Tutor :dr.Fifi spPA PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai Otitis Media Supuratif Kronik
1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial Tutor : dr. Fifi spPA Moderator : Faris Naufal Afif Sekretaris Meja : Keidya Twintananda Hari, Tanggal : Senin, 16 September 2013 Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan. 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif). 3. Dilarang makan dan minum.
Skenario D Blok 19 Tahun 2013 Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of decreased hearing and discharge from her right ear. These complaint happened everytime sarah suffered from cough and runny nose. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear excreted fluid for the first time. Physical examination : General examination : N = 84x/menit, RR = 20 x/menit, temp = 36,8 o C Ear, nose, throat examination : Otoscopy : Left ear : Auricula : within normal limit EAC : within normal limit Tympanic membrane : normal Right ear : Auricula : within normal limit EAC : liquid (+) Tympanic membrane : central perforation Rhinoscopy: Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+) Oropharynx : Normal pharynx, tonsil :T1-T1, hyperemic, detritus (+)
Audiometric Examination : Left Ear : Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
Right Ear : Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB Air conduction : 5 10 10 5 5 dB
I. KLARIFIKASI ISTILAH :
1. Batuk : ekspulsi udara dari dalam paru yang tiba tiba sambil mengeluarkan suara berisik 2. Runny nose : cairan atau lendir yang keluar dari hidung secara terus menerus 3. Discharge : ekskresi atau substansi yang dikeluarkan 4. Otoscopy : pemeriksaan lubang telinga dengan menggunakan otoskop 5. Auricula : daun telinga 6. EAC : External auditory canal, lorong yang mengarah dari bagian luar telinga ke membran timpani 7. Membran timpani : partisi tipis antara meatus akustikus eksternus dan telinga bagian dalam 8. Detritus : bahan partikulat yang dihasilkan atau tersisa setelah pengausan atau disintegrasi substansi atau jaringan 9. Rhinoscopy : pemeriksaan lubang hidung dengan spekulum, baik melalui nares anterior atau nasofaring 10. Perforasi : hilangnya sebagian jaringan 11. Hyperemia : kelebihan darah pada suatu bagian sehingga bagian tersebut tampak kemerahan 12. Oropharynx : bagian faring yang terletak antara palatum mole dan tepi atas epiglotis 13. Audiometri : pengukuran ketajaman pendengaran untuk frekuensi yang bervariasi dari gelombang suara 14. Bone conduction : konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui tulang tulang tengkorak 15. Air conduction : konduksi gelombang suara menuju telinga dalam melalui meatus akustikus eksternus dan telinga tengah
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of decreased hearing and discharge from her right ear. 2. These complaint happened everytime Sarah suffered from cough and runny nose. 3. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear excreted fluid for the first time.
4. Physical examination General examination : N = 84x/menit, RR = 20 x/menit, temp = 36,8 o C Ear, nose, throat examination : Otoscopy : Left ear : Auricula : within normal limit EAC : within normal limit Tympanic membrane : normal
Right ear : Auricula : within normal limit EAC : liquid (+) Tympanic membrane : central perforation Rhinoscopy: Anterior : hyperemic mucosa, secretion (+) Oropharynx : Normal pharynx, tonsil :T1-T1, hyperemic, detritus (+)
5. Audiometric Examination Right ear Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz Bone conduction : 5 10 5 10 10 dB Air conduction : 45 50 45 45 50 dB
Left Ear : Frequency : 250 500 1000 2000 4000 Hz Bone conduction : 5 5 10 5 5 dB Air conduction : 5 10 10 5 5 dB
III. ANALISIS MASALAH
1. Sarah, 7 years old girl, brought by her mother to the hospital with complaints of decreased hearing and discharge from her right ear a. Apa etiologi dan mekanisme penurunan pendengaran? Etiologi penurunan pendengaran : 1. Kelainan telinga luar atresia liang telinga sumbatan oleh serumen otitis eksterna sirkumskripta osteoma liang telinga 2. Kelainan telinga tengah sumbatan tuba eustachius otitis media otosklerosis timpanosklerosis hemotimpanum dislokasi tulang pendengaran 3. Kelainan telinga dalam labirinitis neuroma akustik intoksikasi telinga dalam karena obat, missal streptomisin, kanamisin, dan alkohol
Mekanisme : Infeksi nasofaring menjalar per kontinuatum via tuba eustachius respon infeksi dan inflamasi pada telinga tengah dan membran timpani telinga kanan perforasi membran timpani kanan gangguan penghantaran getaran ke koklea tuli konduktif (didukung dengan hasil pemeriksaan audiometri) penurunan pendengaran
b. Apa etiologi dan mekanisme keluarnya cairan dari telinga kanan pada kasus? Adanya otitis media yang diperantarai oleh berbagai sitokin akan mengakibatkan peningkatan sekresi mukus pada telinga tengah. Adanya oklusi tuba eustachius mengakibatkan cairan menumpuk di telinga tengah dan mengakibatkan tekanan negatif pada telinga tengah sehingga terjadi retraksi membran timpani. Sitokin pro inflamasi juga akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah di membran timpani pada fase akut (stadium hiperemis) sehingga membran timpani tampak kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih lanjut (fase supurasi), edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai dengan hilangnya sel epitel superfisial pada membran timpani dan terbentuk sekret yang purulen pada cavum timpani sehingga membran timpani menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis jaringan pada membrana timpani dan terjadi perforasi membran timpani. Adanya perforasi pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret melalui telinga. Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi membran timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan hilang timbul
2. These complaint happened everytime sarah suffered from cough and runny nose. a. Bagaimana hubungan keluhan ini dengan keluhan utama pada kasus? Infeksi bakteri atau virus pada saat batuk dan pilek dapat menyebar per kontinuatum ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Hal ini akan mengakibatkan munculnya respon peradangan pada telinga tengah. Respon ini yang diperantarai oleh berbagai sitokin ini akan mengakibatkan peningkatan sekresi mukus. Adanya oklusi tuba eustachius mengakibatkan cairan menumpuk di telinga tengah. Bakteri dan virus juga menumpuk dan berkembang biak di dalam cairan tersebut. Sitokin pro inflamasi juga akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah di membran timpani pada fase akut (stadium hiperemis) sehingga membran timpani tampak kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih lanjut (fase supurasi), edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai dengan hilangnya sel epitel superfisial pada membran timpani dan terbentuk sekret yang purulen pada cavum timpani sehingga membran timpani menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis jaringan pada membrane timpani dan terjadi perforasi membran timpani. Adanya perforasi pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret melalui telinga. Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi membran timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan hilang timbul
b. Bagaimana mekanisme batuk dan pilek? Mekanisme batuk : Saat ada benda asing masuk ke dalam saluran pernafasan dan menempel pada mukosa saluran pernapasan, terjadi aktivasi reseptor batuk yang kemudian akan mengirimkan sinyal ke medula spinalis dan timbul perintah dari medula spinalis agar otot intercosta berkontraksi dan diafragma berkontraksi. Hal ini memicu terjadinya fase inspirasi yang cepat. Kemudian glotis akan menutup dan otot otot di sepanjang saluran pernapasan akan berkontraksi. Akibatnya, terjadilah kenaikan tekanan intrathorax. Kemudian, terjadi lagi pembukaan glotis sehingga terjadi ekspirasi secara cepat dan terjadilah batuk Mekanisme pilek : Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2 (IL-2) oleh sel Th yang telah diaktifkan, maka akan memberikan signal kepada sel B untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Proses degranulasi sel ini akan mengeluarkan mediator berupa histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin.
Histamin menyebabkan vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, serta sekresi mukus. Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek. Hal ini merupakan usaha pertahanan tubuh sehingga benda asing dan organisme patogen tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh.
