PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI IV
CAP INDUCED SEPSIS
DisusunOleh :
Kelompok 2
Kelas A
Putri Kusuma Wardani
G1F010001
Sani Zakkia A
G1F010009
Reza Rahmawati
G1F010025
Eka Wulandari
G1F010035
Amanda Prita K
G1F010047
Indra Pradipta
G1F010057
Kartiko Wicaksono
G1F010061
Nasyiatul Aisyiyah
G1F010073
Judul
CAP Induced Sepsis
II.
Dasar Teori
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme.Ditandai
dengan panas,
takikardia,
takipnea,
organ berhubungan
Suspected infection
Terminology
dalam
sepsis
menurut American
College of
Chest
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Sepsis sistemik
Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas,
yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini:
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Severe Sepsis
Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi.Hipoperfusiataugangguanperfusi mungkin juga disertai dengan asidosis
laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak.
Shok sepsis
Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah
dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa
Perubahan sirkulasi
Tachycardia
Tachypnea
Hypotensi
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai
kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per
menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk menghitung napanapas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan
sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk
yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah
agak mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai
sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya
dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif
dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium.
Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau
alur-alur merah pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur
ini disebabkan oleh perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh
darah lokal atau pembuluh-pembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis
merah adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran
infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
Komplikasi Sepsis:
ARDS
Perdarahan usus
Gagal hati
Gagal jantung
Kematian
mikroorganisme
(bahankimia,
radiasi,
aspirasibahantoksikdll)
disebut
pneumonitis.
Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam beberapacara. Patolog awalnya
diklasifikasikan mereka sesuai dengan perubahan anatomi yang ditemukan di paruparuselamaotopsi.Seperti lebih dikenal tentang mikroorganisme penyebab pneumonia,
klasifikasi
mikrobiologis
muncul,
dandengan
munculnya
x-ray,
klasifikasi
radiologi.Sistem lain yang penting dari klasifikasi adalah klasifikasi klinis gabungan,
yang menggabungkan faktor-faktor seperti usia, factor risiko untuk mikro organism
tertentu, adanya penyakit paru yang mendasari dan penyakit sistemik yang mendasari,
dan apakah orang tersebut baru-baru ini dirawat di rumahsakit.
Komunitas-acquired pneumonia (CAP) adalah pneumonia menular pada orang
yang belum baru saja dirawat di rumahsakit. CAP adalah jenis yang paling umum
pneumonia. Penyebab paling umumdari CAP bervariasi tergantung pada usia
seseorang, namun mereka termasuk''Streptococcus pneumoniae'', virus, bakteri
atipikal,
pneumonia
dan
Haemophilusinfluenzae''''.
merupakan
penyebab
paling
Secara
keseluruhan,''''Streptococcus
umum
pneumonia
komunitas
di
Batuk-batuk bertambah
III.
Profil Pasien
: 63 tahun
: Depok Jaya, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat
NRM
: 368-xxxx
MRS
: 23 April
Sejak 10 jam SMRS pasien mengalami penurunan kesadaran, diajak bicara tidak
merespon. Pasien tidak ada kelemahan sesisi, mulut tidak mencong, bicara tidak pelo,
tidak ada riwayat jatuh, sering lupa, tidak ada keluhan pusing berputar. Ada riwayat
hipertensi, pasien tidak kontrol teratur, namun tidak diketahui sejak kapan tidak
kontrol teratur.
Pasien dirawat di IGD selama 6 hari sambil menunggu kamar kosong. Sempat
mengalami tidak bisa kontak sama sekali selama 2 hari, setelah itu dapat melakukan
kontak lagi dengan orang-orang sekitar.
2)
3)
4)
T > 38oC
Pasien menunjukkan tanda-tanda SIRS, pasien terdiagnosa sepsis karena CAP. Hasil
kultur belum keluar. Antibiotik empiris CAP pada pasien non ICU yang digunakan
adalah golongan Fluoroquinolon.
2)
: 58 kg
TB
: 160 cm
Data Klinik
HCU
Kondis
Kadar
i klinik
Norma
24/4
25/4
26/4
27/4
28/4
29/4
30/4
120/
140/
130/7
144/7
142/7
158/7
60
70
36,7
37,5
36,5
38,5
36,5
36,5
36,9
l
TD
120/80 140/9
36-37
FN
80-100 104
62
84
100
88
84
75
FP
12 -20
20
32
40
12
13
Vent.
SPO2
94
96%
99%
99%
99%
24
98%
100 %
Rhonc
+/+
hi
Sesak
Batuk
Dahak
V.
Data Laboratorium
1/5 2/5
Parameter
Darah
Satuan
Norm 16/4
18/
20
23/
al
/4
12,
11
11,
,9
33,
32
32,
,6
24/4
25/4
26/4
27/4
28/
29/4
perifer
lengkap
Hb
g/dl
12.1
10,9
9,9
9,7
9,3
30,5
29,7
28,4
3,4
3,24
3,2
89,7
91,7
88,8
15.3
Ht
36%-
30,2
44.6
%
Eritrosit
106/L
3,5
5
MCV/VER
fL
8097.6
MCH/HER
pg
27-33
29,1
29,9
29,1
MCHC/KHER
g/dl
33-36
32,5
32,7
32,7
Jumlah
103/L
150 216
20
24
374
425
433
341
400
19,
13
11,
16,1
13,3
9,89
,4
trombosit
Jumlah leukosit
103/L
5-10
28,6
Hitung jenis
Basofil
0-1
0,1
0,2
0,3
Eosinofil
1-3
0,7
1,6
2,5
Neutrofil
50-70
88,3
85,1
84,2
Limfosit
20-40
4,8
7,6
6,0
Monosit
2-8
6,1
5,5
7,0
LED
mm
< 15
45
80
100
meq/L
135-
Elektrolit
darah
Na
130
134
136
126
135
135
4,58
4,4
4,31
4,46
3,9
3,98
147
K
meq/L
3.5-5
2
Cl
meq/L
95-
100
103
103
91,2
101
8,2
7,2
110
Ca
mg/dl
8.610.3
98,3
Analisis
Gas Satuan
Darah
pH
Kadar
18/
20/
23/
Norm
6/
al
24/4
25/4
26/4
27/4
7.35
7,35
7,38
7,32
7.45
7,38
mmHg
35-45
52
40,2
46,6
46,7
pO2
mmHg
80-
77,8
64,3
135
139,
105
mmol/
29/4
pCO2
HCO3
28/
22-26
28,9
23,9
24
27,6
23-27
30,5
25,1
25,4
29
02,5
3,7
-0,7
-1,2
94-
94,8
92,2
98,5
98,7
26,7
23,9
22,7
26,5
2,6
-0,6
-2,2
2,3
L
Total CO2
mmol/
L
Base excess
mmol/
L
O2 saturation
100
Standar HCO3
mmol/
L
Standar
base mmol/
excess
Protein
Protein total
g/dl
6-8
Albumin
g/dl
3.6-5
Globulin
g/dl
2.3-
2,36
2,51
3.5
Albumin/globuli
n
Masa
protrombin
Pasien
Detik
26-35
12,7
13,
9
Kontrol
Detik
12,6
12,
4
APTT
Pasien
Detik
20-35
37,5
46,8
43,
3
Kontrol
Detik
31,5
34,2
33,
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik terhadap sepsis, temuan yang cukup sensitif untuk
mendiagnosis pasien suspect atau sepsis antara lain bisa dilihat dari variabel umum berupa
suhu, HR, RR dan WBC.
Prokalsitonin adalah suatu prohormon kalsitonin yang terdapat dalam tubuh manusia. Pada
sepsis, peningkatan kadar prokalsitonin dalam darah memiliki nilai yang bermakna yang
dapat digunakan sebagai biomarker sepsis. Kadar PCT yang meningkat menunjukkan adanya
infeksi pada pasien. Kadar D-dimer kuantitatif yang meningkat beberapa kali lipat juga
berhubungan dengan infeksi pneumonia. Peningkatan kadar D-dimer disebabkan oleh
aktivasi dari sistem fibrinolitik dan dari katabolisasi fibrin di alveoli. (Arslan S dkk, 2010)
VI.
Assesment
No.
Problem
Paparan Problem
1.
Penggantian obat
Pasien
mengeluhkan
Rekomendasi
demam Mengganti
parasetamol
asetilsistein sirup
dengan
kaplet
yang
berisi
kombinasi
parasetamol 500 mg
dan asetilsistein 200
mg.
2.
grade
mengalami
1,
dokter
captopril,
adalat
oros, grade
hipertensi
1
adalah
thiazide
dengan
ACE
Inhibitor
sehingga
digunakan kombinasi
HCT dengan dosis
2x25mg
Dengan
captopril
dengan
dosis
2x25mg
sebagai
terapi
hipertensi pasien
3.
mengalami
(Community
Pneumonia),
pernapasan
CAP Berdasarkan
Acquired guideline
untuk
pasien
meresepkan
combiven,
aminophilin
menurut
terapi CALS
dokter (Comprehensive
inhalasi Advanced
V:B:NS=1:1:1,
nebule Support)
flixotide,
sepsis
(2011)
O2, terapi
yang
digunakan
Albuterol
dan
Life
adalah
nebulizer
Ipratropium
nebulizer
sehingga
hanya
digunakan
nebule
combiven
yang
berisi
kombinasi
kedua
obat
tersebut.
Berdasarkan
IDSA
guideline
untuk
pasien
diterapi
menggunakan
non
invasive
ventilation
berupa
pemberian
O2.
4.
Obat
tidak
indikasi
mempunyai
mencegah
riwayat kekambuhan
stroke
aspirin
antikolesterol
mengalami
stroke
hemmoragik
Pasien tidak mengalami asidosis
karena berdasarkan data lab
pasien pH darah pasien normal
namun dokter meresepkan bicnat
5.
Indikasi
yang
diterapi
tidak Pasien
mengalami
nilai Hb
Bicnat
tidak
digunakan.
penurunan Karena
masih
Hb
pasien
diatas
8,
Penambahan obat
untuk
pasien
akibat
aspirin
PATOFISIOLOGI
Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di udara
dihirup,tetapi mereka juga dapat mencapai paru -paru melalui aliran darah ketika ada infeksi
pada bagian lain dari tubuh.Banyak bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan
atas seperti hidung,mulut,dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli.Setelah
memasuki alveoli,bakteri mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli
melalui rongga penghubung.Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang
adalah tipe dari pertahanan sel darah putih,menuju paru.Neutrophil menelan dan membunuh
organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan cytokin,menyebabkan aktivasi
umum dari sistem imun.Hal ini menyebabkan demam,menggigil,dan mual umumnya pada
pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur.Neutrophil,bakteri,dan cairan dari sekeliling
pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen (Fransisca, 2000).
Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan
penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan
kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak,ginjal,dan jantung.Bakteri juga dapat
berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding dada(cavitas pleura) menyebabkan
komplikasi yang dinamakan empyema (Fransisca, 2000).
Perubahan sistemik yang dapat dialami pasien terjadi pada saat lipopolisakarida
binding protein mulai terikat pada struktur yang berasal dari patogen dan dipresentasikan
pada tempat pengikatan monosit atau makrofag. Dari kedua jenis sel ini dapat dilepaskan
sitokin dan yang primer adalah tumor nekrosis faktor (TNF-), interlekuin 1 (IL 1), IL 6,
dan IL 8. Mediator primer ini selanjutnya merangsang pelepasan mediator sekunder seperti
prostaglandin E2 (PGE2), Tromboksan A2 (TXA2), platelet activating factor (PAF), peptida
vasoaktif seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida serta histamin dan
serotonin disamping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari komplemen ( Aird WC,
2003; Riedemann NC, 2003; Wheeler AP, 2004; Hotchkiss RS, 2004).
(EDRF) dan prostasiklin (PGI2). Hal serupa akan tejadi setiap kali terbentuk trombin. EDRF
yang dilepas merelaksasi otot polos vaskular dan melebarkan pembuluh sehingga membilas
mikroagregat(Aird WC, 2003).
Dalam lumen, EDRF menghalangi agregasi trombosit. Monoamin oksidase (MAO)
memecah serotonin dan mengurangi monoamin yang berdifusi menuju otot polos. Dengan
kata lain, endotel berfungsi sebagai inhibitor serotonin dan TXA 2 untuk mencapai otot polos.
Berbagai fungsi yang berbeda ini memainkan peran yang dalam mencegah koagulasi dan
episode vasospasme yang tidak dikehendaki. Jika sel endotel rusak, peran proteksi endotel
akan hilang secara lokal, trombosit beradesi dan beragregasi, diikuti konstriksi seperti terjadi
pada hemostasis fase vaskuler. Di jaringan dapat terjadi pelepasan zat yang mendepresi kerja
miokard menyebabkan ventrikel berdilatasi dan berkurangnya ejeksi ventrikel kiri.
Endotoksin dan berbagai sitokin, khusunya IL-1, IFN- dan TNF- menyebabkan
pengaktifan reseptor endothelial yang menginduksi influks kalsium kedalam sitoplasma sel
endotel, kemudian setelah berinteraksi dengan kalmodulin, akan mengaktifkan Nitric Oxide
Synthase (NOS) yang berperan dalam pembentukan Nitirc Oxide (NO) dan menimbulkan
pelepasan EDHF (Endithelium Derived Hyperpolarizing Factor). Peningkatan NO
menyebabkan relaksasi otot polos dengan mengaktifkan sintesis cyclic-35 Guanosine
Monophospate cGNP dan Guanosine Triphospate (GTP) . EDHF menyebabkan
hiperpolarisasi dan relaksasi otot polos dengan cara membuka saluran kalium (K +). Hal ini
menyebabkan vasodilatasi yang diduga dapat mengakibatkan hipotensi(Aird WC, 2003).
Perkembangan paling mutakhir dalam masalah sepsis meliputi pengenalan sinyal
terhadap mikroba dari sistem imun yang dapat memberi respon melalui apa yang disebut
dengan toll-like receptor (TLRs). Mutasi pada reseptor ini pada hewan percobaan dapat
mengakibatkan kematian pada sepsis yang berhubungan dengan mutasi pada gen 4 TLR. Gen
ini juga ditemukan pada manusia sehingga kemungkinan kerentanan terhadap infeksi dan
sepsis akan dapat dialami pasien yang memiliki ciri genetik ini(Hotchkis RS, 2003; Aird WC,
2003).
Meningkatnya pengetahuan tentang sinyal sel pathway sebagai mediasi respon
terhadap mikroba memperlihatkan bahwa konsep untuk menghambat endotoksin sebagai
usaha untuk mencegah komplikasi infeksi septik mungkin terlalu sederhana. Sel-sel dari
sistem imun mengenali mikroorganisme dan menginisiasi respon melalui pola pengenalan
reseptor yang disebut toll-like receptor (TLRs). Melihat peranan TLRs dalam memerangi
infeksi telah dibuktikan dalam penelitian pada tikus. yang resisten terhadap endotoksin
karena mutasi dari pada gen reseptor toll-like 4 (TLR4).Walaupun resistensinya terhadap
endotoksin, mortalitas tikus ini meningkat dengan sepsis yang otentik. Mutasi TLR 4 telah
diidentifikasi pada manusia dan menyebabkan seseorang lebih mudah terkena infeksi. Jadi
walaupun endotoksin mempunyai efek yang buruk, penghambatan total terhadap endotoksin
dapat mengganggu (Hotchkis RS, 2003; Aird WC, 2003).
Kegagalan Sistem Imun
Pasien dengan sepsis mengalami
lipopolisakarida pada pasien sepsis melepaskan sejumlah kecil sitokin inflamasi TNF- dan
interlekuin-1 dibandingkan pada pasien kontrol. Sekuele dari sepsis yang diinduksi
imunosupresi dikembalikan dengan pemberian interferon- pada pasien sepsis. Imun stimulan
memperbaiki produksi makrofag TNF- dan memperbaiki survival (Hotchkis RS, 2003).
Mekanisme Supresi Imun Pada Sepsis Sebuah pergeseran ke sitokin antiinflamasi
Sel-sel T CD4 yang diaktifasi diprogram untuk mensekresi sitokin dengan salah satu
dari dua profil yang berbeda dan antagonis.T sel mensekresi sitokin dengan sifat inflamasi
(Sel T helper tipe 1[Th1]), termasuk TNF-, interferon-, dan intrlekuin-2, atau sitokin
dengan sifat antiinflamasi (Sel T helper tipe-2 [Th2]), contohnya interlekuin-4 dan interlekuin
10. Faktor-faktor yang menentukan apakah Sel T CD4 mempunyai respon Th1 atau Th2 tidak
diketahui tetapi mungkin dipengaruhi tipe dari patogen, ukuran dari inokulum bakteri dan,
tempat infeksi. Sel-sel mononuklear dari pasien luka bakar atau trauma mengurangi kadar
sitokin Th1, tetapi meningkatkan kadar sitokin Th2 interlekuin-4 dan interlekuin-10, dan
penigkatan dari respon imun Th2 meningkatkan survival pada pasien sepsis. Penelitain lain
memperlihatkan bahwa kadar interlekuin-10 meningkat pada pasien dengan sepsis dan kadar
tersebut memprediksikan mortalitas(Hotchkis RS, 2003).
Anergi
Anergi adalah keadaan dari tidak responsif terhadap antigen. Sel T adalah anergi pada
saat gagal untuk berproliferasi atau mensekresi sitokin sebagai respon terhadap antigen
spesifiknya. Heidecke et al memeriksa fungsi sel T pada pasien dengan peritonitis dan
menemukan bahwa terjadi penurunan fungsi Th1 tanpa peningkatan produksi sitokin Th2,
dimana konsisten dengan anergi. Ploriferasi dan sekresi sitokin sel T yang tidak sempurna
berhubungan dengan mortalitas. Pasien dengan trauma atau luka bakar berkurang kadar sel T
bersirkulasi, dan sel T yang tersisa adalah anergi (Imboden JB, 1994; Hotckiss RS, 2003).
Kematian sel apoptosis dapat mencetuskan sepsis yang diinduksi anergi. Walaupun
secara konvensional dipercaya bahwa sel mati karena nekrosis, penelitian terakhir
memperlihatkan bahwa sel dapat mati dengan apoptosis-program kematian sel secara genetik.
Pada apoptosis sel-sel melakukan bunuh diri dengan aktivasi protease yang menghancurkan
sel. Meknisme potensial dari apoptosis limfosit mungkin diinduksi dengan pelepasan
glukokrtikoid endogen. Tipe dari sel mati menentukan respon imunilogi dari sel imun.
Apoptosis sel menginduksi anergi atau sitokin antiinflamasi yang mengganggu respon
terhadap patogen, dimana sel nekrosis menyebabkan stimulasi imun dan meningkatkan
pertahanan antimikroba (Imboden JB, 1994; Hotckiss RS, 2003)
Kematian sel-sel imun
Pada otopsi pasien yang meninggal karena sepsis diungkapkan adanya kehilangan selsel yang menginduksi apoptosis yang progresif dari sistem imun yang beradapatasi.
Walaupun tidak terdapat kehilangan sel-sel T CD8, natural killer sel, atau makrogfag, sepsis
secara nyata mengurangi kadar dari sel B, T sel CD4
Kehilangan limfosit dan sel-sel dendrit sangat penting, karena hal ini terjadi pada infeksi
yang mengancam jiwa(Hotckiss RS, 2003).
Besarnya induksi apotosis pada limfosit selama sepsis terlihat pada pemeriksaan
hitung limfosit dalam sirkulasi. Pada suatu penelitian, 15 dari 19 pasien dengan sepsis
mempunyai jumlah limfosit lebih rendah dari batas bawah. Kehilangan sel-sel B, Sel-sel T
CD4, dan sel-sel dendrit mengurangi produksi antibodi, aktivasi makrofag, dan presentasi
antigen (Imboden JB, 1994; Hotckiss RS, 2003). Defek imun yang diidentifikasi pada pasien
sepsis, termasuk disfungsi monosit terdapat pada tabel berikut
Tabel mekanisme Supresi imun pada Pasien dengan Sepsis
GUIDELINE
Pengobatan CAP
VII.
Plan
No
Nama Obat
Dosis
Cefpirome iv
2x1g
Levofloxacin iv 1x500 mg
Sistenol
3x1 kaplet
Captopril
2x25 mg
HCT
2x25 mg
Sangobion
3x1 tablet
B6B12AF po
2x1 tablet
Nebule
Tiap 4 jam v
per v
combiven
9
O2
prn
10
omeprazole
1x40 mg
11
Sukralfat
hari
12
Transfusi
100 cc
albumin 20 %
250.000 U
a. Captopril
Berdasarkan data klinik diketahui bahwa pasien mengalami peningkatan
tekanan darah dan didiagnosis mengidap hipertensi stage II. Kaptopril adalah obat
golongan ACEI yang digunakan sebagai obat antihipertensi dengan mekanisme
menghambat ACE, meningkatkan retensi kalium, dan menurunkan reabsorpsi natrium
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Kaptopril digunakan secara PO dengan
dosis 1x25 mg/hari. Pemberian obat tetap dilakukan karena pada pasien hipertensi
pengobatannya tidak boleh dihentikan. Kaptopril dapat berinteraksi dengan makanan
sehingga digunakan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Obat ini
memiliki efek samping hipotensi, mual, muntah, diare, konstipasi, hiperglikemia,
miopati. Insiden miopati meningkat pada pasien yang menerima terapi kombinasi
dengan asam nikotinat atau fibrat (Neal, 2006).
Dosis yang diberikan pada orang dewasa adalah 5 hingga 40 mg per hari dan
diminum saat siang atau sore hari (Tatro,2003).
d. Levofloxacin
Levofoxacin adalah suatu antibakterial golongan kuinolon generasi 3 yang
merupakan isomer S dari ofoxacin. Levofoxacin dapat menghambat enzim
topoisomerase IV dan DNA gyrase yaitu enzim yang diperlukan untuk rep-likasi,
transkripsi, perbaikan ( repair ), dan rekombinasi DNA bakteri. Levofoxacin mempunyai
spektrumaktivitas antibakteri yang luas yaitu dapat melawan bakteri gram positif
(seperti:
Streptococcus pneumoniae
termasuk
yangresisten
terhadap
penicillin,
obat
analgetik
non
opioid
bekerja
melalui
penghambatan
arakhidonat
menjadi
prostaglandin
terganggu.
Setiap
obat
menghambat
Oros tablet mirip dalam penampilan dengan tablet konvensional. Setiap tablet terdiri
dari membran semipermeabel yang mengelilingi sebuah inti osmotik aktif. .
VIII.
Monitoring
Data Klinik
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Parameter
RR
Tekanan Darah
T (suhu badan)
FN
FP
Sesak
Batuk
Nilai Normal
20 x per menit
130/80
36
80-100
12-20
Negatif
Negatif
Waktu
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Data Laboratorium
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Parameter
Hb
Ht
Eritrosit
Trombosit
Leukosit
LED
Na
K
Cl
Ca
Albumin
Aptt
SGPT
Nilai Normal
12,1-10,9 g/dl
36-44,6 %
3,5-5 106/L
150-400 103/L
5-10 103/L
<15 mm
135-147 meq/L
3,5-5 meq/L
95-110 meq/L
8,6-10,3 mg/dl
3,6-5 g/dl
20-35 per detik
7-53 U/L
Waktu
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
Setiap hari
14.
SGOT
11-47 U/L
Setiap hari
15.
GDP
Setiap hari
IX.
Terapi non-farmakologi:
Pertanyaan
Jawaban
perifer
meyebabkan
terjadinya
hipovolemia
relatif,
sedangkan
DAFTAR PUSTAKA
Aird WC. The role of the endothelium in severe sepsis and multiple organ dysfunction
syndrome. Blood 101.10 p 3765-3777,2003.
Anonim,
2008,
Syok
Sepsis,
http://ilmukedokteran.net/Ilmu-Penyakit-Jantung/Syok-
Aris
(2009).
Manajemen
dan
Perencanaan
Pajak
http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page? kid=21574
Diakses tanggal 19 november 2013.
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, et al.Efficacy and Safety of Recombinant Human
Activated Protein C for Severe Sepsis. N Eng J Med 344,10 699-709, March 2001
Fransisca, 2000, Pneumonia, FK Wijaya Kusuma, Surabaya.
Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis. N Eng J Med 348;2 p
138-149, January 2003.
Imboden JB. T Lymphocytes & Natural Killer Cells. In Basic an Clinical Imunology. 8Th
edition ,Appleton & Lange, London p 94-104. 1994
Iskandar,
J.,
2002,
Manifestasi
Neurologik
Shock
Sepsis,