Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
Dinnie Agustiani
Fajar Gilang Rinaldi
Rivan Fajarudin Azhar
Riska Nurjanah
Yoyan Yayu T.P.L
(FA3-21121101)
(FA3-21121105)
(FA3-21121127)
(FA5-21121222)
(FA5-21121229)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman
hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang
terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era globalisasi ini obat bahan alam baik
yang
berasal
dari
Indonesia
maupun
dari
luar
negeri
sangat
pesat
Khasiat ekstrak dengan simplisia asalnya belum tentu sama persis, karena
simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda
akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap
pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia, akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Keajegan kadar senyawa aktif
meerupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu serbuk
simplisia dan ekstrak harus distandarisasi. Standarisasi adalah serangkaian
parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilita
produk. Hasil dari proses ekstraksi dapat mengahsilkan parameter spesifik dan
non spesifik ekstrak yang terstandar dan diharapkan mampu menunjukkan
kualitas ekstrak tersebut baik dalam hal kandungan bahan aktif, kadar iar maupun
batas cemaran yang diperbolehkan. Tujuannya agar diperoleh bentuk bahan baku
atau produk kefarmasian yang bemutu,aman dan berkhasiat
BAB II
ISI
proses produksi yang telah dilakukan oleh beberapa industri kecil obat tradisional
yang masih menggunakan tekhnologi yang relatif sederhana (tradisional) karena
jamu yang dihasilkan adalah berupa serbuk jamu. Obat bahan alam termasuk jamu
yang diproduksi oleh industri obat bahan alam (IOT) maupun industri kecil obat
bahan alam (IKOT) mempunyai persyaratanyang sama yaitu aman untuk
digunakan,
berkhasiat
atau
bermanfaat
dan
bermutu
baik
(lestari,
2007).Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai
sumber yaitu dari tanaman, jaringan hewan, kultur mikroba, dan dengan tehnik
biotekhnologi (Sukandar, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor
917/Menkes/Per/X/1993, obat adalah sediaan atau paduan paduan yang siap
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan,peningkatan
kesehatan
dan
kontrasepsi.Dalam
arti
luas
obat
peredaran
jamu
dicampur
dengan
obat-obatan.
Misalnya,
menggunakan campuran bahan dengan khasiat sejenis pada suatu ramuan dan
menggunakan simplisia yang tidak sesuai dengan manfaat yang diharapkan.
Untuk itu, tujuan pemanfaatan jamu umumnya tercemin dari nama umum jamu.
Jamu yang diproduksi dan didistribusikan di Indonesia dikenal dengan aturan
yang ditetapkan Badan POM. Salah satunya, dalam pengemasannya diberi label
yang menjelaskan obat tersebut, termasuk tentang manfaat atau khasiatnya.
Penjelesan tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan dalam bentuk
mengurangi atau menghilangkan keluhan yang dialami seseorang, bukan
menyembuhkan suatu diagnosa penyakit. Secara umum, jamu dapat dibedakan
menjadi dua yaitu yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan yang
dimanfaatkan untuk mengobati keluhan penyakit.
Jamu
2.
Herbal Terstandar
Di dalam bentuk herbal standar ini memiliki sedikit perbedaan dengan
Fitofarmaka
Standarisasi Simplisia
Standarisasi adalah penyesuaian bentuk dengan pedoman (standar) yang
ditetapkan dan dibakukan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan
lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, hewani dan mineral.nabati,
hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah
simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh
7
hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah
simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni Salah satu cara untuk
mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia.
Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (BPOM, 2005).
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.
1. Kebenaran simplisia
Standarisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang
dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap
batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan
pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi
secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan
terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan
cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
I. Parameter Non Spesifik
a) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan
dalam porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI,
2000).
b) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan
spesifikasi ekstrak uji.Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung
pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI,
2000).
c) Kadar Air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air
yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
d) Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila
simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu
yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
II. Parameter Spesifik
a) Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
10
kandungan
kimia
berdasarkan
pola
kromatogram
kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI,
2000)
11
Amuraten, obat asam urat alami diramu dari bahan herbal berkualitas
tinggi. Ramuan tradisional untuk asam urat amuraten ini berbentuk cair dalam
kemasan sachet, sehingga enak dalam mengkonsumsi dan praktis dapat dibawa
kemana-mana.
Komposisi amuraten :
Zingiberis Rhizoma 15%, Curcumae Rhizoma 10%, Andrographidis Herba 15%,
Caryophilly Flos 10%, Gendarusae 15%, Menthae Folia 10%, Panax Ginseng
Extract 10%, Dan bahan tambahan lain 10%
Terdaftar di BPOM No : POM TR.033 327 481
Khasiat Amuraten :
Meringankan dan mengobati asam urat, pegal linu, rheumatik, dan masuk angin.
