Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH BATIK INDONESIA

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang


dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun
lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan
bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah
perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu
dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun
beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief
candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui
penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian,
muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.

Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak,


namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat
beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya
berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.

Perkembangan Batik di Indonesia


Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada
masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas
dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh
karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa
oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan
selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi
waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.

Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-
bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri
antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu,
serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus
berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi
milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal
abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan
batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik
sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut
perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang
tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa
bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun
1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang
Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya
banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan
Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan
batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto
serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat
batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya
migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan


dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah
Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab,
India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata
warna seni batik.

Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut
yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang,
diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh
peranakan Cina. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Hokokai, tumbuh pesat sejak
pendudukan Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di
atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-
negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha
kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga
sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini
terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten
Pekalongan.

Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon
bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan
perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari
warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya
industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya,
Pekalongan dikenal sebagai KOTA BATIK. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup
lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan,
jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan keberadaan serat-serat setempat,
faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta
pemikiran baru.

Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional
yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah dan
sehalus batik Pekalongan.

• Sejarah Batik di Indonesia


Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan
penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak
dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus
berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini
menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal
abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap
dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan
penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri
dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan
perekonomian Belanda.

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu
kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam
kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak
dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton
dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat
dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam
rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya,
batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian
menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil
tenunan sendiri.

Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari


tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain
dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya
dibuat dari tanahlumpur.

Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di
daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan
Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya
dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat
perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit.
Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal
dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh
seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas
dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret.
Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal
diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian
membuat batik asli.

• Sejarah Batik Pekalongan


Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut
perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di
Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-
1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan
terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan
daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah
baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto
serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik
berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini,
maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan


dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah
Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

• Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini


BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha
kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang,
sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.

Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini
terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan
dihidupi warga Pekalongan.

Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik
pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan
munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera
mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.

Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi
mendatang lewat buku sejarah.

Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung
masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam
dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.

ZAMAN telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka
kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin
sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang
dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah.

Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual
produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal,
kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia.

Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan
pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan
mesin pendukung proses produksi.

Anda mungkin juga menyukai