PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013
Nama Kelompok III : 1. Fendi Sulistiyo (G2A011021) 2. Fetty Indriani (G2A011022) 3. Hanif Kurnia Sandi (G2A011023) 4. Herdha Ari Cahyono (G2A011024) 5. Hilda Amalia F.N (G2A011025) 6. Iik Ristiyanto (G2A011026) 7. Insan Perdana (G2A011027) 8. Lathiful Anshori Z (G2A011028)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jumlah warga usia lanjut di Indonesia yang semakin banyak agaknya tidak terbendung lagi seiringnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang usia lanjut pada tahun 1990-2025 akan naik 414 % suatu angka tertinggi di dunia berbagai masalah fisik, psikologi dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang. Tentu tidak mudah untuk membedakan apakah masalah yang muncul merupakan akibat proses menua atau akibat dari penyakit kronik degeneratif yang diderita sejalan dengan berjalan usia seseorang. Keadaan ini dapat mengakibatkan masalah-masalah yang muncul pada seorang usia lanjut menjadi tidak terkelola dangan baik karena dianggap suatu proses terjadi akibat penuaan atau sebaliknya. Justru ditangani secara berlebihan. Padahal merupakan masalah yang muncul akibat proses menua. Secara umum proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang dikaitkan dengan waktu, akibat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat berkurang kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan untuk dapat bertahan hidup. Proses menua antar individu dan antar organ tubuh tidaklah sama proses menua amat dipengaruhi oleh penyakit-penyakit degeneratif, kondisi lingkungan serta gaya hidup. Berbagai pihak menyadari bahwa warga usia lanjut Indonesia yang semakin bertambah akan membawa pengaruh besar dalam pengelolaan masalah kesehatan. Pengaruh besar tidak saja dari segi kuantitas namun juga kualitas, baik kualitas pelayanan kesehatan. Warga usia lanjut tetap sehat dan mengupayakan agar deteksi dini dapat dilakukan dengan baik merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan kualitas terhadap usia lanjut. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi pada lansia. Proses menua sudah mulai berlangsung setiap seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya pada otot, pengindaraan baik itu indra penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran dan pengecapan. Maka dari pada itu, kelompok sangat tertarik untuk membahas yang terkait dengan masalah-masalah yang terjadi pada usia lanjut. Khususnya gangguan pengindraan yang dialami oleh usia lanjut. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Memperoleh suatu gambaran tentang asuhan keperawatan pada lansia sehat dengan gangguan indra. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi anatomi fisiologi pengindraan b. Mengetahui gangguan sistem pengindraan yang terjadi pada lansia c. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan indra C. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan tugas makalah ini adalah mencari dari berbagai sumber dan diskusi bersama kelompok D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH B. TUJUAN PENULISAN C. METODE PENULISAN D. SISTEMATIKA PENULISAN BAB II : TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI PENGINDERAAN B. KONSEP DASAR PENGINDERAAN BAB III : PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI PENGINDRAAN 1. Mata Mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang melalui saraf pada otak ke lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima. a. Mata eksternal Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit dengan pelekatan otot yang memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan mata. Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah. Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk ke mata. Intropion dimana kelopak mata terlipat ke dalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah penutupan, dan menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata. Alis mata Terletak secara transversal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk ke mata. sesuai proses penuaan alis berubah kelabu. Konjungtiva Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian : konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing kelopak mata dan tampak merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai dengan proses penuaan, konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan. Apratus Lakrimalis Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrimalis. Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan kornea b. Mata internal Sklera Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringan elastis dan kolagen yang memberi bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata. Beberapa lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera. Lensa Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang anterior terletak di depan iris dan di belakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan lensa. Glaukoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan. Iris Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang di tengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pupil menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya akomodasi. Retina Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur retina tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan optic : macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan latara belakang retina jingga kemerahan itu sendiri. c. Otot-otot ekstraokuler Gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior, inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan otot oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral. 2. Telinga Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indra ini adalah syaraf cranial ke-8 atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu : a. Telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga ( pinna atau aurikel ) dan saluran telinga ( meatus auditorius eksternus ). Telinga luar merupakan tulang rawan ( kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tapi juga lentur suara yang tangkap oleh daun telinga mengalir malalui saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit yang memisahkan telinga tengah dan telinga luar. b. Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari gendang telinga ( membran timpani ) dan sebuah ruang kecil yang berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga tengah dengan telinga dalam. Ketiga tulang tersebut adalah: Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga) Inkus (menghubungkan maleus dan stapes) Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam). Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval. c. Telinga dalam Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terdiri dari 2 bagian utama
1 Koklea (organ pendengaran) Koklea :saluran berongga berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut). 2 Kanalis semi sirkularis ( organ keseimbangan ) Getaran suara dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah, jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut, Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf. Gelombang saraf ini lalu berjalan disepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak. Suara gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada rambut. Jika sel rambut rusak tidak akan tumbuh lagi. Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran. Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan , berfungsi menjaga keseimbangan. Setiap gerakan kepala menyebabkan cairan di dalam saluran bergerak. 3. Hidung Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru. a. Membran mukosa olfaktoriu Reseptor olfaktorius terletak didalam bagian khusus mukosa hidung yang berpigmen kekuning-kuningan.Membran mukosa olfaktorius selalu ditutupi oleh mukus yang dihasilkan oleh glandula bowman.Mukus mengandung protein yang membantu transpor molekul berbau ke bulbus olfaktorius. b. Bulbus olfaktorius Akson reseptor berkahir di antara sel dendrit dan sel mitral untuk membentuk sinap globular kompleks yang dinamakan glomeruli olfaktorius. Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
B. KONSEP DASAR I. Pengertian Gangguan sensori/ indra adalah perubahan dalam persepsi derajat serta jenis reaksi seorang yang diakibakan oleh meningkat, menurun atau hilangnya rangsang indra ( Wahjudi Nugroho,2004) Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan : Perubahan Normal yang b.d Penuaan Implikasi Klinis 1) Penurunan kemampuan akomodasi. 2. Kontriksi pupil sinilis. 3. Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi menguning.
1. Kesukaran dalam membaca huruf- huruf yang kecil. 2. Penyempitan lapang pandang 3. Sensitivitas terhadap cahaya 4. Penurunan penglihatan pada malam hari 5. dengan persepsi kedalamam
Perubahan sistem indera pada penuaan : Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis Penglihatan Penurunan jaringan lemak sekitar mata Penurunan penglihatan jarak dekat Penurunan elastisitas dan tonus jaringan Penurunan koordinasi gerak bola mata Penurunan kekeuatan otot mata Distorsi bayangan Penurunan ketajaman kornea Pandangaan biru-merah Degenerasi pada sclera, pupil dan iris Compromised night vision Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu Peningkatan densitas dan rigiditas lensa Kesulitan mengenali benda yang bergerak Perlambatan proses informasi dari system saraf pusat
II. Jenis gangguan pada lansia dengan gangguan Sensori 1) Gangguan penglihatan a. Perubahan sistem lakrimalis Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan. Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time. b. Proses penuaan pada kornea Arcus senilis, merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering di jumpai. Ini memberikan keluhan. Kalaianan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang bewarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea. c. Perubahan muskulus siliaris Dengan bertambahnya usia, bentuk daripada muskuls siliaris akan mengalami perubahan. Mengenai manifestasi klinis yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris pada lanjut usia, dikatakan bahwa degenarasi muskulus siliaris bukan merupakan faktor utama yang mendasari terjadinya presbiofia. Ini dikaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa yang menjadi padat, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga mengalami hipertrofi. d. Perubahan struktur jaringan dalam bola mata Semangkin bertambahnya umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian kortek menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (jadi lemah). Yang mula-mula bening trasparan, menjadi tampak keruh ( sclerosis ). e. Perubahan fungsional Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau ( foto fobi ) timbul akibat proses penuaan pada lensa dan kornea. f. Perubahan refraksi Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung. Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea. Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan. g. Produksi humor aqueous Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA. h. Perubahan struktur kelopak mata Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada : M.orbicular Retractor palpebra inferior Tartus Tendo kantus medial/lateral Aponeurosis muskulus levator palpebra Kulit
Berikut penjelasan dari uraian diatas : M.orbicular Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil. Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya. Retractor palpebra inferior Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion. Tartus Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata. Tendo kantus medial/lateral Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus. Aponeurosis muskulus levator palpebra Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi. Kulit Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis. Masalah-masalah lainnya yang sering muncul pada lansia dengan gangguan penglihatan adalah sfinter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarrak, susah melihat dalam keadaan gelap, hilangya daya akomodasi.
2) Gangguan indra pendengaran Berbagai pengertian mengenai kelainan pendengaran dan organ yang berhubungan dengan gangguan pendengaran : a. Gangguan pendengaran tipe konduktif Gangguan yang bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membran timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. b. Gangguan pendengaran tipe sensori neural Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising, presbiakusis, obat yang ototoksik, hereditas dan reaksi pasca radang. c. Persepsi pendengaran abnormal Sering terdapat pada sekitar 50 % lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras. d. Gangguan terhadap lokalisasi suara Pada lansia sering kali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara, terutama lingkungan yang agak bising. Masalah-masalah lainnya yang sering muncul adalah presbiakusis (hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suara/nada yang tinggi ;suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata, membran tympani menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun.
3) Gangguan indra penciuman Pada sistem penciuman terjadi pembentukan kartilago yang terus menerus terbentuk didalam hidung sesuai proses penuaan, menyebabkan hidung menonjol lebih tajam. Atropi progresif pada tonjolan olfaktorius juga terjadi, mengakibatkan kemunduran terhadap dalam indra penciuman. Masalah yangsering terjadi pada lansia adalah gangguan pada penciuman terhadap bau-bauan.
4) Gangguan indra pengecap Kurangnya sensasi rasa dikarenakan pengaruh sensori persarafan. Ketidakmampuan mengidentifiksi rasa secara unilateral atau bilateral. Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecapan, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap. Masalah yang sering timbul pada lansia adalah kemapuan mengunyah yang semangkin menurun.
III. Hal-hal yang mungkin menyebabkan gangguan sensorik atau indra Tersekap dalam ruangan yang sempit Tersekap dalam ruangan yang tidak berjendela Rangsangan dari luar secara terus menerus, misalnya penerangan lampu, suara, atau kerumunan orang Kurangnya rangsangan baru Penempatan klien lanjut usia dalam ruang isolasi.
IV. Pemeriksaan Diagnostik a. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik. b. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma. c. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg) d. Pengukuran gonioskopi : Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma. e. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan data jika TIO normal atau hanya meningkat ringan. f. Pemeriksaan oftalmoskopi : Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma. g. Darah lengkap, LED : Menunjukkan anemia sistemik/infeksi. h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : Memastikan aterosklerosis. i. Tonometri (dengan schiotz pneumatic atau tonometer aplanasi) mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis. j. Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa. k. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan. l. Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka, pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup. m. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka. n. Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
V. Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini : a. Ukuran pupil mengecil b. Pemakaian kacamata c. Penglihatan ganda d. Sakit pada mata seperti glaucoma dan katarak e. Mata kemerahan f. Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan). g. Kesulitan memasukan benang ke lubang jarum. h. Permintaan untuk membacakan kalimat i. Kesulitan/ kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah) j. Visus
B. Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut : a. gangguan persepsi sensorik : penglihatan b. risiko cidera : jatuh c. gangguan mobilitas fisik d. gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari e. kurang pengetahuan f. kecemasan
2. Intervensi Keperawatan Intervensi keperwatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut : a. kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada klien b. pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang klien c. beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu d. bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih e. kolaborasi untuk penggunaan alat Bantu penglihatan seperti kacamata dan penatalaksanaan medis untuk katarak. f. Berikan penerangan yang cukup g. Hindari cahaya yang menyilaukan h. Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai atau pemberian informasi tertulis i. Periksa kesehatan mata secara berkala.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik secara psikis maupun fisik, kemundurun fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut memutih, penurunan semua fungsi tubuh dan meningkatnya sensitifitas emosional. Dari penelitian yang dilakukan WHO penyakit yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan penglihatan. Mata yang dipakai untuk penglihatan pada lansia akan mengalami kemunduran yang dapat mengakibatkan jarak pandang menjadi berkurang. Di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia mengalami gangguan sistem penglihatan, hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka rasakan. Didalam Asuhan Keperawatan perawat melakukan pengkajian, mendiagnosa sampai melakukan intervensi untuk membantu lansia yang mengalami gangguan sistem penglihatan.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat maka kelompok mengajukan beberapa saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia. Adapun saran- sarannya adalah sebagai berikut: i. Untuk meningkatkan usia harapan hidup lansia harus lebih menyadari tentang kesehatan dirinya sendiri. ii. Perawat dituntut untuk dapat memahami secara umum tentang konsep dasar perawatan gerontik agar dapat terlaksana asuhan keperawatan yang komperhensif dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA Maryam RS,Ekasari,MF,dkk .2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika Tamher,s,Noorkasiani.2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC