Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Anatomi Kornea
Kornea merupakan jaringan transparan dengan ukuran horizontal 11-12 mm
dan vertikal 10-11 mm. Kornea memiliki indeks refraksi sebesar 1,376 yang terdiri
dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva
bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas
antara sklera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari
anterior ke posterior.
3








Gambar 2.1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu
3,6,7,8
:
1. Lapisan epitel
Lapisan epitel terdiri dari sel epitel skuamosa bertingkat. Sel epitel tersebut
memiliki ketebalan sekitar 0,05 mm atau sekitar 5% dari ketebalan kornea.
2

Permukaan kornea licin akibat adanya lapisan tear film dan epitel. Epitel berasal dari
ektoderm permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi.

2. Membran Bowman
Terletak di bawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

Merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Stroma kornea disusun oleh matriks ekstrasel yang terbentuk dari kolagen dan
proteoglikan. Kolagen fibrillar tipe I dan tipe V berhubungan dengan kolagen tipe IV.
Decorin dan limican merupakan proteoglikan utama pada kornea. Kejernihan kornea
dipengaruhi oleh susunan fibril kolagen yang menempel pada matriks ekstraselular.
Pola ini berperan dalam penguraian cahaya. Kornea yang transparan terjadi karena
ukuran komponen kornea yang lebih kecil dari panjang gelombang cahaya yang
terlihat.

4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma. Bersifat
sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
Membran descemet memiliki ketebalan yang meningkat dari 3 m saat lahir menjadi
10-12m saat dewasa.

5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, dan bentuk heksagonal. Endotel
melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
3

Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan
membran semipermeabel. Keadaan kedua lapisan ini sangat penting untuk
mempertahankan kejernihan kornea. Permukaan kornea juga dapat menyerap oksigen
dari atmosfer yang larut ke dalam air mata.










Gambar 2.2 Potongan Melintang Kornea

Inervasi saraf sensorik untuk kornea berasal dari percabangan pertama saraf
Trigeminus (N.V), yaitu nervus ophtalmicus. Di epitel kornea tersebar akhiran saraf
sensible sehingga jika terkena paparan akan menghasilkan rasa sakit. Jumlah akhiran
saraf yang banyak dan lokasinya yang tersebar akan peka walaupun dengan
sentuhan/abrasi yang halus pada epitel kornea.
6
4

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenes. Deturgenes atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan
trauma kimiawi atau fisik. Cedera pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat
stroma kornea yang akan menghilang jika sel-sel epitel itu telah beregenerasi.
7
Epitel
kornea merupakan membran barrier bagi mikroorganisme yang masuk kornea. Jika
epitel mengalami trauma dan rusak, membran Bowman menjadi mudah terinfeksi
oleh bermacam-macam mikroorganisme, terutama Pseudomonas Aeruginosa.
6

1.2. Definisi Keratitis
Keratitis sendiri diartikan sebagai peradangan pada kornea yang ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun
yang dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
bakteri, jamur, virus atau karena alergi.
1.3. Epidemiologi Keratitis
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-
20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per
100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu
5

bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa
kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau
infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis
dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
1.4. Patofisiologi Keratitis
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam
kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan
membran Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti
amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri
pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes
yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat
menimbulkan infeksi.
Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol
(sebagai akibat kehabisan piridoksin) adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam
beberapa tahun belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Di
antaranya adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei,
Streptococcus viridians, Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme
coliform dan Proteus, selain virus dan jamur.
Infeksi yang diinduksi oleh lensa kontak sering ditemui berkaitan dengan
pseudomonas aeruginosa. Keratitis pseudomonas aeruginosa bisa menyebabkan
perforasi kornea sehingga kehilangan penglihatan. Sumber utama infeksi bakteri
6

adalah cara pembersihan lensa kontak yang jelek higiene yang rendah. Jenis infeksi
yang diinduksi oleh lensa kontak yang lain adalah infiltrate kornea steril, keratitis
acanthamoeba dan keratitis jamur.
Kornea adalah struktur yang avaskuler. Oleh sebab itu. pertahanan pada waktu
peradangan tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak
mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada
di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi
dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea
menjadi tidak licin.
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan
pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi
sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan
parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat
sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada
iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat
terbentuk hipopion.
1.5. Klasifikasi Keratitis
Pembagian keratitis berdasarkan penyebabnya :
7

a. Bakteri
Banyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain. Streptococcus pneumonia
merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia. Penyebab lainnya
yaitu Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens, Streptococcus beta-
hemolyticus, Staphylococcus aureus, Mycobacterium fortuitum, S. epidermidis.
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Neiseria sp, Corynebacterium
dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat
berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak.

Karakteritik klinik ulkus kornea oleh
karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun
demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk
infeksi oleh karena P.Aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral,
namun beberapa terjadi di perifer.
1,3,4,6

Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea
terutama jenis P.Aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan
infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram
positif, Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus pneumonia akan
memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna
putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena
akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak
disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat,
bahan purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.
Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis
onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan
8

penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda
reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat,
organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat
supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf
kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi
bakterial.
1,8

b. Virus
Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan
kambuhan. Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati
preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis
epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih
dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat
terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan 5 tahun atau 16 25
tahun. Keratitis herpes simpleks didominasi oleh kelompok laki-laki pada umur 40
tahun ke atas.
Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi fotofobia, injeksi
perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak
sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas
kornea.
c. Jamur
Keratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian. Sekarang makin
banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid
dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul
9

bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu peristiwa yang masih
mungkin timbul di daerah pertanian. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid
masih dapat mengatasi organism sedikit-sedikit, seperti yang terjadi pada lazimnya
penduduk perkotaan.
Pada ulkus fungi terdapat infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di
tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama dan sering juga lesi
satelit merupakan lesi endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama,
disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abcess kornea.
Pembagian keratitis berdasarkan lokasinya :
a. Keratitis epithelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta
pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat, misalnya
pada keratitis pungtata superficialis. Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari
edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan filament,
keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di
kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting.
b. Keratitis subepitelial
Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial, misal infiltrat subepitelial
pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19. Umunya
lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali pada
pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.
c. Keratitis stroma
10

Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi yang
menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,
pengkeruhan, atau parut, penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi,
dan vaskularisasi.
d. Keratitis endothelial
Disfungsi endothelium kornea akan berakibat edema kornea, yang mula-mula
mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini berbeda dari edema yang disebabkan oleh
peningkatan TIO, yang mulai pada epitel kemudian pada stroma. Selama kornea tidak
terlalu sembab, sering masih dapat terlihat kelainan endotel kornea melalui slit-lamp.
Sel-sel radang pada endotel (endapan keratik atau KPs) tidak selalu menandakan
adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis
anterior.
1.6. Diagnosis Keratitis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik, dan hasil
pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma atau
adanya riwayat penyakit kornea. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh
pasien karena mungkin telah memakai kortikosteroid yang dapat merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes
simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik,
seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya
sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan
11

silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan
mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga
amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea
bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi
sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata, lesi pada
kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral
pada kornea.
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang
meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan
iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun
tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus
kornea yang purulen.
2,3,4

Dalam mengevaluasi peradangan kornea, penting untuk membedakan apakah
tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan
kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah
tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan
penyebab dari suatu peradangan kornea, seperti pemeriksaan sensasi kornea, lokasi
dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek
pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam
mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
6

Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah :
12

1. Ketajaman penglihatan
2. Tes refraksi
3. Pemeriksaan slit-lamp (biomikroskop), penting untuk pemeriksaan kornea dengan
benar. Jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan yang
terang.
4. Respons reflex kornea
5. Goresan ulkus untuk analisis dan kultur
6. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dapat memperjelas lesi epitel superficial
yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi pada kornea
baik yang bersifat dangkal, superfisial, atau dalam akan menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah
sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil.
Keratitis epitelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat
dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian
bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian
sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang
mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan
berdasarkan riwayatnya.
3

1.7. Penatalaksanaan Keratitis
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis,
menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,
13

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki
ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi
keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal,
ukuran ulkus, dan luasnya infiltrat.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement
sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen
diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah
menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang
sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu
mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya
reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.
Untuk bakteri Gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G, atau
vancomisin dan bakteri Gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin, atau
polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat sekret
mukopurulen dan menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk
jamur pilihan terapi yaitu natamisin, amfoterisin, atau fluconazol. Selain itu obat yang
dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.
3

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga
diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi
keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik, dan
kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan
14

gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan
memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes
kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, serta menghilangkan keluhan
subjektif, seperti fotobia. Namun, pada umumnya pada pemberian steroid dapat
menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari
virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.
Selain terapi medikamentosa, sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien
keratitis. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar
matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis
vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu,
terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya.
Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang
telah ada. Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga
kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan,
dan tisu.
1

1.9. Prognosis Keratitis
Prognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan
prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri.
Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi
pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka
15

prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan
yang diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat
menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun
dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh
lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.

















16

BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien:
Nama : Ny. T
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Ambacang Kuranji
No.Rekam Medik : 581415
Anamnesis
Seorang pasien perempuan berusia 29 tahun dirawat di bangsal mata RSUP dr. M.
Djamil pada tanggal 26 September 2013 dengan :
Keluhan Utama :
Mata perih terutama bila terkena cahaya.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata perih terutama bila terkena cahaya dirasakan sejak bulan puasa
Pasien berobat dan mendapat obat tetes mata cendolyters dan mengalami
perbaikan, tetapi masih terasa perih bila terkena cahaya dan semakin parah
beberapa hari sebelum dirawat di Rumah sakit.
Mata terasa gatal, nyeri, merah dan berair
penglihatan terasa kabur
tidak ada kotoran mata yang berlebih
17

terdapat riwayat menggunakan soft lens sejak 2 tahun yang lalu. Penggunaan
soft lens 12 jam dalam sehari.
riwayat trauma pada kedua mata tidak ada
riwayat demam tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
tidak terdapat keluhan seperti ini sebelumnya
terdapat riwayat menggunakan kacamata sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama tidak ada
Pemeriksaan Fisik :
Status oftalmikus pada tanggal 26 september 2013 (saat pertama kali masuk untuk
dirawat)
STATUS OFTALMIKUS Okuli Desktra Okuli Sinistra
Visus tanpa koreksi 5/30 5/60
Visus dengan koreksi - -
Refleks fundus + +
Silia/supersilia Madarosis (-) trikiasis (-) Madarosis (-) trikiasis (-)
Palpebra superior Edema (-) ptosis (-) Edema (-) ptosis (-)
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (+) folikel (-)
papil (-)
Hiperemis (+) folikel (-)
papil (-)
18

Konjungtiva forniks Hiperemis (+) folikel (-)
papil (-)
Hiperemis (+) folikel (-)
papil (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+)
injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (+)
injeksi siliar (+)
Sclera Putih Putih
Kornea Keruh (+), infiltrat (+) Keruh (+), infiltrat (+)
Kamera okuli anterior Cukup dalam, flare (-) Cukup dalam, flare (-)
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, ukuran 3 mm,
letak sentral, refleks
pupil langsung dan tidak
langsung (+)
Bulat, ukuran 3 mm, letak
sentral, refleks pupil
langsung dan tidak
langsung (+)
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Jernih Jernih
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas segala arah Bebas segala arah

19



20



Status oftalmikus tanggal 30 September 2013
STATUS OFTALMIKUS Okuli Desktra Okuli Sinistra
Visus tanpa koreksi 5/30 5/20
Visus dengan koreksi 5/20 5/10
Refleks fundus + +
Palpebra superior Edema (-) ptosis (-) Edema (-) ptosis (-)
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Konungtiva tarsalis Hiperemis (-) folikel (-)
papil (-)
Hiperemis (-) folikel (-)
papil (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis(-) folikel (-)
papil (-)
Hiperemis (-) folikel (-)
papil (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-)
injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-)
injeksi siliar (-)
21

Sclera Putih Putih
Kornea Keruh (+), infiltrat (+) Keruh (+), infiltrat (-)
Kamera okuli anterior Cukup dalam, flare (-) Cukup dalam, flare (-)
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, ukuran 3 mm,
letak sentral, refleks
pupil langsung dan tidak
langsung (+)
Bulat, ukuran 3 mm, letak
sentral, refleks pupil
langsung dan tidak
langsung (+)
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Jernih Jernih
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas segala arah Bebas segala arah

22



Diagnosis kerja :
keratitis punctata superficial et causa infeksi bakteri ODS
Anjuran pemeriksaan :
Fluorescent test
Terapi :
Medikamentosa :
Antibiotika : Neomysin 0,5% eye drop, 1 tetes 4 kali sehari ODS
Siklopegik : sulfas atropin 1% eye drop, 1 tetes 3 kali sehari ODS
Lubricant eye drop, 1 tetes 4 kali sehari ODS
Anjuran terapi :
Kontrol 1 minggu kemudian
Memakai kacamata hitam bila bepergian keluar rumah
Tidak memakai soft lens

23

BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 29 tahun dirawat di
bangsal mata RSUP dr. M. Djamil pada tanggal 26 September 2013 dengan diagnosa
kerja keratitis punctata superficial et causa infeksi bakteri ODS.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesa pasien mengeluhkan mata terasa perih bila terkena cahaya, gatal, merah
dan berair, disertai penglihatan terasa kabur. Terdapat riwayat penggunaan soft lens
sejak 2 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik visus mata kanan 5/30 dan mata kiri
5/10. Terdapat keruh pada kornea mata kanan dan kiri dan infiltrat pada kornea mata
kanan.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi terapi medikamentosa. Terapi
medikamentosa diberikan Neomysin 0,5% eye drop 1 tetes 4 kali sehari ODS, sulfas
atropin 1% eye drop 1 tetes 3 kali sehari ODS, Lubricant eye drop 1 tetes 4 kali
sehari ODS.







24

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco
2006-2007 : 8-12, 26-35
2. Biswell R, MD. Kornea. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan P, ed. Oftalmologi
Umum 14
th
ed. Jakarta : Widya Medika; 2000, 129-52
3. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-102
4. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005 :
147-158.
5. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI. Hal: 56
6. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American
Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/
dept/service/cornea/cornea.htm
7. Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus.
Cermin Dunia Kedokteran No.122; 36-38. Available at : http//cermin Dunia
Kedokteran2.mht
8. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata dalam Cermin dunia
kedokteran. 1993; Available from : http//www.kalbe.co.id-files-cdk-files-
cdk_087_mata.html
9. Singh D. Keratitis fungal. Available from:URL:http:///www.eMedicine.com
/oph/topic99.htm.

Anda mungkin juga menyukai