Anda di halaman 1dari 4

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka

berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa
mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. Al Araaf*7+:96)
Sikap Seorang Muslim dalam Menghadapi Musibah
Sebagai hamba Allah Taala, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai
macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullah yang
berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.
Allah Taala berfirman:
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya),
dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs al-Anbiya*21]:35)
Imam Ibnu Katsr rahimahullah berkata:
(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang
dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang
bersabar dan siapa yang berputus asa.
KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TAALA
Allah Taala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan
syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya
dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang
hakiki di dunia dan akhirat.
Allah Taala berfirman:
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada
suatu yang memberi (kemaslahatan)[2] hidup bagimu (Q.S. Al-Anfal[8]:24)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi
seruan Allah Taala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi
seruan Allah Taala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan
(yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang
hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allah Taala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi
Wasallam secara lahir maupun batin
Allah Taala berfirman:
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia)
sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang
mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti) (Q.S. Hd[11]:3)
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
Dalam ayat-ayat ini Allah Taala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi
orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di
akhirat.
SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah Taala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam
hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau
stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allah Taala membuat dia
yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah Taala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik
baginya.
Dengan keyakinannya ini pula Allah Taala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa
ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Taala dalam firman-Nya:
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; barang siapa yang
beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. At-Taghabun[64]:11)
Imam Ibnu Katsr rahimahullah berkata:
Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan
ketentuan dan takdir Allah Taala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah
Taala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah Taala tersebut, maka Allah
Taala akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang
menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allah Taala
akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.
Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
Meskipun Allah Taala dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu
akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang
beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan
pahala dari Allah Taala dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin
meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama)
Allah Taala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya).
Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab. Ini
(semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan
(mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan
musibah tersebut.
Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab. Kalaupun mereka
bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami
kesusahan).
Sungguh Allah Taala telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya:
Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan,
maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang
kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan (Qs an-Nisa[4]:104).
Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang
Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah Taala.
HIKMAH COBAAN
Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang
dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah
Taala jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan
yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya
dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Taala.
Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap
husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Taala dalam semua musibah dan cobaan yang
menimpanya.
Dengan sikap ini, Allah Taala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah
Taala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya,
sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku.
Maknanya: Allah Taala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba
tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk
dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan
harapannya kepada Allah Taala.
Di antara hikmah yang agung tersebut adalah:
1. Allah Taala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk
mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran
dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal
berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah Taala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan
penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang
tinggi di sisi Allah Taala.
2. Allah Taala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan
penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allah Taalamencintai hamba-
Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang. Inilah makna
sabda Raslullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk
dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan
bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka
itu adalah kebaikan baginya.
3. Allah Taala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan
keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah Taala sediakan bagi hamba-Nya
yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan
dunia Allah Taala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta
tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba
terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut,
dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri
menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12]Inilah di antara makna yang diisyaratkan
dalam sabda Raslullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.
PENUTUP
Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullah tentang
gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jamaah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana
seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allah Taala takdirkan bagi
dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
Dan Allah Taala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih
bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullah). Padahal kondisi kehidupan beliau
sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan.
Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Taala), yang berupa
(siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku
mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling
tegar hatinya serta paling tenang jiwanya.
Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami
(murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullah), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul
(dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami
(segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat).
Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta
hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan
tenang.

Anda mungkin juga menyukai