Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan
manusia yang merupakan proses pengambilan O
2
dan mengeluarkan CO
2
.Sistem
pernafasan ini harus di jaga dari patogen patogen yang dapat mempengaruhi
pernafasan manusia seperti pada penyakit asma bronkial.
Istilah asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah engah dan berarti
serangan napas pendek. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitmen,
reversible di mana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu.
Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis nafas
pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditunjukan untuk
keadaan keadaan yang menunjukan respon abnormal saluran napas terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.
Perubahan patofisiologi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas terjadi pada bronkus
ukuran sedang dan bronkiolus yang berdiameter 1 mm. penyempitan jalan napas
disebabkan oleh bronkospasme,edema mukosa dan hipersekresi mucus yang kental.
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat.Di
Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi
dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia
mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa asma
diderita oleh 20 juta penduduk Amerika.
Asma dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Mulai dari olah raga,
terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu, aktivitas fisik, cara hidup
2

sampai total biaya pengobatan untuk asma. Oleh karena itu, terapi efektif untuk
penderita asma berat sangat dibutuhkan.
Untuk itu, dalam makalah ini penulis membahas Asuhan Keperawatan pada
Pasien Asma Bronkhial untuk dibahas lebih lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan asma?
1.2.2 Bagaimana anatomi fisiologi dari sistem persyarafan?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis dari asma?
1.2.4 Bagaimana etiologi dari asma?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari asma?
1.2.6 Bagaimana WOC dari asma?
1.2.7 Apa saja manifestasi dari asma?
1.2.8 Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh asma?
1.2.9 Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma?
1.2.10 Bagaimana penatalaksaan medis pada pasien asma?
1.2.11 Bagaimana penanganan pada pasien asma?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari asma.
1.3.2 Mendeskripsikan anatomi fisiologi dari sistem persyarafan.
1.3.3 Mengetahui jenis-jenis asma
1.3.4 Mendeskripsikan etiologi dari asma.
1.3.5 Mendeskripsikan patofisiologi dari asma.
1.3.6 Mendeskripsikan WOC dari asma.
1.3.7 Mengetahui manifestasi dari asma.
1.3.8 Mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh asma.
1.3.9 Mendeskripsikan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
asma.
1.3.10 Mendeskripsikan penatalaksaan medis pada pasien asma.
1.3.11 Mendeskripsikan penanganan pada pasien asma.

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan berbagai manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan(The American Thoracic Society, 1962).
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus( Huddak & Gallo, 1997 ).
Tingkat penyempitan jalan nafas dapat berubah baik secara spontan atau karena
terapi. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah
proses reversibel. Eksaserbasi akut dapat saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa
menit sampai jam, diselingi oleh periode bebas gejala. Jika asma dan bronkitis terjadi
bersamaan, obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronkitis
asmatik kronik.
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah dari kasus
terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Ciri khas asma:
1. Penyempitan jalan nafas dan aliran udara yang terganggu, umumnya
reversibel secara spontan atau setelah pengobatan.
2. Peningkatan sensivitas terhadap stimulus yang menyebabkan
bronkokonstriksi
3. Peningkatan jumlah sel inflamasi (eonofil, sel mast, neutrofil, limfosit T)
dalam bronkus.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
2.2.1 Anatomi
4

a. Hidung
Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung
dan cavitas nasi berhubungan dengan :
Fungsi penghidu
Pernapasan
Penyaringan debu
Pelembapan udara pernapasan
Penampungan sekret sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama
karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Pungggung hidung meluas dari akar
hidung di wajah puncaknya (ujung hidung). Pada permukaan inferior terdapat dua
lubang, yaitu naris anterior yang terpisah dari satu yang lain oleh septum nasi.
b. Faring
Faring adalah bagian sistem cerna yang terletak antara cavitas nasi dan cavita
oris, dibelakang laring; faring berguna untuk menyalurkan makanan ke esofagus dan
udara ke laring, trakea dan pulmo. Faring meluas dari cranium sampai tepi bawah
cartilago cricoidea di sebelah anterior, dan sampai tepi bawah vertebrae cervicalis VI
di sebelah posterior.
c. Laring
Laring terletak di bagian anterior leher setinggi corpus vertebrae cervicales III-
VI. Laring berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan-jalan udara dan menjaga
supaya jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu menelan. Laring juga berfungsi
sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan suara. Disamping itu,
laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring berstruktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea.
5

d. Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk sepatu kuda atau tiga per
empat cincin tulang rawan seperti huruf C yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5
inchi). Bagian belakang dihubungkan dengan membran fibroelastik menempel pada
bagian dinding dengan esofagus.
e. Bronkus
Merupakan percabangan trakea. Terbagi atas dua, yakni bronkus kanan dan
bronkus kiri yang tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar
dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan lanjutan dari trakea dengan
sudut yang lebih tajam. Terdiri atas tulang rawan dan dindingnya terdiri dari otot
halus.
f. Paru-paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru
kanan dibagia atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius, dan inferior; sedangkan
paru kiri dibagi atas dua lobus yaitu lobus inferior dan lobus superior. Paru-paru
masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput
serosa yang disebut pleura, yakni pleura parietalis melapisi dinding thorax dan
pleura visceral meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura.
2.2.2 Fisiologi
Pernafasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui hidung
dimana oksigen masuk melalui faring, laring, trakea dan sampai ke alveoli.
Terjadinya difusi oksigen dari alveolus ke kapiler arteri paru-paru yang terletak di
dinding alveolus, disebabkan adanya perbedaan tekanan parsial di alveolus dan paru-
paru. Kemudian, oksigen di kapiler arteri dan diikat oleh eritrosit yang mengandung
hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh.
2.3 Jenis Asma
6

a. Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik/non alergi atau gabungan.
1. Asma alergi(ekstrinsik)
Asma alergi disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal
(misalnya serbuk sari, baniatang, amarah, makanan dan jamur). Pasien dengan asma
alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa
lalu ekzema atau rhinitis alergik.
Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan
alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan, dll, akan ditangkap oleh magrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, selanjutnya oleh sel
tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th melalui pelepasan interleukin I(II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2(II-1) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan sinyal untuk berroliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk IgE.
Ig E yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan karena kedua sel tersebut
pada permukaannya memiliki reseptor untuk Ig E. Sel eosinofil, makrofag, dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang
yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan
tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisasi
atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan
mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influks Ca
++
ke dalam sel dan
perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun
itu akan menimbulkan degranulasi sel.
2. Asma idiopatik atau non alergi(instrinsik)
Asma idopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan alergen spesifik.
Faktor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan, tekanan jiwa atau stres psikologis.
7

Beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan agens antiinflamasi nonsteroid dan
agen sulfit(pengawet makanan), juga mungkin menjadi faktor. Serangan asma
idopatik atau nonalergik terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan
saraf simpatis, aktivitas adrenalgik alfa diduga meningkat sehingga mengakibatkan
bronkhokonstriksi dan menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenalgik beta diperkirakan terdapat dalam enzim yang berada di
membran sel yang dikenal dengan adenil siklase atau disebut juga messeger kedua.
Bila reseptor ini dirangsang, enzim adenil siklase tersebut diaktifkan dan akan
mengatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 siklik AMP.
CAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkhus,
menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil, dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta, fungsi reseptor alfa lebih
dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak napas. Hal ini
disebut dengan teori Blokade Adrenergik Beta. Serangan asma non alergik menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkitis kronik dan emfisema.
3. Asma gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alegik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
2.4 Etiologi
Faktor pencetus serangan asma bronkhial adalah:
a. Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma saluran pernafasannya juga
bisa diturunkan.
b. Presipitasi
8

Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau diminum dapat
menimbulkan serangan asma. Dimana alergen dibedakan menjadi 3 :
a. Inhalation yaitu masuk melalui saluran pernafasan.
Misalnya debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus), bulu kucing,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan yaitu masuk melalui mulut :
makanan dan obat-obatan.
c. Kontaktan yaitu jika terjadi kontak dan kulit :
perhiasan, logam dan jam tangan.
Penyebab lainnya yaitu :
1. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
adalah salah satu faktor pencentus yang paling sering menimbulkan asma bronkhial.
Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangannya ditimbulkan oleh
infeksi saluran pernafasan (Sundaru, 1991).
2. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang
yang mendapatkan tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkhial.
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak(Yunus, 1994).
3. Olahraga/ kegiatan jasmani yang kuat
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda
adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani(exercise induced asma- EIA) terjadi setelah olahraga atau
aktivitas fisik yang cukup berat dan jarak serangan beberapa jam setelah olahraga.
4. Obat-obatan
9

Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
5. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau
yang tajam.
6. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang
2-15% klien dengan asma bronkhial(Sundaru, 1991).

2.5 Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini:
1. Kontaksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan
nafas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot- otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi inflansi dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi
apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sitem saraf
otonom.
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifiknya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
10

pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel mast ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat(yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini
akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa
menekan bagian luar. Karena bronkhiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.









2.6 WOC
(terlampir)

2.7 Manifestasi Klinis
Pencetus:
Alergen
Olahraga
Cuaca
Emosi
Imun
Respon
menjadi
aktif
Pelepasan
mediator
humoral
Histamine
SRS-A
Serotonin
Kinin
Bronkospasme
Edema mukosa
Sekresi
meningkat
Inflamasi
Penghambat
kortikosteroid
11

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispneu dan mengi.
Pada beberapa keadaan, batuk mungkin satu-satunya gejala. Serangan asma
sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas,
tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang
reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah
dan panjang dibandingkan inspirasi, yang mendorong pasien untuk tegak dan
menggunakan setiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat
menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi
lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandung masa gelatinosa
bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk
sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensikarbon dioksida,
termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi.
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Gejala khas dari asma bronkhial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk
dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut
tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak,
antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi
dan pernafasan cepat dangkal.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan. Meskipun serangan asma jarang fatal, kadang terjadi reaksi
kontinu yang lebih berat, disebut status asmatikus.

