Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal dimana merupakan
suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta edema anasarka. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar >3,5 g/hari atau
lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari gram/dl.
!eadaan ini disebut juga dengan hiperkoagubilitas, dan dapat berisiko untuk
terjadinya trombosis "ena renalis atau trombosis "ena profunda.
#iperkoagubillitas terjadi karena keefekti"an dari heparin terganggu oleh adanya
difisiensi antitrombin $$$.
%,,&
2.2. Epidemiologi
'ada anak-anak () %* tahun+ paling sering ditemukan nefropati lesi
minimal (,5--&5-+ dengan umur rata-rata ,5 tahun, &.- ) * tahun saat
diagnosis dibuat, laki-laki dua kali lebih banyak daripada /anita. 'ada orang
de/asa paling banyak nefropati membranosa (3.--5.-+, umur rata-rata 3.-5.
tahun dan perbandingan laki-laki dan /anita 0 %. !ejadian S1 idiopatik -3
kasus/%...... anak/tahun sedangkan pada de/asa 3/%......./tahun.
%,
2.3. Anatomi
2injal merupakan organ yang berbentukseperti ka3ang, terdapat sepasang
(masing- masing satu di sebelah kanan dan kiri "ertebra+ dan posisinya
retroperitoneal. 2injal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih % 3m+
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. !utub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga %% ("ertebra 4%+, sedangkan
kutub atas ginjal kanan adalah tepi ba/ah iga %% atau iga %. Adapun kutub

