Anda di halaman 1dari 21

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat diperlukan
adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum (VeR) atau lebih sering
disingkat visum saja. Melalui jalur inilah umumnya terjalin hubungan antara pihak yang
membuat dan memberi bantuan dengan pihak yang meminta dan menggunakan bantuan.
Visum adalah jamak dari visa, yang berarti dilihat dan repertum adalah jamak dari repere
yang berarti ditemukan atau didapati, sehingga terjemahan langsung dari VeR adalah yang
dilihat dan ditemukan.
1
Walaupun istilah ini berasal dari bahasa latin namun sudah dipakai sejak jaman belanda
dan sudah demikian menyatu dalam bahasa indonesia dalam kehiduapn sehari-hari.
Jangankan kalangan hukum dan kesehatan, masyarakat sendiri pun akan segera menyadari
bahwa visum pasti berkaitan dengan surat yang dikeluarkan dokter untuk kepentingan polisi
dan pengadilan. Di Belanda sendiri istilah ini tidak dipakai.
1

Ada usaha untk mengganti istilah VeR ini ke bahasa indonesia seperti yang terlihat
dalam KUHAP, dimana digunakan istilah keterangan dan keterangan ahli untuk pengganti
visum. Namun usaha demikian tidak banyak berguna karena sampai saat ini ternyata istilah
visum tetap saja dipakai oleh semua kalangan.
1

Baik didalam Kitab Hukum Acara Pidana yang lama, yaitu RIB (Reglemen Indonesia
yang diper-Baharui) maupun Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada
satu pasalpun yang memuat perkataan VeR. Hanya didalam lembaran negara tahun 1937
no.350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat
pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana.
2

Dari rumah sakit pemerintah maupun swasta sampai ke puskesmas, setiap bulan ada
ratusan pemeriksaan yang harus dilakukan dokter untuk membuat visum yang diminta oleh
penyidik. Yang paling banyak adalah visum untuk luka karena perkelahian, penganiayaan,
dan kecelakaan lalu lintas, selanjutnya visum untuk pelanggaran kesusilaan atau perkosa,
2

kemudian diikuti visum jenazah. Visum yang lain seperti visum psikiatri, visum untuk
korban keracunan, atau penentuan keraguan siapa bapak seorang anak (disputed parenity),
biarpun tidak banyak namun merupakan pelayanan yang dapat dilakukan dokter juga.
1




















3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Visum et Repertum
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung tentang
Visum et Repertum, yaitu pada Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1
dan pasal 2 yang menyatakan:
Pasal 1:
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran di negeri Belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat bukti
yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan
mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa.
1

Pasal 2:
(1) Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di negeri Belanda
ataupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah
sebagai berikut:
saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyataan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan
peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya.
Semoga tuhan yang maha pengasih dan penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan
batin
1

Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:
- Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di negeri
Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus
dapat membuat VeR
- VeR mempunyai daya bukti yang sah/alat bukti yang sah dalam perkara pidana
- VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan pada benda-benda/korban
yang diperiksa.
Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan terobosan untuk mengatasi masalah
yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali
sebelum membuat visum. Seperti diketahui setiap keterangan yang akan disampaikan untuk
4

pengadilan haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ketentuan ini, maka
sumpah yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai
sumpah yang sah untuk kepentingan membuat VeR biarpun lafal dan maksudnya berbeda.
Oleh karena itu sampai sekarang pada bagian akhir visum, masih dicantumkan ketentuan
hukum ini untuk mengingatkan yang membuat maupun yang menggunakan visum, bahwa
dokter waktu membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang apa yang
dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
1

Pada seminar/ lokakarya VeR di Medan tahun 1981 pengertian visum dirumuskan
lebih jelas, yaitu: laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat pemberitaan
tentang segala hal (fakta) yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia
(hidup atau mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa dengan
pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang
ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.
1


2.2 Dasar Hukum Visum et Repertum
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undang-undah Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
2






5

Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat bukti yang sah
KUHAP pasal 184
Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keteragan terdakwa.
1

f.
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan

Pasal 187 (c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarka keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.
2

2.3 Fungsi dan Peran Visum et Repertum
Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP,
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa
keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan
bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan
ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini
diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh
dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua hasil Visum et
Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter bukan spesialis
forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
3

Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbedansesuai dengan urutannya.
6

Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan
dengan keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan
oleh seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang
lebih besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis
forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik
masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan
spesialis forensik.
4

Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan.
Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah,
seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau
jenazah yang telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum
et Repertum merupakan pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah
oleh dokter ahli.
4

Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru.
Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP,hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk
dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.
4



2.4 Jenis-jenis Visum et Repertum
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan atas:
(1) Visum seketika (definitive). Visum yang langsung diberikan setelah korban selesai
diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
(2) Visum sementara. Visum yang diberikan pada korban yang masih dalam perawatan.
Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,
sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk dalam menginterogasi
tersangka. Dalam visum semsentara ini belum ditulis kesimpulan.
(3) Visum lanjutan. Visum ini diberikan setelah korban sembuh atau meninggal dan
merupakan lanjutan dari visum semsentara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam
7

visum ini harus dicantumkan nomr dan tanggal dari visum sementara yang telah
diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu
dibuat oleh dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir
merawat penderita.
1


Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum psikiatrikum.
Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi
Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit
tidak dipidana
2

Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit jiwa
(psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis) yang
ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana
tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian dengan saat
pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga
diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang
timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan dokter.
3

Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa pelaku tindak
pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain itu, Visum
et Repertum psikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau
raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat
dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik
pembuat Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang
bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
3





8


(2) Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu
A. Visum et Repertum orang hidup
a. Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk
mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut.
Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas semua hasil pemeriksaan
medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik
atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta surat permintaan
Visum et Repertum. Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke
dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan Visum et
Repertum-nya akan datang terlambat. Keterlambatan surat permintaan Visum et
Repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya kerja sama yang baik antara dokter
atau institusi kesehatan dengan penyidik atau instansi kepolisian.
3

Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya menentukan juga
derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Ini
sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan.
1

Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien mengalami
luka ringan, sedang, atau berat.
1
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak
menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan
sehari-hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang
yaitu yang diatur dalam KUHP pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka
ringan dan luka berat.
1

KUHP pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
9

(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
1,2

Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352 dan penganiayaan sedang diatur dalam
KUHP pasal 351 ayat 1.
KUHP pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
1


KUHP pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
1


b. Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et Repertum-nya
kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh
KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi perzinahan,
pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan
wanita yang belum cukup umur.
2

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya
persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga diharapkan
memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri atau
kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian
10

adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus
dibuktikan di depan sidang pengadilan.
2

B. Visum et Repertum orang mati (jenazah)
Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan Visum et Repertum ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme
kematian. Jenazah yang akan dimintakan Visum et Repertum-nya harus diberi label
yang memuat identitas mayat, di-lak dengan diberi cap jabatan, yang dikaitkan pada
ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et Repertum-nya
harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar
jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133 KUHAP).
1,2

a. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan tanpa merusak
keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan teliti dan sistematik,
serta kemudian dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup jenazah, pakaian,
benda-benda di sekitar jenazah, perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda
tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh
bagian luar.
Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan
Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis
kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan karena
tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum
pemeriksaan (perkiraan waktu kematian) dapat dicantumkan dalam bagian
kesimpulan.
b. Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib memberi tahu
kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Autopsi
dilakukan jika keluarga korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada
tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal 134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa
dapat juga berupa jenazah yang didapat dari penggalian kuburan (Pasal 135
KUHAP).
3

11

Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka rongga
tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan
lain sebagainya. Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka
atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan waktu kematian.
3


2.5 Struktur Visum et Repertum
Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang terdiri dari:
1

1. Pro yustitia
Menyadari bahwa semua surat baru sah di pengadilan bila dibuat di atas kertas materai
dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuatnya harus memakai
kertas bermaterai. Berpedoman kepada peraturan pos, maka bila dokter menulis pro yustitia
di bagian atas visum, maka itu sudah dianggap sama dengan kertas materai.
2. Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang siap yang memeriksa, siapa yang diperiksa, saat
pemeriksaan (hari, tanggal, dan jam), di mana diperiksa, mengapa diperiksa, dan atas
permintaan siapa visum itu dibuat. Data diri korban diisi sesuai dengan yang tercantum
dalam permintaan visum.
3. Pemeriksaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena apa yang
dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari visum et Repertum itu terdapat pada
bagian ini. Pada bagian ini, dokter melaporkan hasil pemeriksaannya secara objektif.
Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera, dan kelainan pada tubuh korban
seperti apa adanya, seperti didapati suatu luka, maka dituliskan panjang, lebar, dalam, tepi,
dan jarak luka.
4. Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini merupakan bagian yang terpenting karena diharapkan
dokter dapat menyimpulkan kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya. Pada
korban luka, perlu dijelaskan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab akibat dari kelainan,
derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat, dan bagaimana harapan kesembuhan.
12

Pada korban pemerkosaan atau pelanggaran susila, perlu dijelaskan tentang tanda-
tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban, dan bila perlu umur korban.
5. Penutup
Baian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat
dengan sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah.
Untuk menguatkan pernyataan itu dokter mencantumkan Staatsblad 1937 No. 350,
atau dalam konsep visum yang baru ditulis sesuai KUHAP.

Selain dari 5 bagian di atas, visum et Repertum dapat juga disertakan lampiran foto.
Lampiran foto terutama diperlukan untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang
disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan dengan kata-kata, dengan lampiran
foto akan memudahkan pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan dokter.
1


Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat Visum et Repertum. Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:
(1) Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
(2) Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada dokter dari penyidik, tidak boleh
dititip melalui korban atau keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos
(3) Bukan kejadian yang sudah lewat
(4) Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
(5) Ada identitas korban
(6) Ada identitas peminta
(7) Mencantumkan tanggal permintaannya
(8) Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHAP pasal 133 maka permintaan
dilakukan secara tertulis dan disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim kerumah sakit harus diberi label mayat
yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau
bagian lain badan mayat.
13

Pada kenyataanya, di lapangan sering terjadi ketidakpahaman dari pihak penegak hukum
tentang tata cara permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan kerugian pada
pihak korban. Maka dari itu, diterbitkan Instruksi Polisi No.Pol.INS/E/20/IX/75 tentang Tata
Cara Permohonan/Pencabutan Visum et Repertum.
Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum tidak dapat dibenarkan. Bila
terpaksa Visum et Repertum yang sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan kembali,
maka hal tersebut hanya diberikan oleh komandan kesatuan paling rendah tingkat Komres dan
untuk kota hanya oleh DANTES.

VeR untuk Kejadian yang Telah Lalu
Kadang-kadang dokter dihadapkan pada pembuatan VeR untuk keadaan yang telah lalu,
artinya permintaan visum baru datang setelah beberapa hari bahkan minggu setelah korban
diperiksa. Hal ini menyebabkan masalah dalam kewajiban dokter untuk menyimpan rahasia
kedokteran, artinya dokter tidak boleh melaporkan hasil pemeriksaan pertama korban walaupun
ada permintaan visum yang datang kemudian, padahal ia mempunyai catatan tersebut di dalam
rekam medis.
1
Dokter dapat melaporkan rekam medis apabila dalam hasil pemeriksaannya terlampir
surat keterangan tidak keberatan dari korban kepada dokter untuk melaporkan hasil
pemeriksaannya kepada penyidik, laporan demikian tidak disebut sebagai VeR, melainkan Surat
Keterangan
.1

Bila dokter tetap berpegang pada wajib simpan rahasia kedokteran, maka sesudah
permintaan visum datang dari penyidik, korban harus diperiksa ulang dan dokter melaporkan
hasil pemeriksaan (VeR) keadaan korban sekarang. Bila perkara ini disidangkan, maka barulah
keadaan korban pertama ini disampaikan dokter secara lisan di depan sidang pengadilan sebagai
keterangan ahli.
1






14

2.6 Bagian bagian dari Visum et Repertum
Sudut kanan atas:
a. alamat tujuan SPVR(Rumah sakit atau dokter), dan tgl SPVR.
b. Rumah sakit (Direktur) :
- Kepala bagian / SMF Bedah
- Kepala bagian / SMF Obgyn
- Kepala bagian / SMF Penyakit dalam
- Kepala bagian I.K.Forensik.

Sudut kiri atas:
a. alamat peminta VetR,
b. nomor surat, hal dan
c. lampiran.

Bagian tengah :
a. Disebutkan SPVR korban hidup / mati
b. Identitas korban (nama, umur, kelamin, kebangsaan, alamat, agama dan
pekerjaan).
c. Peristiwanya (modus operandi) antara lain
*Luka karena . . . . . . . . . . . . . . . .
*Keracunan (obat/racun . . . . . . . . . .).
*Kesusilaan (perkosaan/perzinahan/cabul).
*Mati karena (listrik, tenggelam, senjata api/tajam/tumpul).