Standardisasi simplisia
12
Rosc.,
suku
Pola kromatografi
Fase gerak
Fase diam
Larutan uji
Larutan pembanding
Volume penotolan
pembanding
Deteksi
13
14
Pola kromatografi
Fase gerak
Fase diam
Larutan uji
Larutan pembanding
Volume penotolan
pembanding
Deteksi
: UV366
Susut pengeringan
: tidak lebih dari 12%
Abu total
: tidak lebih dari 8,2%
Abu tidak larut asam
: tidak lebih dari 0,9%
Sari larut air
: tidak kurang dari 11,5%
Sari larut etanol
: tidak kurang dari 11,4%
Kandungan Kimia simplisia
Kadar minyak atsiri : tidak kurang dari 3,02% v/b
Kadar kurkuminoid : tidak kurang dari 6,60%
c) Herba Sambiloto (Andrographidis Paniculatae Herba )
Herba Sambiloto adalah seluruh bagian tumbuhan Andrographidis
paniculata Ness., suku Lamiaceae, mengandung andrografolid tidak
kurang dari 0,64%
Identitas simplisia
Pemerian : Bentuk berupa campuran daun, batang, bunga dan buah
kering, warna hijau, tidak berbau, berasa sangat pahit batang tidak
berambut, tebal 2-6mm, persegi empat, batang bagian atas seringkali
dengan sudut agak berusuk
Mikroskopik
15
Pola Kromatografi
Fase gerak
: Kloroform P : methanol (9:1)
Fase Diam
: Silika gel 60 F254
Larutan uji
: 5% dalam etanol P
Larutan pembanding : Andrografolid 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan
: Totolkan 20 l Larutan uji dan 2l larutan
pembanding
Deteksi
: UV254
Susut pengeringan
: tidak lebih dari 10%
Abu total
: tidak lebih dari 10,2%
Abu tidak larut asam
: tidak lebih dari 1,7%
Sari larut air
: tidak kurang dari 15,7%
Sari larut etanol
: tidak kurang dari 9,2%
Kandungan Kimia Simplisia
Kandungan andrografolid
: tidak kurang dari 0,64%
d). Caryophylii flos
Pohon cemara kecil, tinggi 10-20m. Daun berlawanan, petiolate, lanset, merah
muda menjadi hijau gelap, dengan tembus, kelenjar aromatik, memiliki bau
16
Senyawa Identitas :
eugenol dan -caryophyllene
Struktur Kimia :
Eugenol
Susut pengeringan
Abu total
e). Gendarusae
Nama simplisia
Keluarga
: Acanthaceae
Zat berkhasiat
Penggunaan
luar), patah tulang (obat luar), radang kulit bernanah (obat luar), rematik
(obat luar) dan sakit kepala (obat luar) Analgesik, antipiretik, diaforetik,
diuretik dan sedative
Senyawa Identifikasi
: Gendarusin A
18
Mikroskopik
berliku-liku, dinding vertikal dan memiliki sedikit atau tidak ada stomata,
beberapa trikoma kelenjar ini; palisade parenkim, terdiri dari lapisan sel
kolumnar
kaya
kloroplas;
parenkim
spons,
dari
4-6
lapisan
sel
Abu total
19
Kandungan kimia : Unsur utama dari daun adalah minyak atsiri (0,5-4%),
yang mengandung mentol (30-55%) dan menthone (14-32%). Mentol terjadi
kebanyakan dalam bentuk bebas alkohol, dengan jumlah kecil sebagai (% 3-5)
asetat dan Valerat ester. monoterpen lain yang hadir termasuk isomenthone (210%), 1,8-cineole (6-14%), a-pinene (1,0-1,5%), b-pinene (1-2%), limonene (1
5%), neomenthol (2.5-3.5%) dan menthofuran (1-9%).
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida
Ordo
Apiales
Famili
Araliaceae
Genus
Panax
Spesies
Panax schinseng
20
21
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Standarisasi simplisia dan ekstrak bahan baku dapat dilihat dari
langkah-langkah yang dimulai dari identifikasi & seleksi tanaman yang akan
digunakan, pemanenan pada saat yang tepat, menstandarkan perlakuan
setelah panen, menganalisis, menstandarkan proses untuk didaptkan simplisia
dan ekstrak yang sesuai standar.
SARAN
Untuk produk-produk yang telah beredar di pasaran dan yang akan
beredar, agar selalu memperhatikan standarisasi dari simplisia dan ekstrak
agar didapatkan produk yang terjamin keamanan dan keefektifitasnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Obat
dan
Makanan.
Direktorat
Penggawasan
Obat
Tradisional. Indonesia
Anonim. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan
Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Badan Pengawasan
Obat Tradisional
Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
23
Burkill, I. H. MA. FLS, 1935. A Dictionary of the Economic product of the Malay
Peninsulla .Volume II. Governments of straits settlement and Federated
Malay state by the Crown Agents for the colonies. Milbank-London.
2402p.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants.
Columbia University Press. New York.
Harborne, 1987. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisi tumbuhan.
Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB.
Bandung. hal 85-93.
Sukardi. 2007. OPTIMASI WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KANDUNGAN
TANIN PADA BUBUK EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (PSIDII FOLIUM)
SERTA BIAYA PRODUKSINYA. Jurnal Teknologi Penelitian. Surabaya
Verheij E.W.M and R.E. Coronel (Ed). 1999. Plant Resources of South East Asia.
No. 2 : Edible fruits and Nuts. Prosea foundation Bogor. 446 p.
Yuliani, Sri. 2000. KADAR TANIN DAN QUERSETIN TIGA TIPE DAUN JAMBU
BIJI (Psidium guajava). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
24