Anda di halaman 1dari 17

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No.

1 | Maret 2013 59
perlu memperoleh perhatian dari berba-
gai pihak. Hal ini disebabkan beragamnya
sumber pencemar yang masuk dan teraku-
mulasi di waduk, antara lain berasal dari
kegiatan produktif maupun non produktif
di upland (lahan atas) dari permukiman
dan dari kegiatan yang berlangsung di ba-
dan perairan waduk sendiri. Jenis bahan
KUALITAS DAN BEBAN PENCEMARAN PERAIRAN WADUK
GAJAH MUNGKUR
1
Peni Pujiastuti,
2
Bagus Ismail, dan
3
Pranoto
1
Prodi Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
2
Prodi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Setia Budi
3
Prodi MIPA Kimia Universitas Sebelas Maret
Abstrak
WGMWonogiri (WGM) mempunyai masalah pencemaran perairan, penurunan
kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan waduk. Diperlukan usaha pence-
gahan dan pengendalian yang terpadu agar pencemaran dan sedimentasi dapat dikendali-
kan, sehingga fungsi utama waduk dapat dijaga kelangsungannya. Sumber timbulan lim-
bah di WGM dari berbagai aktivitas penduduk di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta kegiatan di badan perairan waduk seperti bu-
didaya ikan dengan teknik karamba jaring apung (KJA) mempunyai potensi menurunkan
kualitas perairan.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif laboratoris. Penelitian ini akan
memberikan gambaran dalam bentuk peta kualitas air dan beban pencemaran di Waduk
Gajah Mungkur. Penelitian dilakukan terhadap parameter isika, kimia, biologi, meng-
gunakan alat-alat gelas laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991 dan SNI 06-2413-1991.
Pengambilan sampel air mengacu SNI 6989.59:2008 dan SNI 6989.57:2008. Sampling
lebih diarahkan pada lokasi KJA, tengah waduk, DAS dan pusat-pusat kegiatan penduduk
sebagai sumber aliran limbah yang masuk ke perairan waduk seperti pertanian, peter-
nakan, perhotelan, restoran dan DAS sebanyak tujuh ulangan dengan interval 1 bulan.
Prosedur dan analisis parameter berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang berlaku
dan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu air kelas II dan III.
Terdapat beberapa parameter kualitas perairan WGM yang diteliti melampaui baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82 tahun 2001 yaitu TSS, DO, BOD, COD, Coli-
form dan Total coliform. Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity masuk
ke wilayah perairan WGM paling besar adalah TSS yang berasal semua DAS terutama
dari DAS Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa
limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/th..
Kata Kunci: WGM, kualitas perairan, Beban pencemaran.
Pendahuluan
Indonesia memiliki lebih dari
500 waduk, namum status kondisi se-
bagian besar sudah sangat memprihatinkan
akibat pencemaran (Sumarwoto, et al.,
2004). Pencemaran yang terjadi di perairan
waduk, merupakan masalah penting yang
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 60
pencemar utama yang masuk ke perairan
waduk terdiri terdiri dari beberapa macam,
antara lain limbah organik dan anorganik,
residu pestisida, sedimen dan bahan-bahan
lainnya.
Sumber timbulan limbah di
WGM dari berbagai aktivitas penduduk
di sempadan waduk, seperti permukiman,
perhotelan, pertanian dan peternakan, serta
kegiatan di badan perairan waduk seperti
budidaya ikan dengan teknik karamba jar-
ing apung (KJA). Usaha KJA mening-
kat dari tahun 1997 berjumlah 185 petak
menjadi 231 petak (Bappeda, 2007), 1164
petak (Pujiastuti, 2010) dan telah menye-
bar ke zona wisata, suaka serta zona bebas
(Sudarmono, 2006). Limbah pakan ikan
yang menumpuk bertahun-tahun, telah
menurunkan kualitas air antara lain derajad
keasaman air (Pujiastuti, 2003), cadangan
oksigen terlarut, meningkatkan kandungan
N-NO
2
dan N-NH
3
(Simarmata, 2008), me-
naikkan tingkat kerusakan bagian-bagian
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
yang dilewati seperti sistem cooler, turbin,
dan lain-lain (Sumarna, 2005), merusak
kehidupan biota air (Pujiastuti, 2003),
maupun merusak tanaman yang dialiri
(Pujiastuti, 2009)
Fenomena tersebut menunjukkan
bahwa pencemaran yang terjadi di WGM
semakin mengkhawatirkan karena dapat
mengancam fungsi waduk.
WGM mempunyai masalah
pencemaran perairan, penurunan kualitas
perairan, penurunan debit air dan pendan-
gkalan waduk (Pujiastuti, 2003). Diperlu-
kan usaha-usaha pencegahan dan pengen-
dalian yang terpadu agar pencemaran dan
sedimentasi dapat dikendalikan, sehingga
fungsi utama waduk dapat dijaga kelang-
sungannya.
Sumber pencemaran diperkira-
kan berasal dari aliran beban limbah dari
kegiatan masyarakat yang berlangsung di
indigenous (badan air waduk) dan exoge-
nous (luar danau). KJA merupakan sumber
limbah yang berasal dari kegiatan di badan
air. Budidaya ikan dalam KJA akan mem-
berikan buangan berupa pakan yang tidak
termakan dan feses ke badan air, hal ini
dapat menurukan kualitas perairan waduk
(Pujiastuti, 2003). Selain itu, penurunan
kualitas perairan waduk juga disebabkan
oleh limbah yang berasal dari luar waduk,
seperti limbah domestik, limbah kegia-
tan pertanian dan peternakan yang berada
disekitar waduk.
Kegiatan perikanan yang tidak ra-
mah lingkungan seperti KJA yang melebihi
daya dukung lingkungan maupun penggu-
naan pakan ikan akan meninggalkan sisa
pakan yang menumpuk didasar perairan
selama bertahun-tahun. Hal ini menim-
bulkan pengkayaan unsur hara dan mem-
percepat eutroikasi yang ditandai dengan
berkembangnya tanaman air seperti enceng
gondok, azola (Pujiastuti, 2003). Keadaan
ini dapat menyebabkan sejumlah masalah
penting dalam penggunaan air (Connel dan
Miller, 1995). Kenaikan populasi tanaman
dapat menyebabkan penurunan kandungan
oksigen terlarut dalam air karena adanya
tanaman yang mati dan pembusukan oleh
jasad renik. Hal ini dapat menurunkan ke-
cocokan daerah tersebut sebagai habitat
beberapa spesies ikan dan makhluk hidup
lainnya. Peningkatan kekeruhan dan warna
yang terjadi selama eutroikasi menyebab-
kan air tidak sesuai untuk rumah tangga
atau sulit dikelola sampai memenuhi baku
mutu air minum.
Mempelajari latar belakang dia-
tas maka dalam penelitian ini dirumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah kualitas air yang masuk
keperairan WGM melalui sungai berdasar-
kan baku mutu air kelas dua dan tiga PP
No. 82 tahun 2001.
