Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO D BLOK 19



Disusun oleh :
Kelompok B9
Anggota
1.Keidya Twintananda
2.Charisma Tiara R.
3.Lia Mahdi Agustiani
4.Nini Irmadoly
5.David Wijaya
6.Indah Fitri N
7.Ira Meliani
8.Ririn Tri Sabrina
9.Faris Naufal Afif
10.M.Aulia M.O.P.C

04111401022
04111401023
04111401027
04111401036
04111401052
04111401056
04111401074
04111401076
04111401077
04111401079

Tutor :dr.Fifi spPA
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus
yang diberikan mengenai Otitis Media Supuratif Kronik

1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Fifi spPA
Moderator : Faris Naufal Afif
Sekretaris Meja : Keidya Twintananda
Hari, Tanggal : Senin, 16 September 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif).
3. Dilarang makan dan minum.














Skenario D Blok 19 Tahun 2013
Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of decreased
hearing and discharge from her right ear. These complaint happened everytime sarah suffered
from cough and runny nose. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear
excreted fluid for the first time.
Physical examination :
General examination : N = 84x/menit, RR = 20 x/menit, temp = 36,8
o
C
Ear, nose, throat examination :
Otoscopy :
Left ear : Auricula : within normal limit
EAC : within normal limit
Tympanic membrane : normal
Right ear : Auricula : within normal limit
EAC : liquid (+)
Tympanic membrane : central perforation
Rhinoscopy:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+)
Oropharynx :
Normal pharynx, tonsil :T1-T1, hyperemic, detritus (+)

Audiometric Examination :
Left Ear :
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB
Air conduction : 45 50 45 45 50 dB

Right Ear :
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
Air conduction : 5 10 10 5 5 dB




















I. KLARIFIKASI ISTILAH :

1. Batuk : ekspulsi udara dari dalam paru yang tiba tiba sambil
mengeluarkan suara berisik
2. Runny nose : cairan atau lendir yang keluar dari hidung secara terus menerus
3. Discharge : ekskresi atau substansi yang dikeluarkan
4. Otoscopy : pemeriksaan lubang telinga dengan menggunakan otoskop
5. Auricula : daun telinga
6. EAC : External auditory canal, lorong yang mengarah dari bagian luar
telinga ke membran timpani
7. Membran timpani : partisi tipis antara meatus akustikus eksternus dan telinga bagian
dalam
8. Detritus : bahan partikulat yang dihasilkan atau tersisa setelah pengausan
atau disintegrasi substansi atau jaringan
9. Rhinoscopy : pemeriksaan lubang hidung dengan spekulum, baik melalui nares
anterior atau nasofaring
10. Perforasi : hilangnya sebagian jaringan
11. Hyperemia : kelebihan darah pada suatu bagian sehingga bagian tersebut
tampak kemerahan
12. Oropharynx : bagian faring yang terletak antara palatum mole dan tepi atas
epiglotis
13. Audiometri : pengukuran ketajaman pendengaran untuk frekuensi yang
bervariasi dari gelombang suara
14. Bone conduction : konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui tulang
tulang tengkorak
15. Air conduction : konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui meatus
akustikus eksternus dan telinga tengah




II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of
decreased hearing and discharge from her right ear.
2. These complaint happened everytime Sarah suffered from cough and runny nose.
3. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear excreted fluid for the
first time.

4. Physical examination
General examination : N = 84x/menit, RR = 20 x/menit, temp = 36,8
o
C
Ear, nose, throat examination :
Otoscopy :
Left ear : Auricula : within normal limit
EAC : within normal limit
Tympanic membrane : normal

Right ear : Auricula : within normal limit
EAC : liquid (+)
Tympanic membrane : central perforation
Rhinoscopy:
Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+)
Oropharynx :
Normal pharynx, tonsil :T1-T1, hyperemic, detritus (+)

5. Audiometric Examination
Right ear
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB
Air conduction : 45 50 45 45 50 dB

Left Ear :
Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz
Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB
Air conduction : 5 10 10 5 5 dB



III. ANALISIS MASALAH

1. Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of
decreased hearing and discharge from her right ear
a. Apa etiologi dan mekanisme penurunan pendengaran?
Etiologi penurunan pendengaran :
1. Kelainan telinga luar
atresia liang telinga
sumbatan oleh serumen
otitis eksterna sirkumskripta
osteoma liang telinga
2. Kelainan telinga tengah
sumbatan tuba eustachius
otitis media
otosklerosis
timpanosklerosis
hemotimpanum
dislokasi tulang pendengaran
3. Kelainan telinga dalam
labirinitis
neuroma akustik
intoksikasi telinga dalam karena obat, missal streptomisin, kanamisin, dan
alkohol

Mekanisme :
Infeksi nasofaring menjalar per kontinuatum via tuba eustachius respon
infeksi dan inflamasi pada telinga tengah dan membran timpani telinga kanan
perforasi membran timpani kanan gangguan penghantaran getaran ke koklea
tuli konduktif (didukung dengan hasil pemeriksaan audiometri) penurunan
pendengaran

b. Apa etiologi dan mekanisme keluarnya cairan dari telinga kanan pada
kasus?
Adanya otitis media yang diperantarai oleh berbagai sitokin akan mengakibatkan
peningkatan sekresi mukus pada telinga tengah. Adanya oklusi tuba eustachius
mengakibatkan cairan menumpuk di telinga tengah dan mengakibatkan tekanan
negatif pada telinga tengah sehingga terjadi retraksi membran timpani.
Sitokin pro inflamasi juga akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah di
membran timpani pada fase akut (stadium hiperemis) sehingga membran timpani
tampak kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih lanjut (fase supurasi),
edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai dengan hilangnya sel epitel
superfisial pada membran timpani dan terbentuk sekret yang purulen pada cavum
timpani sehingga membran timpani menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan
nekrosis jaringan pada membrana timpani dan terjadi perforasi membran timpani.
Adanya perforasi pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret
melalui telinga. Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi
membran timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan
hilang timbul

2. These complaint happened everytime sarah suffered from cough and runny nose.
a. Bagaimana hubungan keluhan ini dengan keluhan utama pada kasus?
Infeksi bakteri atau virus pada saat batuk dan pilek dapat menyebar per
kontinuatum ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Hal ini akan
mengakibatkan munculnya respon peradangan pada telinga tengah. Respon ini
yang diperantarai oleh berbagai sitokin ini akan mengakibatkan peningkatan
sekresi mukus. Adanya oklusi tuba eustachius mengakibatkan cairan menumpuk
di telinga tengah. Bakteri dan virus juga menumpuk dan berkembang biak di
dalam cairan tersebut.
Sitokin pro inflamasi juga akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah di
membran timpani pada fase akut (stadium hiperemis) sehingga membran timpani
tampak kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih lanjut (fase supurasi),
edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai dengan hilangnya sel epitel
superfisial pada membran timpani dan terbentuk sekret yang purulen pada cavum
timpani sehingga membran timpani menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan
nekrosis jaringan pada membrane timpani dan terjadi perforasi membran timpani.
Adanya perforasi pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret
melalui telinga. Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi
membran timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan
hilang timbul

b. Bagaimana mekanisme batuk dan pilek?
Mekanisme batuk :
Saat ada benda asing masuk ke dalam saluran pernafasan dan menempel pada
mukosa saluran pernapasan, terjadi aktivasi reseptor batuk yang kemudian akan
mengirimkan sinyal ke medula spinalis dan timbul perintah dari medula spinalis
agar otot intercosta berkontraksi dan diafragma berkontraksi. Hal ini memicu
terjadinya fase inspirasi yang cepat. Kemudian glotis akan menutup dan otot
otot di sepanjang saluran pernapasan akan berkontraksi. Akibatnya, terjadilah
kenaikan tekanan intrathorax. Kemudian, terjadi lagi pembukaan glotis sehingga
terjadi ekspirasi secara cepat dan terjadilah batuk
Mekanisme pilek :
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan akan ditangkap oleh
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).

Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan interleukin I (IL-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2 (IL-2) oleh sel Th yang
telah diaktifkan, maka akan memberikan signal kepada sel B untuk berproliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++
ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Proses
degranulasi sel ini akan mengeluarkan mediator berupa histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase
dan kinin.

Histamin menyebabkan vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas,
serta sekresi mukus. Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek.
Hal ini merupakan usaha pertahanan tubuh sehingga benda asing dan organisme
patogen tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh.

3. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear excreted fluid for the
first time.
a. Bagaimana makna klinis keluarnya cairan melalui telinga kanan Sarah sejak
ia berusia 4 tahun?
Sarah mengalami otitis media yang telah kronis. Otitis media yang berulang pada
anak-anak berhubungan erat dengan angka kejadian OMSK. OMSK merupakan
hasil atau akibat dari beberapa episode otitis media akut, yang ditandai dengan
keluarnya secret terus menerus / hilang timbul dari telinga tengah dan adanya
perforasi pada membrane timpani. Otitis media akut berubah jadi OMSK dapat
disebabkan karena terapi yang terlambat dan tidak adekuat, virulensi organisme,
daya tahan tubuh rendah,gizi kurang, serta hygiene yang buruk.
b. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
telinga, hidung dan tenggorok !

General examination :

Pada kasus Nilai Normal Interpretasi
Nadi 84x/menit 60-100 x/menit Normal
RR 20x/menit 16-24 x/menit) Normal
T 36,8 C 36,5-37,2 C Normal

Ear, nose, throat examination :
Otoskopy:
Interpretasi Mekanisme
Left ear Auricula:within
normal limit
Normal
EAC: within normal
limit
Normal
Tympanic membrane:
normal
Normal
Right ear Auricula:within
normal limit
Normal
EAC: within normal
limit
Normal
Tympanic
membrane:central
perforation
Abnormal
(OMSK tipe
benigna)
Batuk & pilek (infeksi
bakteri atau virus)
secret naik ke tuba
eustachius (pada anak
tuba eustachius lebih
pendek, lebih lebar dan
lebih horizontal)
serumen menetap lama
kelamaan akan terjadi
perforasi membrane
timpani

Rhinoscopy anterior:
Interpretasi Mekanisme
Hyperemic
mucosa
Abnormal Infeksi saluran pernapasan atas kerusakan sel
epitel lapisan mukosa aktivasi sel mast
pelepasan mediator inflamasi (histamine,
leukotrien, prostaglandin) vasodilatasi
pembuluh darah hiperemis mukosa
Secretion
(+)
Abnormal Infeksi saluran pernapasan atas kerusakan sel
epitel lapisan mukosa aktivasi sel mast
pelepasan mediator inflamasi (histamine)
Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin
selular, dan secara tidak langsung melalui refleks
yang berperan pada bersin dan hipersekresi.
Melalui sistem saraf otonom, histamin
menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler
yang menimbulkan gejala beringus encer (watery
rhinorrhoe).

Oropharynx:
Interpretasi Mekanisme
Normal pharynx Normal
Tonsil : T1-T1 Normal
hyperemic Abnormal Infeksi pd faring inflamasi
mukosa faring aktivasi sel
mast pelepasan mediator
inflamasi (histamine, leukotrien,
prostaglandin) vasodilatasi
pembuluh darah (perubahan
kaliber & aliran pemb. darah)
aliran darah dinding faring
hiperemis
Detritus(+) Abnormal Inflamasi reaksi radang
(infiltrasi leukosit PMN)
detritus (kumpulan leukosit,
bakteri yang mati dan epitel
yang terlepas)

c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan otoscopy?









Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan
membran timpani.
Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira
20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran
focus dari lampu, diameter 2-3 cm.
Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk
meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik
ke depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang
telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas.
Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala
tampak membran timpani secara keseluruhan (pinggir dan reflex cahaya)
Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit (
tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong
telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai
corong telinga.
Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat,
irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen
cair.
Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan
untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga
kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan
membran timpani digunakan otoskop pneumatic.

d. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rhinoscopy?










