Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spon Laut Haliclona fascigera
2.1.1. Klasifikasi (Mayers et al., 2008)
Spon laut Haliclona fascigera diklasifikasikan sebagai :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Porifera
Kelas
: Demospongea
Ordo
: Haplosclerida
Famili
: Chalinidae
Genus
: Haliclona
Spesies
: Haliclona fascigera (Hentschel, 1992)
2.1.2. Morfologi
Spon laut Haliclona fascigera merupakan hewan metazoa sederhana,
berbentuk pipa, bewarna ungu, pada tubuhya terdapat banyak pori dengan
diameter 56-72 m dan memiliki skeleton spikula satu yang diperkuat dengan
adanya saluran spikula dan spongin. Spon ini tumbuh melekat pada permukaan
karang pada kedalaman 15 m. Tinggi tubuhnya sekitar 5-14 cm. Biasa
ditemukan pada perairan Indonesia (Weerdt dan Van Soest, 2001).
2.1.3. Asosiasi Spon dengan Bakteri Endofit
Interaksi antara spon dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Untuk spon,
mikroba yang berbeda dapat diartikan sebagai sumber makanan, patogen/parasit
atau sebagai simbion mutualisme. Bakteri yang berasosiasi dengan spon dapat
mencapai 40% dari jaringan spon dengan kepadatan 10 9sel bakteri per mm
jaringan spon (Hoffman et al., 2006).
Salah satu spon genus Haliclona yang menunjukkan hubungan asosiasi
dengan bakteri yaitu Haliclona simulans yang diperoleh dari pesisir barat Irlandia,
terdapat 52 isolat bakteri yang termasuk dalam genus Pseudoalteromonas,
Pseudomonas,

Halomonas,

Psychrobacter,

Marinobacter,

Sulfitobacter,

Pseudovibrio,

Salegentibacter,

Bacillus,

Cytophaga,

Rhodococcus

dan

Streptomyces (Li Z et al., 2007).


2.2.

Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan pembelahan diri, serta
demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
(Dwijoseputro, 1982).
Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi
pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 m dam panjangnya
sekitar 1-6 m (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Tubuh bakteri yang terdiri
dari satu sel mempunyai bentuk yang beranekaragam. Ada yang berbentuk peluru
atau bola (kokus), berbentuk batang (basil), berbentuk koma dan spiral
(Tjitrosoepomo, 1994).
Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna Gram, bakteri
dibagi atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Bakteri Gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang
menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif menyerap zat
warna

kedua

yaitu

safranin

yang

menyebabkannya

berwarna

merah

(Dwijoseputro, 1982).
Bakteri Gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat
mencapai 50%) dibandingkan bakteri Gram negatif (sekitar 10%). Sebaliknya
kandungan lipida dinding sel bakteri Gram positif rendah sedangkan pada dinding
sel bakteri Gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22% (Lay, 1992).
2.2.1. Fase Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri tersebut dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu :


a. Fase Penyesuaian Diri (Lag phase)
Fase penyesuaian merupakan periode waktu dari bakteri yang ditanam
pada media perbenihan yang sesuai atau waktu yang diperlukan untuk beradaptasi
terhadap lingkungan yang baru. Waktu penyesuaiaan ini umumnya berlangsung
selama 2 jam. Pada fase ini belum terjadi pertumbuhan dan perkembangbiakan,
tetapi aktivitas metabolismenya sangat tinggi (Staf Pengajar Kedokteran UI,
1994).
b. Fase Pembelahan (Logarhytmik Phase / Exponensial Phase)
Pada fase ini bakteri berkembang biak dengan cepat, jumlah bakteri
meningkat secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung
18 24 jam. Pada fase ini pertumbuhan sangat ideal, pembelahan terjadi secara
teratur, semua bahan dalam sel berada dalam seimbang (balanced growth)
(Pratiwi, 2008).
c. Fase Stasioner (Stationary Phase)
Dengan meningkatnya jumlah bakteri, meningkat juga hasil metabolisme
yang toksik. Bakteri mulai ada yang mati, pembelahan terhambat, pada suatu saat
terjadi jumlah bakteri yang hidup sama dengan bakteri yang mati (Staf Pengajar
Kedokteran UI, 1994).
d. Fase Kematian (Death Phase)
Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, zat hara yang diperlukan
oleh bakteri berkurang sehingga bakteri akan memasuki fase kematian. Fase ini
merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Jumlah sel menurun terus sampai
didapatkan jumlah sel yang konstan untuk beberapa waktu (Lay, 1992).