Bagaimana kualitas air buangan kegiatan
penduduk yang masuk ke perairan WGM
berdasarkan baku mutu air kelas dua dan
tiga PP No. 82 tahun 2001.
Berapakah beban pencemaran yang masuk
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 61
keperairan WGM?
Penelitian ini bertujuan untuk menganali-
sis kualitas air dan beban pencemaran yang
masuk keperairan WGM
Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah peneli-
tian Deskriptif laboratoris. Penelitian ini
akan memberikan gambaran dalam bentuk
peta kualitas air dan beban pencemaran
di Waduk Gajah Mungkur. Penelitian di-
lakukan terhadap parameter isika, kimia,
biologi.
Bahan dan Alat Penelitian, Pada pe-
nelitian ini menggunakan alat-alat gelas
laboratorium sesuai SNI 06-2421-1991
dan SNI 06-2413-1991 tentang parameter-
parameter isika & kimia air, yaitu: Alat
pengambil sampel air berupa: water sam-
pler, jerigen plastik 5 liter untuk tiap titik
sampling. Alat yang digunakan untuk anal-
isis parameter isika, kimia & biologi ada-
lah pH meter, thermometer, AAS, buret,
Erlenmeyer, volume pipet, neraca analitis,
cawan penguap, mufle furnace, desikator,
oven, DO meter, botol Winkler. Sedangkan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah larutan campuran Kalium-merkuri
sulfat, larutan asam sulfat pekat-perak sul-
fat, indicator feroin, serbuk ammonium sul-
fat, larutan baku kalium dikromat 0,025N,
asam sulfat pekat, air suling, serbuk asam
sulfamat, NaCl, K
2
Cr
2
O
7
, AgNO
3
, air sul-
ing.
Lokasi Penelitian adalah perairan WGM
yang memiliki luas 8800 ha . Lokasi ber-
jarak 5 km dari pusat Pemerintahan Kabu-
paten Wonogiri, mempunyai aliran seluas
1350 km
2
dengan sumber air masuk dari
DAS Keduang, DAS Bengawan Solo, DAS
Alang Unggahan, DAS Wiroko, dan DAS
Temon. Dari aliran DAS tersebut dapat
mencapai luas permukaan perairan waduk
sekitar 88 km
2
pada saat air tinggi dan 38
km
2
saat air rendah, kedalaman rata-rata
8,5 m dan kedalaman tertinggi 38 berada
diatas permukaan DAM.
Jenis & Sumber Data, Data yang digu-
nakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer yang
berupa pengukuran kondisi isik, kimia dan
biologi perairan waduk diperoleh di lapan-
gan dan sebagian dari hasil analisis di labo-
ratorium Kimia Air Universitas Setia Budi.
Data sekunder berasal dari hasil analisis
laboratorium terhadap parameter kualitas
air waduk yang dilakukan oleh Perum Jasa
Tirta (PJT). Data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber seperti hasil penelitian
terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta
dokumen dari berbagai instansi yang ber-
hubungan dengan topik yang diteliti.
Pelaksanaan Penelitian:
Teknik Penentuan Titik Penarikan sam-
pel air waduk mengacu prinsip pengelo-
laan dan pengambilan sampel lingkungan
(Anwar Hadi, 2005) dan Standar Nasional
Indonesia No. 6989.59:2008 tentang me-
tode pengambilan contoh air limbah dan
SNI 6989.57:2008 tentang pengambilan
contoh air permukaan. Penentuan lokasi
& titik pengambilan sampel di perairan
waduk ditetapkan secara purporsive (sen-
gaja) dengan alat bantu GPS. Pengambilan
sampel air lebih diarahkan pada pusat-pusat
kegiatan penduduk sebagai sumber aliran
limbah yang masuk ke perairan waduk
seperti permukiman, pertanian, perhotelan
(pariwisata), Restoran serta lokasi kegiatan
KJA. Penentuan titik-titik pengambilan
sampel air di sungai dengan pertimbangan
bahwa lokasi pengambilan sampel diduga
sebagai aliran limbah cair dari berbagai
kegiatan aktivitas penduduk yang mengalir
ke perairan waduk. Selanjutnya ditentukan
titik pengambilan sampel air, yaitu satu di
DAS dan satu lagi di perairan waduk den-
gan jarak 100 m dari DAS.
Pengambilan sampel air di waduk dilaku-
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 62
kan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval
waktu sebulan. Pengambilan sampel air di-
lakukan pada kedalaman 0 m (permukaan),
2 m dan 10 m yang dilakukan secara kom-
posit. Pada masing-masing titik sampling
diambil secara representatif sesuai aturan
SNI 6989.59:2008 dan 6989.57:2008 se-
banyak 5 liter dengan menggunakan water
sampler dan jerigen plastik 5 liter.Kemu-
dian sampel di bawa ke laboratorium Air
& Limbah Universitas Setia Budi untuk
analisis parameter-parameter isika, kimia
dan mikrobiologi.
Prosedur Analisis Sifat Fisika
Air Waduk mengacu SNI 06-2413-1991,
prosedur analisis COD mengacu SNI 06-
6989.2-2004, prosedur analisis oksigen
terlarut mengacu pada SNI 06-6989.14-
2004, prosedur analisis BOD mengacu
SNI 06-2503.2-1991,prosedur analisis TSS
mengacu SNI 06-6989.3-2004, prosedur
analisis N-NO2 mengacu SNI 06-6989.9-
204,prosedur analisis N-NH3 mengacu
SNI 06-6989.30-2005, prosedur analisis
Coliform mengacu SNI 19-3957-1995,
prosedur analisis Total Coliform mengacu
SNI 06-4158-1996.
Sumber dan Beban Pencemaran Perai-
ran Waduk.
Pengumpulan data untuk mengi-
dentiikasi sumber-sumber limbah yang
masuk ke perairan waduk dilakukan mela-
lui wawancara dan dari data sekunder.
Data beban limbah yang masuk ke perairan
waduk melalui sungai diperoleh melalui
pengukuran konsentrasi parameter beban
limbah pada setiap DAS yang mengalir ke
waduk, sedangkan pengumpulan data be-
ban limbah dari KJA, restoran, peternakan
dan hotel diperoleh melalui data analisis
lab, wawancara dan data sekunder.
Analisis data.
Analisis parameter isika, kimia &
mikrobiologi perairan waduk dilakukan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia
terkait dan memperbandingkan dengan PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu
air kelas II dan III (KLH, 2004).
Analisis Beban Penceman. Analisis be-
ban pencemaran yang berasal dari luar
danau (darat) dilakukan dengan perhitun-
gan secara langsung di DAS yang menuju
WGM. Cara perhitungan beban pencema-
ran ini didasarkan atas pengukuran debit
sungai dan konsentrasi limbah di muara
sungai berdasarkan persamaan (Mitsch &
Goesselink, 1993 dalam Marganof 2007):
BP = Q x C
Keterangan:
BP = beban pencemaran pertahun (ton/ta-
hun)
Q = debit sungai (m3/detik)
C = konsentrasi limbah (mg/liter)
Untuk mengkonversi beban limbah ke
dalam ton/tahun dikalikan dengan 10
-6
x
3600 x 24 x 360.