Rinoskopi anterior :
1. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri
2. Tangan kanan memegang kepala penderita
3. Lubang hidung kanan dan kiri dibuka secara bergantian
4. Perhatikan dan nilai konka inferior, konka media, cairan hidung,
nanah, warna mukosa, pembengkakan mukosa, septum hidung, polip,
tumor, dll
Rinoskopi posterior :
Rinoskopi posterior adalah melihat hidung bagian belakang secara tidak
langsung melalui bayangan di cermin.
1. Tangan kanan memegang kaca mulut dan tangan kiri memegang
spatel lidah
2. Spatel lidah ditekan pada 2/3 bagian dorsum lidah
3. Kaca mulut dimasukkan secara perlahan hingga terlihat bayangan
hidung bagian belakang (jangan sampai menyentuh dinding posterior
faring)
4. Dengan perlahan-lahan, miringkan kaca mulut dari kanan ke kiri
5. Selama pemeriksaan, lidah dijaga agar tetap berada di dalam mulut
dan pasien disuruh bernapas dengan hidung.

e. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan oropharynx?








Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir,
mukosa rongga mulut,lidah,dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah
lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.
Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding faring serta kelenjar
limfanya,uvula,arkus faring serta gerakannya,tonsil,mukosa pipi,gusi dan gigi
geligi.
4. Audiometric Examination
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan audiometri!
Interpretasi :
Ambang dengar ( AD):
AD 500 Hz+ AD 1000Hz + AD 2000Hz + AD 4000 Hz
4

Derajat ketulian:
0-25 dB : normal
26-40dB : tuli ringan
41-60dB : tuli sedang
61-90 dB : tuli berat
>90dB : tuli sangat berat

Right ear : BC = (10 +5+10+10) dB : 4 = 8,75 dB
Interpretasi : normal (<25 dB)

AC = (50+45+45+50)dB : 4 = 47,5 dB
Interpretasi : tuli derajat sedang (41- 60 dB)

Left ear : BC = (5+10+5+5)dB : 4 = 6,25 dB
Interpretasi : normal (<25 dB)

AC = (10+10+5+5)dB : 4 = 7,5 dB
Interpretasi : normal (< 25dB)
Mekanisme :
Terjadinya tuli konduksi pada pasien disebabkan oleh adanya penumpukan
eksudat pada telinga tengah karena infeksi (otitis media) dan destruksi pada
membrane timpani yang menyebabkan terhambatnya konduksi getaran suara
dalam bentuk gelombang untuk diteruskan ke koklea
b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan audiometri?
Kegunaan audiometri :
- untuk mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat
- untuk mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli
campuran
Indikasi pemeriksaan :
1. Adanya penurunan pendengaran
2. Telinga berbunyi dengung (tinitus)
3. Rasa penuh di telinga
4. Riwayat keluar cairan
5. Riwayat terpajan bising
6. Riwayat pemakaian obat ototoksik
7. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
8. Gangguan keseimbangan
Bagian dari audiometer:
- Tombol pengatur bunyi
- Tombol pengatur frekuensi
- Headphone untuk memeriksa AC (air conduction = hantaran udara)
- Bone conductor untuk memeriksa BC (Bone conduction = hantaran tulang)


Persiapan pasien :
1. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel
control ataupun pemeriksa.
2. Benda benda yang dapat menganggu pemasangan earphone harus
disingkirkan, missal anting-anting, kacamata, dan kapas dalam liang telinga.
3. Pemeriksa memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara
mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus.
4. Intruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang didengar
dan apa yang diharapkan sebagai jawaban. Pasien harus didorong untuk memberi
jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya.
5. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga.
Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau
menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diintruksikan untuk
memberI jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.

Pemeriksaan :
1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian
frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250
Hz
2. Dengan pengeculian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama
dapat digunakan untuk telingan satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar
15 dB atau lebih maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah
oktaf.
3. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudian
dinaikkan dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga
pasien memberi jawaban.
4. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien member jawaban, maka
nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi
terdengar.
5. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai
suatu modus ayau jawaban tipikal. Biasanya jarang mencapai 3 kali peningkatan.
6. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal,
cantumkan symbol-simbol yang sesuai pada audiogram.
7. Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada
tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi
sebelumya. Misalnya ambang pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50
dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz pada intensitas 30-35 dB.