3. Her mother said that Sarah was only 4 years-old when her right ear excreted fluid for the first time. a. Bagaimana makna klinis keluarnya cairan melalui telinga kanan Sarah sejak ia berusia 4 tahun? Sarah mengalami otitis media yang telah kronis. Otitis media yang berulang pada anak-anak berhubungan erat dengan angka kejadian OMSK. OMSK merupakan hasil atau akibat dari beberapa episode otitis media akut, yang ditandai dengan keluarnya secret terus menerus / hilang timbul dari telinga tengah dan adanya perforasi pada membrane timpani. Otitis media akut berubah jadi OMSK dapat disebabkan karena terapi yang terlambat dan tidak adekuat, virulensi organisme, daya tahan tubuh rendah,gizi kurang, serta hygiene yang buruk. b. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik dan pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok !
General examination :
Pada kasus Nilai Normal Interpretasi Nadi 84x/menit 60-100 x/menit Normal RR 20x/menit 16-24 x/menit) Normal T 36,8 C 36,5-37,2 C Normal
Ear, nose, throat examination : Otoskopy: Interpretasi Mekanisme Left ear Auricula:within normal limit Normal EAC: within normal limit Normal Tympanic membrane: normal Normal Right ear Auricula:within normal limit Normal EAC: within normal limit Normal Tympanic membrane:central perforation Abnormal (OMSK tipe benigna) Batuk & pilek (infeksi bakteri atau virus) secret naik ke tuba eustachius (pada anak tuba eustachius lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal) serumen menetap lama kelamaan akan terjadi perforasi membrane timpani
Rhinoscopy anterior: Interpretasi Mekanisme Hyperemic mucosa Abnormal Infeksi saluran pernapasan atas kerusakan sel epitel lapisan mukosa aktivasi sel mast pelepasan mediator inflamasi (histamine, leukotrien, prostaglandin) vasodilatasi pembuluh darah hiperemis mukosa Secretion (+) Abnormal Infeksi saluran pernapasan atas kerusakan sel epitel lapisan mukosa aktivasi sel mast pelepasan mediator inflamasi (histamine) Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer (watery rhinorrhoe).
Oropharynx: Interpretasi Mekanisme Normal pharynx Normal Tonsil : T1-T1 Normal hyperemic Abnormal Infeksi pd faring inflamasi mukosa faring aktivasi sel mast pelepasan mediator inflamasi (histamine, leukotrien, prostaglandin) vasodilatasi pembuluh darah (perubahan kaliber & aliran pemb. darah) aliran darah dinding faring hiperemis Detritus(+) Abnormal Inflamasi reaksi radang (infiltrasi leukosit PMN) detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas)
c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan otoscopy?
Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani. Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm. Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas. Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan (pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit ( tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga. Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani digunakan otoskop pneumatic.
d. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rhinoscopy?
Rinoskopi anterior : 1. Spekulum hidung dipegang dengan tangan kiri 2. Tangan kanan memegang kepala penderita 3. Lubang hidung kanan dan kiri dibuka secara bergantian 4. Perhatikan dan nilai konka inferior, konka media, cairan hidung, nanah, warna mukosa, pembengkakan mukosa, septum hidung, polip, tumor, dll Rinoskopi posterior : Rinoskopi posterior adalah melihat hidung bagian belakang secara tidak langsung melalui bayangan di cermin. 1. Tangan kanan memegang kaca mulut dan tangan kiri memegang spatel lidah 2. Spatel lidah ditekan pada 2/3 bagian dorsum lidah 3. Kaca mulut dimasukkan secara perlahan hingga terlihat bayangan hidung bagian belakang (jangan sampai menyentuh dinding posterior faring) 4. Dengan perlahan-lahan, miringkan kaca mulut dari kanan ke kiri 5. Selama pemeriksaan, lidah dijaga agar tetap berada di dalam mulut dan pasien disuruh bernapas dengan hidung.
e. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan oropharynx?