Analisis data besarnya beban limbah yang
berasal dari kegiatan KJA dilakukan den-
gan metode pendugaan total bahan organik
(Marganof 2007) dengan persamaan:
O = TU x TFW
Keterangan:
O = total output bahan organik partikel
TU = total pakan yang tidak dikonsumsi
TFW = total limbah feses
Hasil Dan Pembahasan
Hasil penelitian kondisi eksisting
WGM, meliputi kualitas perairan WGM
dari segi kimia, isika dan mikrobiologi.
Pembahasan kualitas air didasarkan pada
analisis data laboratorium terhadap be-
berapa parameter isika, kimia dan mik-
robiologi yang dibandingkan dengan baku
mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran. Untuk
mendapatkan gambaran selama beberapa
tahun maka digunakan pula data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber sep-
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 63
erti hasil penelitian terdahulu, hasil studi
pustaka, laporan serta dokumen dari ber-
bagai instansi yang berhubungan dengan
topik yang diteliti.
Kualitas Air Wgm
Air WGM sesuai peruntukkannya diman-
faatkan untuk budidaya ikan, air baku
air minum oleh PDAM Wonogiri, Energi
yang memutar turbin PLTA, Irigasi perta-
nian daerah hilir dan Pariwisata. Untuk itu
penilaian kualitas air didasarkan pada PP
Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencema-
ran. Berdasarkan hasil pemeriksaan labora-
torium tehadap beberapa parameter isika
pada air waduk yang berjarak 100 meter
dari DAS, dari aktivitas eksogenous mau-
pun indigenous terhadap beberapa param-
eter isika, kimia dan mikrobiologi adalah
sebagai berikut:
Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh
yang nyata terhadap proses pertukaran atau
metabolisme makhluk hidup. Selain mem-
pengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga
berpengaruh terhadap kadar oksigen yang
terlarut adalam air, juga berpengaruh terh-
adap pertumbuhan dan nafsu makan ikan.
Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai
syarat rangsangan alam yang menentukan
beberapa proses seperti migrasi, bertelur,
metabolisme, dan lain sebagainya. Dipe-
rairan lokasi budidaya ikan sistem karamba
mempunyai kisaran suhu antara 27 - 30C.
Ikan dapat tumbuh dengan baik pada kisa-
ran suhu 25- 32C, tetapi dengan peruba-
han suhu yang mendadak dapat membuat
ikan stress.
Berdasarkan hasil pemantauan
peneliti selama 7 bulan dari bulan April
2010 sampai Oktober 2010 diperoleh rata-
rata suhu perairan pada titik sampling ka-
ramba jaring apung 31,2 C, titik sampling
di tengah-tengah waduk 30C. Suhu air
waduk yang berjarak 100 m dari DAS
Keduang 31,20C, DAS Bengawan Solo
30,40C, DAS Alang Unggahan 30,20C,
DAS Wiroko 30,70C, DAS Temon. Den-
gan demikian kisaran suhu di lokasi budi-
daya ikan di Waduk Serbaguna Wonogiri
masih sesuai untuk budidaya ikan.
Jika dibandingkan dengan Baku Mutu Ku-
alitas Air pada PP Nomor 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pen-
gendalian Pencemaran, maka seluruh titik
sampling pada air WGM masih memenuhi
kualitas suhu air normal alamiah 3 C.
Kekeruhan
Kekeruhan diartikan sebagai in-
tensitas kegelapan di dalam air yang dis-
ebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan
oleh adanya partikel-partikel suspensi sep-
erti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organ-
ik terlarut, bakteri, plankton dan organisme
lainnya. Kekeruhan perairan menggam-
barkan sifat optik air yang ditentukan ber-
dasarkan banyaknya cahaya yang diserap
dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat dalam air. Kekeruhan yang ter-
jadi pada perairan tergenang seperti waduk
lebih banyak disebabkan oleh bahan ter-
suspensi berupa koloid dan parikel-partikel
halus.
Gambar 1. Sebaran suhu perairan
WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 64
Hasil pengamatan terhadap
kekeruhan pada beberapa titik sampling
berkisar antara 9-245 NTU. Nilai kekeru-
han terendah 9 NTU terdapat pada titik
sampling tengah waduk, hal ini menunjuk-
kan sedikitnya padatan tersuspensi pada
lokasi tersbut, sedangkan nilai tertinggi 245
NTU terdapat pada titik sampling waduk
yang berjarak 100m dari DAS Keduang,
hal ini dikarenakan banyaknya padatan ter-
suspensi berupa sedimen yang dibawa oleh
air sungai DAS Keduang.
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan yang ditentukan se-
cara visual dengan menggunakan secchi
Kekeruhan digunakan untuk menyatakan
derajat kegelapan di dalam air yang dis-
ebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.
Kekeruhan mempengaruhi penetrasi ca-
haya matahari yang masuk ke badan perai-
ran, sehingga dapat menghalangi proses
fotosintesis dan produksi primer perairan.
Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel
anorganik yang berasal dari erosi dari DAS
dan resuspensi sedimen di dasar waduk.
Kekeruhan memiliki korelasi positif den-
gan padatan tersuspensi, yaitu semakin
tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi
pula nilai padatan tersuspensi (Marganof,
2007).
disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan
sangat dipengaruhi oleh keberadaan pada-
tan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-
partikel dan warna air. Pengaruh kandun-
gan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai
dapat mengakibatkan tingkat kecerahan
air waduk menjadi rendah, sehingga dapat
menurunkan nilai produktivitas perairan.
Parameter kecerahan dapat untuk
mengetahui sampai dimana proses asimila-
si dapat berlangsung di dalam air. Air yang
tidak terlampau keruh dan tidak terlampau
jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeru-
han yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plank-
ton. Hasil pemeriksaan laboratorium nilai
kecerahan WGM dari tahun 1995 1999
berkisar antara 98,2 102 cm, tahun 2002
sebesar 84 cm (Pujiastuti, 2003), 82,2 cm
(Pujiastuti, 2009) dan pada penelitian ini
berkisar antara 40-82 cm.
Nilai kecerahan pada perairan
WGM dan lokasi budidaya ikan karamba
jaring apung mengalami penurunan. Hal
ini mungkin disebabkan oleh akumulasi
pakan ikan dan sedimentasi air waduk aki-
bat erosi di daerah hulu. Nilai kecerahan
yang baik untuk pemeliharaan ikan adalah
antara 98,2 102 cm.
TSS
Total Suspended Solid (TSS)
suatu contoh air adalah jumlah bobot ba-
han yang tersuspensi dalam suatu volume
air tertentu, dengan satuan mg perliter
(Sastrawijaya, 2000). Padatan tersuspensi
terdiri dari komponen terendapkan, ba-
han melayang dan komponen tersuspensi
koloid. Padatan tersuspensi mengandung
bahan anorganik dan bahan organik. Bahan
anorganik antara lain berupa liat dan buti-
ran pasir, sedangkan bahan organik berupa
sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi
lainnya seperti sel alga, bakteri dan seba-
gainya (Marganof, 2007), dapat pula be-
rasal dari kotoran hewan, kotoran manusia,
lumpur dan limbah industri (Sastrawijaya,
Gambar 2. Sebaran Kekeruhan
Perairan WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 65
2000).