ba/ah ginjal kiri adalah pro3essus trans"ersus "ertebra 5 (kira-kira 5 3m dari


krista iliaka+ sedangkan kutub ba/ah ginjal kanan adalah pertengahan "ertebra
53. 6ari batas-batas tersebut dapat terlihat bah/a ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
!orteks 0 yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/7alpighi (glomerulus dan kapsul 8o/man+, tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
7edula, yang terdiri dari 9-%: pyiramid. 6i dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung #enle dan tubulus pengumpul (du3tus 3olligent+.
;olumna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
'ro3essus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks.
#ilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
'apilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan 3ali< minor.
;ali< minor, yaitu per3abangan dari 3ali< major.
;ali< major, yaitu per3abangan dari pel"is renalis.
'el"is renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara 3ali< major dan ureter.
=reter, yaitu saluran yang memba/a urine menuju "esi3a urinari
3
2ambar %. Anatomi ginjal
2.4. Etiologi
Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder, akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective
tissue diseases+, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti ter3antum
diba/ah ini 0
Klasifiasi dan Pen!e"a" Sind#oma Nef#oti
I. $lome#%lonef#itis p#ime#&
- $N lesi minimal '$N()*
'ada bentuk sindroma nefrotik ini, jika dilihat melalui mikroskop 3ahaya
akan didapatkan tidak ada atau hanya terdapat sedikit perubahan pada pembuluh
darah kapiler glomerulus (yang menunjukkan adanya perubahan minimal+.
>alaupun hiperseluleritas glomerulus ringan dapat dilihat. 2lomerulus juga
dapat berukuran normal. ?ika dilihat dengan mikroskop elektron dapat terlihat
:
adanya penghapusan epitel prosesus kaki (foot process disease+. Sedangkan jika
dilihat dengan menggunakan mikroskop imunofluoresens dapat dilihat tidak
adanya deposit imunoglobulin atau deposit imunoglobulin dan komponen
komplemen atau yang tidak teratur dan tidak spesifik (terutama $g7 dan ;3+.
Sindroma nefrotik jenis ini paling sering ditemukan pada anak- anak, lebih dari ,.
@ &. - kasus ditemukan. Sedangkan pada de/asa ditemukan %5-.- kasus yang
ditemukan. =ntuk hasil laboratorium sindrom nefrotik jenis ini dapat ditemukan
proteinuria yang selektif, kadar serum ;3 dapat normal, terjadinya penurunan $g2
dan peningkatan pada $g7.
&
- $lome#%losle#osis foal segmental '$S+S*
5esi ini ditandai dengan sklerosis dan hialinosis pada beberapa glomerulus,
namun tidak seluruh glomerulus (sehingga disebut dengan fokal+. 6iantara
glomerulus yang terkena hanya sebagian glomerulus yang abnormal (sehingga
disebut juga dengan segmental+.
?ika dilihat dengan mikroskop elektron gambaran yang dapat dilihat pada
sindrom nefrotik jenis ini akan terlihat membrana basalis setempat yang kolaps
dan tampak adanya penggundulan pada permukaan epitelnya. Sedangkan jika
dilhat dengan mikroskop imnuofluoresens akan terlihat adanya deposit granuler
dan noduler $g7 dan ;3 yang ditemukan pada lesi sklerosis segmental.
2lomerulosklerosis fokal segmental ini sering ditemukan pada orang de/asa
dengan persentase %.-%5- kasus yang ditemukan.
#asil laboratorium pada jenis ini, biasanya ditemukan hematuria, leukosituria,
proteinuria hampir selalu nonseleketif, kadar serum ;3 normal, dan terjadi
penurunan pada $g2, tetapi penurunan pada $g2 tidak seperti pada lesi minimal.
&
- $N mem"#anosa '$N)N*
5esi pada glomerulonefritis membranosa ini ditandai dengan adanya deposit
proteinaseus irregular yang tidak terus-menerus sepanjang bagian luar
(subepitelial+ dinding kapiler glomerulus. 4idak seperi sklerosis fokal, pada lesi
ini glomerulus terkena se3ara seragam. 'ada stadium a/al, semua glomerulus
5
dapat kelihatan normal jika dilihat melalui mikroskop 3ahaya tetapi seiring
dengan progresi"itas penyakit, timbuan imun bergabung dan terbentuk materi
baru yang menyerupai membrana basalis dimana akan menyebabkan penebalan
pada dinding kapiler.
2lomerulonefritis membranosa ini bertanggung ja/ab atas 3.-:.- kasus
pada orang de/asa. #asil laboratorium yang didapatkan pada 21 membranosa ini
seperti adanya hematuria, kadar serum ;3 normal, dan adnya penurunan pada
$g2.
&
- $N mem"#anop#olife#atif '$N)P*
'ada jenis ini dapat ditandai dengan proliferasi sel mesangial, seiring dengan
interposisi segmental atau difus dari sel ini atau sitoplasmanya kedalam pembuluh
kapiler perifer ansa henle. Sintesis matriks mesangial juga dapat meningkat.
6inding kapiler glomerulus menebal tidak beraturan, berdasarkan perluasan
mesangium dan adanya sintesis materi yang mirip membrana basalis.
2lomerulonefritis membranoproliferatif ini biasanya ditemukan pada anak @
anak. #asil laboratorium pada jenis ini dapat ditemukan hematuria, proteinuria
selektif buruk, kadar ;3 serum menurun.
&
- $N p#olife#ati,e lain
6alam persentase ke3il orang de/asa dan anak dengan sindroma nefrotik
jenis ini biasanya ditemukan pada biopsi ginjal. #al ini meliputi glomerulonefritis
kresentik dan glomerulonefritis proliferati"e fokal dan segmental. 7ekanisme
patogenesis pada lesi ini ber"ariasi. ;ontohnya, beberapa kasus glomerulonefritis
fokal dan segmental dapat mempunyai deposit $gA mesangial ekstensif dan 3o3ok
ke dalam kategori penyakit 8erger. !adar ;3 serum biasanya normal.
!arakteristik klinis, perjalanan alamiah penyakit, dan respon terhadap terapi pada
lesi ini belum jelas benar. #ematuria umum dijumpai dan dapat rekuren.
'roteinuria 3enderung nonselektif.
&
$$. 2lomerulonefritis sekunder akibat0
*
$nfeksi
#$A, hepatitis "irus 8 dan ;
Sifilis, malaria, skistosoma
4uberkulosis, lepra
!eganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma #odgkin, myeloma
multiple, dan karsinoma ginjal
'enyakit jaringan penghubung
5upus Britematosus Sitemik, arthritis rheumatoid, 7;46 (mixed
connective tissue disease+
Bfek obat dan toksin
Cbat anti-inflamasi non steroid, preparat emas, penisilamin, probenesid,
3aptopril, air raksa, dan heroin
5ain-lain 0
6iabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklampsia, rejeksi alograf kronik,
refluks "esikoureter.
2lomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab sindroma
nefrotik yang peling sering. 6alam kelompok glomerulonefritis primer,
glomerulonefritis lesi minimal (2157+, glomerulosklerosis fokal segmental
(2SDS+, glomerulonefritis membranosa (2171+, dan glomerulonefritis
membranopoliprati"e (217'+ merupakan kelainan histopatologik yang sering
ditemukan. 6ari 3&, biopsi ginjal pasien sindroma nefrotik de/asa yang
dikumpulkan di, didapatkan ::,,-, 217S' pada %:,- , 2SDS pada %%,*-,
217' pada &,.- dan 2171 pada *,5-.
'enyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada
glomerulonefritis pas3a infeksi streptokokus atau infeksi "irus heptitis 8, akibat
obat misalnya obat anti inflamasi nonsteroid atau preparat emas organik, dan
,
akibat penyakit sistemik dan diabetes mellitus.
%,

2.-. Patofisiologi
'atofisiologi S1 menurut beberapa teori0
i. Soluble Antigen Antibody ;omple< (SAA;+
Antigen yang mausk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi
reaksi antigen amtibody larut dalam darah. SAA; ini kemudian
menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen ;
3
akan bersatu dengan SAA; membentuk deposit yang
kemudian terperangkap diba/a epitel 3apsula bo/man yang se3ara
imunofloresensi terlihat beberapa benjolan yang disebut #=7'S
sepanjang membran basalis glomerulus berbentuk granuler atau noduler.
!omplemen ;
3
yang ada dalam #=7'S inilah yang menyebabkan
permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein, dan lain-lain
dapat mele/ati mbg sehingga dapat dijumpai didalam urin.
(,:+
ii. 'erubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur membran basal glomerulus, maka perubahan
elektrokemis dapat juga menimbulkan proteinuria. 6ari beberapa
per3obaan terbukti bah/a kelainan terpenting pada glomerulus berupa
gangguan fungsi elektrostatik (sebagai sa/ar glomerulus terhadap filtrasi
protein+ yaitu hilangnya fi<ed negatif ion yang terdapat pada lapisan
sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka
permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin
meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin.
(,:+
Ada empat gejala utama pada sindrom nefrotik. Yaitu0 proteinuria,
hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia.
3,:
P#otein%#ia dan .ipop#oteinemia
'roteinuria terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler
&
glomerulus dan pada umumnya tergantung pada jenis lesinya. 6alam
keadaan normal membran basal glomerulus (782+ mempunyai
mekanisme penghalang untuk men3egah kebo3oran protein. 7ekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (siEe barrier+ dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (3harge barrier+. 'ada sindroma nefrotik,
kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu,
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein
melalui 782. Akibat proteinuria yang masif, maka bisa menyebabkan
terjadi hipoproteinuria dalam intra"askuler.
3,:

'ada S157 didapatkan penurunan klirens protein bermuatan
netral tapi peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin.
sehingga dianggap bah/a proses ini adalah akibat hilangnya barier muatan
negatif. #eparan sulfat proteoglikan yang terdapat pada lamina rara
eksterna dan interna menyebabkan timbulnya muatan negatif dan
merupakan penghalang utama terhadap keluarnya molekul bermuatan
negatif seperti albumin. 'enurunan heparan sulfat proteoglikan dengan
heparitinase menyebabkan terjadinya albuminuria. 'ada sel epitel terdapat
terdapat sialoprotein glomerulus, suatu polianion yang memberikan
muatan negatif pada sel epitel. 'ada S157 jumlah sialoprotein kembali
normal setelah pemberian steroid, sedangkan pada S1 akibat proliferatif
glomerulonefritis atau diabetes melitus, klirens molekul ke3il menurun dan
klirens molekul besar meningkat, hal ini menunjukan adanya perubahan
pada pori baik ukuran, jumlah ataupun keduanya.
Edema
Bdema pada S1 dapat diterangkan dengan teori underfill dan
overfill. 4eori underfill menjelaskan bah/a hipoalbuminemia merupakan
faktor kun3i terjadinya edema pada S1. #ipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik plasma sehingga 3airan bergeser dari
intra"askuler ke jaringan intertisium dan terjadi edema. Akibat penurunan
tekanan onkotik plasma dan bergesernya 3airan plasma terjadi
9
hipo"olemi, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan
retensi natrium dan air. 7ekanisme kompensasi ini akan memperbaiki
"olume intra"askuler tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
4eori overfill menjelaskan bah/a retensi natrium adalah defek
renal utama. Fetensi natrium oleh ginjal menyebabkan 3airan
ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. 'enurunan 5D2 akibat
kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema. !edua
mekanisme tersebut ditemukan pada S1. Daktor seperti asupan natrium,
efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi
gromerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan
menentukan mekanisme mana yang lebih berperan 7ekanisme underfill
dapat dilihat pada gambar dan Overfill pada gambar 3.
3,:
2ambar Skema mekanisme underfill
%.
proteinuria
4ekanan osmotik plasma G
A7B6B
a1 isneteF
amsalp emuloAG
metsiS
AAF
aimenimublaopih
#6AH
isneteF
1 '1A /G
ria isneteF
sulubut kefe6
remirp
a1 isneteF
amsalp emuloAH
noretsodla G
netsiser sulubu4
'1A padahret
'1AH
1/G#6A
A7B6B
2ambar Skema mekanisme overfill
/ipe#lipidemia
Sekurang-kurangnya ada dua fa3tor yang memberikan sebagian
penjelasan0
3,:
%. hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein
. katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoproetein
lipase plasma, system enEim utama yang mengambil lemak dari
plasma.
/ipe#oag%la"ilitas
!eadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (A4+ $$$, protein S,;,
dan plasminogen a3ti"ating fa3tor dalam urin dan meningkatnya faktor
A,A$$, A$$$, I, trombosit , perubahan fungsi endotel serta menurunnya
faktor Eymogen (faktor $I, I$+
&
.
2.0. )anifestasi Klini
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema,
%%
yang tampak pada sekitar 95- penderita dengan sindrom nefrotik. Seringkali
sembab timbul se3ara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah
gemuk. 'ada fase a/al edema sering bersifat intermitenJ biasanya a/alnya
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misal, daerah periorbita, skrotum atau labia+. Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka+.
3,*,,
Bdema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema
muka pada pagi hari /aktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada
ekstremitas ba/ah pada siang harinya. 8engkak bersifat lunak, meninggalkan
bekas bila ditekan (pitting edema+. 'ada penderita dengan edema hebat, kulit
menjadi lebih tipis dan mengalami ooEing. Bdema biasanya tampak lebih hebat
pada pasien S1!7 dibandingkan pasien-pasien 2SDS atau 217'. #al tersebut
disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien
S157.
9

2angguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. 6iare sering dialami pasien dengan sembab masif yang
disebabkan sembab mukosa usus. #epatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. 'ada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh
karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. 1afsu makan menurun
karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat
menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
,9
Cleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi ga/at.
!eadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
3,*,9
#ipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. #ematuria
mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
3,*
%
a. Peme#isaan Pen%n1ang
6iagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa
pemeriksaan penunjang berikut0
=rinalisis
=rinalisis adalah tes a/al diagnosis sindromk nefrotik.'roteinuria berkisar
3K atau :K pada pemba3aan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif
dengan asam sulfosalisilat.3K menandakan kandungan protein urin sebesar
3.. mg/d5 atau lebih, yang artinya 3g/d5 atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.

'emeriksaan sedimen urin


'emeriksaan sedimen akan memberikan gambaran o"al fat bodies0 epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.

'engukuran protein urin


'engukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single
spot collection. 4imed 3olle3tion dilakukan melalui pengumpulan urin :
jam, mulai dari jam , pagi hingga /aktu yang sama keesokan harinya.
'ada indi"idu sehat, total protein urin L %5. mg. Adanya proteinuria masif
merupakan kriteria diagnosis.
, &
Single spot 3olle3tion lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan
kreatinin > g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari
sebanyak M 3g.
,&
Albumin serum
kualitatif 0 KK sampai KKKK
kuantitatif 0> 5. mg/kg88/hari (diperiksa dengan memakai reagen
BS8A;#+
'emeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
=S2 renal
4erdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik
%3
8iopsi ginjal
8iopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan S1 3ongenital, onset usia> &
tahun, resisten steroid, dependen steroid atau freNuent relaps, serta terdapat
manifestasi nefritik signifikan.'ada S1 de/asa yang tidak diketahui
asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.'enegakan diagnosis
patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki
pengobatan dan prognosis yang berbeda. 'enting untuk membedakan
minimal-3hange disease pada de/asa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-3hange disease memiliki respon yang lebih baik terhadap
steroid.

6arah&
'ada pemeriksaan kimia darah dijumpai0

- 'rotein total menurun (10 *,-&,% gm/%..ml+


- Albumin menurun (10:-5,& gm/%..ml+
- O% globulin normal (10 .,%-.,3 gm/%..ml+
- O globulin meninggi (10 .,:-% gm/%..ml+
- P globulin normal (10 .,5-.,9 gm/%..ml+
- Q globulin normal (10 .,3-% gm/%..ml+
- rasio albumin/globulin )% (103/+
- komplemen ;3 normal/rendah (10 &.-%. mg/%..ml+
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
2.2. Diagnosis
6iagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
%. Anamnesis
!eluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,
perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
berkurang. !eluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin ber/arna
kemerahan.
9
%:
. 'emeriksaan fisik.
'ada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia.
!adang-kadang ditemukan hipertensi.
9

3. 'emeriksaan penunjang
'ada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3K sampai :K+, dapat disertai
hematuria. 'ada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia () ,5
g/dl+, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. !adar ureum dan kreatinin umumnya normal
ke3uali ada penurunan fungsi ginjal.
9
2.3. Diagnosa Banding
%. Bdema / sembab non renal 0 gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi,
edema hepatik.
. 2lomerulonefritis akut.
2.14. Penatalasanaan
152
'engobatan S1 terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi protenuria,
mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Btiologi sekunder dari sindrom
nefrotik harus di3ari dan diberi terapi, da obat-obatan yang menjadi penyebabnya
disingkirkan.
a*.Diet.
6iet untuk pasien S1 adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. 6iet rendah garam (-3 gr/hari+, rendah lemak harus diberikan.
'enelitian telah menunjukkan bah/a pada pasien dengan penyakit ginjal tertentu,
asupan yang rendah protein adalah aman, dapat mengurangi proteinuria dan
memperlambat hilangnya fungsi ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan
intraglomerulus. 6erajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien
%5
yang kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan. 'embatasan
asupan protein .,&-%,. gr/ kg88/hari dapat mengurangi proteinuria. 4ambahan
"itamin 6 dapat diberikan kalau pasien mengalami kekurangan "itamin ini.
"* Te#api Koag%lan
8ila didiagnosis adanya peristi/a tromboembolisme , terapi antikoagulan
dengan heparin harus dimulai. ?=mlah heparin yang diperlukan untuk men3apai
/aktu tromboplastin parsial ('44+ terapeutik mungkin meningkat karena adanya
penurunan jumlah antitrombin $$$. Setelah terapi heparin intra"ena , antikoagulasi
oral dengan /arfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.
6* Te#api Pengo"atan
1. Te#api o#tioste#oid
4erapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone % @ %,5 mg/kg88/hari dosis tunggal
pagi hari selama : @ * minggu. !emudian dikurangi 5 mg/minggu
sampai ter3apai dosis maintenan3e (5 @ %. mg+ kemudian diberikan
5 mg selang sehari dan dihentikan dalam %- minggu. 8ila pada
saat tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul
edema, protenuri+, diberikan kembali full dose selama : minggu
kemudian tapering off kembali. Cbat kortikosteroid menjadi
pilihan utama untuk menangani sindroma nefrotik (prednisone,
metil prednisone+ terutama pada minimal glomerular lesion
(725+, fo3al segmental glomerulos3lerosis (DS2+ dan sistemik
lupus glomerulonephritis. Cbat antiradang nonsteroid (1SA$6+
telah digunakan pada pasien dengan nefropati membranosa dan
glomerulosklerosis fokal untuk mengurangi sintesis prostaglandin
yang menyebabkan dilatasi. $ni menyebabkan "asokonstriksi ginjal,
pengurangan tekanan intraglomerulus, dan dalam banyak kasus
penurunan proteinuria sampai ,5 -.
%*
Fespon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi
remisi lengkap, remisi parsial dan resisten.6ikatakan remisi
lengkap jika proteinuria minimal () .. mg/: jam+, albumin
serum >3 g/dl, kolesterol serum ) 3.. mg/dl, diuresis lan3ar dan
edema hilang. Femisi parsial jika proteinuria)3,5 g/hari, albumin
serum >,5 g/dl, kolesterol serum )35. mg/dl, diuresis kurang
lan3ar dan masih edema. 6ikatakan resisten jika klinis dan
laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah
pengobatan : bulan dengan kortikosteroid.
5
!elompok S1SS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi
menjadi : kelompok, yaitu S1 non-relaps (3.-+, S1 relaps jarang
(%.-.-+, S1 relaps sering dan S1 dependen steroid (:.-5.-+.
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak
pernah mengalami relaps setelah mengalami episode pertama
penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang
mengalami relaps kurang dari kali dalam periode * bulan atau
kurang dari : kali dalam periode % bulan setelah pengobatan
inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang
mengalami relaps > kali dalam periode * bulan pertama setelah
respons a/al atau > : kali dalam periode % bulan. Sindrom
nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada
saat dosis steroid diturunkan atau dalam /aktu %: hari setelah
pengobatan dihentikan.
5,,
'engobatan S1 relaps sering atau dependen steroid dapat
diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi
dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid
alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis
terke3il yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara .,%-.,5 mg/kg
se3ara alternating. 6osis ini disebut sebagai dosis treshold,
diberikan minimal selama 3-* bulan, kemudian di3oba untuk
dihentikan.
5,,
%,
'engobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid
yaitu0 Siklofosfamid, !lorambusil, Siklosporin A, 5e"amisol, obat
imunosupresif lain, dan A;B inhibitor.Cbat-obat ini utamanya
digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap
steroid.
5
2. Di%#eti
6iuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat
diberikan S1 yang disertai dengan diare, muntah atau hipo"olemia,
karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.'ada
edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid
dengan dosis %-3 mg/kg per hari.'emberian spironolakton dapat
ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari % minggu
lamanya, dengan dosis %- mg/kg per hari.8ila edema menetap
dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik
dengan infus albumin.'emberian infus albumin diikuti dengan
pemberian furosemid %- mg/kg intra"ena.Albumin biasanya
diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran 3airan ke dalam