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut,lidah,dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding faring serta kelenjar limfanya,uvula,arkus faring serta gerakannya,tonsil,mukosa pipi,gusi dan gigi geligi. 4. Audiometric Examination a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan audiometri! Interpretasi : Ambang dengar ( AD): AD 500 Hz+ AD 1000Hz + AD 2000Hz + AD 4000 Hz 4
Derajat ketulian: 0-25 dB : normal 26-40dB : tuli ringan 41-60dB : tuli sedang 61-90 dB : tuli berat >90dB : tuli sangat berat
Right ear : BC = (10 +5+10+10) dB : 4 = 8,75 dB Interpretasi : normal (<25 dB)
AC = (50+45+45+50)dB : 4 = 47,5 dB Interpretasi : tuli derajat sedang (41- 60 dB)
Left ear : BC = (5+10+5+5)dB : 4 = 6,25 dB Interpretasi : normal (<25 dB)
AC = (10+10+5+5)dB : 4 = 7,5 dB Interpretasi : normal (< 25dB) Mekanisme : Terjadinya tuli konduksi pada pasien disebabkan oleh adanya penumpukan eksudat pada telinga tengah karena infeksi (otitis media) dan destruksi pada membrane timpani yang menyebabkan terhambatnya konduksi getaran suara dalam bentuk gelombang untuk diteruskan ke koklea b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan audiometri? Kegunaan audiometri : - untuk mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat - untuk mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli campuran Indikasi pemeriksaan : 1. Adanya penurunan pendengaran 2. Telinga berbunyi dengung (tinitus) 3. Rasa penuh di telinga 4. Riwayat keluar cairan 5. Riwayat terpajan bising 6. Riwayat pemakaian obat ototoksik 7. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga 8. Gangguan keseimbangan Bagian dari audiometer: - Tombol pengatur bunyi - Tombol pengatur frekuensi - Headphone untuk memeriksa AC (air conduction = hantaran udara) - Bone conductor untuk memeriksa BC (Bone conduction = hantaran tulang)
Persiapan pasien : 1. Pasien harus duduk sedemikian rupa sehingga tidak dapat melihat panel control ataupun pemeriksa. 2. Benda benda yang dapat menganggu pemasangan earphone harus disingkirkan, missal anting-anting, kacamata, dan kapas dalam liang telinga. 3. Pemeriksa memeriksa apakah ada penyempitan liang telinga dengan cara mengamati gerakan dinding kanalis saat menekan pinna dan tragus. 4. Intruksi harus jelas dan tepat. Pasien perlu mengetahui apa yang didengar dan apa yang diharapkan sebagai jawaban. Pasien harus didorong untuk memberi jawaban terhadap bunyi terlemah yang dapat didengarnya. 5. Lubang earphone harus tepat menempel pada lubang liang telinga. Biasanya jawaban yang diminta adalah mengacungkan tangan atau jari atau menekan tombol yang menghidupkan sinyal cahaya. Pasien diintruksikan untuk memberI jawaban selama ia masih menangkap sinyal pengujian.
