Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
Standardisasi metupakan suatu rangkaian proses yang di dalamnya
melibatkan metode analisis fisik, kimia dan mikrobiologi berdasarkan data 8
farmakologis dan toksikologi (kriteria umum keamanan) terhadap suatu bahan
alam atau tumbuhan obat. Standardisasi secara umum bertujuan untuk
memberikan efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan
konsumen. Standardisasi obat herbal meliputi 2 aspek penting, yaitu aspek
parameter spesifik dan parameter non spesifik (Saifuddin, 2011).
Aspek parameter spesifik difokuskan pada senyawa aktif yang bertanggung
jawab dalam memberikan efek farmakologis. Parameter spesifik ditinjau secara
universal artinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Analisis parameter
spesifik ditujukan untuk mengidentifikasi secara kualitatif maupun secara
kuantitatif suatu senyawa aktif yang berperan dalam suatu bahan alam. Parameter
spesifik meliputi (Saifuddin, 2011):
a. Organoleptis Pengamatan organoleptis meliputi parameter yang dapat
dideskripsikan dengan sederhana menggunakan panca indera meliputi warna,
bau, rasa dan bentuk yang seobjektif mungkin..
b. Identitas simplisia Identitas simplisia meliputi deskripsi tata nama tumbuhan,
nama lain tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan (daun, akar, biji, dan
lainlain) dan nama Indonesia tumbuhan..
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Melarutkan simplisia dengan pelarut
tertentu yaitu air dan alkohol untuk mengetahui jumlah senyawa kandungan
yang terlarut secara gravimetrik. Untuk mengetahui atau memberikan
gambaran awal sifat senyawa kandungan bahan alam
d. Uji kandungan kimia simplisia : Uji kandungan kimia ekstrak meliputi pola
kromatogram dan kandungan kimia tertentu. Pola kromatogram bertujuan
untuk memberikan gambaran awal profil kromatografi suatu senyawa
(komposisi kandungan kimia) dengan dibandingkan dengan senyawa baku
atau standar. Sedangkan kadar kandungan kimia tertentu dapat berupa
senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam memberikan efek farmakologis,
senyawa identitas yaitu senyawa yang khas, unik, eksklusif, yang terdapat
pada tumbuhan obat tertentu, senyawa major yaitu senyawa yang paling
banyak secara kuantitatif dalam tumbuhan dan senyawa aktual yaitu senyawa
apapun yang terdapat dalam bahan yang dianalisis.
Aspek parameter non spesifik difokuskan pada aspek kimiawi, fisik, dan
mikrobiologi yaitu yang berperan dalam keamanan konsumen secara langsung.
Parameter non spesifik bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan suatu
bahan alam. Adapun parameter non spesifik diantaranya yaitu :
a. Susut pengeringan Susut pengeringan berhubungan dengan kandungan air
dalam suau bahan alam atau simplisia, yang ditetapkan dengan pengukuran
sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105oC menggunakan botol timbang
yang 10 berisi simplisia yang akan ditetapkan kadar susut pengeringannya.
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk memberikan gambaran rentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
b. Bobot jenis Bobot jenis terkait dengan kontaminasi atau kemurnian ekstrak.
Tujuan dari penentuan bobot jenis adalah untuk memberikan gambaran
besarnya massa per satuan volume sebagai parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat yang masih dapat dituang. Bobot jenis juga terkait
dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c. Kadar abu Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran
terkait karakteristik sisa kadar abu monorganik seteah pengabuan. Kadar abu
juga dapat dijadikan sebagai pencirian suatu spesies obat karena setiap
tanaman memiliki sisa abu secara spesifik (Saifuddin, 2011).
d. Kadar air Parameter penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar
residu air setelah pengeringan atau proses pengentalan ekstrak. Kadar air
menentukan kualitas dan stabilitas ekstrak dalam bentuk sediaan selanjutanya.
Kadar air yang cukup beresiko adalah di atas 10 % (Saifuddin, 2011).
e. Sisa pelarut organik Tujuan dari penetapan sisa pelarut organik adalah untuk
mengetahui sisa pelarut etanol setelah pengeringan. Etanol dijadikan sebagai
pelarut 11 karena memiliki toksisitas yang lebih rendah dibanding dengan
pelarut lain seperti methanol, kloroform, heksan, dll (Saifuddin, 2011). Bahan
alam yang aman dan berkualitas harus dipastikan di dalamnya tidak terdapat
sisa pelarut organik.
f. Cemaran mikroba Aspek cemaran mikroba bertujuan untuk menentukan
keberadaan mikroba yang sifatnya dapat merusak ekstrak sehingga dapat
dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi atau menghilangkan
kontaminasinya sesuai dengan persyaratan cemaran mikroba yang
diperbolehkan.
g. Cemaran logam berat Parameter penetapan logam berat erat kaitannya dengan
kualitas dan keamanan dari suatu bahan obat alam atau simplisia.
Pemeriksaan cemaran logam dapat menjamin suatu bahan dan ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu seperti Cd, Hg, Pb, dan logam berat
lainnya.
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu pemisahan secara cepat dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada
lempeng kaca, plastik atau logam. Lempengan yang dilapis dapat dianggap
sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada adsorpsi
(penjerapan), partisi (pemisahan) atau kombinasi kedua efek, yang dipengaruhi
jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 12 2 bercak dengan harga Rf dan
ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan
untuk menggambarkan atau memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih
teliti dapat dilakukan dengan metode densitometri atau dengan mengambil bercak
yang terdapat pada lempeng kemudian dipreparasi dengan pelarut yang sesuai lalu
diukur serapannya menggunakan spektrofotometer (Saifuddin, 2011).
Aspek penetapan profil dengan KLT terpilih sebagai metode pertama karena
cukup mudah dan murah sehingga tidak menyulitkan aplikasinya dibanding
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Penentuan profil KLT suatu tanaman
adalah analisis kualitatif pendahuluan bahwa tanaman yang kita tetapkan adalah
otentik menurut aspek kimiawi berdasarkan pada kemunculan senyawa marker
tertentu pada suatu lempeng kromatografi. Keberhasilan melakukan KLT juga
merupakan pembuka jalan untuk melakukan analisis kuantitatif lebih lanjut.
Kegagalan memunculkan senyawa marker di dalam suatu tanaman menghentikan
upaya penentuan secara kuantitatif (Saifuddin, 2011).
Keberhasilan memunculkan profil senyawa target dipengaruhi oleh ketepatan
sistem kromatografi yang digunakan yakni fase diam, fase gerak, jenis pelarut
yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kembali, jumlah perbandingan sampel
dan metode visualisasi yang dipilih (Saifuddin, 2011).
a. Sistem kromatografi Sistem kromatografi yang dimaksud adalah masalah fase
diam dan fase gerak. Fase diam yang umum digunakan untuk KLT adalah
silica gel GF254. Bahan ini bisa memisahkan mayoritas golongan kimia yang
artinya jika tidak dinyatakan lain maka lempeng jenis ini yang kita gunakan.
Jika fase normal gagal memberikan pemisahan, maka fase diam diganti
dengan fase terbalik nonpolar yang terbuat dari C18 yang terikat silika. Fase
gerak yang digunakan disesuaikan dengan fase diamnya. Jika pemisahan
kurang tajam, bisa ditambahkan asam lemah seperti asam formiat beberapa
mikro liter yaitu 1-3 tetes.
b. Kesesuaian pelarut terhadap senyawa target Jenis pelarut yang digunakan
memegang peranan penting di dalam mengambil senyawa target. Meskipun
ketentuan umum ekstrak adalah ekstrak etanol maka kita tidak bisa memaksa
senyawa target di dalamnya akan terlarut dalam etanol dengan jumlah yang
cukup. Bisa jadi senyawa target tidak nampak karena kadarnya terlalu rendah.
Sehingga pemilihan pelarut harus dengan cermat dipilih sehingga kadar yang
terambil cukup untuk divisualisasikan atau dideteksi dengan sinar visible atau
UV.
c. Jumlah perbandingan sampel Sering kali senyawa marker memiliki kadar
yang sangat rendah di dalam sampel atau larutan uji. Selain faktor
ketidaksesuaian jenis pelarut di atas, senyawa target tidak muncul pada
lempeng mungkin juga disebabkan karena kadarnya terlalu rendah sehingga
dengan stok 14 ekstrak tertimbang dengan bobot kecil ketika ditotolkan tidak
tampak. Maka solusinya adalah jumlah kita menotolkan lebih banyak.
d. Pemilihan metode visualisasi yang tepat Penggunaan cahaya UV adalah
detector umum yang selanjutnya bisa diarahkan pada reagen khusus. Secara
umum senyawa berantai ganda cukup akan tampak pada penyinaran di bawah
UV. Sebagaimana prinsip teknik fitokimiawi dalam penggunaan sinar UV,
sinar UV pada panjang gelombang 254 nm akan memadamkan fluoresensi
senyawa dengan gugus kromofor. Bercak bercak pemadaman akan berwarna
gelap dengan latar belakang lempeng berwarna hijau muda akibat fluoresensi
dari MgSO4 yang ditambahkan pada silika.
Namun ada beberapa pengecualian yakni di bawah sinar ini beberapa
senyawa justru mengalami fluoresensi sebagaimana terjadi pada kumarin atau
eurikumanol. Sinar dengan panjang gelombang 366 nm secara umum akan
membuat senyawa kimia berfluoresensi dengan berbagai warna.
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu instrumentasi pengukuran kadar
suatu senyawa yang memiliki daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak atau
visibel. Spektrofotometer terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800
nm.
Ada beberapa hal yag harus diperhatikan dalam analisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, yaitu (Gholib, 2007):
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis. Hal ini beraku
apabila senyawa yang akan dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut.
Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan perekasi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan yaitu bersifat selektif dan sensitif, reaksinya
cepat, kuantitatif, dan reproduksibel, serta hasil reksi yang stabil dalam
jangka waktu yang lama.
b. Waktu Operational (Operating Time) Operating time tujuannya yaitu untuk
mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operational ditentukan
dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi
larutan. Pada saat awal reaksi absorbansi senyawa berwarna akan meningkat
sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama
waktu pengukuran maka ada kemungkinan senyawa yang berwarna tersebut
menjadi rusak atau terurai. Karena alasan ini maka untuk pengukuran
senyawa berwarna (hasil suatu reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu
operational.
c. Pemilihan panjang gelombang. Penentuan panjang gelombang maksimal
dilakukan dengan membuat hubungan kurva absorbansi dengan panjang
gelombang pada konsentrasi tertentu. Panjang gelombang yang digunakan
adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.
Ada beberapa alasan mengapa harus menentukan panjang gelombang
maksimal, yaitu (Gholib, 2007):

Anda mungkin juga menyukai