Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Alga dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Alga tidak
mempunyai akar, batang dan daun tetapi hanya terdiri dari talus saja. Alga
merupakan biota perairan yang tumbuh dengan melekatkan dirinya pada
karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya (Anggadiredja, dkk.,
2010).
2.1.1 Habitat dan sebaran alga
Pertumbuhan dan penyebaran alga seperti halnya biota perairan lainnya
sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi
terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas (kadar garam),
temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum, alga dijumpai
tumbuh di daerah perairan yang dangkal atau di daerah pasang surut (intertidal
dan sublitorral) yang masih dapat ditembus oleh sinar matahari dengan kondisi
dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Alga
memiliki sifat benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae. Di samping itu
alga juga hidup sebagai fitobentos dengan cara melekatkan talus pada substrat
pasir, lumpur, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu atau kayu
(Anggadiredja, dkk., 2010).
Daerah sebaran beberapa jenis alga di Indonesia sangat luas, baik yang
tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Wilayah sebaran alga yang

Universitas Sumatera Utara

tumbuh alami terdapat di hampir seluruh perairan dangkal laut Indonesia yang
mempunyai rataan terumbu karang (Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.2 Perkembangbiakan alga
Perkembangbiakan alga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara
vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang
menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangbiakan dengan
cara stek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.
Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik
alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot
yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang
mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis
menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2010).
Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktivitas alga yaitu
faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Selain itu, dapat pula
dihambat oleh faktor morbiditas dan mortalitas alga itu sendiri. Morbiditas
disebabkan oleh penyakit dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan
perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman
penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan
hewan-hewan herbivora (Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Ciri-ciri Galaxaura oblongata yaitu talus rimbun, berjumpai padat,
mengandung kapur, tinggi 5-12 cm, pengapuran sederhana dan meningkat
dengan pertambahan usia, melekat dengan holdfast kecil dan berwarna

Universitas Sumatera Utara

kehijauan hingga merah samar. Percabangan dikotomi berulang. Cabang


berukuran 0,5-0,9 cm dan mudah hancur apabila kering.
2.1.4 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI,
taksonomi alga diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum/Divisio : Rhodophyta
Kelas/Class

: Rhodophyceae

Bangsa/Ordo : Nemalionales
Suku/Family : Galaxauraceae
Marga/Genus : Galaxaura
Jenis/Species : Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux
2.1.5 Kandungan kimia dan manfaat
Alga

jenis rhodophyceae (alga merah)

mengandung senyawa

steroid/triterpenoid. Alga ini juga mengandung pigmen fotosintetik berupa


karotin, xantofil, klorofil, fikobilin terutama fikoeretrin penyebab warna merah
dan fikosianin (Atmadja, 1996; Lobban dan Wynne, 1981). Galaxaura
oblongata merupakan alga merah penghasil karaginan (Trono dan Fortes,
1988).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari

Universitas Sumatera Utara

langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan
penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (Ditjen POM,
1979).
Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam
pelarut yang sesuai pada temperatur ruangan dan terlindungi dari cahaya
yang disertai pengocokan atau pengadukan (Ditjen POM, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah penyarian dengan pelarut baru sampai sempurna yang
dilakukan

pada

pengembangan

temperatur
bahan,

ruangan.

perendaman

Proses
dan

terdiri

perkolasi

dari

tahap

sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) (Ditjen POM, 2000).


B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,
2000).
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang dipanaskan hingga
mendidih sehingga uap membasahi serbuk simplisia karena adanya

Universitas Sumatera Utara

pendingin balik dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu


dengan jumlah pelarut relatif konstan (Ditjen POM, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah pada
temperatur 40-50 oC (Depkes, 1986).
4. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Ditjen POM, 1995).
5. Dekok
Dekok adalah penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90oC selama
30 menit (Agoes, 2007).
2.3 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebutkan
sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan
diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop
(Dwidjoseputro, 1994).
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga,
yaitu bakteri berbentuk bulat (kokus), bakteri berbentuk batang (basil), dan
bakteri berbentuk melilit (spiral) (Dwidjoseputro, 1994).
Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna Gram bakteri
dibagi atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Bakteri Gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan warna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif menyerap zat


warna

kedua

yaitu

safranin

dan

menyebabkannya

berwarna

merah

(Dwidjoseputro, 1994).
2.3.1 Bakteri Gram positif
Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun atas beberapa
lapisan peptidoglikan, dan strukturnya tebal dan keras. Selain itu, dinding
selnya juga tersusun atas asam teikoat (teichonic acid) yang mengandung
alkohol (gliserol atau ribitol) dan posfat. Ada 2 macam asam teikoat, yaitu
asam lipoteikoat (lipoteichoic acid) yang merentang di lapisan peptidoglikan
dan terikat pada membran plasma, dan asam teikoat dinding (wall teichoic
acid) yang terikat pada lapisan peptidoglikan (Pratiwi, 2008).
Staphylococcus termasuk bakteri Gram positif dengan familia
Micrococcaceae. Staphylococcus merupakan bakteri yang selnya berbentuk
bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri
ini tumbuh pada suhu 37 oC dan mempunyai pigmen putih sampai kuning tua.
Salah satu contoh dari bakteri staphylococcus adalah Staphylococcus aureus.
Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1994).
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Micrococaceae

Marga

: Staphylococcus

Jenis

: Staphylococcus aureus

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Bakteri Gram negatif


Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang tersusun atas satu
lapisan peptidoglikan dan membran luar. Terdapat daerah periplasma, yaitu
daerah yang terdapat di antara membran plasma dan membran luar. Periplasma
berisi enzim degradasi konsentrasi tinggi serta protein-protein transpor.
Dinding sel bakteri Gram negatif tidak mengandung teichoic acid. Membran
luar tersusun atas lipopolisakarida, lipoprotein, dan posfolipid (Pratiwi, 2008).
Kelompok Pseudomonas sp. adalah bakteri Gram negatif yang
berbentuk batang dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadangkadang membentuk rantai yang pendek; berukuran sekitar 0,6 x 2 m, aerob,
ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan dan hewan, tumbuh baik pada
suhu 37-42 oC. Sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa (Dwidjoseputro,
1994) adalah sebagai berikut:
Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Pseudomonadales

Suku

: Pseudomonadaceae

Marga

: Pseudomonas

Jenis

: Pseudomonas aeruginosa

2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri


Bila koloni mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam
waktu tertentu, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan yang dapat dibagi
dalam 4 fase menurut Pratiwi (2008) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Fase penyesuaian diri (lag phase)


Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada lingkungan
baru setelah pemindahan. Fase ini tidak terjadi perkembangbiakan sel, yang
ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas metabolisme.
2. Fase pembelahan (log phase)
Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya
meningkat secara eksponensial. Fase ini berlangsung selama 18-24 jam.
3. Fase stasioner (stationary phase)
Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan
jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme yang
toksis.
4. Fase kematian
Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan
lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme
yang toksik (Pratiwi, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat
dibedakan menjadi faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika meliputi
temperatur, pH, dan tekanan osmosis. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen,
trace elements dan faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang terdapat
dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).
1. Temperatur
Pertumbuhan bakteri

sangat

dipengaruhi

oleh

temperatur.

Setiap

mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur dimana

Universitas Sumatera Utara

terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang


maksimal. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi
protein sedangkan temperatur yang sangat rendah menyebabkan aktivitas
enzim akan terhenti. Berdasarkan kisaran temperatur dibagi atas tiga golongan:
a. Psikrofil, tumbuh pada temperatur maksimal 20oC dengan suhu optimal 0
sampai 15oC.
b. Mesofil, tumbuh pada temperatur 15 sampai 45 oC dengan suhu optimal
20 sampai 40 oC.
c. Termofil, tumbuh pada temperatur 45 sampai 100 oC dengan suhu optimal
55 sampai 65 oC.
2. pH
Kebanyakan bakteri memiliki pH optimum terletak antara 6,5 dan 7,5; pH
merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan
konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus dalam
protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein
yang mengganggu pertumbuhan sel.
3. Tekanan osmosis
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan untuk mencegah
terjadinya osmosis/mencegah terjadinya perpindahan molekul pelarut ke
larutan.

Osmosis

merupakan

perpindahan

air

melewati

membran

semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Air


yang terdapat di dalam larutan hipotonik akan masuk ke dalam sel, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel sehingga membran plasma
mengerut dan lepas dari dinding sel.
4. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen dikenal mikroorganisme dibagi menjadi 5
golongan yaitu:
a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap
golongan ini.
b. Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.
c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau
tanpa oksigen.
d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.
e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang
rendah.
5. Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi
dua yaitu makroelemen, yaitu elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak
dan mikroelemen (trace element), yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam
jumlah sedikit (Pratiwi, 2008).
2.3.4 Media biakan mikroba
Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zatzat hara (nutrien) yang digunakan untuk menumbuhkan di atas atau di
dalamnya. Selain itu media dapat dipergunakan pula untuk isolasi,

Universitas Sumatera Utara

perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis, dan penghitungan jumlah


mikroorganisme (Waluyo, 2010).
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam media dapat tumbuh dengan
baik apabila memenuhi persyaratan (Waluyo, 2010), antara lain:
Media harus mengandung semua nutrien yang mudah digunakan oleh
mikroorganisme.
Media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH
yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme.
Media tidak mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
Media harus steril sebelum digunakan, supaya mikroorganisme dapat
tumbuh dengan baik.
Media biakan mikroba terbagi menjadi beberapa golongan (Waluyo,
2010; Pratiwi, 2008) yaitu:
a. Penggolongan media berdasarkan konsistensinya
1. Media padat
Media padat diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Agar
berasal dari ganggang/alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat.
Alga digunakan karena bahan ini tidak diuraikan oleh mikroorganisme
dan dapat membeku pada suhu di atas 45 oC. Media padat biasanya
digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan
untuk mengisolasi biakan murni.

Universitas Sumatera Utara

2. Media setengah padat (semi solid)


Media setengah padat dibuat dengan bahan yang sama dengan media
padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya.
3. Media cair
Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan
mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan berbagai
macam uji. Beberapa contoh media cair adalah kaldu nutrien, kaldu
glukosa, air pepton, dan lain sebagainya.
b. Penggolongan media berdasarkan susunan kimianya
1. Media sintetik
Media sintetik yaitu media yang susunan kimianya dapat diketahui
dengan pasti. Komposisi kimia media sintetik biasanya dibuat dari
bahan-bahan kimia dengan kemurnian tinggi dan ditentukan dengan
tepat. Media ini biasanya digunakan untuk mempelajari kebutuhan
makanan mikroorganisme. Contoh media sintetik: cairan Hanks, Locke,
Thyrode.
2. Media non sintetik
Media non sintetik merupakan media yang susunan kimianya tidak
dapat ditentukan dengan pasti. Media ini banyak digunakan untuk
menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroorganisme. Misalnya,
bahan-bahan yang teradapat dalam kaldu nutrien; yakni ekstrak daging
dan pepton memiliki komposisi kimia yang tidak pasti. Contoh lain:
serum, plasma, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

3. Media semi sintetik


Media semi sintetik merupakan campuran media sintetik dan media non
sintetik. Misalnya, cairan Hanks yang ditambah serum.
4. Media anorganik
Media ini merupakan media yang tersusun dari bahan-bahan anorganik.
5. Media organik
Media ini merupakan media yang tersusun dari bahan-bahan organik.
c. Penggolongan media berdasarkan fungsinya
1. Media selektif
Media selektif merupakan media yang mendukung pertumbuhan
mikroorganisme tertentu (seleksi) dengan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang lain. Pada media ini ditambahkan bahan
penghambat pertumbuhan, misalnya bile salt dan dye (fuchsin, crystal
violet, brilliant green) yang akan menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif dan tidak memberi efek pada bakteri Gram negatif.
2. Media diferensial
Media

diferensial

digunakan

untuk

membedakan

kelompok

mikroorganisme dan bahkan dapat digunakan untuk identifikasi.


Contohnya adalah media agar darah, yang merupakan media diferensial
sekaligus media penyubur, mampu membedakan antara bakteri
hemolitik dan non hemolitik dengan mengetahui sifat lisis eritrosit (ciri:
daerah jernih di sekitar koloni akibat perusakan sel darah merah);
media MacConkey, yang merupakan media diferensial sekaligus

Universitas Sumatera Utara

selektif, terdiri dari laktosa dan neutral red dye. Mampu membedakan
antara bakteri yang memfermentasi laktosa dan yang bukan (ciri:
adanya daerah merah muda-merah di sekitar koloni).
3. Media penyubur (enrichment media)
Media penyubur merupakan media yang berguna untuk mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme tertentu.
4. Media khusus
Contoh media khusus adalah media untuk bakteri anaerob. Biasanya ke
dalam media tersebut ditambahkan bahan yang dapat mereduksi
kandungan O2 dengan cara pengikatan kimiawi. Contoh bahan-bahan
itu adalah natioglikolat, sistein, asam askorbat. Sebagai indikator
anaerob digunakan rezasurin (bila terjadi oksidasi-yang berarti bakteri
bersifat aerobik-akan terbentuk warna merah).
5. Media penguji
Media penguji adalah media dengan susunan kimia tertentu yang
digunakan untuk pengujian vitamin, asam amino, antibiotik, dan
sebagainya.
6. Media serbaguna
Media ini merupakan media yang paling umum digunakan dalam
mikrobiologi (dapat menunjang pertumbuhan sebagian besar mikroba).
Contoh: media kaldu nutrien.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba


Pengukuran aktivitas antimikroba secara in vitro dapat dikelompokkan
dalam tiga metode yaitu:
a. Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM)
dan kadar bunuh minimum (KBM) dari zat antimikroba. Metode dilusi ini
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi dengan media cair dan
sejumlah tertentu mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji
dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya
kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang
ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada
pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Selanjutnya biakan dari semua
tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan dan
keesokan harinya diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh.
Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak
adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri
uji (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003).
b. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode cakram kertas,
silinder gelas/logam tahan karat dan pencetak lubang (punch hole). Cakram
kertas berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium
padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya

Universitas Sumatera Utara

kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati
adanya area (zona) jernih di sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak
adanya pertumbuhan mikroba (Pratiwi, 2008).
c. Metode turbidimetri
Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan
mikroba dalam media cair yang mengandung zat antimikroba. Hambatan
pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen
POM, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai