Anda di halaman 1dari 22

PENGEMBANGAN

OBAT TRADISIONAL
Pengantar
Obat tradisional merupakan salah satu warisan
nenek moyang atau leluhur yang secara turun
temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan
penyakit, luka dan mental pada manusia atau
hewan.

Sebagai warisan nenek moyang yang dipergunakan


secara turun temurun maka perlu kiranya
dikembangkan dan diteliti agar dapat
dipertanggungjawabkan secara medis.
Pemanfaatan tanaman obat secara langsung dapat
memperbaiki status gizi, sarana pemerataan
pendapatan, pelestarian alam, gerakan
penghijauan dan keindahan.

Ramuan atau racikan atau formulasi obat


tradisional bersifat konstruktif sehingga untuk
mendapatkan hasil yang optimal atau sembuh bila
obat herbal dikonsumsi secara rutin dan dalam
waktu yang cukup panjang bila dibandingkan
dengan penggunaan obat sintetis atau obat
modern.
Efek samping obat tradisional tidak sama dengan
obat sintetis karena pada tanaman obat terdapat
suatu mekanisme penangkal atau mampu
menetralkan efek samping tersebut, disebut juga
“SEES “ ( Side Effect Eliminating Subtanted).

Akan tetapi kelemahan dari obat tradisional juga


ada yaitu sampai saat ini belum begitu banyaknya
tersedia bahan baku, belum terstandarisasi dan
tidak semua bahan atau ramuan telah teruji secara
klinis atau pra-klinis.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penelitian dan pengembangan obat tradisional,
yaitu :
1. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar
produksi obat-obatan.
2. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik
untuk bahan baku maupun produk jadi.
3. Pengembangan formulasi baru dan bentuk
sediaan yang dibuat khusus untuk kondisi iklim
sekarang dan disesuaikan dengan bahan baku
lokal yang tersedia.
Sambungan ...
4. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan
pengembangannya secara kontinyu untuk
menghasilkan produk yang kompetitif.
5. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi
farmakokinetik pada pengembangan bentuk
sediaan.
6. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk
obat-obat yang telah dikenal dan obat baru yang
menggunakan tanaman lokal yang tersedia.
Ilmu kimia sangat penting perannya dalam
penelitian dan pengembangan obat tradisional agar
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
ataupun medis.

Adapun peran ilmu kimia dalam penelitian dan


pengembangan obat tradisional adalah :
1. Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau
bahan obat baru
2. Penyiapan bahan baku obat
3. Standarisasi obat
4. Uji bioaktivitas
Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau
bahan obat baru

Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini


adalah ekstraksi bahan tanaman obat dengan
berbagai pelarut berdasarkan sehingga terbentuk
bank ekstrak.

Selanjutnya dilakukan Uji farmakologis dari ekstrak


tersebut baik ekstrak tunggal maupun campuran
ekstrak.
Uji farmakologis ini dapat dilakukan
berdasarkan formula-formula yang sudah
biasa dilakukan di masyarakat dalam
pengobatan tradisional atau formula-formula
yang telah dibukukan, seperti pada:
1. Buku Usada Bali Taru Premana
2. Ayur Veda
3. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang
4. Dan lain-lain.
Uji farmakologis ini merupakan uji awal
untuk keaktifan suatu ekstrak tanaman obat.
Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan
skreening fitokimia atau kandungan kimia
dari ekstrak aktif tersebut.

Kandungan kimia dari ekstrak aktif ini


diisolasi atau dipisahkan senyawa-
senyawanya sehingga dapat diketahui
seberapa besar kandungan kimia dan
selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan
obat.
Penyiapan bahan baku obat

Bahan baku obat secara umum dapat berupa


simplisia dan ekstrak.
Penyiapan bahan baku berupa simplisia harus
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, salah
satu diantaranya adalah kehalusan serbuk yang
nantinya akan mempengaruhi kualitas ekstrak.

Semakin halus serbuk bahan baku obat semakin


berkualitas semakin banyak ekstrak yang
didapatkan karena luas permukaan akan semakin
besar memudahkan pelarut pengekstrak
mengekstrak senyawa aktifnya.
Kualitas ekstrak yang terstandarisasi dipengaruhi
dalam proses pembuatannya.
Dalam hal inilah diperlukan peran ilmu kimia dalam
hal :
1. Menentukan pelarut yang dipergunakan dalam
membuat ekstrak sehingga diperoleh senyawa
aktif yang maksimal (rendemen yang diperoleh.
2. Sifat sediaan ekstrak Penggunaan ekstrak kering
sebagai sediaan obat harus memperhatikan
kelarutannya, warna, bau dan toksisitasnya.
Pengujian warna sediaan didasari atas warna
ekstrak standar atau suatu zat pembanding
tertentu.
Sambungan ....
3. Pengujian identitas ekstrak
Pengujian identitas ini dapat dilakukan secara
kualitatif dengan menggunakan reaksi
pengendapan (misalnya : uji alkaloid dengan
pereaksi Dragendorf, Meyer) atau reaksi warna
tertentu (misalnya : uji terpenoid / steroid dengan
reaksi warna Leiberman – Burchard; uji flavonoid
dengan pereaksi warna Wilstatter dan Bate Smith),
atau dengan metoda kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan melihat kromatogram secara keseluruhan
(fingerprint) atau dengan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) atau HPLC atau Kromatografi Gas.
Sambungan ...
4. Pengujian Kemurnian Ekstrak atau sediaan
Pengujian dalam hal ini dikhususkan pada
pengujian terhadap senyawa- senyawa ikutan
(pengotor) yang dihasilkan pada saat proses
pembuatan ekstrak dari tahap awal sampai tahap
akhir (misalnya zat warna, zat hasil hidrolisis enzim
dan lain-lain)

5. Kadar air ekstrak Kadar air ini dapat dilakukan


dengan metoda oven. Kadar air yang relatif tinggi
pada sediaan ekstrak kering (mengandung gula
/glikosida) akan mempengaruhi stabilitas sediaan
karena kemungkinan terjadinya hidrolisis enzim, atau
tumbuhnya mikroorganisme patogen.
Sambungan ...
5. Kadar logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk
menghindari efek yang tidak diinginkan. Kadar logam
berat secara total maupun secara individual dapat
ditentujan dengan Spektrofotometer Serapan Atom
(AAS).

6. Kadar senyawa logam anorganik


Kadar logam dalam hal ini biasanya di hasilkan
pada saat proses pembuatan akibat wadah atau
peralatan yang dipakai. Kadar lodam anorganik
dapat ditentukan dengan AAS
Sambungan ...
7. Kadar residu pestisida
Residu pestisida diperkirakan ada pada simplisia
yang dipergunakan dalam pembuatan ekstrak.

8. Kontaminan alkali dan asam


Adanya kontaminan alkali atau asam akan
mempengaruhi kualitas, warna atau stabilitas
ekstrak.
Prosedur sederhana yang biasa dipergunakan untuk
pengujian ini adalah dengan mengukur pH sediaan
dalam bentuk larutan dalam air atau suspensi
dengan mempergunakan kertas indikator maupun
pH meter.
Sambungan ...
9. Metoda pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak yang sesuai standar atau
ekstrak obat terstandarisasi harus memperhatikan
metoda-metoda dalam pembuatan ekstrak agar
ekstrak yang diperoleh mengandung bahan aktif
yang maksimal.
KRITERIA OBAT BAHAN ALAM
SK KEPALA BADAN POM RI No. HK.00.05.4.2411

JAMU /OT OBAT HERBAL FITOFARMAKA


EMPIRIS TERSTANDAR

Khasiat Khasiat berdasarkan uji Khasiat berdasar uji


berdasarkan farmakologi dan uji farmakologi dan uji
empiris, tradisional, toksisitas pada hewan toks pd hewan, serta uji
turun temurun klinis pd manusia

Standardisasi Standardisasi Standardisasi


kandungan kimia kandungan kimia bahan kandungan kimia
belum baku penyusun formula bahan baku dan
dipersyaratkan sediaan
Standarisasi Obat
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau
simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang
berperan telah diketahui dengan pasti.

Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas


senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas
dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum
diketahui dengan pasti).

Bila digunakan senyawa karakter pada upaya


standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan
untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan
obat tersebut.
Berdasarkan hal inilah standarisasi obat
tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu :
1. Standarisasi bahan
Sediaan (simplisia atau ekstrak
terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)
2. Standarisasi produk
Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
3. Standarisasi proses
Metoda, proses dan peralatan dalam
pembuatan sesuai dengan CPOBT
Uji Bioaktivitas

Uji Bioaktivitas dapat dilakukan secara in vitro (di luar


sel) maupun in vivo (di dalam sel).
Seperti misalnya uji antioksidan dapat dilakukan
secara in vitro dengan mengukur persen peredaman
(%IC50) dari senyawa aktif dengan radikal bebas
DPPH.

Kalau persen peredamannya >50% maka senyawa


tersebut mempunyai aktivitas sebagai antioksidan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai