Case ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Periode 24 Maret 31 Mei 2014
Oleh: 1. Nama :Ageng Budiananti NIM : 030.09.002
Telah diterima dan disetujui oleh penguji,
Jakarta, 15 April 2014
dr. Rosida S, SpA.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan case dengan judul GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA INFEKSI STREPTOKOKUS. Case ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr. Rosida S, SpA. yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian case ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam penyusunan case sehingga menjadi lebih baik. Saya menyadari bahwa dalam kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis sehingga penulisan case ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan case ini. Saya berharap agar case ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan, khususnya bagi kami sendiri.
Jakarta, 15 April 2014
Penulis
4
BAB I PENDAHULUAN
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang menjelaskan adanya penyakit ginjal yang disebabkan oleh adanya proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat proses imunologis. Glomerulonefritis akut pasca infeksi merupakan glomerulonefritis yang terjadi secara akut dan didahului oleh adanya infeksi. Glomerulonefritis akut (GNA) yang paling sering terjadi didahului oleh infeksi Streptokokus, yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Streptokokus (GNAPS). GNAPS ditemukan lebih banyak di negara berkembang yang diperkirakan dipengaruhi oleh adanya tingkat kebersihan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan serta fasilitas kesehatan yang kurang. GNAPS terjadi lebih banyak pada pria dibanding wanita (2:1), banyak ditemukan pada usia sekolah 5-15 tahun, dan sekitar 5% ditemukan pada anak berusia < 2 tahun. 1 Secara keseluruhan, sekitar 472.000 kasus GNAPS dilaporkan setiap tahunnya di seluruh dunia, dimana 404.000 kasus ditemukan pada anak-anak dan 456.000 dilaporkan terjadi di negara berkembang. Penyakit ini diperkirakan memiliki pola siklus dimana GNAPS menjadi epidemik pada tiap 5-7 tahun tanpa alasan yang jelas. 2
GNAPS yang didahului oleh faringitis ditemukan pada 5% kasus "temperate climates" dan yang didahului oleh pyoderma atau infeksi kulit banyak ditemukan di daerah tropis sekitar 25%.
5
BAB II LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien Nama : An. F Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 9 tahun Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/ 5 Mei 2004 Alamat : Jl. Pancoran Barat III No. 25, Jakarta Selatan Agama : Islam Tanggal Datang ke RS : 27 Maret 2014 Nomor CM : 922926
Identitas Ayah Pasien Nama : Tn. S Usia : 35 tahun Alamat : Jl. Pancoran Barat III No. 25, Jakarta Selatan Pekerjaan : Karyawan swasta Penghasilan : Rp. 4.000.000/bulan
Identitas Ibu Pasien Nama : Ny. R Usia : 32 tahun Alamat : Jl. Pancoran Barat III, No. 25, Jakarta Selatan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Penghasilan : (-) II. Anamnesis (Dilakukan secara auto dan aloanamnesis dengan pasien, Ibu dan Ayah kandung pasien di Bangsal 5 Timur Ruang 512, pada hari Selasa, 27 Maret 2014 pukul 13.00) Keluhan Utama : Bengkak pada wajah sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan : Bengkak pada kedua kaki sejak 2 hari SMRS 6
Riwayat Penyakit Sekarang: Os datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 2 hari SMRS disertai bengkak pada kedua kaki. Keluhan tersebut timbul bersamaan. Keluhan bengkak pada wajah dan mata dirasa agak sedikit berkurang setelah siang hari dan lebih bengkak pada terutama pada saat bangun tidur. Bengkak dirasa semakin bertambah dalam 2 hari dengan perbedaan antara hari pertama dan kedua tidak terlalu jelas. Bengkak juga tidak dirasa bertambah pada bagian tubuh lain. BAK dirasa menjadi lebih sering dari biasanya dengan warna urine tidak kemerahan atau seperti cucian daging tetapi tampak kuning keruh. Tidak ada keluhan nyeri saat BAK, BAK terasa lancar, tidak tersendat dan keluarnya seperti biasa, tidak sedikit-sedikit. Nyeri perut disangkal, rasa anyang-anyangan disangkal. Nyeri pinggang juga disangkal oleh os. Os kadang merasa sesak sejak setahun yang lalu, sesak dirasa apabila os terlalu lelah atau terlambat makan dan disertai nyeri ulu hati tanpa nyeri dada. Sesak tidak memburuk saat dan selama keluhan bengkak muncul. Tidak ada riwayat demam selama dan sebelum keluhan timbul. Mual-muntah juga disangkal. Riwayat batuk-pilek atau nyeri tenggorokan sebelumnya disangkal. Pasien memiliki beberapa luka pada lutut dan tungkai kiri yang didapat setelah terjatuh dari sepeda sekitar seminggu SMRS dan luka tersebut tidak mengering dalam beberapa hari, luka masih tampak basah dan terbentuk seperti koreng pada bagian tengah luka. Luka tidak dirasa terlalu nyeri dan gatal. Nyeri pada persendian atau pada beberapa bagian atau seluruh tubuh disangkal. Riwayat Kehamilan/ Kelahiran: Kehamilan Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Penyakit ginjal (-) Perawatan antenatal Rutin kontrol di bidan satu bulan satu kali, dan dua minggu sekali pada 3 bulan terakhir suntik TT 2x saat hamil Kelahiran Tempat kelahiran Klinik bersalin Penolong persalinan Bidan Cara persalinan Persalinan pervaginam, spontan, tanpa menggunakan alat bantu Masa gestasi 38 minggu Keadaan bayi Berat lahir: 2800 gr 7
Panjang: 43 cm Langsung menangis, tidak pucat/biru, tidak kuning/ikterik Kesimpulan riwayat kehamilan/ persalinan: os lahir dengan cara persalinan normal. Ibu dan bayi dalam keadaan sehat selama kehamilan dan persalinan. Riwayat Perkembangan: o Pertumbuhan gigi: 8 bulan o Psikomotor: - Tengkurap: 5 bulan - Duduk: 8 bulan - Berdiri: 12 bulan - Berjalan: 14 bulan - Berbicara: 9 bulan - Membaca dan menulis: 6 tahun o Perkembangan Pubertas - Rambut pubis: (-) o Gangguan perkembangan mental/emosi: (-) Riwayat Makanan Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim 0-2 On demand; 9x (50-100 cc) (-) (-) (-) 2-4 On demand 1x (2 keping) malam hari (-) (-) 4-6 On demand 1x (2-3 keping) (-) (-) 6-8 On demand 2x (2- 3 keping) 1x/hari (-) 8-10 On demand 2x (2-3 keping) 2x/hari (-) 10-12 On demand 2x (2-3 keping) (-) 3x/hari
Umur diatas 1 tahun: Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah Nasi/ pengganti 2-3x/ hari 8
Sayur Tiap hari (2-3x/hari) Daging 1x/minggu Telur 2x/hari Ikan 1-2x/hari Tahu 2-3x/minggu Tempe 2-3x/minggu Susu (merk) 2 gelas/hari (susu Dancow) Lain lain Mie instan 2x/hari Kesulitan makan: Os lebih sering makan mie instan tiap harinya, 2x/hari Riwayat Imunisasi: Vaksin Dasar Ulangan BCG 0 DPT/DT 2 3 4 Polio 0 2 3 Campak 9 bln Hepatitis B 0 1 6 MMR 15 bulan
TIPA (-)
Riwayat Keluarga - Corak reproduksi: No. Tanggal Lahir Jenis Kelamin Hidup Lahir Mati Abortus Mati (Sebab) Keterangan Kesehatan 1. 5 Mei 2004 Pria (+) Pasien 2. 8 Januari 2009 Pria (+) Sehat
- Riwayat pernikahan: Ayah Ibu Nama Tn. S Ny. R Perkawinan ke 1 1 Umur saat menikah 27 tahun 24 tahun 9
Pendidikan terakhir SMA SMP Agama Islam Islam Suku bangsa Jakarta Jakarta Kosanguinitas (-) (-) Keadaan kesehatan Sehat Sehat Penyakit, bila ada (-) (-)
- Riwayat keluarga orang tua pasien: Kedua orangtua pasien tidak memiliki masalah kesehatan/ penyakit seperti yang dialami pasien - Riwayat anggota keluarga lain yang serumah: Anggota keluarga pasien yang tinggal satu rumah tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien, tidak ada yang batuk-pilek atau sedang menderita penyakit tertentu Riwayat Lingkungan Perumahan: Perumahan: rumah milik sendiri Keadaan rumah: ventilasi rumah cukup, pencahayaan cukup, air yang digunakan dari sumur dengan penyaring. Di dalam satu rumah, ada 6 orang yang tinggal didalamnya. Daerah/lingkungan: tidak padat penduduk, sampah dibuang didepan rumah dan diambil tiap 3 hari sekali, tidak banjir saat musim hujan. Kesimpulan keadaan lingkungan: lingkungan tempat pasien tinggal memiliki kebersihan yang baik serta bebas banjir dengan rumah tempat tinggal kebersihannya terjaga. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur Alergi (-) Difteria (-) Peny. Jantung (-) Cacingan (-) Diare (-) Peny. Ginjal (-) DBD (-) Kejang (-) Peny. Darah (-) Demam tifoid (+) 4 bulan SMRS Kecelakaan (-) Radang paru (-) Otitis (-) Morbilli (-) Tuberkulosis (-) 10
Parotitis (-) Operasi (-) Lain lain (-)
Kesimpulan riwayat penyakit sekarang: Os mengeluh bengkak pada wajah dan tungkai sejak 2 hari SMRS tanpa disertai keluhan lain, os juha mengalami luka pada tungkai kiri, pada daerah lutut yang didapat seminggu SMRS setelah os terjatuh dari sepeda, luka tidak cepat mongering dan membentuk seperti koreng pada bagian tengahnya. III. Pemeriksaan Fisik (Tanggal: 27 Maret 2014, Pukul: 13.15) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Data Antropometri: Berat badan: 28 kg Tinggi badan: 128 cm Lingkar kepala: 52 cm Lingkar Lengan Atas: 18 cm Tanda Vital: Tekanan darah : 150/120 mmHg Nadi : 100 x/menit Laju pernafasan : 28 x/menit Suhu : 36,8 0 C Status Generalis: Kepala : Normosefali (52 cm) Rambut: warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut o Mata : Sklera ikterik -/- Konjungtiva anemis -/- Oedem palpebrae +/+ Cekung -/- Refleks cahaya +/+ Pupil bulat, isokor, d = 2mm o Hidung : Pernafasan cuping hidung (-) Deviasi septum (-) Konka tidak hiperemis, eutrofi Sekret -/- o Mulut : Trismus (-), Bibir tidak tampak sianosis dan tidak kering, warna merah muda, karies pada gigi (-) 11
o Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen +/+, membran timpani intak, reflex cahaya pukul 5 dan pukul 7 Lidah : Typhoid tongue (-), tremor (-), strawberry tongue (-) Tonsil : T1-T1, tonsil tidak tampak hiperemis, kripta tidak melebar Tenggorokan: Mukosa faring hiperemis (-) Arkus faring simetris +/+ Uvula tampak di tengah Leher : KGB tidak teraba membesar, JVP 50 cmH2O, angulus mandibula baik dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar. Thorax : Paru : Gerakan nafas simetris SN vesikuler +/+ Rhonki -/- Wheezing -/- Perkusi sonor, tidak ditemukan batas garis Ellis pada saat pasien duduk Vocal fremitus sama kuat Jantung : BJ I-II regular murmur (-) gallop (-) Punctum maximum teraba di ICS 5 midklavikularis kiri Abdomen : Tampak datar Bising usus (+) 1x/menit Nyeri tekan (-) Teraba supel Lingkar perut: 52,5 cm Perkusi timpani Shifting dullness (-) Ballotement -/- Nyeri ketuk CVA -/- Genitalia : Penis tidak didapatkan tanda radang, sirkumsisi (+) Oedem skrotum -/-, rugae scrotum: tampak baik Ekstremitas : Atas : Hangat +/+ Oedem -/- Bawah : Hangat +/+ Oedem +/+ Tampak ekskoriasi pada regio genu sinistra dengan batas kedalaman mencapai dermis, hiperemis (+), luas 4x2 cm, dengan ulkus pada bagian tengahnya. 12
Tulang belakang: Tidak terdapat deviasi seperti kifosis, lordosis, atau skoliosi. Tidak terdapat gibus. Status Neurologis: Refleks Kanan Kiri Biseps + + Triseps + + Patella + + Achilles + + Babinski - - Chaddock - - Oppenheim - - Gordon - - Schaeffer - -
TRM Kanan Kiri Kaku kuduk (-) Brudzinsky I - - Brudzinksy II - - Kernicke - - Laseque - -
Saraf cranialis Hasil N. I (Olfaktorius) Tidak dilakukan pemeriksaan N. II & III (Optikus dan Okulomotorius) Pupil bulat isokor 2 mm/2 mm, RCL +/+RCTL +/+ N. IV & VI (Troklearis dan Abducens) Dalam batas normal N. VII (Fascialis) Wajah tampak simetris N. VIII (Vestibulokoklearis) Tidak dilakukan pemeriksaan N. IX & X (Glosofaringeus dan Vagus) Dalam batas normal N. XI (Aksesorius) Dalam batas normal N. XII (Hipoglosus) Dalam batas normal
13
Status Gizi: BB/U : 28/29 x 100% = 96,5% = Gizi baik TB/U : 128/133 x 100% = 96,24% = Normal BB/TB : 28/29 x 100% = 96,5% = Normal LLA : 18/20 x 100% = 90% = Gizi baik IV. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap: Hasil Nilai Normal Hb 10,6 10,7 14,7 g/dL Ht 39% 33-45 % Eritrosit 4,2 juta 3,6 4,8 juta/L Leukosit 7200 4500 13500/ L Trombosit 288000 181000-521000/ L LED 21 0 10 mm/jam Kolesterol Total 117 MCV 76,1 69 93 fL MCH 25 22-34 pg MCHC 32,9 32 38 g/dL RDW 15,3 < 14% Basofil 1 0-1 % Eosinofil 2 1-5 % Netrofil Batang 1 3-6% Netrofil Segmen 50 25-60% Limfosit 40 25-50% Monosit 6 1-6%
Urine : Hasil Nilai Normal Warna Kuning Kuning Kejernihan Keruh Jernih 14
Glukosa (-) (-) Bilirubin (-) (-) Keton (-) (-) pH 6 4,6 8 Berat Jenis 1020 1005-1030 Albumin +1 (-) Urobilinogen +1 0,1 1 EU/dL Nitrit (-) (-) Darah +2 (-) Esterase leukosit +1 (-) Sedimen Leukosit 10-15 <5/LPB Eritrosit 15-20 <2/LPB Epitel 1 (+)/LPB Silinder (-) (-)/LPK Kristal (-) (-) Bakteri (-) (-) Jamur (-) (-) V. Resume: Os mengeluh bengkak pada wajah dan kedua kaki sejak 2 hari SMRS yang timbul bersamaan, sedikit berkurang pada saat menjelang siang hari atau setelah aktivitas, bengkak terasa agak bertambah dalam 2 hari, dan tidak merasa bengkak pada bagian tubuh lain selain wajah dan kaki. Air seni os sejak tampak bengkak berubah menjadi seperti kuning keruh. Os memiliki riwayat terjatuh seminggu SMRS, luka yang didapat setelah terjatuh tidak cepat mongering dan tetap basah hingga saat masuk RS, kemerahan, tidak terlalu nyeri dan gatal, serta mulai muncul seperti keropeng pada bagian tengahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah os 150/120 mmHg, oedem pada kedua palpebra, wajah tampak sembab, dan oedem pada kedua kaki. Serta didapatkan ekskoriasi pada regio genu sinistra dengan batas kedalaman mencapai dermis, hiperemis (+), luas 4x2 cm, dengan ulkus pada bagian tengahnya. 15
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan warna urine kuning keruh, dijumpai albumin (+) 1, darah (+) 2, esterase leukosit (+) 1, sedimen leukosit 10-15, dan sedimen eritrosit 15-20.
VI. Diagnosis: - Diagnosis Banding: Sindroma Nefrotik Glomerulonefritis Akut Pascainfeksi Streptokkus Glomerulonefritis Akut Pascainfeksi Bakteri Glomerulonefritis Progresif Cepat Infeksi Saluran Kemih Ascending Nefropati IgA Ektima Genu Sinistra
- Diagnosis Kerja: Glomerulonefritis Akut Pasca-Infeksi Streptokokus dan ektima genu sinistra VII. Penatalaksanaan: - Medikamentosa: Prednison 3x15 mg VIII. Prognosis: - Ad vitam : dubia ad bonam - Ad fungsionam : dubia ad bonam - Ad sanationam : dubia ad malam Riwayat Perjalanan Penyakit Tanggal S O A P 28/3/2014 Bengkak pada wajah (+), sesak (-), BAK masih keruh dan banyak, demam (-) TSS; CM N: 84x, R: 20x, S: 36,5 0 C, TD: 140/80 BB: 28 kg Normosefali, wajah tampak sembab Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba GNA dd/ SN Ektima genu sinistra Susp. ISK Prednison 3x15 mg Amoxillin 3 x 250 16
membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 52,5 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (+) Input: 800 cc Output: 600 cc keruh 29/3/14 Bengkak pada wajah (+), sesak (-), BAK masih keruh dan banyak, demam (-), bengkak pada kaki berkurang TSS; CM N: 84x, R: 20x, S: 36,6 0 C, TD: 120/80 BB: 29 kg Normosefali, wajah tampak sembab Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), GNA dd/ SN Ektima genu sinistra Prednison 3x15 mg Amoxillin 3 x 250 17
Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 52,5 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi pada genu sinistra (+) Input: 1180 cc Ouput: 800 cc kuning jernih 31/3/14 Bengkak pada wajah (+) agak berkurang, BAK mulai jernih, demam (-), sesak (-) TSS; CM N: 64x, R: 20x, S: 36,6 0 C, TD: 150/120 BB: 27 kg Normosefali, wajah tampak sembab Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba GNA dd/ SN Amoxillin 3 x 250 mg Prednison 3 x 15 mg Captopril 2 x 6,25 mg 19
membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 52 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1300 cc Ouput: 1250 cc 1/4/14 Bengkak pada wajah (+) agak berkurang, BAK jernih, demam (-), sesak (-) TSS; CM N: 64x, R: 20x, S: 36,6 0 C, TD: 140/120 BB: 26 kg Normosefali, wajah tampak sembab Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, GNA Ektima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg Periksa ASTO, Albumin darah, Ureum, Kreatinin, CRP, DL, urine lengkap Konsul gizi 20
shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 52 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1400 cc Ouput: 1450 cc 2/4/14 Bengkak pada wajah (+) agak berkurang, BAK jernih, demam (-), sesak (-) TSS; CM N: 60x, R: 24x, S: 36,6 0 C, TD: 130/100 BB: 26 kg Normosefali, wajah tampak sembab Oedem palpebra +/+, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 52 cm Keempat akral hangat, oedem pada GNA Ektima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg
21
kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1400 cc Ouput: 1400 cc Darah Lengkap: - Lekosit: 9500 - Eritrosit 4,6 juta - Hb: 11,5 g/dL - Ht: 33% - Trombosit: 378000/L - LED: 10 mm/jam - MCV: 73,4 fL - MCH: 25,4 pg - MCHC: 14,6 g/dL - RDW: 12,7% - Basofil/Eosinofil/Netrofil Batang/Netrofil Segmen/Limfosit/Monosit: 1/0/0/72/20/7 - Albumin: 3,6 g/dL (3,8-5,4) - Ureum: 35 mg/dL (11-39) - Kreatinin: 0,58 mg/dL (<1) - ASTO: +800 (<200) - CRP: 5 mg/l (<5) 3/4/14 Bengkak pada wajah (-), sesak (- ), oedem(-), nyeri kepala (-), BAK masih agak keruh tetapi mulai menjernih TSS; CM N: 56x, R: 20x, S: 36,6 0 C, TD: 130/100 BB: 25 kg Normosefali, wajah tidak tampak sembab Oedem palpebra -/-, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba GNAPS Ektima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg
22
membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 51 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1400 cc Ouput: 2300 cc Urine Lengkap: - Warna: kuning - Kejernihan: agak keruh - Glukosa: (-) - Bilirubin: (-) - Keton: (-) - pH: 6 - BJ: 1010 - Albumin urine: (-) - Urobilinogen: 1 EU/dL - Nitrit: (-) - Darah: +2 - Esterase leukosit: (-) - Sedimen leukosit: 1-2/LPB - Sedimen eritrosit: 6-8/LPB - Epitel: (+) 23
- Silinder: (-) - Kristal: Amorf - Bakteri: (-) - Jamur: (-) 4/4/14 BAK masih sedikit keruh, tidak ada keluhan lain TSS; CM N: 84x, R: 20x, S: 36,6 0 C, TD: 110/70 BB: 24 kg Normosefali, wajah tidak tampak sembab Oedem palpebra -/-, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 51 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1600 cc Ouput: 1350 cc GNAPS Ekstima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg
5/4/14 Tidak ada keluhan, BAK TSS; CM N: 80x, R: 20x, S: GNAPS Ektima genu Amoxillin 3 x 250 mg 24
mulai jernih tetapi masih agak keruh 36,7 0 C, TD: 120/80 BB: 25 kg Normosefali, wajah tidak tampak sembab Oedem palpebra -/-, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 51 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 2100 cc Ouput: 1200 cc sinistra Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg Cek elektrolit darah 6/4/14 Tidak ada keluhan, BAK masih tampak agak keruh TSS; CM N: 60x, R: 20x, S: 36,7 0 C, TD: 110/80 BB: 25 kg Normosefali, wajah tidak tampak sembab Oedem palpebra -/-, SI -/-. CA -/- GNAPS Ektima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg Captopril 3 x 6,25 mg Furosemide 2 x 25mg
25
NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 51 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1650 cc Ouput: 1000 cc Urine Lengkap: - Warna: kuning - Kejernihan: agak keruh - Glukosa: (-) - Billirubin: (-) - Keton: (-) - pH: 5,5 - BJ: 1010 - Albumin: (-) - Urobilinogen: 1,0 - Nitrit: (-) - Darah: +1 - Lekosit esterase: (-) - Sedimen lekosit: 2-3 26
- Sedimen eritrosit: 0-1 - Epitel: (+) - Silinder: (-) - Kristal: Oxalat - Bakteri: (-) - Jamur: (-) Elektrolit darah: - Na: 139 - K: 5,4 - Cl: 101 7/4/14 Tidak ada keluhan, BAK mulai tampak jernih TSS; CM N: 76x, R: 24x, S: 36,6 0 C, TD: 90/60 BB: 25 kg Normosefali, wajah tidak tampak sembab Oedem palpebra -/-, SI -/-. CA -/- NCH (-), sianosis (-) KGB tidak teraba membesar SN ves +/+ rh -/- wh -/- BJ I-II reg m(-) g(-) BU (+), NT (-), teraba agak tegang, shifting dullness (-), Ballotement -/-, Nyerti ketuk CVA -/- Lingkar perut: 51 cm Keempat akral hangat, oedem pada kedua kaki (-), GNAPS Ektima genu sinistra Amoxillin 3 x 250 mg (dilanjutkan sampai 14 hari di rumah) Captopril 3 x 6,25 mg (dilanjutkan hingga 5 hari kemudian) Furosemide 2 x 25mg Follow up gizi untuk makanan di rumah
27
ekskoriasi genu sinistra (+) Input: 1200 cc Ouput: 1400 cc
Batas Hipertensi: Tinggi 128 cm; Persentil 10 TD Normal: 96/58 mmHg - Prehipertensi: TDS 110 - 114 atau TDD 73 - 77 - Ht gr. I: TDS 114 - 126 atau TDD 77 - 90 - Ht gr. II: TDS >126 atau TDD >90 - Krisis hipertensi: Gr. II dengan gejala klinis (sakit kepala, pusing, nyeri perut, gangguan penglihatan, muntah)
28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Ginjal berada posterior dari dinding abdomen setinggi T12-L3, dimana ginjal kanan terletak lebih rendah. Ginjal terletak retroperitoneal bersamaan dengan ureter, vesica urinaria, arteri renalis, vena renalis dan kelenjar adrenal. Tiap ginjal berukuran panjang 11 cm, lebar 6 cm dan ketebalan 3 cm dengan berat 150 gram. Bagian lateral berbentuk konveks dan medial konkaf yang disebut hilum, yaitu tempat diterimanya nervus renalis, pembuluh darah, linfatik dan ureter. Ginjal dilindungi oleh tiga lapisan jaringan ikat, yaitu fascia renalis fibrosa yang dekat dengan peritoneum parietalis, kapsula adiposa, dan kapsula fibrosa. Parenkim renal-jaringan glandular yang membentuk urine-tampak dalam bentuk huruf C pada potongan frontal. Parenkim dibagi menjadi 2 zona, yaitu korteks renalis dan medulla renalis. Korteks renalis akan memanjang menembus ke arah sinus renalis dan membagi medulla menkadi 6-10 piramidal renalis, dimana yang menghadap sinus disebut papila renalis. Papila renalis selanjutnya akan dilanjutkan menjadi kaliks minor, dimana 2-3 kaliks minor akan menyatu dan membentuk kaliks mayor. Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang akan menjadi arteri segmentalis --> arteri interlobaris --> arteri arcuata --> arteri interlobularis --> arteriola afferen dan glomerulus lalu selanjutnya ke pembuluh darah balik. Fungsi dari ginjal sendiri adalah: Filtrasi plasma darah Regulasi volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeliminasi air seperlunya Regulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol jumlah air dan solusi yang tereliminasi Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk mengontrol tekanan darah Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan asam basa Membantu proses pembentukan kalsitriol 29
Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan deaminasi asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan grup amino sebagai ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa molekul. Tiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari korpuskulum renalis yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang merubah hasil filtrasi menjadi urine. Korpuskulum renalis terdiri dari glomerulus dan kaspsula glomerular (kapsula Bowman) yang melapisinya. Lapisan dari glomerulus terdiri dari: Endotel Fenestrata dari Kapiler Sel endoteliar dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah dengan pori pori filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat permeabel walaupun porinya cukup kecil untuk menyingkirkan sel darah dari filtrasi. Membrana Basalis Membran ini terdiri dari jel proteoglikan. Beberapa partikel dapat melewati celah kecil dari membran ini, tetapi kebanyakan darinya tidak dapat, seperti molekul yang besarnya lebih dari 8 nm. Beberapa molekul yang lebih kecil dapat dipertahankan agar tidak melewat celah dengan adanya listrik negatif pada proteoglikan. Albumin hampir mencapai 7 nm tetapi tidak dapat melewati membran karena adanya muatan negatif tersebut. Walaupun plasma darah mengandung 7% protein, tetapi filtrat glomerulus hanya mengandung 0,03% protein, terdiri dari banyak albumin, termasuk beberapa hormon. Celah Filtrasi Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya badan sel bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya memiliki banyak perpanjangan kecil yang disebut "foot processes" (pedikel) yang mengelilingi kapiler. Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewatu membrana filtrasi ke dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa, asam lemak, asam amino, sisa nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut memiliki konsentrasi yang hampir sama pada plasma darah dengan di filtrat glomerular. Infeksi ginjal atau trauma, dapat meruksak membrana filtrasi dan membiarkan almbumin atau sel darah terfiltrasi. Penyakit ginjal terkadang ditandai dengan adanya protein atau darah dalam urine-- kondisi yang dikenal dengan proteinuria dan hematuria. Tekanan filtrasi ditentukan oleh beberapa tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler (60 mmHg) yang dilawan dengan tekanan osmotik koloid (32 mmHg) dan tekanan kapsular (18 mmHg), sehingga tekanan yang dihasilkan akan 30
membuat darah dari kapiler melewati membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP). Tingginya tekanan darah pada glomeruli membuat ginjal tidak dapat bertahan lama pada hipertensi, sehingga dapat menimbulkan efek yang buruk dan terjadinya gagal ginjal. Hipertensi dapat menyebabkan rupturnya kapiler glomerular sehingga dapat menimbulkan cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan membuat terjadinya atherosclerosis dari pembuluh darah renal seperti di tempat lain dan mengurangi suplai darah renal sehingga mengakibatkan gagal ginjal.
Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentul per menit oleh kedua ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL filtrat/menit. Tetapi hanya sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat, regulasinya dikontrol oleh beberapa cara, yaitu: Autoregulasi Renal Kemampuan nefron untun mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada kendali dari luar (syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan di tekanan darah arteri. Output urin akan hanya sedikit meningkat dengan bantuan autoregulasi saat MAP (Mean Arterial Pressure) meningkat. Terdapat 2 mekanisme dari auregulasi 1). Mekanisme Miogenik, mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung pada kontraksi otot polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat, maka otot polos arteriol aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami kontraksi untuk mencegah aliran darah masuk ke dalam glomerulus, demikian sebaliknya. 2). Tubuloglomerular Feedback, yaitu mekanisme ketika glomerulus menerima feedback mengenai status cairan dari tubular agar filtrasi selanjutnya disesuaikan untuk meregulasi komposisi cairan, menstabilisasi dan kompensasi akan adanya fluktuasi dari tekanan darah. Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam mekanisme ini, yaitu makula densa (epitel pada ujung dari loop nefron pada sisi tubulus yang 31
berhadapan dengan arteriol), sel jukstaglomerular (otot polos pada arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan dengan makula densa. Sel ini akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan konstriksi atau dilatasi dan berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel diantara arteriol aferen dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang juga berperan untuk memfagositosis debris jaringan). Ketiganya saling berhubungan dan berkomunikasi dengan adanya sekresi parakrin. Kontrol Simpatis Simpatis banyak menginervasi pembuluh darah renal, dan mengatur GFR pada kondisi tertentu seperti syok. 3
Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
II. Penyakit Glomerular Cidera glomerulus dapat disebabkan oleh gangguan genetik, imunologis atau koagulasi. Gangguan genetik merupakan hasil dari adanya mutasi ekson dari unit transkripsi encoding DNA yang mempengaruhi translasi dalam protein pembentuk ribosom yang berada dalam glomerulus, interstitial, atau epitel tubular, mutasi gen regulator yang mengontrol transkripsi DNA, modifikasi posttranskripsi dari transkrip RNA yang abnormal, atau abnormalitas pada modifikasi posttransisional protein. Cidera yang 32
disebabkan oleh reaksi imunologis merupakan penyebab paling banyak dan menyebabkan glomerulonefritis yang secara histopatologis menunjukkan adanya inflamasi dari kapiler glomerular. Bukti yang menunjukkan bahwa suatu glomerulonefritis disebabkan oleh reaksi imunologis ialah: 1). Kesamaan morfologis dan imunopatologis dari glomerulonefritis yang termediasi imun dalam suatu eksperimen, 2). Ditemukannya reaktan imun (imunoglobulin, komplemen) dalam glomeruli, 3). Abnormalitas dari komplemen serun dan penemuan autoantibodi (anti-GBM) pada beberapa dari penyakit ini. Terdapat 2 mekanisme dari cidera imunologis, yaitu 1). Deposisi glomerular dari kompeks imun antigen-antibodi dalam sirkulasi, 2). Interaksi dari antibodi dengan antigen lokal in situ. Pada penyakit-penyakit yang termediasi oleh kompleks imun, antibodi diproduksi untuk melawan dan berkombinasi dengan antigen dalam sirkulasi yang biasanya tidak berhubungan dengan ginjal. Komplekasi imun berakumulasi di Mebrana Basalis Glomerular (GMB) dan mengaktivasi sistem komplemen yang menjadi cidera imun. Ketika antibodi memasukki sirkulasi, ia akan membentuk kompleks dengan antigen. Walaupun jumlah antigen di sirkulasi bertambah melebihi antibodi, kompleks tetap terbentuk kecil dan bertahan di dalam sirkulasi dan tersimpan pada glomeruli. Alasan mengapa proses tersebut melibatkan glomeruli belum diketahui pasti, tetapi hal tersebut diduga karena adanya pengaruh dari atribut dari kompleks (konsentrasi, ukuran), karakteristik glomerulus (mesangial traping, dinding kapiler), gaya hydrodinamic, dan pengaruh dari berbagai mediator (angiotensin II, prostaglandin). Dengan mikroskopik elektron, dapat dilihat bahwa terdapat deposit pada sisi epitelial dari GBM dan mesangium. Beberapa hari selanjutnya, ketika antibodi yang masuk ke dalam sirkulasi bertambah dan antigen berkurang, glomerulonefritis berkurang. Pada reaksi inflamasi yang didahului oleh reaksi imunologis merupakan hasil dari pathway mediator, 1). Pathway klasik yang teraktivasi dari kompleks imun antigen-antibodi, 2). Alternatif dari pathway properdin yang teraktivasi dari polisakaridan dan endotoksin. Sistem koagulasi secara langsung teraktivasi setelah cidera sel endotel yang terpapar dengan lapisan subendotelial trombogrnik, atau secara tidak langsung setelah aktivasi komplemen. Fibrin dapat terkumpul dalam kapiler glomerular atau dalam ruang Bowman sebagai akibat dari adanya proliferasi sel epitel parieltal. Aktivasi proses koagulasi dapat mengaktivasi sistem kinin yang memproduksi faktor-faktor kemotaktik dan anafilaktoksin. Selain formasi crescent, sklerosis juga dapat menunjukkan adanya jaringan parut di glomerulus dan fibrosis tubulointerstitial ditemukan pada semua pasien dengan penyakit 33
glomerular yang secara progresif berkembang menjadi gagal ginjal karena adanya cidera pada tubular yang menyebabkan infiltrasi sel mononuklear yang melepaskan faktor penyebab fibrosis. Protein matriks dari interstitium ginjal mulai berakumulasi, mengarah menjadi destruksi tubulus renalis dan kapiler peritubular. Transformasi dari epitel tubular menjadi jaringan mesenkim dapat menyebabkan terbentuknya fibrosis tuberointerstitial progresif. 4
Glomerulonefritis Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral yang dimulai dari glomerulus yang berakhir pada kerusakan seluruh nefron dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria hingga terjadinya gagal ginjal kronik. Istilah ini dapat digunakan untuk penyakit ginjal primer yang terutama menyerang glomerulus atau untuk lesi pada glomerulus yang tidak disebabkan oleh penyakit ginjal primer. Sedangkan Sindroma Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi yang terjadi secara akut. Beberapa penyakit yang digolongkan ke dalam SNA antara lain adalah: Glomerulonefritis Kronik Eksaserbasi Akut Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria: o Glomerulonefritis fokal o Nefritis herediter (sindrom Alport) o Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger) o Benign recurrent hematuria Glomerulonefritis progresif cepat Penyakit-penyakit sistemik: o Purpura Henoch-Schoenlein (HSP) o Lupus erythematosus sistemik (SLE) o Endokarditis bakterial subakut (SBE) GNAPS merupakan suatu istilah yang lebih bersifat umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. GN akut klasik terjadi setelah infeksi streptokokus pada tenggorokan atau kulit setelah masa laten 1-2 minggu. Organisme penyebab penyakit GNAPS adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tiper 12 atau 4 dan 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GNAPS adalah faktor host, dimana anak laki-laki lebih sering terkena penyakit ini dibanding anak perempuan, umur yang paling sering terkena di 34
Indonesia sekitar 2,5 - 15 tahun dengan puncak umur 8,4 tahun. Banyak ditemukan di daerah tropis, di keadaan lingkungan padat, higienitas, sanitasi yang buruk, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit. Genetik juga dikatakan berperan, misalnya pada alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1, dan HLA-DPB1 paling sering terkena GNAPS. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah dari kuman penyebab GNAPS, yaitu streptokokus. Streptokokus grup A merupakan suatu bakreri Gram + yang meskipun masih resisten terhadap penisilin, masih dapat menimbulkan masalah medik dan kesehatan masyarakat. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi akut dan menimbulkan suatu keadaan karrier, serta dapat menyebabkan sekuele non-supuratif (misalnya glomerulonefritis akut dan demam reumatik). Epidemiologi infeksi Streptokokus grup A menunjukkan perbedaan antara jenis infeksinya, 1). Infeksi kulit, seperti pioderma dan impetigo dan 2). Infeksi tenggorok (faringitis) yang predominan pada anak usia sekolah. Streptokokus grup A dapat diemukan sebagai flora normal yang dapat berkembang menjadi impetigo atau pioderma karena adanya kerusakan permukaan epitel kulit oleh karena trauma, gigitan serangga atau karena kelainan kulit sebelumnya, atau kontak kulit dengan anak yang sakit dapat menimbulkan infeksi kulit pada anak lainnya. 5
Tetapi yang menjadi penyebabnya adalah antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal-spesifik. Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS merupakan penyakit imunologik adalah: Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah Kadar komplemen C3 menurun dalam darah Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus Titer antistreptolisin O (ASO) yang meningkat dalam darah Pada throat swab atau skin swab tidak selalu ditemukan streptokokus yang mungkin disebabkan karena penderita sudah lebih dulu menggunakan antibiotik. Tidak semua streptokokus beta hemolitikus grup A menyebabkan penyakit ini, hanya 15% menyebabkan GNAPS. Hal ini dikarenakan hanya serotipe tertentu dari streptokokus grup A tersebut yang bersifat nefritogenik, yaitu dindingnya mengantung protein M atau T, dan yang terbanyak adalah tipe M. Serotipe terbanyak pada Faringitis adalah Tipe M 1, 3, 4, 12, 25, dan 49. Sedangkan pada Piodermia adalah 2, 49, 55, 57, dan 60. Penelitian memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada GNAPS, yaitu: 35
Nephritis Associated Plasmin Receptor (NAPlr) NAPlr dapat diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin. Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil biopsi ginjal pada fase dini penderita GNAPS. Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan proses inflamasi yang akhirnya dapat merusak membrana basalis glomerulus. Streptococcal pyogenic exotoxin B (SPEB) yang merupakan antigen nefritogenik yang ditemukan bersamaan dengan komplemen IgG (C3) sebagai electron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai HUMPS. Proses imunologik yang terjadi dapat melalui: Soluble Antigen-Antibody Complex Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPlr sebagai antigen dan antibodi anti NAPlr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus Formasi Insitu Kompleks imun di glomerulus (insitu) jkarena antigen nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. Teori formasi insitu lebih berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi maka proteinuria masih makin sering dan prognosis semakin buruk. Imunitas Selular juga turut berperan pada GNAPS, karena adanya infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofag pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM - 1 dan LFA - 1, yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak membrana basalis glomerulus.
Selanjutnya komplemen akan mengakibatkan lesi yang menarik lekosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi sehingga merusak endotel 36
dan GBM. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Gangguan fisiologik pada GNA menunjukkan bahwa GFR biasanya menurun meskipun aliran plasma ginjal normal. Keaddan tersebut menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga terjadi azotemia dan oedem. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan seperti faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus, iverexpression dari epitheliat sodium channel, dan sel- sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi natrium dan air. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah (terutama periorbita), meskipun lebih nyata pada anggota gerak bawah pada saat menjelang siang. Derajat dari edema tergantung pada peradangan glomerulus yang terjadi, adanya gagal jantung kongestif dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam. Hipertensi hampir selalu terjadi meski peningkatan tekanan darah biasanya hanya sedang. Hal ini dapat terjadi karena ekspansi cairan ekstrasel atau karena vasospasme. 6
Gejala Klinik Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik. GNAPS simtomatik: 1.Periode Laten Pada GNAPS yang khas terdapat periode laten yaitu periode antara infeksi dan timbulnya gejala klinik, sekitar 1-3 minggu yang umumnya didahului infeksi kulit atau 1-2 minggu bila didahului ISPA. Bila kurang dari 1 minggu maka harus dipikirkan adanya penyakit lain. 2. Edema Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul. Edema paling sering terjadi di periorbital dan tungkai. Jika terjadi edema hebat maka dapat ditemukan ascites dan pada skrotum. Distribusinya bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, oedem pada palpebra sangat menonjol pada pagi hari karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan berkurang setelah adanya kegiatan fisik. Kadang terjadi 37
edema laten yang tak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. 3. Hematuria Ditemukan makroskopik pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik ditemukan hampir pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerahan, seperti air cucian daging atau seperti cola. Makroskopik biasanya berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, sedangkan yang mikroskopik berlangsung lebih lama hingga 6 bulan bahkan lebih dari satu tahun hingga GNAPS sudah sembuh dan proteinuria menghilang. Pada keadaan tersebut harus dicurigai adanya glomerulonefritis kronik dan merupakan indikasi dilakukannya biopsi ginjal. 4. Hipertensi Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik lain. Kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan, tetapi dapat juga berat hingga dapat menimbulkan ensefalopati hipertensi. 5. Oliguria Keadaan dimana produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/ hari dan jarang terjadi. Hal ini terjadi apabila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Umumnya timbul pada minggu pertama dan hilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Dapat menjadi lebih buruk hingga timbulnya anuria. 6. Gejala Kardiovaskular Gejala yang paling penting adalah bendungan sirkulasi, seperti adanya edema paru. Kelainan ini dapat bersifat asimtomatik dan hanya dilihat dengan pemeriksaan radiologi foto thoraks dengan posisi Postero-Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus Kanan (LDK). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan rhonki basah halus atau kasar. Keadaan ini disebut dengan acute pulmonary edema yang umumnya terjadi pada minggu pertama dan dapat bersifat fatal. 7. Gejala lain Selain gejala utama tersebut, dapat ditemukan gejala umum seperti malaise, pucat, letargi dan anoreksia yang mungkin dapat disebabkan karena hematuria makroskopik yang berlangsung lama. Kelainan Laboratorium 1. Urin 38
Proteinuria (antara negatif hingga ++, jarang mencapai +++. Secara kuantitatif biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi dapat juga melebihi pada keadaan tertentu) Hematuria mikroskopik (adanya eritrosit dalam urin yang merupakan tanda paling penting) 2. Darah: Reaksi serologis (Reaksi serologis yang ditimbulkan oleh infeksi streptokokus hingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti Antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke-3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO dapat ditemukan normal pada penggunaan kotikosteroid, antibiotik atau pemeriksaan dini. Titer ASO jarang meningkat setelah piodermi karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus hingga infeksi melalui kulit hanya sekitar 50% yang menyebabkan titer ASO meningkat) Aktivitas komplemen (komplemen serum hampir selalu menurun karena turut berperan serta dalam proses Ag-Ab sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen Cv3 (B2C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukuran mudah. C3 dapat kembali normal seletah 4-8 minggu timbul gejala penyakit. Bila setelah 8 minggu kadarnya masih rendah, maka hal ini menunjukkan proses kronik yang dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus) Laju endap darah (meningkat pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menghilang, tetapi tidak dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS). Diagnosis Terdapat beberapa kriteria diagnosis GNAPS, akan tetapi yang umum digunakan adalah: Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala khas GNAPS. 39
Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) dan C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria dan proteinuria. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus beta hemolitikus grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS. Diagnosis Banding Penyakit ginjal: o Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut Perlu dipikirkan apabula pada anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala-gejala nefritis dapat membantu diagnosis. o Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis herediter, IgA-IgG nefropati dan benign recurremt haematuria. o Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN) Lebih sering ditemukan pada orang dewasa, dibedakan dengan normalnya kadar titer ASO, AH ase, AD Nase B dan komplemen C3 jarang menurun. Prognosisnya juga lebih buruk dibandingkan dengan GNAPS. Penyakit-penyakit sistemik Purpura Henoch-Scoelein, eritematous dan endokarditis bakterial subakut. Ketiganya dapat menunjukkan gejala sindroma nefritik akut seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen lain, tetapi pada swab tenggorok dan titer ASO normal. Pada HSP ditemukan purpura, nyeri abdomen dan arthralgia. Pada SLE ditemukan kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah. Sedangkan pada SLE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Penyakit Infeksi Beberapa sumber mengatakan bahwa GNA dapat terjadi karena infeksi virus seperti morbilli, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Selain itu dapat juga 40
dipicu dengan adanya infeksi bakteri lain seperti Salmonela typhii. Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya. Komplikasi Komplikasi yang sering didapatkan adalah: Ensefalopati hipertensi yang merupakan hipertensi berat (hipertensi emergensi) pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. Gangguan ginjal akut Edema paru dimana anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni Posterior leukoencephalopathy syndrome jarang terjadi dan gejala yang timbul hampir sama dengan ensefalopati hipertensi, yaitu sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah normal. Pengobatan Istirahat Bed rest terutama disarankan bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit, tetapi setelahnya pasien belum diizinkan untuk melakukan kegiatan seperti saat sehat. Sesudah fase akut, bed rest tidak lagi dianjurkan. Kini dianjurkan sekitar 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih ada kelainan pemeriksaan urin, maka dilakukan pengamatan saat berobat jalan. Diet Jumlah garam yang diberikan harus diperhatikan. Bila edema berat, maka makanan diberikan tanpa garam. Bila ringan, garam dibatasi 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan juga harus diperhitungkan terutama pada pasien dengan oliguria atau anuria. Jumlah cairan masuk = jumlah urin + insesible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan tiap kenaikan suhu normal (10 mg/kgbb/ hari). Antibiotik Pemberian antibiotik pada GNAPS masih kontroversial. Terapi medikamentosa penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisillin 41
50 mg/kgbb dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi, dapat diberikan eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari. Simtomatik o Bendungan sirkulasi ditangani dengan pembatasan cairan dimana asupan = pengeluaran. Bila terjadi edema paru akut maka diberikan diuretik, yaitu furosemid. Bila tidak berhasil maka dapat dilakukan dialisis peritoneal. o Hipertensi yang ringan dapat dianjurkan istirahat yang baik dan pembatasan cairan serta garam yang baik sampai tekanan darah kembali normal biasanya dalam satu minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda serebral dapat diberi kaptopril 0,3-2 mg/kgbb/hari atau furosemid atau kombinasi keduanya. Dapat juga diberikan nifedipim sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/ hari yang dapat diulangi 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau dengan gejala serebral dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena. Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1-3 mg/kgbb/hari). o Gangguan ginjal akut harus diperhatikan pembatasan cairan, kalori cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis maka diberikan natrium bikarbonar dan bila terdapat hiperkalmeia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalsium. Perjalanan Penyakit dan Prognosis Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu jika tidak terdapat komplikasi dan sering digolongkan sebagai self limiting disease. Kekambuhannya sangar jarang. Pada umumnya fase akut ditandai dalam 1-2 minggu lalu disusul hilangnya gejala laboratorik terutama hematuria dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Sekitar 85-95% penyakit ini sembuh sempurna, terutama pada anak. Pada orang dewasa sekitar 15-30% dapat masuk ke proses kronik, sedangkan pada anak hanya 5-10%. Walaupun prognosisnya baik, kematian dapat terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut, edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. 7
42
III. Pioderma Pioderma merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus atau keduanya. Ektima merupakan infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi. Insiden ektima terdapat pada anak-anak, dewasa muda dan orang tua. Pasien ektima datang dengan keluhan luka dengan predileksi pada tungkai bawah. Trauma berulang biasanya karena gigitan serangga, dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 - 3 cm) dan beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Bila krusta terlepas maka akan meninggalkan ulkus superfisial dengan gambaran "punched out appearance" atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Tatalaksana pada ektima dapat menggunakan antubiotik sistemik yang dibagi menjadi 2 lini, yaitu: Lini pertama (golongan Penisilin) o Dikloksasilin 4x250 - 500 mg selama 5-7 hari o Amoksisillin + As. Klavulanat 3x25mg/kgbb Lini kedua (golongan Makrolid) o Azitromisin 1x500 mg kemudian 1x250 mg selama 4 hari o Klindamisin 15 mg/kgbb/ hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari o Eritromisin 4x250 - 500 mg selama 5-7 hari. Penatalaksanaan topikal dapat diberikan jika infeksi terlokalisir. Neomisin, As. Fusidat 2%, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat diberikan secara topikal. 8
43
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja atas pasien adalah Glomerulonefritis akut pascainfeksi streptokokus/ GNAPS. GNAPS merupakan suatu kelainan pada glomerulus yang disebabkan karena adanya inflamasi dan proliferasi dari reaksi antigen-antibodi yang menyerang membrana basalis glomerulus yang didahului oleh adanya infeksi streptokokus. Infeksi yang mendahului umumnya berasal dari infeksi faring ataupun kulit, dimana pada pasien diperkirakan bahwa awal infeksi berasal dari kulit/ adanya pioderma/ ektima pada tungkai bawah kiri. GNAPS dapat ditatalaksana dengan istirahat/ bed rest terutama pada fase akut, diet tinggi kalori, rendah garam dan cukup protein, pemberian antibiotik, penatalaksanaan hipertensi serta oedem, juga mencegah komplikasi. Prognosis GNAPS pada umumnya mengarah ke prognosis yang baik dan jarang menimbulkan kematian terutama pada anak-anak, kecuali ditemukannya komplikasi.
44
Daftar Pustaka 1. Rachmadi D. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut. IKA FK UNPAD dr. Hasan Sadikin: Bandung: 2010. P 1-3. 2. Bhimma R. Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Medscape. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview. Accessed on March 31st, 2014. 3. Saladin K. S. Anatomy and Physiology The Unity of Form and Function. 5 th ed. McGraw-Hill: New York: 2010. P. 906-19. 4. Kliegman R. M., Behrman R. E., Jenson H. B., Stanton B. F. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th ed. Saunders Elsevier: Philadelphia: 2007. P. 508-9. 5. Soedarmo S. S. P., Garna H., Hadinegoro S. R. S., Satari H. I. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Ed 2. Badan Penerbit IDAI: Jakarta: 2010. P. 347-52. 6. Price. S. A., Wilson L. M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed 6. EGC: Jakarta: 2006. P. 924-9. 7. Rauf S., Albar H., Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. IDAI: Jakarta: 2012. P. 1-17. 8. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 4. Jakarta: FKUI: 2008. P 57-60.