Anda di halaman 1dari 3

Menyoal Kinerja Produksi Gernas Kakao

Tuesday, June 5th, 2012 11:46 by agroindonesia Print this page


Gerakan Nasional (Gernas) Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao memasuki tahun
keempat. Melalui gerakan ini diharapkan produksi kakao nasional terus meningkat
dengan kualitas yang lebih baik, sehingga akhirnya berdampak pada pendapatan
petani.
Namun, dalam perjalanannya selama empat tahun, Gernas Kakao nyatanya tak selalu mulus.
Berbagai persoalan muncul di sana-sini, yang buntutnya berimbas pada capaian target luas
areal belum tercapai maksimal.
Tapi itu belum seberapa. Yang menarik, gerakan ini seolah tidak berimbas nyata pada
produksi kakao nasional. Alih-alih produksi terus meningkat dan bisa menjadi produsen biji
kakao terbesar di dunia, produksi tahun lalu malah menurun.
Tidak aneh jika kemudian sebagian asosiasi profesi ada yang menilai gerakan yang digagas
mantan Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani ini gagal, meski ada juga yang menilai
gerakan tersebut perlu dilanjutkan untuk kelangsungan produksi kakao nasional di masa
mendatang.
Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Azwar Abubakar mengakui
adanya pro-kontra itu. Namun, dia mengatakan, keberhasilan Gernas Kakao jangan dilihat
dari sisi makro, yakni produksi kakao nasional.
Kalau gerakan ini dilihat secara global, kesannya memang tidak berhasil karena peningkatan
produksi kakao tidak signifikan. Bahkan ada yang mengatakan produksi kakao turun, kata
Azwar Abubakar kepada Agro Indonesia di Jakarta, pekan lalu.
Data Ditjen Perkebunan mencatat, produksi kakao Indonesia memang tidak stabil. Tahun
2008 produksi kakao nasional sebanyak 803.593 ton, tahun 2009 naik sedikit menjadi
809.583 ton. Kemudian, tahun 2010, meningkat lagi menjadi 837.916 ton. Namun, tahun
2011, angka sementara produksi kakao turun menjadi 712.231 ton. Penurunan produksi inilah
yang kemudian melahirkan penilaian Gernas Kakao gagal. Padahal, kalau tidak ada gerakan,
produksi akan tambah turun lagi, kata Azwar.
Menurut dia, secara mikro Gernas Kakao justru telah mampu meningkatkan produktivitas
tanaman dari semula 600 kg/ha kini menjadi 1.000 kg/ha. Bahkan, di lokasi-lokasi tertentu
produktivitas tanaman ada yang mencapai 1.500 kg/ha.
Kalau kita lihat per lokasi (mikro), Gernas Kakao sudah mampu meningkatkan produksi
tanaman. Namun, karena jumlah hektarenya sangat kecil, maka pengaruhnya terhadap
produksi nasional belum terlihat dengan nyata, tegasnya.
Dia mengakui, produktivitas tanaman kakao milik rakyat memang paling rendah
dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar. Selain itu, produktivitas kebun rakyat
juga cenderung menurun. Hal ini disebabkan pengelolaan tanaman pada perkebunan rakyat
belum dilakukan intensif sesuai dengan standar teknis budidaya.
Pasca Gernas?
Yang jelas, pemerintah memang punya niat baik meningkatkan produktivitas tanaman kakao
dan memperbaiki mutu (kualitas) produksi. Hanya saja, gerakan ini hanya mampu mencakup
areal sekitar 30% dari luas areal tanaman kakao 1,6 juta ha. Program ini hanya memasang
target 450.000 ha, katanya.
Dari jumlah areal tersebut, target tanaman yang diremajakan melalui Gernas Kakao seluas
70.000 ha. Dari tahun 2009 sampai tahun 2012 , sudah terealisasi seluas 90.180 ha (115%),
target rehabilitasi seluas 235.000 ha sampai tahun 2012 sudah terlaksana seluas 185.935 ha
(79%) dan untuk intensifikasi target seluas 145.000 ha yang sudah terealisasi 157.033 ha
(108%).
Namun, secara nasional realisasi luas areal Gernas Kakao baru mencapai 94%. Sisa areal
yang belum terlaksana akan dilanjutkan pada tahun 2013, kata Azwar. Dia menambahkan,
apapun nama kegiatannya pada tahun depan, sisa areal yang belum terlaksanaan diusahakan
akan dituntaskan tahun 2013.
Menurut dia, yang namanya gerakan memang terbatas waktunya. Untuk Gernas Kakao,
semula hanya sampai tahun 2011. Namun, tahun 2012 program ini masih dilanjutkan. Yang
perlu kita pikirkan bersama adalah setelah program Gernas ini. Bagaimana nasib tanaman
kakao yang sudah kita bangun? Kita harapkan ada pemeliharaan pasca Gernas. Kita berharap
Pemda memberikan alokasi anggaran buat pemeliharan tanaman kakao, katanya.
Dia menyebutkan, Gernas Kakao sendiri sudah dievaluasi oleh beberapa perguruan tinggi.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan jika lembaga indipenden juga melakukan penilaian.
Iya, memang ada wacana kami memberikan kesempatan pada lembaga penilai independen.
Tahun depan, kalau disetujui, ada alokasi dana untuk penilaian oleh lembaga independen,
katanya.
Gernas Kakao dilaksanakan sejak tahun 2009 dan mestinya berakhir tahun 2011. Namun,
dengan berbagai pertimbangan, gerakan ini masih dilanjutkan tahun 2012. Bahkan, mungkin
sampai tahun 2014. Dana yang dialokasi pemerintah untuk tiga tahun mencapai Rp3 triliun
dengan target merevitaliasi 450.000 ha areal perkebunan kakao.
Dari target yang semula hanya 3 tahun dan kini masuk tahun keempat, maka anggaran pun
membengkak menjadi Rp3,2 triliun. Dengan rincian pada 2009 dianggarkan Rp500 miliar.
Tahun 2010 sebesar Rp1 triliun dan pada 2011 sebesar Rp1,2 triliun, sedangkan tahun ini
Rp500 miliar. Total anggaran Gernas Kakao sejak 2009-2012 sebesar Rp3,2 triliun.
Jamalzen
Perbankan Tetap Enggan
Peremajaan dan rehabilitasi tanaman kakao memang penting dilakukan. Apalagi,
mayoritas tanaman ini dikelola oleh rakyat. Bayangkan saja, dari 1,6 juta hektare (ha)
tanaman kakao yang ada, perkebunan trakyat mencapai 1,58 juta ha. Sisanya adalah
perkebunan besar negara dan swasta dengan luas hamper setara, yakni masing-masing
48.932 ha dan 43.169 ha
Entah karena komposisi rakyat yang begitu besar atau ada alasan lain, perbankan sejauh ini
tetap enggan mendukung upaya pemerintah yang sudah dimulai untuk merehabilitasi,
meremajakan dan mengintensifkan tanaman kakao yang ada. Menurut Direktur Tanaman
Rempah dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Azwar Abubakar, dari total areal tanaman kakao
di Indonesia seluas 1,6 juta ha, tercatat perkebunan seluas 396.153 ha (25%) masih dalam
kategori belum menghasilkan (TBM), sementara tanaman menghasilkan mendominasi seluas
994.413 ha (60%) dan tanaman tua seluas 205.428 ha.
Di sinilah pentingnya Gernas Kakao. Pasalnya, pemerintah mencoba menggerakkan kegiatan
peremajaan, intensifikasi, dan rehabilitasi. Peremajaan kakao itu dilakukan dengan bibit SE
(somatic embryogenesis) yang dibagikan kepada petani, kata Azwar.
Menurut dia, masih banyak perkebunan kakao yang sudah berusia tua belum direvitalisasi.
Sedikitnya ada 125.000 ha tanaman kakao yang tua dan tidak produktif yang belum
tersentuh Gernas Kakao, tegas Azwar .
Pemerintah pusat berharap agar pemerintah daerah mengawal kelanjutan program gernas
yang sudah dilakukan sejak 2009, sehingga dapat berkontribusi dalam peningkatan produksi.
Hari-hari ini sedang dipastikan dengan daerah di dalam rapat kerja, (gernas) yang sudah
dikerjakan betul-betul dapat dirasakan manfaatnya oleh petani dan memberi kontribusi bagi
negara., katanya.
Dia menyebutkan manfaat yang dirasakan petani kakao adalah peningkatan produktivitas dan
transfer teknologi. Di samping itu, dengan adanya Gernas Kakao, banyak investor yang akan
menanamkan modalnya ke tanah air dengan membangun industri kakao. Sayang kalau
dampak positif gerakan ini mati di tengah jalan, Artinya, ketika industri mulai tumbuh, pasok
bahan baku terbatas. Karena itu, kita minta pihak Pemda punya perhatian terhadap
pemeliharan tanaman kakao pasca Gernas, ungkapnya.
Azwar juga menyayangkan ternyata pihak perbankan sampai saat ini belum juga memberikan
kontribusinya terhadap pengembangan tanaman kakao di daerah masing-masing. Konsep
program Gernas ini kan perbankan itu memberikan kredit kepada petani untuk perawatan
tanaman. Tapi sampai sekarang belum ada satu pun perbankan yang akan mendanai
pemeliharaan tanaman kakao setelah Gernas tak ada, ungkapnya.
Menyinggung soal harga bibit SE dalam program gernas lebih mahal dibandingkan dengan
bibit lokal, Azwar mengakui harga bibit SE memang lebih mahal. Alasannya, hasil
perbanyakan serta pembesarannya menggunakan teknologi.
Meskipun SE merupakan bibit unggul, namun dia mengakui bibit SE ini tidak sepenuhnya
tahan terhadap serangan penggerek buah kakao (PBK), sehingga petani harus melakukan
perawatan dengan baik. Walaupun SE ini bibit unggul, namun petani tetap harus
merawatnya dengan baik, sehingga tidak terkena serangan PBK. Kalau tidak dirawat, maka
akan terserang juga, katanya. Jamalzen
http://agroindonesia.co.id/2012/06/05/menyoal-kinerja-produksi-gernas-kakao/

Anda mungkin juga menyukai