Zat padat tersuspensi pada baku mutu air
kelas dua dipersyaratkan maksimal 50
mg/l, kelas tiga dipersyaratkan maksi-
mal 400 mg/l. Hasil analisis laboratorium
adalah 241 mg/l (Pujiastuti, 2009), Ten-
gah waduk berkisar antra 26,3-76,0 (PJT,
2010). Pada penelitian ini TSS pada titik
sampling berkisar antara 24-228 mg/L. Pa-
datan terlarut di tengah WGM 24 mg/L
dan dibeberapa lokasi masih dibawah baku
mutu, sedangkan air waduk yang berjarak
100m dari DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo dan DAS Alang Unggahan tidak me-
menuhi syarat.
Nilai total padatan terlarut yang
didapatkan pada penelitian ini lebih ren-
dah dari nilai total padatan tersuspensi. Hal
ini menggambarkan bahwa padatan yang
masuk ke perairan WGM lebih banyak
yang berbentuk padatan yang ukurannya
besar (padatan tersuspensi), atau padatan
yang terdapat di perairan WGM lebih di-
dominasi oleh padatan yang berasal dari
lumpur.
Warna
Warna air mempunyai hubungan
dengan kualitas perairan. Warna perairan
dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut
dan padatan tersupensi (Sastrawijaya,
2000). Hasil pengukuran nilai warna perai-
ran di WGM berkisar antara 3-65 unit PtCo.
Nilai ini menggambarkan bahwa perairan
WGM dari DAS Keduang dan DAS Alang
Unggahan melebihi nilai perairan alami
yang digunakan sebagai sumber air baku
air minum, yaitu 10 unit PtCo. Berdasar-
kan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai
warna untuk air minum maksimal 15 unit
PtCo, maka perairan WGM masih layak
digunakan sebagai sumber air baku air
minum. Nilai warna perairan ini diduga
ada kaitannya dengan masuknya limbah
organik dan anorganik yang berasal dari
kegiatan KJA dan permukiman penduduk
di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga
dapat meningkatkan blooming pertumbu-
han itoplankton dari ilum Cyanophyta
(Marganof, 2007).
Derajad Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan
gambaran jumlah atau aktivitas ion hidro-
gen dalam perairan Derajad keasaman
menunjukkan suasana air tersebut apakah
masih asam ataukah basa. Secara umum
nilai pH menggambarkan seberapa be-
sar tingkat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa
(Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikar-
bonat dan hidroksida akan menaikkan ke-
basaan air, sementara adanya asam-asam
mineral bebas dan asam karbonat menai-
kkan keasaman suatu perairan. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Mahida (1993)
menyatakan bahwa limbah buangan indus-
tri dan rumah tangga dapat mempengaruhi
nilai pH perairan.
Derajad keasaman mempunyai
pengaruh yang besar terhadap tumbuh-
tumbuhan dan hewan air, sehingga sering
dipergunakan sebagai petunjuk untuk un-
tuk menyatakan baik buruknya keadaan
air sebagai lingkungan hidup biota air.
Gambar 3.Sebaran Nilai TSS Perairan
WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 66
angka 5,3 - 7,5 mg/l dan tahun 2002 menun-
jukkan angka 6,1 mg/l (Pujiastuti, 2003).
Penelitian Pujiastuti (2009) menunjukkan
kandungan paling rendah 5,9 mg/l di zona
pertanian dan paling tinggi 7,3 mg/l di zona
inlet PLTA, sedangkan di zona budiday-
apun kandungan oksigen terlarut 6,1 mg/l.
Sebaran oksigen terlarut pada penelitian
ini antara 4,46 7,70 mg/L. Kualitas air
WGM mengalami tren yang menurun dari
tahun ke tahun. Oksigen terlarut air waduk
pada titik sampling air waduk pada100 me-
ter dari DAS Wiroko dan KJA tidak me-
menuhi baku mutu air pada semua kelas I.
Kandungan oksigen terlarut ini memberi-
kan gambaran bahwa secara umum perai-
ran WGM sudah tercemar oleh bahan or-
ganik yang mudah terurai dari limbah cair
hotel dan restoran disekitar WGM.
Biological Oxygen Demand
BOD (Biological Oxygen De-
mand) merupakan salah satu indikator
pencemaran organik pada suatu perairan.
Bahan organik akan distabilkan secara bi-
ologis dengan melibatkan mikroba melalui
sistem oksidasi aerobik atau anaerobik,
maka jumlah oksigen yang dibutuhkan
Data yang diperoleh selama kurun waktu
1995-2003, keasaman air WGM sekitar 7,5
- 8,4 (Pujiastuti, 2003). Derajad keasamana
daerah inlet berkisar 7,13 - 7,48 dan zona
budidaya ikan karamba adalah 7,7 (Pujias-
tuti, 2009). Rata-rata pH air WGM 6,7-8.0
(PJT,2009). Pada penelitian ini rata-rata pH
air WGM berkisar antara 6,7-7,67. Sebarab
pH perairan WGM pada penelitian ini disa-
jikan dalam gambar 4.
Perairan yang baik untuk budi-
daya ikan adalah perairan dengan derajat
keasaman 6 - 8,7 (Suhaili Asmawi, 1984).
PP. No. 82 tahun 2001 mensyaratkan kuali-
tas air kelas II dan III berkisar antara 6-9.
Sehingga perairan WGM masih sesuai un-
tuk sumber air PDAM, PLTA dan budidaya
ikan.
Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu
gas terlarut di perairan alami dengan ka-
dar bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmos-
ir. Selain diperlukan untuk kelangsungan
hidup organisme di perairan, oksigen juga
diperlukan dalam proses dekomposisi se-
nyawa-senyawa organik menjadi senyawa
anorganik. Sumber oksigen terlarut teruta-
ma berasal dari difusi oksigen yang terdap-
at di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air
terjadi secara langsung pada kondisi stag-
nant (diam) atau karena agitasi (pergolakan
massa air) akibat adanya gelombang atau
angin (Marganof, 2007). Kandungan oksi-
gen terlarut menunjukkan jumlah oksigen
yang terlarut di dalam air. Adanya oksigen
yang terlarut dalam air secara mutlak teru-
tama dalam air permukaan. Dalam hubun-
gannya dengan pencemaran limbah pakan
ikan dalam KJA dan limbah domestic, pen-
gukuran oksigen terlarut merupakan dasar
pengukuran BOD. Sebaran oksigen terlarut
perairan WGM disajikan pada gambar 5.