1. PEMBUKAAN
Kata Projustitia dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
15

2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
- Identitas pemohon visum et repertum.
- Identitas dokter yang memeriksa / membuat visum et repertum.
- Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
- Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
- Identitas korban.
- Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, waktu
korban meninggal.
- Keterangan mengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada dokter dan
waktu saat korban diterima dirumah sakit.

2. PEMBERITAAN.

- Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB), serta keadaan
umum.
- Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
- Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
- Hasil pemeriksaan tambahan.

Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
- Angka harus ditulis dengan hurup, (4 cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnose luka (luka bacok, luka tembak dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata.
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat dan ditemukan).

3. KESIMPULAN.

- Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil
pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
16

- Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera (pengelihatan,
pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
- Sifatnya subjektif.

4. PENUTUP

- Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah
pada waktu menerima jabatan.
- Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

2.7 Prosedur, permintaan, penerimaan dan penyerahan Visum et Repertum
Pihak yang berhak meminta Ver
3
:
- Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang.
- Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
- Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
- Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat
3
:
- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
17

4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum
selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
- Fotografi forensik
- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
- Penjelasan istilah kedokteran
- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)






18


2.8 Contoh Visum et Repertum

Pekanbaru, 24 Agustus 2010
PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

No. /TUM/VER/VIII/2010

Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afandi, dokter spesialis forensik pada RSUD Arifin
Achmad, atas permintaan dari kepolisian sector Teluk Belanga dengan suratnya nomor
B/37/VeR/VIII/Reskrim tertanggal 24 Agustus 2010 maka dengan ini menerangkan bahwa pada
tanggal dua puluh empat Agustus tahun dua ribu sepuluh pukul Sembilan lewat lima menit
Waktu Indonesia Bagian Barat.bertempat di RSUD Arifin Achmad, telah melakukan
pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah:

Nama : xxxx
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Warga negara : Indonesia
Pekerjaan : xxxx
Agama : xxxx
Alamat : xxxx

HASIL PEMERIKSAAN:
1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban
mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada kepala

2. Pada korban ditemukan
a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat senti
meter diatas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dinding luka
kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya
dikelilingi benjolan berukuran empat sentimeter kali empat senti meter

19

b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata,
dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali
setengah sentimeter dasar otot.
c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri
pada penekanan. ----------------------
d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera
kepala ringan. --------------------
3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan
adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan
atas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan.
4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan.
----
5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.

KESIMPULAN :
Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cedera kepala
ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah tulang tertutup pada lengan
atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit / halangan
dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Demikianlah visum
et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya,
mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.


Dokter Pemeriksa




20

BAB 3
KESIMPULAN

Visum et repertum terdapat dalam lembaran negara tahun 1937 No. 350 pasal 1 dan pasal
2.Dokter yang telah disumpah dapat membuat VeR, dimana didalam VeR berisi laporan tertuis
tentang apa yang dilihat dan diemukan pada benda/korban yang diperiksa. Dasar hukum dari
Visum et Repertum terdapat dalam KUHAP pasal 133, 184, 186, dan 187. Fungsi dari Visum et
Repertum adalah berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan,
jiwa, dan juga orang yang telah meninggal. Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai
barang bukti yang sah karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan
dalam bagian pemberitaan. Serta keterbatasan barang bukti yang diperiksa pasti akan mengalami
perubahan alamiah sehingga tidak memungkinkan untuk dibawa kepengadilan.
Pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan
medikolegal di rumah sakit,namun demikian terkait dengan kedokteran forensik, pembuatan
Visum et Repertum juga merupakan bagian dari pembuktian, bahan penuntutan serta
pertimbangan bagi seorang hakim untuk memutus perkara dalam sebuah persidangan.
Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana yang terjadi
denganmelibatkan bukti-bukti forensik yang cukup. Penentuan derajat atau kualifikasi luka
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus
dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan. Bagi praktisi kesehatan diharapkan agar dapat
mengupayakan prosedur pembuatan VeR khususnya VeR perlukaan yang memenuhi standar
karena memiliki dampak yuridis yang luas dan dapat menentukan nasib seseorang.





21

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Percetakan
Ramadhan: Medan.
2. Idries, Dr. Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Binapura Aksara: Jakarta Barat.
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Afandi. 2010. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal: FK UNRI

Anda mungkin juga menyukai