Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang



Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dangan jalan memblokir reseptor histamin (penghambatan saingan).
Histamin adalah suatu amin nabati yang ditemukan oleh Dr.Paul Ehrlich (1878) dan merupakan
produk normal dan pertukaran zat histidin. Asama amino ini masuk ke dalam tubuh terutama
lewat daging dan di jaringan (juga di usus halus) di ubah secara enzimatis menjadi histamin
(dekarboksilasi).

Biasanya dengan istila antihistaminika selalu dimaksud H1-blokers. Selain bersifat
antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lainnya, yakni daya antikolinergis,
antiemetis, dan daya menekan SSP (sodatif), sedangkan beberapa di antaranya mempunyai
efek antiserotonin dan lokal anestetis (lemah).

1.2 Tujuan

Dapat lebih memahami bagaimana pengertian dan penggunaan antihistamin serta fungsi yang
dimiliki antihistamin itu sendiri.

Pembahasan

Obat-obat Antihistamin:
1. Hiposensibilisasi (desensitasi)
Cara ini dilakukan guna mengurangi kepekaan terhadap alergi pada pengidap alergi atopis
mengurangi keluhan hebat. Hasil yang baik dicapai dengan ekstrak pollen, tungau debu rumah,
serpihan kulit binatang, dan racun tawon.
2. Antihistaminika-H1
Dapat menghalangi gejalanya secara efektif, terutama bensin, gatal-gatal di mata. Efek obat ini
berdaya pula menekan produksi mediator dalam mastcells, dengan efek meringankan alergi
lambat.
3. Decongestiva
Digunakan untuk membuka saluran yang tersumbat (hidung mampat) dengan jalan mengurangi
pengembangan mukosa (congestio). Untuk itu banyak dipakai adrenergika seperti
xylometaszdin dan oxymetasdin dalm bentuk tetes hidung atau spray.
4. Kortikosteroida
Dalam disis rendah sering digunakan sebagai spray dan sangat efektif terhadap hiperektivitas
dan semua gejala lambat. Tersedia beklometasaon, budesonida, dan flutikason obat ini tidak
efektif terhadap reaksi dini setelah provokasai alergen.

Penggunaan
Berdasarkan efek ini antihistaminika digunakan secara sistemis (oral, injeksi) untuk
mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan
histamin. Disamping rhinitis, pollinosis, dan alergi makanan/obat, antihistaminika juga
digunakan pada gangguan berikut.
a. Asma yang bersifat alergi, guna menaggulangi gejala bronchokontriksi. Walaupun kerjanya baik
namun efeknya rendah tidak bedaya terhadap mediator lain (leukotrien) menyebabkan penciutan
bronchi. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells
dan efektif untuk mencegah serangan.
b. Sengatan serangga, khususnya tawon dan lebah, yang mengandung antara lain histamin dan
suatu enzim yang mengakibatkan pembemasannta dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melaui injeksi. Dalam keadaan hebat
biasanya diberikan injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
c. Urticaria (kaligata, biduaran). Pada umumnya bermanfaat terhadap peningkatan permeabilitas
kapiler dan gatal-gatal, terutama za-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin
(Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat anti gatal mungkin berkaitan pula dengan afek
sedatif dan efek anestetis lokalnya.
d. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan
berat badan, yakni siproheptadin (dan turunnya pizotifen, azatadin) dan oksatomida. Semua zat
ini berdaya antiserotinin.
e. Sebagai sedativum berdasarkan daya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin
serta turunnya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak
digunakan dalam sebuah obat batuk popular.
f. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin, yang juga
berkhasiat spasmolitis.
g. Mabuk jalan (mual) dan pusing (vertigo) berdasarakan efek antiemetisnya yang juga berkaitan
dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin, dan deminhidrinat, sedangakan
sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
h. Shock anafilaktis disamping pemberian adrenalin dan kortikosteroid.

Pilihan obat
Hendaknya secara individual, tergantung juga pada efek dan kerja sampingnya, Kadang-
kadang terjadi tachyfylaxis (berkurangnya respons) dan obat harus diganti dengan obat lain dari
golongan kimiawi yang berlainan.
Efek-efek samping antihistaminika tidak menyebabkan efek samping yang serius bila
diberikan dalam dosis terapeutis . Yang paling sering terjadi adalah:
1. Efek sedatif-hipnotisnya (rasa ngantuk) akibat depresi SSP. Efek samping ini tidak dimiliki oleh
antihistaminika generasi kedua, misalnya astemizol dan terfenadin, sehingga dengan aman dapat
diberikan pada pengemudi kendaraan bermotor.
2. Efek sentral berupa pusing, gelisah, rasa letih, lesu, dan tremor (tangan gemetar), sedangkan
dosis berlebihan (overdose) dapat mengakibatkan konvulsi dan koma.
3. Gangguan saluran cerna sering terjadi dengan gejala mual, muntah dan diare sampai anoreksia
dan sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila dapat diminum setelah makan.
4. Efek Antikolinergis dapat terjadi seperti mulut kering, gangguan akomodasi dan saluran cerna,
sembelit dan retensi kemih.
5. Efek antiserotinin dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan. Bila efek ini tidak
diinginkan, maka untuk penggunaan lama jangan diberiakan siproheptadin atau oksatomida.
6. Sensibilisasi dapat terjadi pada pemberian oral, tapi khususnya pada penggunaan local. Obat-
obatan dengan daya menstabilisasi mastcells pada dosis tinggi memperlihatkan efek paradoksa,
yaitu justru menstimulasi pelepasan histami, dan dapat merusak membran sel.

Zat-zat tersendiri
1. Derivat etanolamin (X=O)
Zat-zat ini memiliki daya kerja antikolinergis dan sedatif yang agak kuat.

Difenhidramin: Benadryl
Di samping daya antikolinergis dan sedative yang kuat, atihistamin ini juga bersifat
spasmolitis,anti- emetis,dan antivertigo (antipusing). Digunakan sebagai obat tambahan pada
terapi penyakit Parkinson
Dosis: oral 4 dd 25-50 mg, i.v. 10-50 mg.
Orfenadrin (2-metildifenhidramin, Disipal) memiliki daya antikolinergis dan sedatif yang
ringan, sehingga lebih disukai sebagai obat tambahan pada pengobatan parkinson.
Dosis: oral 3 dd 50mg
Dimenhidrinat (Dramamine) adalah senyawa klorteofilinat dari dimenhidramin yang khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mutah karena kehamilan.
Dosis: oral 4 dd 50-100 mg, i.m. 50 mg.
Klorfenoksamin (Systral) adalah derivat klor dan metil, yang adakalanya digunakan obat
tambahan pada terapi penyakit Parkinson.
Dosis: oral 2-3 dd 20-40 mg (klorida) dalam krem 1,5%.
2. Derivat etilendiamin (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini pada umumnya memiliki daya kerja sedative yang lebih ringan.

Antazolin: Antisin
Efek antihistaminikanya tidak begitu kuat tetapi tidak merangsang selaput lender, sehingga
cocok digunakan pengobatan gejala-gejala alergi pada mata dan hidung sebagai preparat
kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine).
Dosis: oral 2-4 dd 50-100 mg (sulfat).
Tripelennamin (Tripel), kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat alergi
terhadap sinar matahari, sengatan serangga dan lain lain.
Klemizol adalah derivat-klor yang kini hanya digunakan dalam salep.
3. Feniramin: Avil
Feniramin memiliki daya kerja antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka
juga digunakan ramuan obat batu.
Dosis: oral 3 dd 12,5-25 mg (maleat)
Klofeniramin (klofeniramin, klofenon) adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih
kuatdan dengan derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnnya sedative ringan dan sering kali
digunakan dalam obat batuk.
4. Derivat piperazin
Obat-obat dari kelompok ini tidak memiliki int-etilamin pada umumnya bersifat lebih dari 10
jam.
Silklizin: Marzine, Migril
Mulai kerjanya cepat bertahan 4-6 jam. Terutama digunakan sebagai obat antiemetis dan
pencegah mabuk jalan. Tetapi pada manusia efek teratogennya belum pernah terbukti dan di
kebanyakan Negara masih di pasarkan. Meskipun demikian obat ini jangan deberikan pada
wanita hamil, terutama pada trimester pertama.
Dosis: mabuk jalan 1 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu 3 x sehari, pada mual dan muntah
3-4 dd 50 m, anak-anak 6-13 tahun 3 dd 25 mg.
Flunarizin (Sibelium) dengan kerja antihistamin lemah. Digunakan terhadap vertigo dan
sebagai obat pencegah migrain.
Oksatomida: Tinsei
Derivat siklizin ini (1982) memiliki daya kerja antihistamin, antiserotonin, antileokotrien, dan
juga efek menstabilisasi mastcells. Digunakan sebagai obat pencegah asma.
Dosis: oral 2 dd 30 mg p.c.; untuk asma 20 mg sehari.
Hidroksizin: Iterax, Atarax
Derivat-klor adalah salah satu antihistamin pertama (1957) dengan bermacam-macam khasiat,
antara lain sedatif dan anxiolitis, spasmolitis, anti-emetis serta antikolinergis. Sangat efektif
pada gatal-gatal.
Dosis: 1-2 dd 50 mg. Untuk anxyolise: 1-4 dd 50-100 mg.
5. Derivat fenotiazin
Senyawa trisiklis ini memiliki daya kerja antihistamin dan antikolinergis yang tidak begitu kuat,
terapi sering kali efek sentral kuat dengan khasiat neuroleptis.
Prometazin: Phenergan
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi alergi terhadap tumbuhan dan akibat
gigitan serangga, untuk pencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu dugunakan pada vertigo,
batuk dan sukar tidur, terutama untuk anak-anak. Efek sampingnya bersifat suhu badan rendah
dan efek terhadap darah.
Dosis: oral 3 dd 25-50 mg dan sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50 mg.
Oksomemazin (Doxergan) adalah derivatdioksi dengan daya kerja dan penggunaan sama
seperti prometazin, antara lain dalam obat batuk (Toplexil).
Dosis: oral 2-3 dd 10 mg.
6. Derivat trisiklis lainnya
Zat-zat ini dimiliki daya kerja antiserotonin kuat dengan menstimulasi nafsu makan.
Siproheptadin: Periactin
Dahulu obat ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan buruk nafsu makannya. Lama
kerjanya 4-6 jam. Efek sampingnya rasa kantuknya biasanya lewat sesudah seminggu. Namun,
obat ini sekarang hanya dianjurkan untuk digunakan sebagai antihistaminikum.
Dosis: oral 3-4 dd 4 mg (klorida).
Azatadin (Zadine) adalah obat ini terutama digunakan pada urticarai.
Dosis: oral 2dd 1 mg (maleat).
Pizotife: Lysagor, Sandomigran
Obat ini juga digunakan sebagai terapi interval migrain.
Dosis: Oral semula 1 ad 0,5 mg berangsur-angsur dinaikkan sampai 3 dd 0,5 mg.
Ketotifen (Zaditen) adalah Berdsarkan sifat menstabilisasinya terhadap mastcells, obat ini
digunakan sebagai obat pencegah asma.
Dosis: oral 2 dd 1-2 mg (fumarat).
Loratadin (Claritine) Digunakan pada rinitis dan conjunctivitis alergis, juga pada urticaria
kronis.
Dosis: 1 dd 10 mg.
Azelastin: Alergodil
Derivat-metilazepin ini (1991) yang berdaya antihistamin. Khususnya digunakan pada rhinitis
alergis. Kerjanya minimal 12 jam.
Dosis: oral 1-2 dd 2 mg.
7. Zat-zat non-sedatif
Obat-obat generasi kedua tanpa efek sedative-hipnotis, layak diberikan pada penderita alergi
yang pekerjaannya memerlukan kewaspadaan, seperti pengemudi kendaraan bermotor dan
mereka yang bekerja dengan mesin. Hingga kini hanya tersedia beberapa obat, yakni terfenadin,
astemizol, levocabastin, loratadin, dan cetirizin. Terfenadin dan astemizol sudah dihentikan
peredarannya di AS dan banyak negara Eropa, karena efek sampangnya terhadap jantung sangat
fatal.
Terfenadin: Nadane, Triludan
Derivat-butilamin heterosiklis ini (1982) adalah suatu produk dengan khasiat anti-histamin (H1).
Digunakan pada rhinitis allergic, urticaria dan reaksi alergil lainnya.
Responnya dari usus baik, mulai kerjanya sesudah 1 jam dan bertahan 12-24 jam. Dalam hati
dengan pesat dan tuntas dirombak ileh system-enzim cytochrom P450 menjadi antara lain
metabolit aktifnya terfenadine-carboxylate.
Efek sampingnya jarang terjadi dan berupa gangguan alat cerna, nyeri kepala, dan berkeringat.
Dengan beberapa obat (eritromisin, klaritromisin, ketokonazol, itrakonazol) terjadi interksi
berbahaya dengan efek gangguan ritme dan penghentian jantung, yang adakalanya fatal.
Dosis: oral 2 dd 60 mg; anak-anak 3-6 thn 2 dd 15 mg, 6-12 thn dd 30 mg.
Fexofenadin (Telfast) adalah suatu metabolit aktif dari terfenadin (1996) yang tidak perlu
diaktivasi oleh hati. Sifat dan penggunanya sama. Dosis: oral 1 dd 120 mg.
Astemizol: Hismanal
Senyawa-fluor ini (1983) mempunyai daya kerja antihistamin kuat, juga tanpa efek sentral dan
antikolinergis.
Efek sampingnya sama dengan terfenadin. Juga digunakan terhadap hay fever. Sangat layak
untuk serangan alergis akut.
Interaksinya. Pada dosis di atas 10 mg sehari dan penggunaan serentak dengan eritromisin,
ketokonazol dan itrakonazol adakalanya menghambat metabolisme yang mengakibatkan
gangauan ritme hebat, bahkan penghentian jantung.
Dosis: 1 dd 10 mg sebelum makan; anak-anak 6-12 tahun 1 dd 5 mg, di bawah tahun 1 ddd 0,2
mg/kg.
Levocabastin (Livostin, Livocab)
Senyawa-piperidinecarbonic acid ini (1991) berkhasiat antihistamin kuat dan praktis tidak
bekerja sentral. Hanaya digunakan topikal sebagai tetes mata dan spray hidung (0,05%).
Ebastin (Kestine) adalah derivat baru (1995) yang sebagai produk dalam hati diubah
menjadizat aktif carebastin. Khususnya digunakan pada rhinitis alergis kronis dengan
efektivitas sama seperti esteminazol 10 mg, cetirizin 10 mg, loratadin 10 mg, dan terfenadin (2
dd 60 mg ) (10).
Dosis: oral 1 dd 10-20 mg.
8. Lain-lain
Mebhidrolin (Incidal) digunakan antara lain pada pruritus dengan dosis 2-3 dd 50 mg.
Dimetiden (Fenistil) juga dugunakan terhadap pruritus dengan dosis 3 dd 1-2 mg (maleat).
Kortikosteroida. Glukokortikoida dapat menekan daya tangkis seluler sehingga
mengurangi reaksi alergi.
Secara lokal terutama digunakan:
Terhadap asma dan rhinitis alergica: beklomestason dipropionat (Beconase, Becotide) dan
Budesonida (Pulmicort, Rhinocort), dalam bentuk obat semprot hidung atau aerosol;
Terhadap radang mata: deksanetason, fluormetolon (FML-Neo tetes mata) hidrokortison dan
prednisolon; dan terhadap dermatoses (gangguan kulit).
Secara sistemis (bersamaan dengan adrenalin), kortikosteroida digunakan pad shock anafilaksis,
kejang bronchi karena reaksi alergi dan status asthmatichus.
Natrium kromoglikat : Intal, Rynacrom
Zat ini bukan merupakan suatu antihistamin, tapi dapat berkhasiat profilaksisnya terhadap hay
fever, suatu prolaksis lain terhadap asma yang dapat diberikan peroral. Digunakan dalam bentuk
aerosol atau inhalasi serbuk halus pada asma. Juga sebagai tetes hidung pad rinitis allergic dan
tetes/salep mata (Optocrom) pad radang selaput mata alergis (conjunctivitis).
Efek sampingnya lemah, terutama iritasi setempat.
Dosis: 4 dd 20 mg serbuk halus kering untuk inhalasi (garam-dinatrium).
Nedokromil (Tilade) adalah suatu senyawa-chinolin (1986) dengan khasiat sama dengan
kromoglikat. Digunakan untuk prevensi serangan asma, juga juga yang diprovokasi oleh
pengeluaran tenaga (exertion).
Dosis: dosis-aerosol 4 dd 4 mg.

Wanita hamil dan menyusui
Hanya sinarizin, hidroksizin, siklizin, dan meklozin, ketotifen, mebhidrolin, dan
siproheptadin dianggap aman bagi janin dari obat-obat lainnya selama kehamilan dan laktasi.

Antihistaminika
Penggunaan umum: Menghilangkan gejala yang berhubungan dengan alergi, termasuk
rinitis, urtikaria, dan angioidem, dan sebagai terapi adjuvan pada reaksi anafilaksis. Beberapa
antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin);
insomnia (difenhidramin); reaksi berupa parkinson (difenhidramin); dan kondisi nonalergi
lainnya.
Kerja obat dan informasi umum: Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H.
Tidak menghambat pelepasan histamin produk antibodi, atau reaksi antigen antibody.
Kebanyakan atihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan konstipasi, mata
kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistami yang menyebabkan sedasi.
Beberapa fenotiazinmempunyai sufat antihistaminyang kuat (hidroksizin dan prometazin).
Kontraindikasi: Hipersensitivitas dan glaucoma sudut sempit. Jangan digunakan pada bayi
yang baru lahir atau prematur.
Perhatian: pasien lansia lebih rentan terhadap efek antikolinergik yang merugikan dari
antihistamin. Gunakan secara hati-hati pada pasien-pasien dengan obstruksi pylorus, hipertrofi
pusat, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskuler, atau penyakit hati berat. Gunakan secara hati-
hati pada kehamilan dan laktasi.
Interaksi: Sedasi tambahan bila digunakan bersama depresan SSP lainnya, termasuk alkoho,
antidepresan, analgesik opioid, dan sedatif/hipnotik. Inhibitor MAO dapat memperpanjang dan
memperkuat sifat antikolinergik antihistamin. Eritromisin, Ketokonazol, dan intrakonazol
mengikat resiko aritnia jantung serius bila digunakan bersama astenizol dan terfenadia.

Pengkajian
Informasi umum: Kaji gejala energy (rinitis, konjungtivitis, bersin) sebelum dan secara
periodikselama terapi.
Pantau nadi dan tekanan darah sebelum dan sealama terapi IV.
Kaji bunyi paru dan karakter sekresi bronkus.
Antihistamin yang terdapat dalam pedoman obat untuk perawat:
1. Astenizol
2. Azatadin
3. Bromfeniramin
4. Harfeniramin
5. Klematin
6. Siproheptadin
7. Deminhidrinat
8. Defenhidramin
9. Hidroksizin
10. Loratidin
11. Meklizin
12. Prometazin
13. Terfenadin
14. Tripolidin

Kesimpulan
Antihistamin merupakan zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi suatu efek
amin nabati merupakan produk normal dan pertukaran zat histidin. Obat-obat antihistamin ini
juga memiliki berbagai khasiat lainnya, yakni daya antikolinergis, antiemetis, dan daya
menekan SSP (sodatif), sedangkan beberapa di antaranya mempunyai efek antiserotonin dan
lokal anestetis (lemah).


Daftar Pustaka


Hj. Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Bishop, Anne dan John Scudder. 2002. Praktik Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Anonim, 2008, www.majalah-farmacia.com
Anonim, 2008, www.dexa-medica.com
Anonim, 2008, www.library.usu.ac.id
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/antihistamin.html

Anda mungkin juga menyukai