Berdasarkan PP 82 tahun 2001,
golongan kelas II sebagai air baku air mi-
num minimum 4 mg/L dan kelas III mini-
mum 3 mg/L. Hasil pemeriksaan laborato-
rium pada tahun 1995 - 1999 menunjukkan
Gambar 4. Sebaran nilai pH perairan
WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 67
COD DAS. Hal ini menunjukkan bahwa
pada perairan waduk terjadi penumpukan
bahan organik yang berasal dari kegiatan
di badan perairan danau (KJA). Nilai COD
yang tinggi ditemukan pada perairan seki-
tar DAS Keduang, DAS Bengawan Solo,
Restoran dan kegiatan KJA, Peternakan.
Berdasarkan baku mutu air kelas
oleh mikroorganisme untuk memecah
(mendegradasi) bahan buangan organik
yang ada di dalam perairan tersebut di-
namakan dengan BOD (Wardhana, 2001).
Oksidasi aerobik dapat menyebabkan
penurunan kandungan oksigen terlarut di
perairan sampai pada tingkat terendah bah-
kan anaerob, sehingga dalam hal ini baketri
yang bersifat anaerob akan menggantikan
peran dari bakteri yang bersifat aerobik
dalam mengoksidasi bahan organik dengan
cara oksidasi anaerobik. Perairan dengan
nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa
bahan pencemar yang ada dalam perairan
tersebut juga tinggi, yang menunjukkan
semakin besarnya bahan organik yang ter-
dekomposisi menggunakan sejumlah oksi-
gen di perairan. Adapun sebaran nilai rata-
rata BOD
5
di perairan WGM diperlihatkan
pada gambar 6.
PP 82 tahun 2001 mensyaratkan BOD
maksimal 3 mg/L air kelas II dan 6 mg/L
pada air kelas III. Nilai BOD pada perai-
ran WGM berkisar pada 3,89-8,89 mg/L.
Perairan WGM sudah tercemar oleh ba-
han organik mudah terurai dan tidak layak
dipergunakan sebagai sumber air baku air
minum, namun masih dapat dipergunakan
untuk kegiatan budidaya ikan KJA.
Chemycal Oxygen Demand (COD)
Nilai COD menunjukkan ban-
yaknya oksigen yang diperlukan oleh oksi-
dator kalium dikromat untuk mengoksidasi
zat-zat organik yang terkandung dalam air
limbah menjadi karbondioksida dan uap
air. Nilai COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang
secara alamiah dapat tidak dapat dioksidasi
melalui proses mikrobiologi dan men-
gakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air. Bakteri dapat mengoksidasi zat
organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium
dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak
lagi, sehingga manghasilkan nilai COD
yang lebih tinggi dari BOD air yang sama
(Sastrawijaya, 2000).
Dari hasil analisis kualitas air
perairan WGM menunjukkan bahwa nilai
COD perairan berkisar antara 14,2738,83
mg/l, dengan nilai rata-rata 26,48 mg/l.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai
COD perairan waduk lebih tinggi dari nilai
Gambar 5. Sebaran nilai DO perairan
WGM
Gambar 6. Sebaran nilai BOD5 perai-
ran WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 68
industri (Marganof, 2007). Sebaran kand-
ungan nitrogen sebagai amoniak disajikan
pada gambar 9.
Baku mutu air kelas satu men-
syaratkan kandungan nitrogen sebagai
amoniak maksimum 0,5 mg/L, sedangkan
kelas dua sampai empat tidak dipersyarat-
kan. Untuk budidaya ikan Penelitian Pu-
jiastuti (2009) nilai maksimum diperoleh
0,4mg/L pada titik sampling sumber air
baku PDAM dan terendah 0,2 pada zona
wisata. Pada titik sampling zona budi-
daya ikan karamba diperoleh 0,33 mg/l.
II < 25 mg/ dan kelas III untuk <50 mg/L.
Jadi air perairan WGM telah mengalami
pencemaran oleh bahan organik sulit teru-
rai oleh mikroorganisme. Dengan demiki-
an perairan WGM secara umum tidak lagi
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
sumber air baku air minum, tapi masih
layak untuk perikanan, pertaian dan pem-
bangkit listrik tenaga air.
N-NO
3
, N-NO
2
, N-NH
3

Nitrat merupakan salah satu ben-
tuk nitrogen yang larut dalam air. Pence-
maran dari pemupukan, kotoran hewan dan
manusia merupakan penyebab tingginya
kadar nitrat. Sebaran nilai N-NO
3
pada
perairan WGM disajikan pada gambar 8.
Kandungan Nitrogen sebagai ni-
trat menurut PP 82 tahun 2001 Baku mutu
air kelas dua dan tiga maksimum 10mg/L.
Konsentrasi maksimum nitrat pada zona
wisata 1,05 mg/l dan minimum 0,18mg/L
pada titik input air PDAM. Jadi secara ke-
seluruhan kualitas air pada zona karamba
dan zona manfaat lainnya masih memenuhi
baku mutu (Pujiastuti, 2009). Hasil pene-
litian menunjukkan kandungan nitrat tert-
inggi 3,32 mg/L pada titik sampling budi-
daya ikan KJA. Kualitas air WGM masih
memenuhi baku mutu namun demikian
terjadi tren peningkatan kandungan nitrat,
yang disebabkan terjadinya penumpu-
kan limbah pakan ikan pada budiaya ikan
dengan system karamba jaring apung dan
masuknya limbah domestic melalui DAS
dan kegiatan penduduk sekitar waduk yang
mengalir ke WGM.
Amoniak merupakan senyawa nitrogen
yang berubah menjadi ion NH4 pada pH
rendah. Amoniak berasal dari limbah do-
mestic dan limbah pakan ikan. Ammonia
di perairan waduk dapat berasal dari nitro-
gen organik dan nitrogen anorganik yang
terdapat dalam tanah dan air berasal dari
dekomposisi bahan organik oleh mikroba
dan jamur. Selain itu, ammoniak juga be-
rasal dari denitriikasi pada dekomposisi
limbah oleh mikroba pada kondisi anaerob
(Sastrawijaya, 2000). Ammonia juga dapat
berasal dari limbah domestik dan limbah
Gambar 7. Sebaran nilai COD perairan
WGM
Gambar 8. Sebaran N-NO
3
Perairan
WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 69
bah pertanian (Marganof, 2007). Sebaran
Pospor sebagai pospat pada perairan WGM
disajikan pada gambar 11.
Baku mutu air kelas dua PP 82
tahun 2001 mensyaratkan kandungan to-
tal pospor sebagai pospat maksimal 0,2
mg/L, air kelas tiga maksimal 1mg/L. Ha-
sil pengukuran diperoleh sebaran kandun-
gan pospor sebagai pospat berkisar antara
0,06 0,37 mg/L. Hal ini menunjukkan
didekat perhotelan dan lokasi tengah-ten-
gah WGM. Tingginya kandungan nitrit di
perairan WGM diduga berasal dari masu-
kan limbah rumah tangga, pertanian dan
limbah KJA.