Gambar 1 : Kurva Pertumbuhan Bakteri


Keterangan :
a.
b.
c.
d.

Fase Penyesuaian Diri (Lag phase)


Fase Pembelahan (Logarhytmik Phase / Exponensial Phase)
Fase Stasioner (Stationary Phase)
Fase Kematian (Death Phase)

2.3.
Ekstraksi dan Fraksinasi
2.3.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan senyawa-senyawa kimia dari
tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya menggunakan pelarut tertentu. Teknik
yang umum digunakan dalam proses ekstraksi adalah maserasi, perkolasi,
sokletasi, perebusan, dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
2.3.2. Fraksinasi
Fraksinasi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa bahan alam
berdasarkan perbedaan sifat kelarutannya dalam kondisi tertentu. Pada prinsipnya
proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan dua pelarut yang tidak
bercampur (Depkes RI, 2000).
2.4.
Pemisahan dan Pemurnian
2.4.1. Kromatografi
Metode yang umum digunakan untuk memisahkan komponen
komponen senyawa hasil ekstraksi dan fraksinasi menjadi komponen senyawa
sederhana atau tunggal yaitu dengan metode kromatografi. Kromatografi Lapis
Tipis adalah teknik analisia untuk tujuan kualitatif, sedangkan untuk pemisahan
dalam jumlah besar dapat digunakan Kromatografi Kolom (Jeffery G H., 1989).
8

2.4.2. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metoda pemisahan
senyawa yang dalam hal ini dilakukan untuk memonitor hasil fraksi dari
kromatografi kolom dengan melihat bercak yang naik pada plat KLT (Gritter, et
al., 1991). Biasanya KLT dilakukan dengan cara menotolkan ekstrak dan fraksi
pada plat KLT dan dikembangkan naik di dalam suatu bejana yang dindingnya
dilapisi kertas saring sehingga atmosfer di dalam bejana jenuh dengan fase pelarut
(Harborne, 1987). Hasil KLT ini dapat dilihat melalui harga Rf (faktor retensi).
Angka Rf bernilai antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal
(Sjahid, 2008) . Daya elusi fase gerak harus ditur sedemikian rupa sehingga hrga
Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan (Gandjar I.B, 2007).
2.4.3. Kromatografi Kolom
Untuk memisahkan senyawa dalam jumlah besar digunakan kromatografi
kolom. Pemisahan dengan kromatografi kolom berdasarkan fasa diam dan fasa
gerak. Komponen yang akan dipisahkan memiliki afinitas yang berbeda terhadap
adsorben sehingga komponen yang nonpolar tidak sama keluar dengan komponen
polar. Fasa diam (adsorben) dapat berupa zat padat yang disusun secara merata
dalam suatu kolom dan fasa gerak berupa eluen yang akan lewat di dalamnya
akibat pengaruh gaya gravitasi. Ukuran partikel fasa diam berkisar antara 63-350
mikrometer (Ikan, 1991; Suganda, 1997).
Jenis adsorben atau penyerap yang biasa digunakan untuk kromatografi
kolom adalah silika gel, alumina, dan sephadex (Suganda, 1997). Ada dua metode
penggunaan fasa gerak pada kromatografi kolom. Pertama, metoda SGP (Step
Gradient Polarity) dimana fasa gerak yang digunakan dimulai dari pelarut

nonpolar kemudian kepolaran pelarut ditingkatkan secara bertahap, baik dengan


pelarut tunggal atau kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan
perbandingan tertentu sesuai dengan tingkat kepolaran yang dibutuhkan.
Sedangkan metoda kedua adalah metoda isokratik, dimana fasa gerak yang
digunakan tetap, baik berupa pelarut tunggal maupun campuran pelarut yang
berbeda kepolarannya dengan kombinasi yang sesuai. Metoda isokratik digunakan
apabila komponen-komponen kimia dalam suatu fraksi dapat memisah dengan
baik yang diketahui dari pola noda pada kromatografi lapis tipis.
Fraksi yang keluar dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor
dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi dengan nilai Retention factor (Rf)
yang sama digabung, kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh
beberapa fraksi. Bercak pada plat KLT dideteksi dengan penampak bercak lampu
ultraviolet 254nm dan 366nm untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
kromofor.
2.4.4. Pemurnian
Senyawa hasil isolasi jarang didapatkan senyawa murni, biasanya dicemari
oleh senyawa lain selama isolasi. Salah satu pemurniannya adalah dengan
rekristalisasi yaitu berdasarkan perbedaan

kelarutan zat utama yang akan

dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran
pelarut yang cocok (Harborne, 1987).
2.5.

Senyawa Antibakteri
Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan bakteri. Obat antibakteri yang ideal memperlihatkan


toksisitas selektif yaitu obat ini dapat merugikan bakteri tanpa merugikan inang.

10

Namun pada umumnya toksisitas selektif bersifat relatif dan tidak bersifat absolut
yaitu obat ini dapat merusak bakteri dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi oleh
inang (Katzung, 1997).
Berdasarkan aktivitas antibakteri secara umum dibedakan atas bakteriostatik
yaitu senyawa yang menghambat pertumbuhan bakteri tetapi tidak membunuh
bakteri dan bakterisid yaitu senyawa yang dapat membunuh bakteri.
2.5.1. Penggolongan Antibiotik (Radji, 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, antibiotik digolongkan sebagai berikut:
1. Antibiotik yang dapat menghambat sintesis dinding sel mikroba
Contoh antibiotik golongan ini antara lain penisilin, sefalosporin,
fosfomisin, vankomisin, sikloserin, dan basitrasin. Dinding sel bakteri sangat
penting untuk mempertahankan struktur sel bakteri. Oleh karena itu, zat yang
dapat merusak dinding sel akan melisiskan dinding sel sehingga dapat
mempengaruhi bentuk dan struktur sel, yang pada akhirnya dapat membunuh sel
bakteri.
2. Antibiotik yang dapat mengganggu atau merusak membran sel
Membrane sel mempunyai peranan penting dalam mengatur transportasi
nutrisi dan metabolit yang dapat keluar masuk sel. Membran sel juga berfungsi
sebagai tempat berlangsungnya respirasi dan aktivitas biosintesis dalam sel.
Beberapa jenis antibiotik dapat mengganggu membrane sel sehingga dapat
mempengaruhi kehidupan sel bakteri, antara lain polimiksin, nistatin, golongan
makrolida, dan poliena (misalnya amfoterisin B).
3. Antibiotik yang mengganggu biosintesis asam nukleat

11

Proses replikasi DNA di dalam sel merupakan siklus yang sangat penting
bagi kehidupan sel. Beberapa jenis antibiotik dapat mengganggu metabolisme
asam nukleat tersebut sehingga mempengaruhi keseluruhan fase pertumbuhan sel
bakteri. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini antara lain asam nalidiksat
dan golongan kuinolon. Antibiotik ini dapat menghambat enzim DNA-girase yang
membuat lilitan pada DNA untai ganda.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Sintesis protein merupakan suatu rangkaian proses yang terdiri dari proses
transkripsi dan proses translasi. Antibiotik yang dapat menghambat proses-proses
tersebut akan menghambat sintesis protein. Antibiotik yang termasuk dalam
golongan

ini

adalah

aktinomisin,

rifampisin,

streptomisin,

tetrasiklin,

kloramfenikol, eritromisin, klindamisin dan gentamisin.


2.5.2. Antibiotik Pembanding
Dalam pengujian aktivitas antibakteri senyawa hasil isolasi biasanya
digunakan senyawa antibakteri lain yang telah diketahui aktivitasnya. Tujuan
penggunaan pembanding ini adalah untuk mengetahui kepekaan dari bakteri uji
yang digunakan. Senyawa antibakteri yang digunakan biasanya yang berspektrum
kerja luas atau yang dapat bekerja pada semua kelompok bakteri uji (Reeves, et
al., 1978).
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh jamur
Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol berupa kristal jamur tidak berwarna
dengan rasa sangat pahit. Obat ini sangat larut dalam alkohol dan sukar larut
dalam air (Katzung, 1997).

12

Gambar 2. Rumus Struktur Kloramfenikol (Katzung,1997)


Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesa protein bakteri,
yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator
untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesa protein bakteri. Efek
toksik kloramfenikol pada mamalia terutama pada sistem haemotopoetik sehingga
dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal. Kloramfenikol umumnya bersifat
bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap
bakteri tertentu. Kloramfenikol berspektrum luas sehingga aktif terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif.
2.6.
Pengujian Aktivitas Antibakteri
2.6.1. Metode Difusi
Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian
aktivitas antibakteri. Pada metoda ini, pencadang (reservoir) yang mengandung
sampel uji ditempatkan pada permukaan medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening sekitar pencadang diukur.
Prinsip metoda difusi yaitu uji potensi ekstrak berdasarkan luas daerah hambatan
pertumbuhan bakteri karena berdifusinya ekstrak dari titik awal pemberian ke
daerah difusi (Reeves, 1978 ; Berghe dan Vlietinck, 1991).
2.6.2. Metode Dilusi
Metoda dilusi merupakan metoda yang paling sederhana dibandingkan
metoda pengujian aktivitas antibakteri lainnya. Sampel uji dicampur dengan

13

medium cair yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Prinsip metoda ini
adalah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu
masing-masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media. Setelah
inkubasi, diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan
dari masing-masing konsentrasi ekstrak yang dibandingkan dengan kontrol.
Konsentrasi

ekstrak

terendah

yang

menghambat

pertumbuhan

bakteri

ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan, disebut dengan Konsentrasi Hambat


Minimum (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) (Reeves,
1978 ; Berghe dan Vlietinck, 1991).
2.6.3. Metode Bioautografi
Bioautografi adalah metoda untuk mengetahui lokasi aktivitas antibakteri
pada kromatogram. Metoda ini berdasarkan pada metoda difusi, dimana sampel
akan berdifusi dari kromatogram ke medium yang telah diinokulasi dengan
bakteri uji dan daerah hambat dapat terlihat tepat pada bercak kromatogram.
Metoda ini sangat membutuhkan perlengkapan mikrobiologi yang kompleks,
masalah perbedaan difusi senyawa dari kromatogram ke medium agar,
konsentrasi bercak pada kromatogram yang tidak terukur dan mudahnya
kontaminasi oleh mikroba udara, membuat metoda ini agak rumit dalam
pengerjaannya. Plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspensi
bakteri, kemudian diinkubasi selama beberapa hari. Daerah hambatan
divisualisasikan dengan penampak noda, seperti garam tetrazolium (Betina,
1973).
2.7.

Karakteristik Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektroskopi Inframerah


Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk menentukan gugus

14

fungsi senyawa yang terdapat pada senyawa organik, tetapi penggunaanya dalam
penentuan senyawa organik masih terbatas. Setiap frekuensi sinar (termasuk
infra-merah) mempunyai energi

tertentu, apabila frekuensi tertentu diserap

ketika melewati sebuah senyawa yang diselidiki, maka energi dari frekuensi
tersebut di transfer ke senyawa tersebut. Energi pada radiasi infra-merah
sebanding

dengan

energi

yang

timbul

(Sastrohamidjojo, 1991; Dachriyanus, 2004).

15

pada

getarangetaran

ikatan

Anda mungkin juga menyukai