Anda di halaman 1dari 31

FARMAKOGNOSI

“PARAMETER SPESIFIK’’
KELOMPOK 7
 Andi Athifah Apiathi
 Dewi Arnita
 Indira Ariesta
Standarisasi Obat Tradisional
• Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan yang

dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik.

• Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode

(pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah
sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada prinsipnya
standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas
dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti).
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari bahan
baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan terwujud
suatu homogenoitas bahan baku).

Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok


yaitu :
1. Standarisasi bahan
Sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)
2. Standarisasi produk
Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
3. Standarisasi proses
Metoda, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan CPOBT

Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit,
pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan
terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuk sediaan jadi) dapat
diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka.
Dalam standarisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis agar
bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen dan
sesuai dengan Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia atau Materia
Medika Indonesia.

Adapun parameter- parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu :


1. Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang
akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar air,
cemaran logam berat, aflatoksin, dll

2. Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang


bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan
ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
Parameter Spesifik Simplisia
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan aspek
kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologis tertentu.

Parameter spesifik simplisia meliputi :


1. Identitas Simplisia
2. Uji Organoleptis
3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
4. Uji kandungan kimia
Identitas Simplisia
1. Identitas Simplisia

Parameter identitas simplisia meliputi nama latin Contoh :


tumbuhan,bagian tumbuhan yang digunakan, dan Buah adas adalah buah Foeniculum vulgare Mill.,
nama daerah tumbuhan. Penentuan parameter ini suku Apiaceae, mengandung minyak atsiri tidak
dilakukan untuk memberikan identitas objektif kurang dari 0,85% v/b dan/atau trans-anetol tidak
dari nama dan spesifik dari senyawa identitas,
kurang dari 0,45%.
yaitu senyawa tertentu yang menjadi petunjuk
spesifik dengan metode tertentu.
01 Identitas Simplisia

1 2 3

Uji Uji
Uji Histokimia
Mikroskopis Makroskopis
1. Uji Miksroskopis
Uji miskroskopik dilakukan dengan
menggunakan miskroskop . Simplisia
yang di uji dapat berupa sayatan
melintang, radial, paradermal maupun
membujur atau berupa serbuk. Pada uji
mikroskopik dicari unsur-unsur anatomi
jaringan yang khas.

Mikroskopis
Fragmen pengenal adalah
endokarpium dengan sel-sel palisade,
endokarpium, sel-sel
endosperm, serabut, berkas
pengangkut, dan epikarpium.
2. Uji Makroskop
Uji makroskopik dilakukan secara visual
baik dengan tanpa kaca pembesar. Cara ini
dilakukan untuk mengamati morfologi,
ukuran, dan warna simplisia yang diuji.

Identitas makroskopik bahan baku simplisia


didasarkan pada bentuk, ukuran, warna,
karakteristik permukaan, tekstur,
karakteristik patahan dan penampilan dari
potongan permukaan.*
3. Uji Histokimia

Uji histokimia bertujuan untuk


mengetahui berbagai macam zat
kandungan yang terdapat dalam jaringan
tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat-
zat kandungan tersebut akan memberikan
warna yang spesifik pula sehingga
mudah di deteksi.
Contoh :
Pemerian Buah berbentuk memanjang, ujung
2. Uji Organoleptis pipih, gundul, bagian luar buah mempunyai 5
rusuk primer, menonjol, warna kekuningan;
Parameter oranoleptis simplisia warna cokelat kehijauan atau cokelat kekuningan
meliputi pendeskripsian bentuk, warna, hingga cokelat; bau khas; rasa agak manis.
bau dan rasa menggunakan panca indra.
Penentuan parameter ini dilakukan
untuk memberikan pengenaln awal
yang sederhana dan seobjektif mungkin
3. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan
jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain
misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk
memberikan gambaran awal jumlah kandungan senyawa (Depkes RI,
2000).

Parameter senyawa terlarut dalam air dan etanol bertujuan untuk


mengetahui jumlah senyawa yang terlarut dalam air (bersifat
polar) maupun etanol (bersifat semi polar-non polar) (Saifudin,
dkk.,2011).
Prosedur Cara Hitung Kadar Senyawa
PENETAPAN KADAR SARI LARUT AIR
Sejumlah ekstrak dimaserasi dengan 50 mL pelarut kloroform-air LP selama 24 jam.
Pada 6 jam pertama dilakukan pengocokan yang berulang-ulang menggunakan sheker
dan 18 jam berikutnya larutan dibiarkan. Setelah 24 jam, larutan disaring. Hasil
penyaringan dipipet sebanyak 20 ml. Filtrat tersebut kemudian dipanaskan pada suhu
105°C hingga diperoleh berat konstan. Kadar senyawa yang larut dalam air diperoleh
terhadap berat ekstrak awal.

Rumus :
Kadar Sari Larut
= x 100 %
Prosedur Cara Hitung Kadar Senyawa
PENETAPAN KADAR SARI LARUT ETANOL
Sejumlah ekstrak (W1) ditimbang, dimaserasi dengan 50 ml etanol 95% selama 24 jam
menggunakan labu bersumbat. Kocok sesekali selama 6 jam pertama, diamkan selama
18 jam dan disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol. Filtrat yang
diperoleh diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara
(WO) dengan cara didiamkan sampai pelarutnya menguap dan tersisa residunya.
Residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap (W2), hitung kadar dalam %
sari larut etanol.

Rumus :
Kadar Sari Larut Etanol
= x 100 %
Kadar Senyawa Yang Larut

Seperti Pada contoh sampel pengukuran parameter ekstrak etanol daun matoa
menggunakan metode parameter pelarut tertentu didapatkan hasil yaitu ditabel diatas.
Hasil yang diperoleh yaitu sebesar 32,21% untuk kadar senyawa larut air. Sedangkan untuk
kadar senyawa larut etanol sebesar 38,56%. Penjumlahan hasil kadar sari larut air dan
etanol juga memenuhi syarat yaitu tidak melebihi 100%. Penjumlahan kadar sari larut air
dan kadar sari larut etanol suatu ekstrak seharusnya tidak akan lebih dari 100% (Saifudin,
dkk.,2011). Dapat dilihat juga ekstrak lebih banyak terlarut dalam etanol dibandingkan air
menunjukkan senyawa aktif dalam ekstrak lebih cenderung mudah tersari dalam etanol
dibanding air karena pelarut etanol merupakan pelarut universal sehingga mampu menarik
senyawa polar dan non polar sedangkan air hanya mampu menarik senyawa yang bersifat
polar.
4. Pengujian Kandungan Kimia
Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia (Depkes RI, 2000). Hasil yang diperoleh dari uji kandungan kimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun matoa mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, steroid, tanin dan saponin.

1. Identitas Alkaloid
Untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid, ekstrak terlebih dahulu dilarutkan
dalam HCl dan disaring.
Selanjutnya filtrat yang dihasilkan diuji dengan beberapa reagen berikut :
a. Uji Mayer
b. Uji Wagner
c. Uji Hager
A. Uji Mayer
Tambahkan setetes atau dua tetes reagen Mayer pada sejumlah
kecil fltrat. Pemberian reagen dilakukan pada sisi tabung reaksi.
Warna putih atau kuning keruh menunjukan adanya alkaloid pada
ekstrak yang diuji tersebut.

B. Uji Wagner
Beberapa tetes reagen Wagner ditampahkan melalui dinding
tabung reaksi berisi sejumlah kecil filtrat ekstrak. Warna coklat
kemerahan menunjukkan hasil positif adanya alkaloid.

c. Uji Hager
Uji Hager dilakukan dengan menambahkan reagen Hager pada
filtrat. Adanya alkaloid ditandai dengan pembentukan warna
kuning pada campuran tersebut.
4. Pengujian Kandungan Kimia

2. Identitas Flavonoid
a. Uji Reagen Alkali
Pengujian dilakukan dengan
menambahkan beberapa
tetes larutan NaOH.
Perubahan warna menjadi
kuning pekat menandakan
adanya flavonoid
b. Uji Pb Asetat

Sebanyak 50 mg ekstrak
dilarutkan dalam aquades.
Kemudian ditambahkan 3
ml Pb asetat 10%.
Perubahan larutan menjadi
putih keruh menandakan
adanya fenol.
c. Uji Gelatin

Sebanyak 50 mg ekstrak
dilarutkan dalam 50 ml
aquades. Kemudian
tambahkan 2 ml larutan
gelatin yang mengandung 10%
NaCl. Campuran berwarna
putih menandakan adanya
senyawa fenolik.
B. Uji Wagner
Beberapa tetes reagen
Wagner ditampahkan
melalui dinding tabung
reaksi berisi sejumlah kecil
filtrat ekstrak. Warna coklat
kemerahan menunjukkan
hasil positif adanya alkaloid
d. Ferri klorida

Sebanyak 50 mg ekstrak
dilarutkan dalam 5 ml
aquades. Tambahkan
beberapa tetes ferri
klorida 5% netral. Warna
hijau pekat menandakan
adanya senyawa fenolik
e. Uji Magnesium dan reduksi
asam hidroklorida

Sebanyak 50 mg ekstrak
dilarukan dalam 5 ml alkohol.
Masukkan potongan kecil pita
magnesium dan HCl pekat
beberapa tetes. Jika ada
perubahan warna dari pink
menjadi merah tua,
menandakan adanya flavanol
glikosida antimoni (III)klorida
Pengujian Kandungan Kimia

4. Identifikasi tannin
Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan
kedalam tabung reaksi kemudian dikocok
dengan air panas hingga homogen setelah
itu ditambahkan FeCl3, jika menghasilkan
biru karakteristik biru-hitam, berarti
mengandung tanin pirogalol. Sedangkan
untuk tanin katekol dianggap positif jika
pada penambahan larutan FeCl3 maka
akan berwarna hijau atau biru-hijau dan
endapan (Kusumawati, dkk., 2003).
Pengujian Kandungan Kimia

3. Identifikasi saponin
Sejumlah 0,5 gram ekstrak dimasukkan
kedalam tabung reaksi ditambahkan 10
mL air panas, dinginkan kemudian kocok
kuat-kuat selama 10 detik. Positif
mengandung saponin jika terbentuk busa
setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari
10 menit dan pada penambahan 1 tetes
HCL 2 N, busa tidak hilang (Depkes RI,
1995).
Pengujian Kandungan Kimia

5. Identifikasi Terpenoid
a. Uji Salkowski

Ekstrak ditambah kloroform kemudian disaring.


Pisahkan filtrat dan tambahkan beberapa tetes asam
sulfat pekat pada filtrat tersebut. Kocok dan biarkan
pada posisi berdiri. Penampakan warna kuning emas
mengindikasikan adanya triterpen
Pengujian Kandungan Kimia

5. Identifikasi Terpenoid
b. Uji Tembaga Asetat
Ekstrak dilarutkan dalam air.
Tambahkan 3-4 tetes larutan
tembaga asetat. Pembentukan
warna hijau emerald
mengindikasikan adanya
diterpen
Pengujian Kandungan Kimia

6. Identifikasi Glikosida

a. Uji Difenilamina
Untuk deteksi glikosida, glikolipid
Larutkan 5 gram difenilamina dalam 50
ml etanol. Tambahkan 40 ml asam
klorida pekat dan 10 ml asam asetat
glasial. Semprotkan pada plat dan tutup
dengal plat kaca yang lain. Panaskan
pada suhu 110 derajat celcius selama
30-40 menit sampat tebentuk spot yang
terlihat. spot biru menunjukkan adanya
glikolipid
Pola Kromatogram (KLT)
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram KLT, KCKT Depkes, 2000. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ekstrak etanol daun matoa (Pometia pinnata J.R. & G. Forst) ditotolkan
pada lempeng silica, selanjutnya dielusi dengan fase gerak yang cocok
dengan perbandingan tertentu. Hasil penampakan noda dapat dilihat
melalui lampu UV 254 nm, 366 nm dan juga dapat menggunakan pereaksi
semprot H2SO4 kemudian dihitung nilai Rf (Depkes, 1989).
Contoh : Pola Kromatogram (KLT) Buah Adas
Pola kromatografi
Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera
pada Kromatografi <61> dengan parameter
sebagai berikut:
Fase gerak : Toluen P-etil asetat P (90:10)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 10% dalam etanol P, gunakan
Larutan uji KLT seperti tertera pada
Kromatografi <61>
Larutan pembanding : Trans-anetol 1% dalam
etanol P
Volume penotolan : 20 L Larutan uji dan 2 L
Larutan pembanding
Deteksi : Anisaldehid-asam sulfat LP,
dipanaskan 100° selama 5-10 menit dan
UV366

Anda mungkin juga menyukai