2.8 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
12

1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
4. Hipoksemia
5. Fraktur iga
6. Pneumothotaks
7. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
8. Bronkhitis
9. Emfisema
10. Deformitas thoraks
11. Gagal nafas

2.9 Pemeriksaan Penunjang
2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisis Gas Darah Arteri (Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
Nilai dasar gas dasar arteri harus diperiksa setiap pasien yang dinilai akan
segera mengalami kegagalan pernafasan. Pada penderita asma dapat ditemukan
hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratorik. Bila PaCO
2
normal (38-42
mmHg) atau meningkat, pasien dapat segera mengalami kegagalan pernafasan
akut dan harus dirawat di rumah sakit tanpa ditunda lagi. Pemeriksaan gas darah
harus diulang bila terdapat bukti adanya kemunduran lebih jauh, misalnya, penurunan
PEFR, pulsus paradoksus yang meningkat, atau mengalami somnolensi.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti
kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibodi.
13

Pulasan sputum dengan gram atau wright dapat memastikan adanya infeksi
saluran nafas bagian atas kalau terdapat banyak leukosit dan patogen yang terutama
terdiri atas bakteri.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1.000-
1.500/mm
3
baik asma instrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil
normal antara 100-200/mm
3
. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis
sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah leukosit yang lebih dari 15.000/mm
3
terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
2.9.2 Pengukuran fungsi Paru(Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
Spirometri akan memberikan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik(FEV
1.0
),
tetapi pasien yang menderita bronkospasme akut mungkin tidak dapat melakukan
menuver ekspirasi paksa secara lengkap, karena usaha ini akan memperberat gejala.
PEFR yang diukur dengan suatu flowmeter puncak merupakan suatu uji yang lebih
dapat diterima untuk pasien ini. PEFR yang kurang dari 100L/menit menunjukkan
adanya obstruksi yang sangat berat. Pengukuran dapat diulang secara teratur,
bergantung pada perjalanan klinik pasien, untuk mencatat perubahan di antara
serangan akut. Aliran udara biasanya normal pada penderita asma. Uji tantangan
bronkoprovokasi dengan metakolin atau histamin dapat digunakan untuk mengenal
pasien asma, identifikasi selama periode asimtomatik memungkinkan pemberian
terapi profilaksis.
2.9.3 Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada pasien asma bronkhial biasanya normal.
Tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
14

proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dll.
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapatkan adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi emfisema(COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
c. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
d. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
2.9.4 Pemeriksaan Kulit
Untuk menujukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
2.9.5 Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.

2.10 Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma.
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang
15

diberikan dan bekerja sama dengan dokter atau perawat yang
merawatnya.
Pengobatan asma bronkhial dibedakan menjadi:
1. Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus termasuk
intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus,. Ini dapat
dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan vibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologi
a. Agronis beta
Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat,
diberikan sebanyak 3 x 4 semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua
adalah 10 menit.
b. Metilxantin
Dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah
aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap
hari. Pemberian steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide(atroven)
16

Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis
Iprutropioum Bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari(Keedan Hayes, 1994).

2.11 Penanganan Pasien Asma
2.11.1 Penanganan akut pasien asma
Temuan satu-satunya yang langsung mengharuskan penderita asma dirawat di
rumah sakit adalah asidosis respiratorik akut. Kita harus dengan cermat memantau
frekuensi pernafasan, tingkat kesadaran, PEFR, dan pulsus paradoksus selama terapi.
Kemunduran atau tidak adanya perbaikan dalam 1-2 jam pertama terapi menandakan
adanya kebutuhan untuk pemantauan secara ketat dan mungkin perawatan di rumah
sakit. Kalau pasien belum membaik setelah 3-4 jam, dianjurkan perawatan di rumah
sakit.
a. Terapi umum
1. Oksigenansi Tambahan
Hipoksemia pada asma adalah akibat tidak sesuainya ventilasi/perfusi dan
dikoreksi dengan terapi oksigen. Tujuan terapi adalah mempertahankan PaCO
2
antara
60 dan 70 mmHg tanpa retensi CO
2
. Metode terpilih untuk pemberian oksigen adalah
masker Venturi, yang akan memberikan faksi oksigen(FIO
2
) secara tepat. FIO
2
sebesar 28% biasanya memadai, tetapi kadang-kadang dibutuhkan setinggi 50%. Bila
pasien tidak biasa menggunakan masker pada hidung dan mulut, dapat digunakan
pipa hidung untuk memberikan oksigen 2-10L/menit, tetapi FIO
2
tidak akan
diketahui. Semua oksigen harus dilembabkan untuk mengurangi efek pengeringan
pada mukosa nasofaring dan sekresi trakeobronkial. Gas-gas darah arteri harus
dipantau 20 menit setelah diadakan perubahan pada terapi oksigen atau setiap kali
ditemukan tanda kemunduran.
2. Hidrasi
Pasien dianjurkan untuk minum air. Garam fisiologis 0,45% diberikan secara
intravena seperlunya untuk memulihkan volume intravascular dan untuk
menyediakan jalur untuk terapi lain(teofilin, kortikosteroid).
3. Antibiotika
17

Antibiotik harus dimulai kalau terdapat bukti infeksi misalnya pneumonia atau
demam yang disertai dengan produksi dahak purulen. Pilihan antibiotik ditentukan
oleh pewarnaan Gram pada dahak.
b. Terapi bronkodilator
Obat bronkodilator merupakan cara terapi utama. Obat-obat ini bervariasi
berdasarkan tempat kerja dan jalur pemberiannya, dikombinasikan untuk
memaksimalkan keefektifan terapi dan untuk meminimalkan toksisitas. Untuk
menghindari kelebihan dosis, secara cermat perlu dicari riwayat penggunaan
bronkodilator dalam 24 jam sebelumnya serangan akut.
1. Terapi subkutan
Dapat diberikan segera dan seringkali dapat menghentian serangan yang ringan.
Pada orang dewasa muda dapat diberikan epinefrin 0,3 mL 1:1000 secara subkutan,
setiap 20-30 menit sampai 3 dosis. Terbutalin 0,25 mg secara subkutan, dapat
menggantikan epinefrin untuk mencapai daya kerja yang lebih lama. Efek puncaknya
tercapai dalam 15-30 menit dan berlangsung selama 4-6 jam. Kedua obat ini dapat
menimbulkan takikardi yang bermakna dan harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien yang diketahui menderita penyakit jantung atau hipertensi.
2. Terapi aerosol
Ditoleransi dengan baik oleh penderita asma. Terapi metaproterenol 0,3 mL
dalam 2,5 ML garam fisiologis yang diberikan dengan nebulozer genggam, akan
memberi keringanan dalam 10-15 menit dan berlangsung sampai 4 jam. Pada
serangan akur, terapi dapat diulangi setiap 1 atau 2 jam. Bila keadaaan pasien lebih
baik, waktu diantara pemberian terapi diperpanjang. Obat lain yang digunakan untuk
terapi aerosol adalah isoetarin, 0,5 mL dalam 1,5 mL garam fisiologis, dan
isoproterenol, 0,5 mL larutan 1:200 dalam 2,5 mL garam fisiologis. Semua obat
digunakan dalam nebulizer genggam yang digerakkan oleh kopresor atau udara
bertekanan. Pasien menghirup larutan itu selama 10-15 menit. Penghirupan dapat
memperburuk batuk dan menimbulkan takikardi. Pernafasan dengan tekanan positif
intermiten tidak memperbaiki pemberian obat sebaliknya dapat berbahaya karena
dapat meningkatkan insiden pneumothoraks dan pneumomediastinum
18

3. Terapi intravena
Terapi intravena terbatas pada teofilin. Bila pasien belum mendapatkan teofilin
sebelum serangan, dosis pembebanan sebesar 5 sampai 6 mg/kg diberikan secara
intravena kemudian diberikan tetesan secara berkesinambungan dengan dosis 0,5
sampai 0,6 mg/kg per jam. Kalau pasien telah mendapatkan teofilin oral sebelum
serangan, dosis pembebanan tidak diberikan. Tujuannya adalah kadar teofilin serum
sebesar 10-20 g/mL. Pada penderita gagal jantung kongestif atau penyakit hati,
dosis pemeliharaan dikurangi menjadi 0,1 sampai 0,3 mg/kg per jam, karena
metabolisme pada pasien ini lebih lambat.
c. Terapi glukokortikoid
Glukokortikoid biasanya berguna untuk penderita asma yang mengalami
serangan berat yang perlu dirawat dirumah sakit. Cara kerjanya belum jelas, tetapi
obat ini bersifat anti radang dan dapat meningkatkan relaksasi otot polos sebagai
respon terhadap kotikolamin. Pada penanganan darurat, kortikosteroid (hidrokortison
atau obat setara) diberikan dalam dosis 100 sampai 1000 mg secara intravena selama
24 jam. Dosis pemeliharaan adalah 100 sampai 300 mg secara intravena setiap 4
sampai 6 jam. Mula kerjanya adalah 8 sampai 12 jam.
d. Terapi tambahan
Fisioterapi thoraks dapat membantu mengeluarkan lender sentral yang besar,
tetapi penderita asma jarang tahan terhadap posisi yang biasa dilakukan agar drainase
postural efektif. Bronkoskopi fiberoptik dapat berguna dalam mengatasi obstruksi
sentral yang besar, tetapi bronkospasme sering menjadi makin buruk dengan prosedur
ini.
2.11.2 Penanganan kronis pasien asma
Sekali serangan asma akut telah diatasi, tujuan terapi adalah mengendalikan
gejala secara maksimal dengan terapi minimal. Karena riwayat alami asma begitu
beragam,maka regimen untuk tiap pasien harus disesuaikan secara individual. Terapi
kronis dapat digolongkan dalam3 kategori:
1. Terapi kuratif
19

Terapi kuratif dapat diberikan kalau diketahui bahwa ada suatu zat pemicu
serangan yang dapat dihindari(tepung sari, bulu hewan, bahan kimia). Pada beberapa
pasien, terapi hiposensitisasi dapat mengurangi serangan.
2. Terapi profilaksis
Terapi profilaksis dengan natrium kromolin dpat diberikan pada banyak kasus.
Cara kerjanya tak jelas, tetapi kromolin telah terbukti dapat mengurangi atau
menghilangkan bronkospasme yang diinduksi oleh allergen, inhalasi atau latihan
jasmani. Obat inin tersedia dalam bentuk bubuk atau cairan, 20 mg untuk diuapkan
dan dihirup 4 kali sehari. Harus dijelaskan pada pasien bahwa kromolin adalah obat
profilaksis yang dimaksudkan untuk menghindarkan atau mengurangi serangan.
Sekali serangan asma telah terjadi kromolin tidak berguna dan bahkan dapat
memperburuk brokospasme karena efek iritanya.
3. Terapi simtomatik
Setelah serangan asma akut telah diatasi, terapi suportif harus dimulai.
a. Terapi bronkodilator
Terapi pasien dialihkan dari teofilin parenteral ke oral setelah 24 jam tanpa
gejala. Suatu teofilin yang berdaya kerja lama diberikan dalam dosis yang setara
dengan 75 sampai 80% teofilin keseluruhan yang diberikan secara intravena selama
24 jam. Dosisnya kemudian diatur untuk mempertahankan kadar serum antara 10 dan
20 mg/ mL. Suatu obat -adrenergik juga digunakan biasanya aerosol yang dimulai
sebagai penanganan akut. Obat agonis oral(terbutalin, 2,5 sampai 5 mg 3 kali
sehari; albuterol, 2 sampai 4 mg 3 kali sehari( dapat digunakan sebagai penggati
aerosol.Pasien akan membawa sesuatu inhaler dengan dosis terukur yang berisis
metaproterenol, isoetarin, albuterol, atau terbutalin. Inhaler ini digunakan dengan
mengisap 2 kali setiap 4-6 jam bila diperlukan selama terjadi sesak nafas akut.
b. Terapi glukokortikoid
Terapi glukokortikoid dilanjutkan setelah terapi intravena awal dengan
memberikan 40 sampai 60 mg prednisone dosis harian oral tunggal dipagi hari. Obat
ini dikurangi perlahan-lahan selama 2 smapai 6 minggu; tujuannya adalah secepat
mungkin menyingkirkannya dari regimen untuk menghindari efek samping. Kalau
20

penurunan kortikosteroid oral mengakibatkan kumatnya bronkospasme,
kortikosteroid inhalasi, beklometason, dapat diberikan. Dosis awala sbesar 100 g(2
isapan)4 kali sehari dpat dinaikkan menjadi sebesar 1200 g tiap hari sebelum terjadi
absorpsi yang cukup untuk menimbulkan penekanan adrenolkortikal. Di dalam 5
sampai 7 hari ssetelah beklometason dimulai, obat oral biasanya dapat dikurangi lagi.

























21

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA
Kasus :
Ny Y usia 46 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, batuk dan
nyeri dada. Pasien memiliki riwayat asma dan gastritis sejak 10 tahun yang lalu. Dari
hasil pengkajian didapatkan nafsu makan menurun, terlihat letih dan lelah, batuk dan
menggunakan otot bantu nafas. Tekanan Darah: 150/100mmHg, Nadi:
96/menit,lemah, suhu: 37,2C, RR: 26/menit saat ini pasien terpasang Oksigen 2
liter permenit (lpm).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan :
1) Hb 11,1 gr %
2) Ht 35 %
3) Leukosit 12.600
4) Gula darah puasa 105 mg %
5) Ureum 21 mg %
6) Natrium 140 mEq/lt
7) Kalium 4,2 mEq/lt
8) Clorida 101 mg/dl
9) Hasil analisa gas darah yang didapatkan :
10) pH : 7,438
11) pCO2 : 34,2
12) pO2 : 96,8
13) BE : -0,8
14) HCO3 : 22,6
15) Kesimpulan medis bahwa pasien menderita asma

22

Terapi yang didapatkan :
16) Ranitidin 21 amp
17) Antasid 31
18) Coamoxiclav 362,5
19) Injeksi :
20) Combivent 31
21) Dexametaxon 31 bolus melalui infuse dengan drip aminophylin 13cc,
pemberian 18 tetes /menit
3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 24 Oktober 2013
Diagnosa Medis : Asmabronkial
3.1.1 Data Pasien
Nama : Ny. Y
Usia : 46 tahun
Berat : 48 Kg
No. RM : 23.10.14
Tanggal masuk : 23 Oktober 2013
Jam masuk : 10.25 WIB
Ruang dirawat : Melati
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pendidikan : D3
Alamat : Koto Tuo
23

Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Piliang
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasiendatangkerumahsakitdengankeluhansesaknapas,batukdannyeri dada.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasiendatangdengankeluhansesaknapas, batuk, nyeri dada dan menggunakan
otot bantu napas. Klien juga mengatakan nafsu makannya berkurang serta
terlihat letih dan lelah.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien sejak dahulu mengalami alergi terhadap asap dan debu atau menderita
asma dan gastritis sejak 10 tahun yang lalu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pada pasien ditemukan adanya riwayat penyakit keturunan asma yang ia dapat
dari ayah nya.
3.1.3 Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien tahu dengan penyakitnya sehingga ketika ia sakit, pasien berobat
kerumah sakit.
2. Pola nutrisi / metabolic
Sebelum sakit pasien dapat memenuhi kebuthan nutrisi tubuhnya dengan
normal atau baik. Namun, selama sakit pasien tidak dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi / metaboliknya karena klien mengalami penurunan nafsu
makan sehingga klien mengalami penurunan berat badan yang semula 53 Kg
menjadi 48 Kg.
3. Pola eliminasi
24

Buang air besar dan air kecil mengalami penurunan berhubungan dengan
nafsu makan yang berkurang sehingga pasokan makanan dan minuman
kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien susah beraktivitas sehingga ia membutuhkan bantuan orang lain.
5. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengatakan tidak ada keluhan atau gangguan dengan tidurnya.
6. Pola persepsual
Pasien dalam mempersepsikan suatu hal masih dalam keadaan normal.
7. Pola persepsi diri
Pasien yakin akan sembuh dan segera keluar dari rumah sakit.
8. Pola seksualitas
Pasien mengatakan terganggu karena berhubungan dengan penyakitnya.
9. Pola peran hubungan
Walaupun sakit, pasien masih mempunyai hubungan baik dengan
keluarganya.
10. Pola manajemen koping-stress
Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu dibicarakan dengan
keluarganya.
11. Pola kepercayaan
Pasien beragama Islam dan selalu berdoa untuk kesembuhannya.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : Compos metis
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 150/100 mmHg,
b. Nadi : 96 x/menit
c. Respiratoty Rate : 26 x/menit
d. Suhu : 37,2
0
C
25

3. Kepala : Bentuk mesochepal, rambut hitam , tidak ada
lesi pada kepala, keadaan rambut pasien juga bagus, tidak rontok, tidak ada
benjolan.
4. Mata : Mata klien simetris, mata tidak bengkak, tidak
memakai alat bantu penglihatan.
5. Hidung : Ada septum, ada cuping hidung dan terpasang
slang oksigen 2 liter permenit (lpm).
6. Telinga : Ada serumen dan fungsi pendengaran masih
baik.
7. Mulut : Gigi klien bersih, warna bibir pucat dan
mukosa bibir kering.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid .
9. Thorak
a. Payudara : Normal
b. Jantung : Saat dilakukan auskultasi jantung di dapatkan
S1 < S2
10. Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi
b. Auskultasi : Terdengar bising usus 12x / menit
c. Perkusi : Terdengar bunyi timpani.
d. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada 4 kuadran
11. Paru-paru
a. Inspeksi : bentuk simetris, tetapi saat klien bernafas klien
terlihat pengembangan dada yang tidak simetris.
b. Auskultasi : terdapat bunyi wheezing (mengi)
c. Perkusi : bunyi pekak, menunjukan adanya penumpukan
secret.
d. Palpasi : saat dilakukan palpasi taktil fremitus dapat
terasa getaran yang berat.
26

12. Genetalia : Perempuan dan tidak terpasang dower cateter
(DC).
13. Punggung : Tidak ada lesi / jejes pada punggung.
14. Ekstermitas
a. Atas : tangan kanan terpasang infus D5% 20tpm +
aminophilin.
b. Bawah : tidak ada edema.

3.1.5 Terapi Medikasi
1. Ranitidin : 2x1 amp
2. Antasid : 3x1
3. Coamoxiclav : 3x62,5
4. Injeksi : Combivent( 3 x 1 ), Dexametaxon ( 3 x 1 )
melalui infuse dengan drip aminophylin 13cc, pemberian 18tetes/menit.
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
No Uraian Rujukan Hasilpemeriksaanklien Keterangan
1 Guladarahpuasa <110
mg%
105 mg% Normal
2 Darah:
Leukosit
Hb
Ht

12600
11,1%
35%

5000-10000
12-16
37-47%

Abnormal
Abnormal
Abnormal
3 Fungsiginjal:
Ureum
Natrium
Kalium
Klorida


21mg%
140mEq/lt
4,2mEq/lt
101mg/dl


20-40mg%
135-145mEq/lt
3,5-4,5mEq/lt
94-111mg/dl


Normal
Normal
Normal
Normal
27

4 Analisa gas
darah:
pH
PCO2
PO2
BE
HCO3


7,438
3,42
96,8
-0,8
22,6


7,35-7,45
3,5-4,5mmHg
80-100mmHg

21-28mEq/l


Normal
Abnormal
Normal

Normal
28

3.2 Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC
N
O
NANDA (DIAGNOSA
KEPERAWATAN)
NOC (TUJUAN) NIC (INTERVENSI)
1 Bersihan jalan napas tidak efektif
b.d spasme jalan napas
DO:
- Penggunaan otot bantu napas
- Suara napas abnormal yaitu
wheezing
- Perkusi : bunyi pekak
- Batuk
- Sesak napas
DS:
- Mengeluhkan sesak napas
- Nyeri dada
Status respirasi:
Kepatenanjalann
apas
- Tidak ada
demam
- Tidak ada
cemas
- RR dalam
batas normal
- Irama napas
dalam batas
normal
- Pergerakan
sputum keluar
dari jalan
napas
Manajemenjalannapas
Aktivitas :
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi yang
potensial
Identifikasi masukan jalan nafas baik yang aktual
ataupun potensial
Masukkan jalan nafas/ nasofaringeal sesuai kebutuhan
Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction/pengisapan
Dorong nafas dalam, pelan dan batuk
Ajarkan bagaimana cara batuk efektif
Kaji keinsetifan spirometer
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya ventilasi yang
turun atau yang hilang dan catat adanya bunyi tambahan
29

- Bebas dari
suara napas
tambahan

Lakukan pengisapan endotrakeal atau nasotrakeal
Beri bronkodilator jika diperlukan
Ajarkan pasien tentang cara penggunaan inhaler
Beri aerosol, pelembab/oksigen, ultrasonic humidifier
jika diperlukan
Atur intake cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan
Posisikan pasien untuk mengurangi dispnue
Monitor pernafasan dan status oksigen.

Monitoring respirasi
Aktivitas :
Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor polanafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
30

Palpasiuntukperluasanparu
Perkusi dada anterior dan posterior dariApekske basis
bilateral
Catatlokasitrakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya
pantaupembacaan ventilator mekanik,
catatpeningkatantekananinspirasidanpenurunan volume
tidalbilaprlu
pantaupeningkatankegelisahan,
kecemasandankekuranganudara
pantaukemampuanbatukefektifpasien
catatpermulaan, cirri-ciridandurasidaribatuk
pantau secret pernapasanpasien
31

pantaudyspnea danperistiwa yang
meningkatkandanmemperburuk
pantaukrepitasi
2 Kerusakan pertukaran gas b.d
kurangnya suplai oksigen
kesemua jaringan tubuh
DO:
- dispnea
- lemah
- PCO2:3,42
DS:
- Klien mengeluhkan sesak
napas dan merasa letih
Status Respirasi:
Pertukaran gas
- status mental
dalam batas
normal
- bernapas
dengan mudah
- tidak ada
sianosis
- PO2 dan PCO2
dalam batas
normal
- saturasi O2
dalam rentang
normal
Manajemenasamdanbasa
Aktivitas :
Jaga kepatenan akses IV
Jaga kepatenan jalan napas
Pantau ABG dan level elektrolit
Monitor status hemodinamik termasuk CVP (tekanan
vena sentral), MAP (tekanan arteri rata-rata), PAP
(tekanan arteri paru)
Pantau kehilangan asam (muntah, diare, diuresis,
melalui nasogastrik) dan bikarbonat (drainase fistula
dan diare)
Posisikan untuk memfasilitasi ventilasi yang adekuat
seperti membuka jalan napas dan menaikkan kepala
tempat tidur
Pantau gejala gagal pernapasan seperti PaO
2
yang
rendah, peningkatan PaCO
2
, dan kelemahan otot
32

napas
Pantaupolanapas
Pantau factor
penentupengangkutanoksigenjaringanseperti PaO
2,
SaO
2
, kadarHbdan cardiac output
Sediakanterapioksigen
Berikandukunganventilasimekanik
Pantau factor penentu konsumsi oksigen seperti
SvO
2
, avDO
2
(perbedaan oksigen arterivena)
Dapatkan hasil labor untuk menganalisa
keseimbangna asam basa seperti ABG, urin dan level
serum
Pantau ketidakseimbangan elektrolit yang semakin
buruk dengan mengoreksi ketidakseimbangan asam
basa
Kurangi konsumsi oksigen seperti tingkatkan
kenyamanan, control demam dan kurangi kecemasan
Pantau status neurology
Berikan obat alkali seperti sodium bicarbonat,
33

berdasarkan hasil ABG
Berikan oral hygiene dengansering
Dorong pasien dan keluarga untuk aktif dalam
pengobatan ketidakseimbangan asam basa

Terapioksigen
Aktivitas :
Bersihkan secret mulut, hidungdanrakeabilaperlu
Batasimerokok
Pertahankanpatensijalannapas
siapkanperalatanoksigendanaturkelembabandanpemana
san system
kelolaoksigentambahanseperti yang diperintahkan
pantaualiranoksigen
pantauposisialatpenyaluranoksigen
pantauefektivitasoksigen, bilaperlu
pantaukemampuanpasienuntukmenghembuskanoksigen
ketikamakan
amatitandaoksigen yang disebabkanhipoventilasi
34

pantaukecemasanpasienterkaitdengankebutuhanuntukter
apioksigen
pantaukerusakankulitdarigesekanperangkatoksigen
ajarkanpasiendankeluargatentangpenggunaanoksigendal
amrumah

Monitor tanda-tanda vital
Aktivitas:
Mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperature, dan
status pernafasan, jika diperlukan
Mencatat gejala dan turun naiknya tekanan darah
Mebgukur tekanan darah ketika pasien berbaring,
duduk, dan berdiri, jika diperlukan
Pantau tekanan darah setelah pasien diberi obat, jika
perlu
Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan
bandingkan, jika diperlukan
Mengukur tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum,
selama, dan setelah beraktivitas, jika diperlukan
35

Mempertahankan suhu alat pengukur, jika diperlukan
Memantau dan mencatat tnda-tanda dan syimptom
hypothermia dan hyperthermia
Memantau timbulnya dan mutu nadi
Dapatkan nadi apical dan radial scara stimultan dan
catat perbedaannya, jika diperlukan
Mengukur pulsus paradoxus
Mengukur pulsus alternans
Memantau naik turunnya tekanan nadi
Memnatau tingkatan irama cardiac
Memantau suara jantung
Memantau tingkat dan irama pernafasan (e.g.
kedalaman dan kesimetrisan)
Memantau suara paru
Mengukur oximetry nadi
Memantau pola pernafasan yang abnormal (e.g.
Cheyne-Stokes, Kussmaul, Biot, apnea, ataxic, dan
bernafas panjang)
Mengukur warna kulit, temperature, dan kelembaban
36

Memantau sianosis pusat dan perifer
Memantau sisi kuku
Memantau timbulnya Cushing triad (e.g. naik turunnya
tekanan darah, bradicadya, dan peningkatan tekanan
darah systole)
Meneliti kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda
vital
Memeriksa keakuratan alat yang digunakan untuk
mendapatkan data pasien secara periodic

3 Ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh b.d
produksi sputum
DO:
- Adanya produksi sputum
yang banyak
- Penurunan berat badan
DS:
- klienmerasakehilangannafsu
Status nutrisi:
intake cairan
dan makanan
- Asupan makan
anadekuat
- intake cairan
peroral dekuat
- Intake cairan
adekuat
Manajemencairan
Aktivitas :
Timbang BB tiaphari
Hitungpenurunanberat
Pertahankan intake yang akurat
Pasangkateterurin
Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa
membrane, nadi)
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,MAP,
37

makan PAP
Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan
BUN, Ht )
Monitor TTV
Monitor adanyaindikasiretensi/overload cairan (seperti
:edem, asites, distensi vena leher)
Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah
dialisis
Monitor makanan/minuman yang masuk dan hitung
asupan kalori harian
Berikan terapi IV, bila perlu
Monitor status nutrisi
Monitor respon pasien untuk meresepkan terapi
elektrolit
Kajilokasidanluasedem
Anjurkanklienuntuk intake oral
Distribusikancairan> 24 jam
Tawarkan snack (seperti : jus buah)
Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan tanda
38

kehilangan cairan makin buruk
Kaji ketersediaan produk darah untuk trsanfusi
Persiapkanuntukadministrasiprodukdarah
Berikanterapi IV
Berikancairan
Berikan diuretic
Berikancairan IV
Nasogastrikuntukmenggantikehilangancairan
Produkdarah

Manajemennutrisi
Aktivitas :
Tanyakanapakahpasienalergimakanan
anjurkanasupankalori yang
tepatuntuktipetubuhdangayahidup
anjurkanasupanmakanan yang mengandungzatbesi
anjurkanasupan protein, zatbesi, vitamin C jikaperlu
tawarkansnaks
sediakanpenggantigulajikaperlu
39

sediakanmakananpilihan
berikanmakananringan, danbuburhambar
berikaninformasi yang
tepattentangkebutuhannutrisidanbagaimanauntukmenda
patkannya
pantaudancatatkandungangizidankaloriasupan








40

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan
yang intermiten pada saluran nafas di banyak tingkat, mengakibatkan terhalangnya
aliran udara. Penyebab asma ini belum diketahui tetapi ada faktor perdisposisi dan
pesipitasi pada asma seperti genetik, alergen, infeksi saluran pernafasan, tekanan
jiwa, olahraga/ kegiatan jasmani, dll.
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispneu dan mengi. Pada beberapa
keadaan, batuk mungkin satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada
malam hari. Asma ini dapat berkomplikasi pada status asmatikus, atelektasis,
hipoksemia, dll. Penanganan pada pasien asma dapat dilakukan beberapa penanganan
yaitu dapat dilakukan pada pasien akut dan kronis.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai referensi untuk pengetahuan dan
dapat digunakan sebagai bahan bacaan yang dapat menambah pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai