplantation. PNAS 2000: 97(11):6126-6131 Li Y, Chen J, Chen XG, et al. Human marrow stromal cell therapy for stroke in rat: neurotrophins and functional recovery Neurology 2002;59:514 523 Zhao LR, Duan WM, Reyes M, et al. Human bone marrow stem cells exhibit neural phenotypes and ameliorate neurological deficits after grafting into the ischemic brain of rats. ExpNeurol 2002;174:1120) Bartinek J, Vanderheyden M, Vandekerchove B et al., Intracoronary injection of CD133-positive enriched bone marrow progenitor cells promotes cardiac recovery after recent myocardial infarction. Circulation 2005; 112 (9 suppl): 78-83