Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM FITOKIMIA

“IDENTIFIKASI SENYAWA MINYAK ATSIRI DAN ANTRAKUINON”

Dosen Pengampu :
apt. Sinta Ratna Dewi, S. Farm., M. Si., Apt

Disusun Oleh:
Rani Nur Afifah
1811102415113

LABORATORIUM FITOKIMIA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan
Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan skrining
kimia kandungan yang ada pada simplisia dengan metode KLT, reaksi
warna dan pengendapan.

B. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan beranekaragam flora
dan fauna. Keanekaragaman ini terutama pada tumbuhan menarik banyak
perhatian orang dan lebih memilih jalur alternatif dalam pengobatan,
mengingat terlalu banyak efek samping yang disebabkan oleh produk obat
obatan sintetis. Dan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan kecenderungan masyarakat lebih memilih produk yang
alamnya, maka semakin banyak penelitian dengan kandungan kandungan
kimia penting dalam tumbuh tumbuhan yang dapat digunakan dalam
pengembangan obat baru.
Uji skrining fitokimia punya adalah tahap awal untuk mengidentifikasi
kandungan dari suatu senyawa simplisia atau tanaman yang akan diuji.
Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan terkandung dalam suatu tanaman yaitu
mengenai struktur kimianya, biosintesis nya penyebaran secara ilmiah
serta fungsi biologis nya dalam suatu tanaman.
Adapun prinsip dari uji skrining fitokimia dilakukan berdasarkan
komposisi kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian yang memiliki
senyawa target yang dipakai yang diamati orang atau dianalisis dan untuk
itu pada uji skrining fitokimia dapat diketahui kandungan secara kualitatif
kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan, di mana kita
menggunakan uji tabung dan uji dan itu termasuk ke dalam analisis
kualitatif dengan melakukan penambahan reagen sehingga terjadi
perubahan warna ataupun terjadi pengendapan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang
belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan
cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia
tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia
tertentu. Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti.
Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian
warna dengan menggunakan suatu proses suatu pereaksi warna. Hal
penting yang berperan dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut
dan metode ekstraksi (Kristianti dkk, 2008).
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-
senyawa metabolik sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas
berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologi
nya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-
pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari
metabolik sekunder (Harbone, 1987).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining
fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
a. Sederhana.
b. Cepat.
c. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
d. Selektip terhadap golongan senyawa yang dipelajari.
e. Bersifat semi kuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk
senyawa yang dipelajari.
f. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa
dari golongan senyawa yang dipelajari.
Senyawa minyak atsiri dikenal dengan minyak terbang, minyak
eteris (esensial oi atau volatil) atau minyak mudah menguap. Minyak atsiri
dapat dihasilkan dari berbagai bagian tanaman seperti akar, batang,
ranting, daun, bunga atau buah dan merupakan campuran dari senyawa
senyawa pelatih yang dapat diperoleh dengan destilasi, pengepresan
ataupun ekstraksi (Kardinan, 2005).
Minyak Siri merupakan salah satu metabolik sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman tingkat tinggi dan mempunyai peranan penting
bagi tanaman itu sendiri maupun bagi kehidupan manusia. Minyak atsiri
banyak digunakan sebagai obat obatan.
Senyawa antrakuinon merupakan salah satu senyawa metabolit
sekunder yang termasuk golongan kuinon fenolik dalam biosintesisnya
berasal dari turunan fenol (Ariningsih, dkk., 2003). Senyawa antrakuinon
merupakan senyawa kristal ber titik leleh tinggi, dapat larut dalam Pelarut
organik dan basa dengan membentuk warna Viollet merah. Menurut
Setiawati, dkk (2014) senyawa antrakuinon dan turunannya juga sering
ditemukan berwarna Kuning sampai Jingga. Senyawa antrakuinon
memiliki beberapa fungsi dalam bidang kesehatan yaitu sebagai anti
jamur, anti malaria, anti bakteri, anti kanker dan anti oksidan (Rath et al.,
1995; Koumoglo et al, 1991; Akhtar et al., 2013; Madje et al., 2010).
Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi. Pada sinar UV 366 nm noda akan
berfluoresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda
pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar
uv dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom yang ada pada
noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang teresitasi
dari tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda
yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena Silika gel yang
digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366 nm. Beberapa sistem
pemisahan dengan KLT dari bahan alam (Gibbons, 2006).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 um (Gandjar dan
rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran Fase diam, maka semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisiensi dan revolusi nya. Silika gel salah satu contoh
Fase diam yang terbentuk dari Silikon di oksida (Silika). Atom Silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar.
Namun, pada permukaan Silika gel, atom pilikan berlekatan pada Gugus
-OH. Fase diam yang sering digunakan yaitu Silika gel, serbuk Selulosa,
Selulosa penukar ion, Gel sephadex, B-siklodekstrin (Kealey dan Haines,
2002).
Selain Fase diam, dalam KLT juga diperlukan Fase gerak/ELUENT
yang berperan penting pada proses Ilusi bagi larutan umpan(feed) untuk
melewati Fase diam (absorben). Interaksi antara absorbent dengan eluent
sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu
pemisahan komponen secara Kromatografi dipengaruhi oleh laju alir
eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran
kekuatan teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada
adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben
alumnia atau sebuah lapis tipis Silika. Suatu Pelarut yang bersifat larutan
relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan
alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan
eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal
ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Walson, 2010).
Kelebihan dan kekurangan metode KLT.
Kelebihan:
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar
ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik, menurun, atau dengan cara
elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang
akan ditentukan merupakan bercat yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sampel yang mudah.
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (Lipid dan Hidrokarbon)
yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kekurangan:
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan
bercak atau noda yang diharapkan
2. Butuh sistem trial and error untuk menentukan sistem eluen yang
cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.

