Anda di halaman 1dari 41

KAJIAN PREFORMULASI

BAHAN ALAM

Dosen Pengampu
Nofriyanti, M.Farm., Apt
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
Pendahuluan
 Formulasi ekstrak tanaman menjadi bentuk sediaan
merupakan masalah yang tidak mudah dan tidak
dapat dipandang hanya sebagai masalah
teknologi farmasi saja.
 Berbeda dengan zat murni, baik hasil sintetis
maupun berasal dari alam, ekstrak adalah bahan
baku yang mengandung beragam bahan aktif
tetapi dalam jumlah kecil.
Preformulasi
 Pre  sebelum
 Formulasi  perumusan atau penyusunan.
 Dibidang farmasi, preformulasi diartikan sebagai
langkah-langkah awal yang dilakukan ketika akan
membuat formula suatu obat.
 Meliputi pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat
dari bahan yang akan diformulasikan.
Tujuan Preformulasi
 Menggambarkan proses optimasi suatu obat
melalui penentuan atau definisi sifat-sifat fisika dan
kimia yang dianggap penting dalam menyusun
formulasi sediaan yang stabil, efektif dan aman.
 Data prefromulasi akan sangat membantu dalam
memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat
suatu rencana bentuk sediaan.
Pertimbangan Umum Preformulasi
1. Bentuk sediaan yang akan dibuat;
a. Bentuk sediaan : padat, semi padat dan cair.
b. Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada : sifat
fisika kimia (kelarutan, ukuran partikel, sifat
higroskopis, reaksi kimia, dll)
c. Kerja obat yang diinginkan (lokal atau sistemik)
d. Umur pasien.
Pertimbangan Umum Preformulasi
2. Bahan tambahan yang digunakan.
 Harus kompatible.

3. Kenyamanan saat penggunaan.


4. Kestabilan sediaan obat.
5. Khasiat obat.
Preformulasi Bahan Alam
 Bentuk bahan aktif : simplisia, esktrak atau isolat.
 Pemeriksaan standardisasi.
 Pemeriksaan sifat fisika kimia, kelarutan, dan lainnya yang
sesuai dengan monografi herbal.
 Pengusulan bentuk sediaan.
 Data pustaka.
 Bentuk sediaan.
 Pembuatan sediaan, lengkap dengan bahan tambahan dan
persiapan kerja.
 Uji sediaan : uji mutu fisik, penentuan kadar berkhasiat
secara kuantitatif maupun kualitatifnya.
 Uji efek sediaan.
Bahan Aktif Simplisia
 Definisi menurut Departemen Kesehatan RI
bahan alami yang digunakan untuk obat dan
belum mengalami perubahan proses apa pun, dan
kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan
yang telah dikeringkan.
 Terbagi menjadi 3 golongan : simplisia nabati,
hewani dan mineral
Bahan Aktif Simplisia
 Simplisia nabati : tanaman utuh, bagian tanaman,
eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi simplisia sebagai
bahan aktif sediaan tradisional :
1. Tempat tumbuh.
2. Proses pemanenan.
3. Bentuk simplisia.
4. Jumlah yang digunakan  efek terapi/toksik.
5. Proses pengolahan.
6. Pemilihan bentuk sediaan.
Bahan Aktif Ekstrak
 Bahan alam  kandungan zat aktif yang beragam
 dalam jumlah kecil dipilih suatu senyawa
“marker”.
 Dalam jumlah besar adalah matriks pembawa
ekstrak, seperti selulose, klorofil, lemak, senyawa
gula, resin, tanin, asam organik, saponin, dll.
Bahan Aktif Ekstrak
 Interaksi senyawa bioaktif dengan pembawa ekstrak
berpengaruh pada pelepasan zat aktif, kelarutan,
disolusi, dan stabilitas.
 Matrik pembawa ekstrak dalam porsi besar, akan
berperan utama atau sebagai penentu dalam proses
formulasi dan produksi.
 Selain data fisika dan kimia dari bahan aktif dan
adanya interaksi antara komponen yang digunakan
dalam sediaan akhir.
 Perlu diperhatikan juga kontinuitas pemasok bahan
baku maupun bahan pembantu, karena dapat
mempengaruhi penampilan fisik sediaan.
Bahan Aktif Ekstrak
 Sebagian besar merupakan bahan-bahan sekunder (garam
organik, gula polisakarida, dsb), yang dapat mempengaruhi
teknologi pembuatan dan stabilitas sediaan murni.
 Sebelum dikembangkan untuk formulasi sediaan farmasi,
pada ekstrak harus dilakukan terlebih dahulu perlakuan awal
seperti defatting (menghilangkan lemak) dan inaktivasi enzim.
 Tujuannya :
a. Menghilangkan bahan tidak aktif berupa minyak dan lemak
yang akan menghalangi pembuatan ekstrak kering dan
sediaan farmasi berbentuk padat.
b. Menghentikan degradasi oleh enzim bahan berkhasiat
dalam medium air/alkohol encer.
2 Macam Ekstrak
 Ekstrak total  ekstrak yang mengandung semua
bahan terekstraksi yang diperoleh dengan pelarut
air atau hidroalkohol.
Dikenal dalam bentuk : ekstrak cair, kental dan
padat
 Ekstrak yang dimurnikan  ekstrak yang tidak lagi
mengandung zat-zat yang tidak diperlukan dan
tidak mempengaruhi proses penghilangan zat inert
setelah ekstraksi primer.
Dikenal hanya dalam bentuk ekstrak kering
Pengujian Terhadap Esktrak
Yang utama :
1. Menentukan karakteristik fisik
2. Standardisasi kualitatif dan kuantitatif
3. Pengotor potensial dan jumlah cemaran mikroba total.
 Standardisasi kualitatif suatu ekstrak dilakukan dengan
prosedur kromatografi untuk menjamin dan memberikan
hasil yang memuaskan.
 Tujuan pengujian kromatografi :

1. Meyakinkan pola kromatografi yang diperoleh sesuai


dengan obat yang sama dengan ekstrak
2. Meyakinkan bahwa tidak terjadi penguraian selama
proses ekstraksi
Pengujian Terhadap Esktrak
Tambahan :
1. Pengujian sifat fisika (penambilan, pH, kelarutan,
padatan total, abu)
2. Penentuan kelarutan esktrak kental dan kering
dalam pelarut, seperti sirup atau sorbitol.
3. Ukuran partikel
4. Menentukan total mikroba aerobik
Pengujian Terhadap Esktrak
 Penentuan ukuran partikel sangat membantu dalam
kasus ekstrak akan dibuat dalam bentuk tablet
dengan teknik cetak langsung.
 Tidak boleh terdapat mikroba patogen dan jumlah
banteri total adalah antara 103-104 per gram/per
ml.
Konsep Rasionalisasi Preformulasi
 Lebih baik menyusun setiap formulasi sediaan yang
mudah dan sederhana.
 Mengandung 2-3 macam ekstrak.
 Perlu dihindari mecampurkan beberapa ekstrak
yang memiliki aktifitas farmakologi yang sama.
Konsep Rasionalisasi Preformulasi
Sediaan sederhana memberikan beberapa
keuntungan :
 Masalah pengontrolan dari bermacam bahan aktif
lebih mudah.
 Intervensi antara ekstrak yang berbeda dikurangi
dengan keunggulannya dalam hal stabilitas.
 Aktivitas terapeutik lebih jelas.
Masalah Bahan Baku Ekstrak
Dalam Formulasi
 Masalah teknologi yang timbul dalam formulasi
ekstrak menjadi bentuk sediaan lebih banyak
dibandingkan dengan zat murni (alami/sintetis).
 Hal tersebut disebabkan sifat dari ekstrak sendiri.
 Umumnya bahan aktif berada pada konsentrasi
rendah dan karena itu menyebabkan penggunaan
dosis ekstrak yang relatif lebih tinggi.
Sifat Bahan Baku Ekstrak
 Higroskopis, lengket, voluminus.
 Aliran dan kompresibilitas jelek.
 Rasa dan bau tidak enak
 Media tumbuh mikroba.
Bahan Baku Isolat
 Isolat  hasil isolasi dengan pemisahan berbagai
kromatografi.
 Isolat jika dimurnikan, ditentukan sifat fisika dan
kimianya, akan menghasilkan Zat murni.
Faktor-faktor yang mempengaruhi isolat sebagai
bahan aktif sediaan tradisional :
1. Pemilihan metoda isolasinya.
2. Jumlah hasil isolasi yang didapatkan.
3. Kompatibiltas dengan bahan tambahan.
4. Proses pengolahan.
5. Pemilihan bentuk sediaan.
Sediaan Obat Tradisional MenKes RI
 Serbuk
 Pil
 Dodol/jenang
 Pastiles
 Kapsul
 Cairan obat dalam/luar
 Sari jamu
 Parem, pilis, tapel
 Koyok
 Salep/krim.
Serbuk
 Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen
dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya
berupa simplisia, sediaan galenik atau
campurannya.
 Standardisasi : keseragaman bobot, kadar air,
angka lempeng total, angka kapang dan khamir,
mikroba patogen negatif, aflatoksin tidak lebih dari
30 bpj.
Serbuk
 Serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang
ditambahkan bahan pengawet.
 Serbuk dengan bahan baku sediaan galenik
dengan penyari air atau campuran air-etanol, bila
diperlukan boleh ditambahkan pengawet 
persyaratan pengawet sediaan pil.
 Pemanis  gula pasir, aren, gula kelapa, bit dan
pemanis alam atau belum menjadi zat kimia murni.
Serbuk
 Pengisi yang diperlukan sesuai untuk sediaan
galenik.
 Wadah dan penyimpanan  dalam wadah
tertutup rapat, pada suhu kamar dan terlindung
dari cahaya matahari langsung.
Pil
 Sediaan tradisional berupa massa bulat, yang
mengandung bahan baku berupa simplisia, sediaan
galenik atau campurannya.
 Standardisasi : keseragaman bobot, kadar air,
waktu hancur, angka lempeng total, angka kapang
dan khamir, mikroba patogen negatif, aflatoksin
tidak lebih dari 30 bpj.
Kapsul
 Sediaan obat tradisional yang terbungkus
cangkang keras atau lunak yang mengandung
bahan baku berupa sediaan galenik dengan bahan
tambahan.
 Standardisasi sama seperti obat sintetis.
Cairan Obat Dalam
 Sediaan obat tradisional berupa larutan, emulsi,
atau suspensi dalam air, yang mengandung bahan
bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan
galenik dan digunakan sebagai obat dalam.
 Sari jamu cairan obat dalam dengan tujuan tertentu
diperbolehkan mengandungn etanol tidak lebih
dari 1% v/v pada suhu 200C.
Parem, Pilis dan Tapel
 Sediaan obat tradisional berbentuk padat,
mengandung bahan baku berupa serbuk atau
simplisia, sediaan galenik atau campurannya dan
digunakan sebagai obat luar.
Koyok
 Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang
cocok dan tahan air yang dilapisi dengan serbuk
simplisia atau sediaan galenik, digunakan sebagai
obat luar dan pemakaiannya ditempelkan pada
kulit.
Pembuatan Sediaan Padat
 Untuk pembuatan sediaan padat, umumnya
digunakan ekstrak padat.
 Umumnya ekstrak bersifat higroskopis  granulasi
atau diisikan ke dalam kapsul gelatin lunak,
dengan penambahan silica gel (eksipien dengan
porositas tinggi).
 Tahap granulasi  tahapan kritis pada pembuatan
sediaan padat yang mengandung ekstrak.
Pembuatan Sediaan Padat
 Kelemahan proses granulasi pada pembuatan
tablet dengan pelarut air :
1. Jika digunakan larutan air atau senyawa air,
seperti mucilago amyli  senyawa gula dan
saponin dalam ekstrak akan terlarut dalam air
yang digunakan untuk proses  mempersulit
pengeringan granul.
2. Tablet yang dihasilkan akan semakin mengeras
dan sukar hancur seiring dengan lamanya
penyimpanan.
Pembuatan Sediaan Padat
 Jika pencampuran, granulasi dan pengeringan
dilakukan dengan cara-cara yang umum, maka
sebagai pengikat sebaiknya digunakan senyawa
turunan selulosa atau PVP dalam pelarut organik.
 Menggunakan pelarut organik dalam proses
granulasi, dapat dihasilkan granul yang dapat
dicetak langsung dengan penambahan MCC,
pelincir yang bersifat absorpsi (aerosil) dan
sejumlah kecil magnesium stearat.
Pembuatan Sediaan Padat
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan sediaan berbentuk tablet dan kapsul :
1. Karena umumnya eksrak bersifat hisgroskopis 
pada proses pembuatan perlu memperhatikan
kelembaban ruangan untuk mencegah penarikan
air.
Solusi : penambahan adsorben penarik air,
penambahan aerosil dengan cara menyalut
esktrak.
Pembuatan Sediaan Padat
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan sediaan berbentuk tablet dan kapsul :
2. Bila bahan aktif relatif kecil/sedikit, perlu upaya
pencegahan supaya tidak rusak selama proses.
3. Esktrak  food supplement  dicampur dengan
komponen vitamin dan mineral yang kompatible
dengan bahan higroskopis.
Pembuatan Sediaan Cair
 Jenis ekstrak kering yang paling banyak digunakan
adalah ekstrak yang dimurnikan  bebas dari
komponen sekunder.
 Masalah utama dalam pengembangan sediaan cair
mengandung ekstrak  kelarutan.
 Ekstrak harus diencerkan dalam larutan atau
dilarutkan kembali jika berbentuk kering di dalam
sistem pelarut sirup atau drop.
Pembuatan Sediaan Cair
 Masalah kelarutan menimbulkan terbentuknya suatu
endapan atau kekeruhan yang disebabkan
pelarutan yang tidak sempurna dari bahan aktif
dan atau komponen sekunder.
 Masalah lainnya ialah peningkatan rasa dan bau,
karena ekstrak sering menunjukkan rasa tidak enak,
sering terasa pahit dan tidak selalu mudah diatasi
hanya dengan penambahan pemanis saja.
Pembuatan Sediaan Cair
 Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terbentuknya endapan pada pembuatan sediaan cari :
1. Pelarut yang digunakan untuk pembuatan
sediaan sama komposisinya dengan menstruum
yang digunakan untuk pembuatan ekstrak.
2. Perubahan pH dan lain-lain yang tidak konsisten
harus dicegah apabila melakukan rekonstitusi
ekstrak, terutama dalam mencampur ekstrak dengan
obat lain atau sediaannya. Terutama untuk produk
yang mengandung alkaloid.
Pembuatan Sediaan Cair
 Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terbentuknya endapan pada pembuatan sediaan
cari :
3. Dalam beberapa kasus, penambahan kosolven
membantu menstabilkan larutan.
Contoh : alkohol, gliserol, sorbitol, PEG, sirup gula.
4. Untuk ekstrak tertentu, dapat pula ditambahkan
surfaktan.
Contoh : ekstrak ruscus aculeatus.
Pembuatan Sediaan Semisolid
 Masalah yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan sediaan semisolid yang mengandung
ekstrak adalah :
1. Kandungan air yang tinggi dan bila nilai ph
tidak dikendalikan dengan baik  hidrolisis,
polimerisasi, dll. Harus diingat pula kandungan
zat aktif biasanya relatif rendah.
2. Masalah stabilitas mikrobiologis  mengandung
senyawa gula dan asam amino yang ideal untuk
perkembangbiakan mikroba.
Terimakasih
See You
Next Week
Insya Allah

Anda mungkin juga menyukai