P-PO
4
Jadi kualitas air pada semua titik sampling
masih memenuhi baku mutu, akan tetapi
pada titik sampling input air baku PDAM
mendekati ambang batas. Sebaran Nitrogen
sebagai amoniak pada penelitian ini adalah
0,06-0,93 mg/L. Terjadi tren meningkat
pada kandungan nitrogen sebagai amoniak
pada perairan WGM, terutama pada zona
KJA dan air waduk disekitar lokasi peter-
nakan.
Nitrit merupakan senyawa nitrogen bera-
cun yang biasanya ditemukan dalam jum-
lah yang sangat sedikit (Marganof, 2007).
Sebaran kandungan nitrogen sebagai nitrit
disajikan pada gambar 10.
Kandungan nitrit di perairan
WGM berkisar antara 0,021,43 mg/L.
Baku mutu air kelas dua dan tiga mensyarat-
kan maksimal kandungan nitrit adalah 0,06
mg/L. Semua titik sampling pada perairan
WGM mengandung nitrit yang melebihi
baku mutu, kecuali lokasi peariran WGM
Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam
keadaan bebas melainkan dalam bentuk se-
nyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat
dan polifosfat) dan senyawa organik beru-
pa partikulat. Fosfat merupakan bentuk
fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tum-
buhan dan merupakan unsur yang esensial
bagi tumbuhan, sehingga menjadi faktor
pembatas yang mempengaruhi produktivi-
tas perairan. Fosfat yang terdapat di perai-
ran bersumber dari air buangan penduduk
(limbah rumah tangga) berupa deterjen,
residu hasil pertanian (pupuk), limbah in-
dustri, hancuran bahan organik dan mineral
fosfat. Umumnya kandungan fosfat dalam
perairan alami sangat kecil dan tidak per-
nah melampaui 0,1 mg/l, kecuali bila ada
penambahan dari luar oleh faktor antropo-
genik seperti dari sisa pakan ikan dan lim-
Gambar 9. Sebaran N-NH3 Perairan
WGM
Gambar 10. Sebaran kandungan Nitro-
gen sebagai Nitrit pada WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 70
air, terutama penyakit perut seperti tipus,
kolera dan disentri (Suriawiria, 1993).
bahwa semua lokasi perairan WGM telah
mengandung pospat yang melebihi baku
mutu air kelas satu dan dua. Telah terjadi
akumulasi pospat pada perairan WGM
yang berasal dari aliran air limbah kegia-
tan eksogenous di luar WGM seperti perta-
nian, peternakan, restoran, perhotelan, juga
bersal dari kegiatan indogenous yaitu budi-
daya ikan dalam jaring apung yang berasal
dari pengguakan pakan ikan.

Parameter Biologi
Parameter mikrobiologi yang
diukur untuk mengetahui kualits perairan
adalah Fecal Coliform dan total Coliform.
Bakteri Coliform dapat digunakan seba-
gai indikator adanya pencemaran feses
atau kotoran manusia dan hewan di dalam
perairan. Golongan bakteri ini umumnya
terdapat di dalam feses manusia dan he-
wan. Oleh sebab itu keberadaannya di da-
lam air tidak dikehendaki, baik ditinjau dari
segi kesehatan, estetika, kebersihan mau-
pun kemungkinan terjadinya infeksi yang
berbahaya. Beberapa jenis penyakit dapat
ditularkan oleh bakteri coliform melalui
Baku mutu air kelas satu mensyaratkan
keberadaan Fecal coliform tidak boleh
melebihi 100 sel/100ml, sedang untuk
air kelas dua tidak boleh lebih dari 1000
sel/100ml, dan untuk air kelas tiga tidak
boleh melebihi 2000 sel/100ml. Total Coli-
form dalam baku mutu air kelas satu tidak
boleh melebihi 1000 sel/100ml, air kelas
dua tidak boleh melebihi 5000 sel/100ml
dan air kelas tiga tidak boleh melebihi
10.000 sel/100ml. Sebaran keberadaan fe-
cal Coliform dan total Coliform pada perai-
ran WGM disajikan pada gambar 12.
Berdasarkan pengukuran diper-
oleh sebaran Fecal Coliform pada perai-
ran WGM berkisar antara 110 - >2400
sel/100ml. Sedangkan Total Coliform
berkisar antara 1100 - >2400 sel/100ml.
Perairan WGM telah terjadi pencemaran
bakteri yang berasal dari feses ikan, feses
manusia dan kotoran hewan.
Beban Pencemaran Wgm
Beban pencemaran pada hakikat-
nya adalah jumlah massa pencemar dalam
badan air pada periode tertentu. Beban
pencemaran (BP) adalah konsentrasi bahan
pencemar (C) dikalikan kapasitas aliran air
(Q) yang mengandung bahan pencemar.
Artinya adalah jumlah berat pencemar
dalam satuan waktu tertentu, misalnya
kg/hari, maka beban pencemaran yang
diijinkan masuk kedalam badan air dapat
dihitung, yakni mengalikan konsentrasi pa-
rameter baku mutu dengan debit air nyata
pada sungai.
Penghitungan beban pencemaran bertujuan
untuk mengetahui dan mengidentiikasi
sumber pencemaran, jenis pencemar dan
besarnya beban pencemar yang masuk ke
perairan waduk. Analisis beban pencema-
ran pada penelitian ini digunakan pendeka-
tan perhitungan berdasarkan beban lim-
bah cair yang masuk melalui sungai dari
parameter organik (BOD & COD), erosi
(TSS) dan zat hara (Nitrogen dan pospat).
Gambar 11. Sebaran Pospor sebagai
pospat di perairan WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 71
11-13% (PT Central Pangan Pertiwi). Pada
saat survei lapangan jumlah pakan yang
diberikan dihitung terlebih dahulu dengan
memperhitungkan jumlah populasi yang
ada. Dengan padat tebar sebesar 214,4 kg
benih yang ditebar, pemberian pakan 3%
Kegiatan diluar (excogenous activity)
WGM
WGM mendapatkan aliran limbah berasal
dari kegiatan masyarakat disekitar waduk,
seperti restoran, peternakan, pertanian,
hotel dan aliran limbah dari kegiatan pen-
duduk yang mengalir ke waduk melalui
aliran DAS. Ada lima DAS yang menjadi
focus penelitian ini yaitu DAS Keduang,
DAS Bengawan Solo, DAS Alang Ungga-
han, DAS Wiroko da DAS Temon. Sebaran
beban pencemaran dari exogenous activity
disajikan pada gambar 13.
Hasil pengukuran menunjukkan
beban pencemar yang paling besar masuk
keperairan WGM adalah TSS yang berasal
dari DAS Keduang dengan sumbangan be-
ban pencemar 291,84 ton/th. DAS mem-
bawa sedimen akibat erosi tanah yang ada
disekitarnya pada saat hujan dengan total
beban pencemaran akibat sedimen ini ada-
lah 891,71 ton/th. Beban pencemaran or-
ganic yang ditunjukkan dengan pendekatan
BOD dan COD menempati urutan kedua
sebagai penyumbang pencemar ke perairan
WGM.