Pemeriksaan : 1. Periksalah telinga yang lebih baik terlebih dahulu menggunakan rangkaian frekuensi 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz, 1000 Hz (diulang), 500 Hz, 250 Hz 2. Dengan pengeculian ulangan frekuensi 1000 Hz, rangkaian yang sama dapat digunakan untuk telingan satunya. Jika terdapat perbedaan ambang sebesar 15 dB atau lebih maka harus dilakukan pemeriksaan dengan frekuensi setengah oktaf. 3. Mulailah dengan intensitas tingkat pendengaran 0 dB, nada kemudian dinaikkan dengan peningkatan 10 dB dengan durasi satu atau dua detik hingga pasien memberi jawaban. 4. Nada harus ditingkatkan 5 dB dan bila pasien member jawaban, maka nada perlu diturunkan dengan penurunan masing-masing 10 dB hingga tidak lagi terdengar. 5. Peningkatan berulang masing-masing 5 dB dilanjutkan hingga dicapai suatu modus ayau jawaban tipikal. Biasanya jarang mencapai 3 kali peningkatan. 6. Setelah menentukan ambang pendengaran untuk frekuensi pengujian awal, cantumkan symbol-simbol yang sesuai pada audiogram. 7. Lanjutkan dengan frekuensi berikutnya dalam rangkaian. Mulailah nada tersebut pada tingkat yang lebih rendah 15-20 dB dari ambang frekuensi sebelumya. Misalnya ambang pendengaran untuk frekuensi 1000 Hz adalah 50 dB, maka mulailah frekuensi 2000 Hz pada intensitas 30-35 dB.
5. Bagaimana epidemiologi kasus? Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi: kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.
Tabel 2.1 Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh WHO Regional Classification Kategori Populasi Paling tinggi (.4%) Tanzania,India, Solomon Islands, Guam, Australian, Greenland Tinggi (2-4%) Nigeria, Angola, Mozambique, Korea, Thailand Rendah (1-2%) Brazil Kenya.
Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan insiden Otitis Media Supuratif Kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan
6. Apa factor resiko pada kasus? Faktor Risiko OMA menjadi OMSK : a.Terapi yang terlambat diberikan b.Terapi yang tidak adekuat c. Virulensi kuman tinggi d. Daya tahan tubuh rendah e. Gizi kurang f. Higiene buruk Faktor Risiko pada anak-anak : 1.sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan 2.saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. 3.adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran eustachius sehingga adenoid yang besar dapat menganggu terbukanya saluran eustachius. Selain itu adenoid dapat terinfeksi dimana infeksi kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius. 7. Bagaimana diagnosis banding pada kasus? Perbedaan Benigna Maligna Proses peradangan Mukosa Mukosa dan tulang Jenis perforasi Sentral Atik dan Marginal Kolesteatoma Tidak dijumpai Selalu dijumpai Tulang pendengaran Biasanya utuh Terdapat destruksi tulang awalnya nekrosis incus karena paling sedikit vaskularisasinya & hanya mendapat vascularisasi dari mukosa Perubahan mukosa cavum tymphani Mukosa menebal Degenerasi mukosa dengan terbentuknya jaringan granulasi/ polip telinga Sekret Mukoidmukopurulen (seperti susu kental), tidak berbau Sekret berbau busuk (aroma kolesteatoma) dalam jarak 1 m baunya dapat dikenali,seperti susu kental atau susu encer Komplikasi Jarang,tetapi tidak tertutup kemungkinan Biasanya terdapat komplikasi Pemeriksaan rontgen mastoid Pneumatisasi tulang mastoid baik Terlihat rongga (tanda koleasteatoma)
8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus? Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang - Pasien datang dengan keluhan utama penurunan pendengaran & keluar cairan dari telinga - Harus diidentifikasi cairan tersebut ( konsistensi, warna dan baunya ) - Pasien memiliki riwayat pernah mengalami keluarnya cairan dari telinga (2 tahun yang lalu), yang mengindikasikan bahwa saat ia datang penyakitnya sudah kronis.
- Pada pemeriksaan fisik, ditemukan: Adanya liquid dari lubang telinga (kasus: telinga kanan) dan pada membran timpani terdapat perforasi sentral. Mukosa hidung hyperemia dan terdapat sekresi hidung Orofaring juga hyperemia dan terdapat detritus
- Pada pemeriksaan audiometrik, untuk menilai fungsi pendengaran. Telinga kanan mengalami tuli sedang karena ambang dengar pada telinga kanan pasien ini lebih dari nilai normal (normalnya: 25 dB) yaitu 47,5 dB. Jenis tuli ini adalah tuli konduksi karena nilai BC 25 dB dan AC > 25 dB, lalu terdapat gap antara BC dan AC. Sedangkan, pada telinga kiri semua normal.
9. Bagaimana working diagnosis pada kasus? Tuli konduksi telinga kanan derajat sedang ec Otitis Media Supuratif Kronik tipe benigna
10. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan? a. Pemeriksaan Radiologi 1. Proyeksi Schuller Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. 2. Proyeksi Mayer atau Owen Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang- tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur. 3. Proyeksi Stenver Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat. 4. Proyeksi Chause III Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom. b. Kultur dan uji resistensi bakteri dari sekret
11. Bagaimana patogenesis pada kasus?
Umur 4 tahun Infeksi saluran napas atas, timbul mekanisme pertahanan mukosa hidung berupa sekresi sekret oleh sel goblet mukosa hidung (pilek) Akumulasi sekret di nasofaring dan saat batuk sekret mudah masuk ke tuba eustachius, menyumbat tuba eustachius. Stadium Oklusi Tuba
Pembuluh darah membran timpani melebar, membran timpani tampak hiperemis dan edem. Stadium Hiperemis (Pre-Supurasi)
Membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar akibat edema mukosa telinga tengah makin hebat, sel epitel superfisial hancur, dan terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Stadium Supurasi
Stadium Supurasi Ruptur membran timpani, nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman tinggi. Otitis Media Akut Stadium Perforasi (usia 4 tahun) s
Perforasi menetap, sekret berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah,maka resolusi dapat terjadi walau tanpa pengobatan. Stadium Resolusi (saat anak tanpa infeksi) Setiap infeksi saluran napas atas, sekret keluar dari telinga akibat perforasi menetap.
12. Bagaimana tatalaksana pada kasus (non-farmakologis dan farmakologis)? Bila gagal, apa yang harus dilakukan? Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus maka diberikan obat pencuci telinga,berupa larutan H2O2 3% selama 3 - 5 hari. Setelah sekret berkurang,maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima.Pada infeksi yang dcurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila secret telah kering,tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen,memperbaiki membrane timpani yang perforasi,mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat,serta memperbaiki pendengaran.Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan secret tetap ada,atau terjadinya infeksi berulang,maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,mungkin juga perlu dilakukan pembedahan ,misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi. Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrane timpani.Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membrane timpani Timpanoplasti Dipengaruhi faktor-faktor : terapi terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah, higiene buruk. Gangguan pendengaran dan keluar sekret dari telinga. Otitis Media Supuratif Kronik (usia 7 tahun) Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ini ialah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Batuk dan pilek - Istirahat - Meningkatkan asupan gizi - Antibiotik - Anti tussif, mukolitik dan ekspektoran
13. Bagaimana komplikasi pada kasus? Komplikasi di telinga tengah : 1. Perforasi persisten 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial Komplikasi di telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural) Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis
14. Bagaimana pencegahan pada kasus? Preventif: - Menjaga pola hidup sehat. - Mencegah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) - Membiasakan mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air. - Menjaga kebersihan udara dengan ventilasi yang cukup. - Meninggalkan kebiasaan membersihkan telinga dengan benda berujung keras - Cukup bersihkan bagian muara telinga dan daun telinga
15. Bagaimana prognosis pada kasus? Bonam
16. SKDI 3A : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sderhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan ( bukan kasus gawat darurat)
IV. KERANGKA KONSEP
ISPA Pajanan patogen perkontinuatum ke telinga tengah melalu tuba esutachius Sitokin pro inflamasi sekret Edema mukosa dan tuba eustachius Oklusi tuba eustachius Supuratif dan penekanan membrane timpani Penumpukan cairan iskemik nekrosis perforasi OMSK Kerusakan sel epitel mukosa Aktivasi sel mast Mediator inflamasi (histamine,leukotrien,PG) Vasodilatasi vaskulsr Mukosa hidung dan faring hiperemis Reaksi pertahanan terhadap MO Akumulasi PMN,bakteri yg mati & epitel yg lepas Detritus (+) Penurunan pendengaran Drainase Tempat pertumbuhan MO Resolusi (-) V. KESIMPULAN Sarah, 7 tahun dengan keluhan penurunan pendengaran dan terdapat secret pada telinga kanan menderita tuli konduksi derajat sedang ec Otitis Media Supuratif Kronik tipe benigna
VI . LEARNING ISSUE 1. ANATOMI TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN ANATOMI TELINGA Telinga terdiri atas telinga luar,telinga tengah dan telinga dalam
TELINGA LUAR Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.Bagian atas disebut dengan pars flaksida (membrane Shrapnell),sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua,yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.reflek cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani,terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut itu. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadaran,dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,atas-belakang,bawah-depan serta bawah-belakang,untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar : membrane timpani Batas depan : tuba eustachius Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : aditus ad antrum,kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak) Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window) dan promontorium Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,maleus melekat pada inkus,dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius merupakan termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. TELINGA DALAM
Telinga dalam terdiri atas koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dar 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa ,sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibule disebut sebagai membrane vestibule (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yg berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,sel rambut luar dan kanalis Corti,yang membentuk organ Corti Perdarahan Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : 1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus. 2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea. 3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid. Persarafan N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale. ANATOMI HIDUNG
Gambar 2.7 : Anatomi hidung Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan.
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan. Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior. Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Perdarahan hidung Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1. Arteri Etmoidalis anterior 2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika 3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna.
Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus. ANATOMI TENGGOROKAN
Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Vaskularisasi.
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
Nasofaring Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.
Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya Orofaring Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. a. Dinding Posterior Faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.
b. Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya. c. Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang- kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar. Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot- otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
2. FISIOLOGI PENDENGARAN Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah- daerah bertekanan rendah akibat penjarangan molekul tersebut. Pendengaran seperti halnya indra somatik lain merupakan indra mekanoreseptor. Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara.
Mekanisme Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis
3. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. KLASIFIKASI OMSK OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu 1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 1.1Penyakit aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen 1.2. Penyakit tidak aktif Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga 1,4 . 2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. EPIDEMIOLOGI Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. ETIOLOGI Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis 1,2 . Penyebab OMSK antara lain : Lingkungan,genetic,otitis media sebelumnya,Infeksi saluran nafas atas,autoimun,alergi,gangguan fungsi tuba eustachius. PATOGENESIS Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus 1,6 . Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering.Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis 1 . PATOLOGI OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap.Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah: 1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit 3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. 4. Pneumatisasi mastoid GEJALA KLINIS 1. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis 2 . 2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat 8
3. Otalgia (Nyeri Telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis 1,2 . 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum 4 . TANDA KLINIS Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna 3 : 1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani. 3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. PEMERIKSAAN KLINIK Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut 1,3 : Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Pemeriksaan Radiologi. 1. Proyeksi Schuller 2. Proyeksi Mayer atau Owen, 3. Proyeksi Stenver 4. Proyeksi Chause III Bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus.Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp 1
PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : 1. Konservatif 2. Operasi OMSK BENIGNA TENANG Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. OMSK BENIGNA AKTIF Prinsip pengobatan OMSK adalah 1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani. 2.Pemberian antibiotika : topikal antibiotik ( antimikroba) - sistemik. OMSK MALIGNA Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi.Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain 3 : 1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy) 2.Mastoidektomi radikal 3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi 4.Miringoplasti 5.Timpanoplasti 6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty) Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. KOMPLIKASI Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi Komplikasi ditelinga tengah : 1. Perforasi persisten 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial Komplikasi telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural) C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis
VI. DAFTAR PUSTAKA Dorland. 2006. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta : EGC Guyton AC, Hall JE 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Iskandar N, sopeardi EA, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok, edisi kelima FKUI Jakarta 2001 Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from URL: http://www.pediatrics.org