Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebuataan disbanding nondiabetes.
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat
menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi
kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan
retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang
paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir
100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang
menjadi retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha
telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi
kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan
tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and
Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study
(ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati diabetik.
(1,2)







2

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat
lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera
adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah
untuk memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina,
yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan
syaraf di dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang
mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.

Gambar 1 : Anatomi Mata.
(Dikutip dari kepustakaan 5)
3

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata.
(4)

Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama
vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.
(,6,7)


Gambar 2 : Lapisan Retina (Dikutip dari kepustakaan 7)







4

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel
pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen
dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.
6,7

Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :
7

1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping
dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
5


Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah
temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari
arteri.(Dikutip dari kepustakaan 7)

Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.
6,7

Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.Fovea
sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada difusi
6

sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai mengenai
fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.
6,7

Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel. Kelainan-kelainan
yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris
pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina
seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan
obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual
evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.
6,7



















7

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
(4)


3.2 Epidemiologi
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik degeneratif yang
morbiditas dan mortalitasnya tinggi di dunia. Indonesia, menurut World Health
Organization (WHO), menduduki peringkat keempat terbanyak dalam jumlah
penyandang DM. Berdasarkan The Diab Care Asia2008 Study, 42% penyandang DM
di Indonesia mengalami komplikasi retinopati yang 6,4% di antaranya adalah
retinopati DM proliferatif. Kebutaan akibat retinopati DM harus dicegah karena akan
menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita, serta menimbulkan beban
sosial dalam masyarakat. Keterlambatan diagnosis merupakan tantangan utama dalam
tatalaksana sehingga dokter umum diharapkan mampu mendeteksi retinopati DM
sejak dini melalui pemeriksaan funduskopi direk atau fundus photography. Selain itu,
dokter umum berperan penting dalam pemberian edukasi, pengendalian faktor risiko,
dan penentuan kasus rujukan. Apabila dokter umum mampu bertindak optimal, maka
risiko kebutaan akibat retinopati DM akan menurun hingga lebih dari 90%. J Indon
Med Assoc. 2011;61:337-41




8

3.3 Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan
diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati
dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat
lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor
yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran
kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan
membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan
udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya
di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat
dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler -kapiler, sehingga
terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-
pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

Faktor resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:
1.3.10

1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetik setelah 50
tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
9

2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2
dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat
yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari
preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif
pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan
perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.

3.4 Patofisiologi
Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur
poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan
reactive oxygen speciasi (ROS)
10


Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi
menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan
multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan
perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,
termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi
pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati
diabetik, antara lain:
1) Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi
jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat
pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
11

banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD
+
sehingga
menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis
fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi
syaraf.

Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi
saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase
(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau
memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum
menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
19.20,21

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan
suatu regulator PKC dari glukosa.

PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap
agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya
ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai
dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah
dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen
12

vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga
akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non
enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus
menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan
meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.
Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi
pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja
kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan
akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H
2
O
2
), superokside (O
2
-
). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel.
19




13








Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa.
Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat
disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang
ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.
6,18

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga
14

terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak
perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda
yang melayang-layang pada penglihatan.
4,6,18


Gambaran retina penderita DM

3.5 Klasifikasi
Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi :
1,10
1. Retinopati diabetik non proliferatif.
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita
diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata
melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut
(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan
protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan
pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
15

menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang
disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.
(Lihat gambar).

Gambar Retinopati diabetik non proliferatif .
7,11


2. Retinopati diabetik proliferatif
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif
yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk
utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari
pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang
dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak
diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta
bagian-bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan
yang berat atau kebutaan. (Lihat gambar).








Gambar Retinopati diabetik proliferatif.
13
16

3.6 Gejala klinik
2,5,6,8


3.6.1 Retinopati Diabetik nonproliferatif
Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua
lapisan retina.
Gejala subjektif adalah:

Penglihatan kabur
Kesulitan membaca
Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif adalah:
Mikroaneurisma
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat
pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini
demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan
kelainan diabetes mellitus dini pada mata .



Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina.
7


17


Gambar Blot hemorrhages dan microaneurysms .
13

Dilatasi pembuluh darah balik
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan
berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-
kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
6,8,15


Gambar Dilatasi pembuluh darah balik.
16
Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan
dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas
memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan
yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6,8,15

18



Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif.
16
Hard eksudat
Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa
pungtata, kemudian membesar dan bergabung.
6,8,15


Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea .
16

Edema retina
Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di
daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis
tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan
eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya
lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan
eksudat intra retina (lihat gambar 14).
19

Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular
oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah
ini:
6,8,15

Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.
Hard eksudat jaraknya 500 mdari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.
Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak
dari fovea sentralis 1 disk.
17



Gambar Funduskopi makula normal.
14


Gambar Funduskopi edema makula.
9
20


Gambar Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak,
mikroaneurisma,hard eksudat, cotton wool spot.
13

3.6.2 Retinopati Diabetik proliferatif
-

Gejala Subjektif :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-

Gejala objektif :


Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear
dalam dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis.
Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak
pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan
bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
21


Gambar 10 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 11 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma
non-trombosis.
(Dikutip dari kepustakaan 10)






22

Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan
lumennya ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar 12: Dilatasi Vena
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina.
Gambarannya khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.

Gambar 13 :Hard Exudates
(Dikutip dari kepustakaan 10)
23


Gambar 14 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi
daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Gambar 15 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA
(Dikutip dari kepustakaan 10)


24

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam
penglihatan.Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar
dan lapisan nucleus dalam.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
berkelompok dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.

Gambar 16 : NVD severe dan NVE severe
(dikutip dari kepustakaan 10)
25


Gambar 17 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai
perdarahan vitreus
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Perbedaan antara NPDR dan PDR
1,5,7,10

NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)






26

3.7 Diagnosa
2,3,5,11

Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :
1.Anamnesis
Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan yang
terjadi secara perlahan-lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya
kelainan.
2.Pemeriksaan Fisis
Tes ketajaman penglihatan
Dilatasi pupil
3.Pemeriksaan Penunjang
Fundal flourescein angiography
Pemotretan dengan memakai film berwarna
Oftalmoskopi
Slit lamp biomicroscopy
Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang
menyerupai ultrasound yang digunakan untuk mengukur tekanan
intraocular.
Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk
deteksi dini penyakit mata termasuk retinopati diabetik.









27

3.8 Penatalaksanaan
1,2,3,9,10,11

Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe
II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien
ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi
resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS
menunjukkan bahwa kontrol hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresif dari retinopati dan kehilangan penglihatan.
3. Fotokoagulasi
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior.
Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.

Gambar 19 : Tahap-tahap PRP
(Dikutip dari kepustakaan 10)
28

2) focal photocoagulation,
Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard
exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation,
Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-
kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan
dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
(Dikutip dari kepustakaan 2)
29

4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti
angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel
endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk penggunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal
injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan
di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
1,2,8,10

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
1,2,8


Gambar 22 : Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10)
30

3.9 Komplikasi
1,12,10,11

1. Rubeosis iridis progresif
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular
presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior
perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi
6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah
glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik.






31

3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah
pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.











32

3.10 Prognosis
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetik melalui
pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluoresin,
indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri
pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga angka
kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah lain.
Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis
pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien
diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi
retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan
iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa
terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.















33

BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

4.1 Kesimpulan
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini
dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non
proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non
proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit
retinopati diabetik. Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah yang terkena.
Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada
umumnya seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur
pada satu mata,melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya
kelap-kelip. Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non
proliferative antara lain mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan
(haemorrhages), hard eksudat,edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat
mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina
yangmenyebabkan iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik
non proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina
mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik.
Bila satu darikeempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada
retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic
menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat
34

bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non
proliferatif.
Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan
retinopati diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran
retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil
risiko penurunan penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi
penglihatan. Pada edema makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi
steroid bila tidak berespon dengan terapi laser.

4.2 Saran
Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mecegah
komplikasi pada penderita
Memberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi angka mortalitas akibat
komplikasi Diabetes Mellitus
Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai neuropati diabetik agar
diketahui data insidensi neuropati diabetik di Indonesia.







35

DAFTAR PUSTAKA
1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition.
Boston:Little Brown Company.1988. 145-7.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta:
Widya Medika. 2000.211-4.
3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.168-9.
4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:
Erlangga.2005.131
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung
Seto.2002.8-9.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2005.9,21820.
7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.
http://www. Seebetterflorida.com
8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata
FKUSU RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.
9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema.
http://www.vrmny.com
10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth
Heinemann.1994.344-57
11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org
Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org Dunbar TM. What's
Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com
12. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United
State:American Academi of Ophtalmologi.1997.71-86

36

13. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.2003.121-3
14. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com

Anda mungkin juga menyukai