Pada metode tabung, terdapat suatu keuntungan dari metode ini yaitu
memungkinkan berinteraksi nya bahan uji dengan suspensi jamur yang
tersebar Merata, maka penghambatan terhadap Jamur menjadi lebih
efektif (Atlas et al., 1984; Pratiwi, 2008).
Tujuan diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm karena Pada UV
254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi
yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut
ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi. Pada sinar UV 366 nm noda akan berfluoresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366
nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar uv dengan gugus
kromofor yang terikat oleh ausokrom yang ada pada noda tersebut.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang teresitasi dari
tingkat energy dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Nilai RF dapat dijadikan bukti dalam identifikasi senyawa. Bila nilai Rf
memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip dengan perbandingannya. Nilai Rf
merupakan perbandingan jarak yang ditempuh eluen dan Fase gerak
pada plat KLT. Nilai F digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antara
sampel. Senyawa yang memiliki Rf yang lebih besar berarti memiliki
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Jika Rf terlalu tinggi, maka
kepolaran eluen harus dikurangi. Sebaliknya jika Rf terlalu rendah maka
kepolaran eluen harus ditambah.
Jarak yang ditempuh oleh komponen
Rf =
Jarak yang ditempuh oleh permukaanlarutan
BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat
1. TLC Chamber
2. Pipa kapiler
3. Lampu UV 254 nm dan 366 nm
4. Alat gelas
5. Alat penyemprot untuk penampak bercak/noda
6. Pinset
Bahan
1. Ekstrak eter (non polar) 7. H2SO4 pekat
2. Fraksi kloroform (semi polar) 8. n-propanol
3. Plat KLT silica gel GF 254 9. Air (aquadest)
4. Toluen 10. Pereaksi KOH 5%
5. Etil asetat 11. Metanol
6. Pereaksi Anisaldehid

B. Cara Kerja
Identifikasi golongan senyawa dengan metode KLT

Fraksi ditotolkan pada lempeng KLT dengan jarak penotolan 1 cm (jenis fraksi dan
lempeng KLT disesuaikan dengan golongan senyawa yang akan dianalisis).

Evaluasi dengan fase gerak yang sesuai.

Visualisasi dengan penampak noda yang sesuai

Keringkan pada suhu kamar


Amati seluruh noda termasuk warna noda dan hitung Rf noda yang positif

Identifikasi senyawa minyak atsiri menggunakan KLT penampak noda

Siapkan ekstrak eter (non polar) yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya.

Siapkan fase diam yaitu plar KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.

Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu campuran pelarut toluene
dan etil asetat (93:7).

Totolkan ekstrak eter pada plat KLT menggunakan pipa kapiler

Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.

Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.

Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, akan muncul beberapa senyawa yang berfluoresensi.

Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (pereaksi anisaldehid –


H2SO4 pekat -> dipanaskan 110℃ selama 5-10 menit).

Kemudian plat KLT tadi disemprot menggunakan campuran pereaksi Anisaldehid-


H2SO4 pekat, dan dilakukan pada lemari asam.

Setelah disemprot, diamati pada sinar tampak jika ekstrak eter tersebut
mengandung senyawa minyak atsiri maka akan muncul warna hijau, biru merah atau
coklat.
Identifikasi senyawa Antrakuinon menggunakan KLT penampak noda

Siapkan fraksi kloroform (semi polar) yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya.

Siapkan fase diam yaitu plar KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.

Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu campuran pelarut n-


propanol-etil asetat-air (4:4:3).

Totolkan fraksi kloroform pada plat KLT menggunakan pipa kapiler

Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.

Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.

Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, jika berfluoresensi merah menunjukikan adanya senyawa
antrakuinon, jika berfluoresensi kuning maka menunjukkan adanya senyawa antro
dan antranol.

Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (pereaksi anisaldehid –


H2SO4 pekat -> dipanaskan 110℃ selama 5-10 menit).

Kemudian plat KLT tadi disemprot menggunakan campuran pereaksi Anisaldehid-


H2SO4 pekat, dan dilakukan pada lemari asam.

Setelah disemprot, diamati pada sinar tampak jika ekstrak eter tersebut
mengandung senyawa minyak atsiri maka akan muncul warna hijau, biru merah atau
coklat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perhitungan Nilai Rf


Jarak yang ditempuh oleh komponen
Rf =
Jarak yang ditempuh oleh permukaanlarutan
Jarak pelarut = 8 cm
Data jarak noda minyak atsiri
1. 4,7
2. 5,3
3. 6,5
4. 7,1
5. 7,5
4,7
1. Rf = = 0,58
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,58
hRf = 58
5,3
2. Rf = = 0,66
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,66
hRf = 66
6,5
3. Rf = = 0,81
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,81
hRf = 81
7,1
4. Rf = = 0,88
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,88
hRf = 88
7,5
5. Rf = = 0,93
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,93
hRf = 93

Data jarak noda antrakuinon


1. 2,7
2. 3,2
3. 5,1
4. 6,0
5. 7,2
2,7
1. Rf = = 0,33
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,33
hRf = 33
3,2
2. Rf = = 0,4
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,4
hRf = 40
5,1
3. Rf = = 0,63
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,63
hRf = 63
6,0
4. Rf = = 0,75
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,75
hRf = 75
7,2
5. Rf = = 0,9
8
hRf = 100 x Rf
= 100 x 0,9
hRf = 90

B. Pembahasan
Pada umumnya minyak atsiri larut dalam etanol atau pelarut
organik polar lain dan kelarutannya akan menurun jika kadar
etanol kurang dari 70 %. Bila minyak atsiri mengandung fraksi
terpen (senyawa non polar) dalam jumlah besar maka kelarutannya
dalam etanol relatif kecil.
Fase gerak pelarut sebagai fase gerak atau eluen merupakan
faktor yag menentukan gerakan komponen-komponen dalam
campuran. Pemilihan pelarut tergantung pada sifat kelarutan
komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Kekuatan
elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam KLT
dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai
berikut : air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etil
asetat > kloroform > metil klorida > benzena > toluen >
trikloroetilena > tetraklorida > sikloheksana >heksana. Fase gerak
yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi senyawa-
senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fase gerak yang kurang polar
digunakan untk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah
(Sastrohamidjojo, 1991).
Senyawa antrakuinon dapat dihasilkan dari sintesis melalui reaksi
asilasi Friedel-Craftsdanreaksi Diels-Alder dengan penambahan katalis.
Pada reaksi Diels-Alder, senyawa antrakuinon dihasilkan dari reaksi
antara 1,4-naftakuinon dan 1,3-dien yang diikuti dehidrogenasi.
Sintesis senyawa antrakuinon melalui reaksi asilasi Friedel-
Craftsdengan mereaksikan ftalat anhidrida dan benzena tersubtitusi
menggunakan katalis-katalis asam lewis seperti AlCl3, BF3, FeCl3,
Sc(OTf)3danTiCl4, (Dhananjeyan et al., 2005; Bensari and Zaveri,
2003). Hossein and Roozbeh, (2008) mereaksikan ftalat anhidrida dan
toluena menggunakan katalis AlCl3/H2SO4menghasilkan 2-
metilantrakuinon.Dhananjeyan et al. (2005) mereaksikan 3-metilkatekol
dan ftalat anhidrida menggunakan katalis AlCl3/NaCl menghasilkan
dua senyawa turunan antrakuinon yaitu 1,2-dihidroksi-3-
metilantrakuinon dan 1-metil-2,3-dihidroksiantrakuinon. Ketika ftalat
anhidrida diganti dengan 3-hidroksiftalat anhidrida menghasilkan dua
senyawa turunan antrakuinon yaitu 1,2,8-trihidroksi-3-metilantrakuinon
dan 1-metil-2,3,8-trihidroksiantrakuinon.Lantriyadi, dkk. (2017)
mereaksikan eugenol dan ftalat anhidrida menggunakn katalis AlCl3/air
menghasilkan senyawa yang menghasilkan noda tunggal berwarna
kuning ketika disemprot KOH 10% dan diprediksikan sebagai senyawa
turunan antrakuinon. Hartati (2017) mereaksikan vanilin dan ftalat
anhidrida dengan katalis AlCl3/tween80 dan air menghasilkan senyawa
yang diprediksikan sebagai 1-hidroksi-2-metoksi-4-formilantrakuinon.
Tujuan dilihat pada sinar UV 254 nm adalah digunakan untuk
pengamatan pada lempeng atau dikatakan untuk melihat flouresensi pada
lempeng. Mekanisme kerja pada sinar UV 254 nm ialah terjadinya
flouresensi pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut.
Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah
ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan akan
terlepas.
Tujuan dilihat pada sinar UV 366 nm adalah digunakan untuk
menampakkan nodanya atau dikatakan untuk melihat flouresensi pada
noda. Mekanisme kerja sinar UV 366 nm yaitu terjadinya flouresensi pada
noda atau penampakkan pada noda, ini disebabkan karena daya interaksi
antara lampu UV 366 nm dengan gugus kromofor yang terdapat pada
sampel merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut. Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan suatu
energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang
dihasilkan akan terlepas. Sehingga dari hasil pengamatan dapat diketahui
kandungan kimia yang secara jelas menampakkan noda dengan
penyemprotan menggunakan larutan-larutan spesifik untuk identifikasi
( gibbons, 2006 ).

Anda mungkin juga menyukai