"askuler dan untuk men3egah kelebihan 3airan (o"erload+.'enderita
yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan
napas dan gagal jantung
3. /ipe#tensi
#ipertensi pada S1 dapat ditemukan sejak a/al pada %.-%5- kasus,
atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid.'engobatan
hipertensi pada S1 dengan golongan inhibitor enEim angiotensin
kon"ertase, 3al3ium 3hannel blo3kers, atau beta adrenergi3 blo3kers
4. Hipovolemia
!omplikasi hipo"olemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian
diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai
%&
dengan sepsis, diare, dan muntah. 2ejala dan tanda hipo"olemia
ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk,
peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. 'ada beberapa
anak memberi keluhan nyeri abdomen.#ipo"alemia diterapi dengan
pemberian 3airan fisiologis dan plasma sebanyak %5-. ml/kg
dengan 3epat, atau albumin % g/kg berat badan.
%,,5,,
5. Tromboemboli
Fisiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena
keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan
"olume intra"askular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan
juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor A,
A$$, A$$$, I serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan
konsentrasi antitrombin $$$ yang keluar melalui urin. Fisiko
terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin
plasma ) g/d5, kadar fibrinogen > * g/d5, atau kadar antitrombin
$$$ ) ,.-. 'ada S1 dengan risiko tinggi, pen3egahan komplikasi
tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis
rendah dan dipiridamol. #eparin hanya diberikan bila telah terhadi
tromboemboli, dengan dosis 5. =/kg intra"ena dan dilanjutkan
dengan %.. =/kg tiap : jam se3ara intra"ena.
6. Hiperlipidemia
#iperlipidemia pada S1 meliputi peningkatan kolesterol,
trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. !olesterol hampir selalu
ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak
selalu meningkat. 'eningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik
dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. !eadaan
hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan
onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar
untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu
%9
katabolisme lipid pada S1 juga menurun. #iperlipidemia pada S1SS
biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada
keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini 3ukup dengan
pengurangan diit lemak. 'engaruh hiperlipidemia terhadap
morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardio"askuler pada anak
penderita S1 masih belum jelas.7anfaat pemberian obat-obat
penurun lipid seperti kolesteramin, deri"at asam fibrat atau inhibitor
#72-;oA reduktase (statin+ masih diperdebatkan.
2.11. Kompliasi
%. !elainan koagulasi dan timbulnya trombosis.
Se3ara ringkas, kalaina hemostatik pada S1 dapat timbul drai
mekanisme yang berbeda0
'eningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan 0 meningkatnya
degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti antitrombin
$$$, plasminogen dan antiplasmin.
Akti"asi sitem emostatik didalam ginjal dirangsang oleh fator jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus
yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi
trombosit.
%
. #ipertensi merupakan salah satu komplikasi dari S1 yang dapat
ditemukan baik pada a/itan penyakit ataupun dalam perjalanan penyakit
akibat toksisitas steroid. 'emberian steroid jangka panjang sendiri dapat
menimbulkan efek samping yang signifikan terhadap penderita. 6engan
demikian edukasi terhadap penderita menjadi sangat penting. 'engobatan
hipertensi dia/ali dengan inhibitor A;B-i (Angiotensin Converting
Enzyme inhibitors+, AF8 (Angiotensin Receptor Blocker+, ;;8 (Calcium
Channel Blockers+, atau antagonis P adrenergik, hingga tekanan darah di
ba/ah persentil 9.. 'ada semua pasien ra/at jalan S1 dengan pengobatan
steroid, maka harus dilakukan pemantauan tekanan darah setiap * bulan
.
sekali.
3. #iperlipidemia dan 5ipiduria.
#iperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai S1.
!adar kolesterol pada umumnya meningkat sedangkan trigliserida
ber"ariasi dari normal sampai sedikit tinggi. 'eningkatan kadar kolesterol
disebabkan oleh meningkatnya 565 (lo/ density lipoprotein+ yaitu sejenis
lipoprotein utama pengangkut kolesterol. 4ingginya kadar 565 pada S1
disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme
hati. 7ekanisma hiperlipidemia pada S1 dihubungkan dengan
peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya
katabolisme.
5ipiduria sering ditemukan pada S1 dan ditandai oleh akumulasi
lipid pada debris sel dan 3ast seperti badan lemak berbentuk o"al (o"al fat
bodies+ dan fatty 3ast. 5ipiduria lebih dikaitkan dengan protenuria
daripada dengan hiperlipidemia
:. $nfeksi
8eberapa penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah0
%
o !adar imunoglobulin yang rendah
o 6efisiensi protein se3ara umum.
o #ipofungsi limfa
o Akibat pengobatan imunosupresif
2.12. P#ognosis
'rognosis umumnya baik, ke3uali pada keadaan-keadaan sebagai berikut 0
%.
6isertai oleh hipertensi.
6isertai hematuria
4ermasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
%
2ambaran histopatologik bukan kelainan minimal
'engobatan yang terlambat, diberikan setelah * bulan dari timbulnya
gambaran klinis. 'ada umumnya sebagian besar (K &.-+ sindrom nefrotik
primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan a/al dengan
steroid, tetapi kira-kira 5.- di antaranya akan relapse berulang dan sekitar
%.- tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
9

Anda mungkin juga menyukai