Kegiatan di dalam WGM (indogenous
activity)
Kegiatan yang berlangsung di da-
lam perairan WGM adalah budidaya ikan
dalam karamba jaring apung (KJA). Usa-
ha KJA WGM meningkat dari tahun 1997
berjumlah 185 petak menjadi 231 petak
(Pujiastuti, 2003), menurut pengamatan
lapangan jumlah KJA berjumlah 1186
petak. Kepemilikan KJA didominasi oleh
PT. Aquafarm, dengan sistem pemberian
pakan adalah setiap pagi dan sore hari. Se-
tiap petak KJA berisi 100 ekor ikan den-
gan berat rata-rata 1 1,5 kg/ikan.
KJA mengembangkan ikan nila
merah dan karper yang mendapat pakan
berupa pellet, yang diberikan secara di
tabur. Kandungan gisi pellet ikan CP 788
adalah mengandung protein 26-28%, lemak
35%, serat 4-6%, abu 5-8% dan kadar air
Gambar 12. Sebaran Fecal Coliform
dan Total Coliform Perairan WGM
Gambar 13. Beban pencemaran dari
aktivitas di luar perairan WGM
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 72
dari berat total biomass ikan yaitu sebesar
6,4 kg pakan perhari. Frekuensi pemberian
pakan setiap hari antara jam 12 00 13. 00
WIB, dan sore hari jam 17.00-18.00 WIB
(Pujiastuti P., 2003). Untuk menentukan
jumlah pakan yang di berikan pada waktu
selanjutnya perlu dilakukan sampling ikan,
misalnya diperoleh berat rata-rata ikan
sebesar 93 gram per ekor, ikan yang disam-
pling sejumlah 4-8 ekor, pemberian pakan
selanjutnya meningkat menjadi 17,08 kg/
hari. Pada sampling yang ke tiga atau pada
tujuh minggu pemeliharaan diperoleh berat
ikan rata-rata 138 gram/ekor. Dari data ha-
sil sampling selain dapat ditentukan jum-
lah pakan yang akan diberikan juga dapat
menentukan perkembangan berat ikan se-
lama pemeliharaan. Pola pemberian pakan
yang dilakukan selama puluhan tahun ini
sedikit banyak dapat merubah kualitas air
waduk Gadjah Mungkur Wonogiri.
Berdasarkan hasil survai jumlah
KJA yang terdapat di perairan WGM se-
banyak 1186 petak yang dipasang pada se-
luruh kawasan zona budidaya WGM. Pada
KJA tersebut dibudidayakan ikan nila mer-
ah dan karper dengan padat tebar 214,4 kg
benih yang ditebar /unit KJA dan berat ikan
rata-rata 100 gram/ekor. Dengan demikian
jumlah ikan di dalam KJA tersebut seban-
yak 25.427.840 ton. Menurut Marganof
(2007), rata-rata jumlah pakan yang diberi-
kan untuk ikan nila merah dan karper untuk
satu unit KJA adalah 50 kg/hari. Jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk 1 unit KJA
selama satu periode pemeliharaan adalah
4,500 ton. Adapun lama waktu untuk satu
periode pemeliharaan (saat mulai menebar
sampai panen) dibutuhkan waktu tiga bu-
lan. Dengan demikian jumlah pakan yang
diberikan untuk 1186 unit KJA di WGM
dalam satu kali panen adalah 5.337.000 ton
atau 21.348.000 ton per tahun.
Petani KJA menggunakan pakan
(pellet) dengan kandungan protein 18%.
Untuk menentukan kandungan nitrogen dan
fosfor yang terdapat dalam pakan, dilaku-
kan dengan perkalian antara jumlah pakan
(JP) yang diberikan dengan konstanta pa-
kan (N = 4,86% dan P = 0,26%) (Nastiti et
al., 2001 dalam Marganof, 2007). Dengan
demikian, jumlah nitrogen dan fosfor yang
terkandung dalam pakan yang diberikan
pada kegiatan KJA di WGM adalah N =
1.037.512,8 ton dan P= 55.504,8 ton. Dari
pakan yang diberikan tersebut hanya 70%
yang dimakan oleh ikan, dan sisanya se-
banyak 30% akan lepas ke badan perairan
waduk sebagai bahan pencemar atau lim-
bah (Rachmansyah, 2004; Syandri, 2006
dalam Marganof, 2007). Sementara itu,15
30% dari nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam
pakan akan diretensikan dalam daging ikan
dan selebihnya terbuang ke badan perairan
danau (Beveridge, 1987; Avnimelech, 2000
dalam Marganof, 2007)). Dengan demiki-
an dapat ditentukan jumlah beban limbah
nitrogen (N) dan fosfor (P) dari kegiatan
KJA yang masuk ke badan perairan WGM
yaitu nitrogen sebesar 819.635,1 ton per
tahun, dan fosfor sebesar 43.848,79 ton per
tahun.
Beban limbah yang masuk ke
badan perairan WGM tersebut, menurut
Midlen dan Redding (2000) dalam Mar-
ganof (2007) yang berada dalam keadaan
terlarut adalah 10% fosfor (P) atau sebesar
4.384,879 ton dan 65% nitrogen (N) atau
sebesar 532.762,8 ton, yang berada da-
lam bentuk partikel adalah 65% fosfor (P)
28.501,71 ton dan 10 % nitrogen (N) atau
sebesar 81.963,51 ton. Sisa pakan dalam
bentuk partikel ini akan mengendap men-
jadi sedimen di dasar perairan WGM.
Kesimpulan
Terdapat beberapa parameter
kualitas perairan WGM yang melampaui
baku mutu air kelas dua dan tiga PP Nomor
82 tahun 2001 yaitu:
TSS pada DAS Keduang, DAS Bengawan
Solo, DAS Alang Unggahan dan DAS Te-
mon.
DO pada semua area perairan yang diteliti.
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 73
BOD pada semua area perairan yang diteli-
ti.
COD pada hampir semua wilayah perairan
WGM yang diteliti, kecuali tengah waduk
dan lokasi 100 m dari DAS: Temon, Alang
dan Wiroko.N-NO
2
pada semua wilayah
perairan yang diteliti
P-PO
4
pada semua wilayah WGM kecuali
lokasi di tengah-tengah waduk.
Fecal Coliform pada DAS Bengawan
Solo, peternakan, KJA dan tengah-tengah
WGM.
Total Coliform pada KJA, peternakan,
pertanian, DAS Bengawan Solo dan DAS
DAS Keduang.
Beban pencemaran yang berasal dari ex-
ogenous activity masuk ke wilayah perai-
ran WGM paling besar adalah TSS yang
berasal semua DAS terutama dari DAS
Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedang-
kan dari indigenous activity berupa lim-
bah pakan ikan dari budidaya ikan dalam
KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen
81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/
th.
Saran
Pemerintah dalam hal ini PJT hen-
daknya secara periodik memantau kualitas
WGM dengan memperluas area sampling.
Data kualitas perairan WGM dari tahun ke
tahun dan kondisi eksisting dapat diguna-
kan untuk membuat model pengendalian
pencemaran perairan di WGM, sehingga
diperoleh sebuah kebijakan pengendalian
pencemaran perairan WGM
Daftar Pustaka
Asmika harnalis, 2006, Kajian Keterkaitan
Antara Cadangan Oksigen dengan
Beban Masukan Bahan Organik di
Waduk Ir.H. Juanda, http://www.
damandiri.or.id/ile/asmikaharnali-
simarmataipb.pdf
Bappeda, 2007, Neraca Kualitas Ling-
kungan Hidup Daerah Kabupaten
Wonogiri, Bappeda Kabupaten
Wonogiri.
Bapedal, 1994, Standar Nasional Indone-
sia Pengujian Kualitas Air Sum-
ber dan Limbah Cair, Jakarta:
Direktorat Pengembangan Labo-
ratorium Rujukan dan Pengolahan
Data, Badan Pengendali Dampak
Lingkungan.
Brahmana, S.S., Suyatno., S. Bahri dan R.
Fanshury, 2002, Pencemaran Air
dan Eutroikasi Waduk Karangkates
dan Upaya Penanggulangannya,
Jurnal Penelitian dan Pengemban-
gan Pengairan 16 (49):73-81.
Daniel H. Ndahawali, 2000, Dampak Bu-
didaya Ikan Terhadap Pencema-
ran Perairan, Laporan Peneliian
Program Pasca Sarjana Prodi Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia.
Dinas Perikanan & Kelautan, 2007, Lapo-
ran Tahunan. Dinas Perikanan &
Kelautan Kabupaten Wonogiri
Eriyanto, 2003, Ilmu system;Apa dan Ba-
gaimana. Centre for System Studies
and Development (CSSD) Indone-
sia, Jakarta.
Haryadi, S. 2003. Pencemaran daerah
aliran sungai (DAS). Di dalam
Manajemen Bioregional Jabo-
detabek : Tantangan dan Harapan.
Workshop Pengembangan Konsep
Bioregional Sebagai Dasar Pen-
gelolaan Kawasan Secara Berkelan-
jutan. Bogor, 4-5 November 2002.
Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bo-
gor. pp. 165-172
Haryani, G.S. 2004. Menuju Pemanfaatan
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 74
Air dan Pengendaian Pencemaran
Air. Kementrian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Marganof, 2007, Model Pengendalian
Pencemaran Perairan Di Danau
Maninjau Sumatra Barat, Laporan
hasil penelitian Sekolah Pasca Sar-
jana IPB Bogor, http://www.daman-
diri.or.id/ile/marganoipb.
Mahbud, B., 1990, PenilaianPencemaran
Air dengan Indeks. Jurnal Peneli-
tian & Pengembangan Pengairan
17:10-17.
Mitsch, W.J. and J.G. Gosselink, 1994, Wet
Land, In Water Quality Prevention,
Identiication and Management of
Diffuse Pollution. Van Nostrand
Reinhold, New York.
Pujiastuti, P., (2003) Dampak Budidaya
Ikan Dalam Karamba Jaring Apung
Terhadap Perkembangan Biota Air
Lokal di WGM, Prosiding Seminar
Nasional Unika Soegijopranoto Se-
marang, ISBN 979-8366-61-1i,
Pujiastuti, P., (2004) Pengembangan
Wilayah Ekosistem Daerah Tang-
kapan WGM, Perpustakaan USB,
Surakarta.
Pujiastuti, P., (2009) Deteksi Dini Dampak
Berantai Budidaya Ikan KJA Terh-
adap Nilai Manfaat WGM., Fakul-
tas Teknik Universitas Setia Budi
Surakarta.
Satari, G. 2001. Pengelolaan dan peman-
faatan danau dan waduk. Di dalam
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dan-
au dan Waduk. Proseding Semiloka
Nasional. Universitas Padjadjaran
Bandung. Bandung. pp. 3-41- 3-47.
sumberdaya perairan darat berke-
sinambungan: permasalahan dan
solusinya. Di dalam Peran Strategis
Data dan Informasi Sumberdaya
Periran Darat dalam Pembangu-
nan Nasional. Seminar Nasional
dan Limnologi. Bogor, 28 Juli 2004.
LIPI. pp. 15-22
Hasan Z., 1993, Pengaruh Kegiatan Budi-
daya Ikan dalam Jaring Apung Ter-
hadap Tingkat Kesuburan Perairan
dan Komunitas Fitoplankton di
Waduk Saguling Jawa Barat, Tesis
Program Pasca Sarjana IPB.
Ika, 2008, Kliping Lainnya WALHI Kalsel
Ikan Waduk Tercemar Merkuri, klip-
inglainnya.blogspot.com/2008/02/
ika.
Indonesia Power, 2001, Beban di Hulu
Ancam Kondisi Waduk, Majalah
Bulanan Indonesia Power edisi Mei
Tahun 2001.
Kaslan A. Thohir, 1991, Butir-butir Tata
Lingkungan, Jakarta: Penerbit Rine-
ka Cipta.
Koesitranata, N.A., S. Nuntapotidec, Su-
patanasikasem, and A. Ittharatana,
1989. Report of the Assesment of
Pollution from Land-Base source
and their Impact on the Enviroment.
Ofiser of National envoromental
Board (ONEB), Thailand.
Kompas, 2009, 13.000 Ton Ikan Karamba
Maninjau Mati, Terbit 7-8 Janu-
ari 2009, http://kadaikopi.carpedi-
em123.com/?p=750)
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup,
2004, Peraturan Pemerintah Re-
publik Indonesia Nomor 82 Tahun
2004 tentang Pengelolaan Kualitas
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 75
Sumarna, 2005, Harus Ada Perbaikan
Pembangkit (laporan utama), Ma-
jalah Bulanan Indonesia Power
edisi 3 tahun 2005.
Wisnu A.W., 2001, Dampak Pencemaran
Lingkungan, Yogyakarta: Penerbit
Andi.
[WHO] World Health Organization, 1993,
Rapid Assesment of Sources of Air,
Water, and Land Pollution. Genewa,
Switzerland
Sudarmono, 2006, Budidaya Karamba
Apung Serta Peranannya Bagi
Pendapatan Pemilik Karamba di
Perairan Waduk Gadjah Mungkur
Kabupaten Wonogiri, jtptums-gdl-
S1-2006-sudarmonoe-3004-ums
Digital Library-GDL4.0
Sihotang B., 2009, Dampak Pencemaran
Keramba Jaring Apung (KJA) PT.
Aquafarm Nusantara, Up load Min-
ggu, 01 Februari 2009 14:07 http://
www. benss. co. cc/ l i ngkungan-
hidup-sda/134-penelitian-dampak-
pencemar an- ker amba- j ar i ng-
apung-kja-pt-aquafarm-nusantara.
Soemarno, 2003, Pendekatan & Pemod-
elan Sistem, MK Pemodelan, Pro-
gram Pasca Sarjana Universitas
Brawijaya, Malang, http://images.
soemarno.multply.com
Kualitas Dan Beban Pencemaran Peni Pujiastuti, Bagus Ismail,
Perairan Waduk Gajah Mungkur dan Pranoto

Anda mungkin juga menyukai