5. Bagaimana epidemiologi kasus?
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi: kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.

Tabel 2.1 Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh WHO Regional Classification
Kategori Populasi
Paling tinggi (.4%) Tanzania,India, Solomon Islands, Guam,
Australian, Greenland
Tinggi (2-4%) Nigeria, Angola, Mozambique, Korea, Thailand
Rendah (1-2%) Brazil Kenya.

Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden Otitis
Media Supuratif Kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220
juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah
penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap
tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan
kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan

6. Apa factor resiko pada kasus?
Faktor Risiko OMA menjadi OMSK :
a.Terapi yang terlambat diberikan
b.Terapi yang tidak adekuat
c. Virulensi kuman tinggi
d. Daya tahan tubuh rendah
e. Gizi kurang
f. Higiene buruk
Faktor Risiko pada anak-anak :
1.sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan
2.saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga
ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
3.adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan
tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan
dengan muara saluran eustachius sehingga adenoid yang besar dapat menganggu
terbukanya saluran eustachius. Selain itu adenoid dapat terinfeksi dimana infeksi
kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
7. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?
Perbedaan Benigna Maligna
Proses peradangan Mukosa Mukosa dan tulang
Jenis perforasi Sentral Atik dan Marginal
Kolesteatoma Tidak dijumpai Selalu dijumpai
Tulang
pendengaran
Biasanya utuh Terdapat destruksi tulang awalnya
nekrosis incus karena paling sedikit
vaskularisasinya & hanya mendapat
vascularisasi dari mukosa
Perubahan mukosa
cavum tymphani
Mukosa menebal Degenerasi mukosa dengan
terbentuknya jaringan granulasi/
polip telinga
Sekret Mukoidmukopurulen
(seperti susu kental),
tidak berbau
Sekret berbau busuk (aroma
kolesteatoma) dalam jarak 1 m
baunya dapat dikenali,seperti susu
kental atau susu encer
Komplikasi Jarang,tetapi tidak
tertutup kemungkinan
Biasanya terdapat komplikasi
Pemeriksaan
rontgen mastoid
Pneumatisasi tulang
mastoid baik
Terlihat rongga (tanda
koleasteatoma)

8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
- Pasien datang dengan keluhan utama penurunan pendengaran & keluar cairan dari telinga
- Harus diidentifikasi cairan tersebut ( konsistensi, warna dan baunya )
- Pasien memiliki riwayat pernah mengalami keluarnya cairan dari telinga (2 tahun yang
lalu), yang mengindikasikan bahwa saat ia datang penyakitnya sudah kronis.

- Pada pemeriksaan fisik, ditemukan:
Adanya liquid dari lubang telinga (kasus: telinga kanan) dan pada membran timpani
terdapat perforasi sentral.
Mukosa hidung hyperemia dan terdapat sekresi hidung
Orofaring juga hyperemia dan terdapat detritus

- Pada pemeriksaan audiometrik, untuk menilai fungsi pendengaran.
Telinga kanan mengalami tuli sedang karena ambang dengar pada telinga kanan pasien
ini lebih dari nilai normal (normalnya: 25 dB) yaitu 47,5 dB. Jenis tuli ini adalah tuli
konduksi karena nilai BC 25 dB dan AC > 25 dB, lalu terdapat gap antara BC dan AC.
Sedangkan, pada telinga kiri semua normal.

9. Bagaimana working diagnosis pada kasus?
Tuli konduksi telinga kanan derajat sedang ec Otitis Media Supuratif Kronik tipe
benigna

10. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan?
a. Pemeriksaan Radiologi
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen.
2. Proyeksi Mayer atau Owen
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-
tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang
telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas
memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibat.
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan
kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
b. Kultur dan uji resistensi bakteri dari sekret

11. Bagaimana patogenesis pada kasus?






























Umur 4 tahun
Infeksi saluran napas atas, timbul mekanisme pertahanan mukosa hidung
berupa sekresi sekret oleh sel goblet mukosa hidung (pilek)
Akumulasi sekret di nasofaring dan saat batuk sekret mudah masuk ke
tuba eustachius, menyumbat tuba eustachius.
Stadium Oklusi Tuba



Pembuluh darah membran timpani melebar, membran timpani tampak
hiperemis dan edem.
Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)

Membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar akibat edema
mukosa telinga tengah makin hebat, sel epitel superfisial hancur, dan
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.
Tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
submukosa.
Stadium Supurasi


Stadium Supurasi
Ruptur membran timpani, nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
liang telinga luar akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman tinggi.
Otitis Media Akut Stadium Perforasi (usia 4 tahun)
s

Perforasi menetap, sekret berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah,maka resolusi dapat terjadi
walau tanpa pengobatan.
Stadium Resolusi (saat anak tanpa infeksi)
Setiap infeksi saluran napas atas, sekret keluar dari telinga akibat
perforasi menetap.


12. Bagaimana tatalaksana pada kasus (non-farmakologis dan farmakologis)? Bila
gagal, apa yang harus dilakukan?
Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila
sekret yang keluar terus menerus maka diberikan obat pencuci telinga,berupa larutan
H2O2 3% selama 3 - 5 hari. Setelah sekret berkurang,maka terapi dilanjutkan dengan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid.
Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien
alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima.Pada infeksi yang
dcurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin
asam klavulanat.
Bila secret telah kering,tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.Operasi ini bertujuan untuk
menghentikan infeksi secara permanen,memperbaiki membrane timpani yang
perforasi,mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat,serta memperbaiki pendengaran.Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan
secret tetap ada,atau terjadinya infeksi berulang,maka sumber infeksi itu harus diobati
terlebih dahulu,mungkin juga perlu dilakukan pembedahan ,misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrane timpani.Tujuan
operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman
dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang
sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membrane
timpani
Timpanoplasti
Dipengaruhi faktor-faktor : terapi terlambat diberikan, terapi tidak
adekuat,virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah, higiene
buruk.
Gangguan pendengaran dan keluar sekret dari telinga.
Otitis Media Supuratif Kronik (usia 7 tahun)
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ini ialah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.

Batuk dan pilek
- Istirahat
- Meningkatkan asupan gizi
- Antibiotik
- Anti tussif, mukolitik dan ekspektoran

13. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Komplikasi di telinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis

14. Bagaimana pencegahan pada kasus?
Preventif:
- Menjaga pola hidup sehat.
- Mencegah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
- Membiasakan mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air.
- Menjaga kebersihan udara dengan ventilasi yang cukup.
- Meninggalkan kebiasaan membersihkan telinga dengan benda berujung keras
- Cukup bersihkan bagian muara telinga dan daun telinga

15. Bagaimana prognosis pada kasus?
Bonam

16. SKDI
3A : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sderhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan ( bukan kasus gawat darurat)












IV. KERANGKA KONSEP





























ISPA
Pajanan patogen perkontinuatum ke
telinga tengah melalu tuba esutachius
Sitokin pro inflamasi
sekret
Edema mukosa dan
tuba eustachius
Oklusi tuba
eustachius
Supuratif dan penekanan
membrane timpani
Penumpukan cairan
iskemik
nekrosis
perforasi
OMSK
Kerusakan sel epitel
mukosa
Aktivasi sel mast
Mediator inflamasi
(histamine,leukotrien,PG)
Vasodilatasi vaskulsr
Mukosa hidung dan
faring hiperemis
Reaksi pertahanan
terhadap MO
Akumulasi PMN,bakteri
yg mati & epitel yg lepas
Detritus (+)
Penurunan
pendengaran
Drainase
Tempat pertumbuhan
MO
Resolusi (-)
V. KESIMPULAN
Sarah, 7 tahun dengan keluhan penurunan pendengaran dan terdapat secret pada
telinga kanan menderita tuli konduksi derajat sedang ec Otitis Media Supuratif
Kronik tipe benigna



























VI . LEARNING ISSUE
1. ANATOMI TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri atas telinga luar,telinga tengah dan telinga dalam


TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,dengan
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang.Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar
kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.Bagian atas disebut dengan pars flaksida
(membrane Shrapnell),sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membrane propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua,yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas.
Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler
pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.reflek cahaya ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane
timpani,terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut itu.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadaran,dengan menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan
bagian atas-depan,atas-belakang,bawah-depan serta bawah-belakang,untuk menyatakan
letak perforasi membrane timpani.


TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : membrane timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum,kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal,kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window)
dan promontorium
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membrane timpani,maleus melekat pada inkus,dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Tuba eustachius merupakan termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.
TELINGA DALAM







Telinga dalam terdiri atas koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dar 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa ,sedangkan skala media
berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa.
Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibule disebut sebagai membrane
vestibule (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis.
Pada membrane ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yg berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,dan
pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,sel rambut
luar dan kanalis Corti,yang membentuk organ Corti
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end
arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian
dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis
posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti
duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Persarafan
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus
internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale.
ANATOMI HIDUNG

Gambar 2.7 : Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan.

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis
tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga
bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat
kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus
hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir
atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.
Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan
dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar
hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,
disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha
inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang
lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang
terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara
konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara
konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut
meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih
luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,
sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media
yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat
sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk
bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang
berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal
terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap
ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi
adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati
lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.


Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:

1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.

Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari
foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut
pleksus kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah
cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernesus.
ANATOMI TENGGOROKAN

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring
dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada
makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.


Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di
depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi
terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus
fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan
diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.


Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,
dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat
garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.


Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutama
berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang
korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar
submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian
belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus
tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak
dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf
lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.


Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu
kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan
sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui
isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring
dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring, dan laringofaring (hipofaring).


Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudian
bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring
membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada
mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat
didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot
yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui
ruangan ini.


Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus
faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.


Vaskularisasi.

Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal
daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine
superior.


Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut
simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang
ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi
langsung oleh cabang n.glossofaringeus.


Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid
pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong
rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen
jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal
saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen
laserum dan muara tuba eustachius.


Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya
Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah
vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum.
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau
radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan
gangguan n.vagus.

b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah
m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole)
terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat
jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa
tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul
yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya.Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa
kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di
dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang
tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.

Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Laringofaring (hipofaring)

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis
berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada
saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral
terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan
ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah
esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-
otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung
tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis
ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus.

Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian
anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

2. FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-
daerah bertekanan rendah akibat penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti
halnya indra somatik lain merupakan indra mekanoreseptor. Hal ini karena telinga
memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara.

Mekanisme Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran
dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar
yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis

3. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari
telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan
sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars
tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus.
Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal.
KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara klinis penyakit
tubotimpani terbagi atas:
1.1Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen
1.2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga
1,4
.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih
sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi,
suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.
ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak
dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis
1,2
.
Penyebab OMSK antara lain
:
Lingkungan,genetic,otitis media sebelumnya,Infeksi saluran
nafas atas,autoimun,alergi,gangguan fungsi tuba eustachius.
PATOGENESIS
Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan
stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk
diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus
1,6
. Perforasi sekunder pada OMA
dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi
kering.Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis
media kronis
1
.
PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.Keadaan kronis
ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran
patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
4. Pneumatisasi mastoid
GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi.Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga.Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis
2
.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat
tuli konduktif berat
8

3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan
tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis
1,2
.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum
4
.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna
3
:
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
PEMERIKSAAN KLINIK
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut
1,3
:
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
3. Proyeksi Stenver
4. Proyeksi Chause III
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus
aureus dan Proteus.Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp
1

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas.Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika : topikal antibiotik ( antimikroba)
- sistemik.
OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi.Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan.Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain
3
:
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi
Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis





VI. DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC
Guyton AC, Hall JE 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok,
edisi kelima FKUI Jakarta 2001
Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org

Anda mungkin juga menyukai