Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Karies masih menjadi masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut di
Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan (2007)
menyebutkan bahwa prevalensi karies penduduk di Indonesia dengan usia
diatas 12 tahun mencapai 46,5%, persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut Depkes RI (2007)
sebesar 23,9% karies diderita oleh kelompok umur 6 12 tahun , sedangkan
angka karies untuk usia produktif 15 54 tahun sebesar 51,76%.
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi (email, dentin dan
sementum) yang disebabkan oleh aktivitas bakteri akibat dari karbohidrat
yang dapat difermentasikan oleh bakteri (Soesilo dkk, 2005). Etiologi dari
karies adalah multifaktor, terdapat 4 faktor utama yang berperan yaitu host,
mikroorganisme, substrat dan waktu (Soesilo dkk, 2005) (Fejerskov dan Kidd,
2008). Mekanisme terjadinya karies adalah, setelah mengkonsumsi makanan
yang mengandung gula, terutama yang mengandung sukrosa maka
glikoprotein (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) yang melekat di
gigi akan mulai membentuk plak. Bakteri pada plak akan memfermentasikan
karbohidrat yang menyebabkan perubahan pH salivasi plak menjadi asam
2

sehingga menjadi proses demineralisasi. Proses demineralisasi yang berlanjut
terus-menerus maka akan menyebabkan karies (Fejerskov dan Kidd, 2008).
Bakteri yang melakukan perlekatan dalam pembentukan plak untuk
membentuk koloni yaitu S. sanguinis, S. oralis, S. gordom, Lactobacilli dan S.
mutans. Streptococcus mutans adalah bakteri pemicu pembentukan plak.
Selain itu Streptococcus mutans merupakan salah satu bakteri yang dominan
pada plak gigi yang berperan dalam proses karies (Suwandi, 2012).
Penggunaan obat kumur adalah salah satu cara yang efektif dalam
menjaga kesehatan gigi (Endarti dkk, 2007). Penghilangan plak terhadap gigi
maupun terhadap jaringan penyangga dapat dilakukan secara mekanis seperti
dengan sikat gigi, dental floss, sikat interdental serta obat kumur. Penggunaan
obat kumur sebagai antiseptik diperlukan untuk membantu menghambat
pertumbuhan bakteri dan menurunkan konsentrasi bakteri pada plak gigi
(Suwandi, 2012). Obat kumur tersedia dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk
kumur dan spray. Komposisi obat kumur terdiri dari antibacterial agent seperti
Chlorhexidine dan Cetylpyridinium chloride (Manson dan Eley, 2004).
Larutan garam dapat dipakai sebagai obat kumur karena garam
mempunyai kandungan chloride yang berfungsi sebagai oksidator yang dapat
merusak dinding bakteri. Salam (2012) melakukan penelitian menggunakan
konsentrasi larutan air garam 8%, 9%, 10%, 11% dan 12% dalam
3

menghambat Streptococcus mutans, menyatakan bahwa konsentrasi minimal
air garam dalam menghambat Streptococcus mutans sebesar 10% .
Obat kumur yang mengandung alkohol dapat mengiritasi mukosa dan
jaringan lunak rongga mulut, sehingga dikembangkan formula obat kumur
non alkohol yang efektif dengan efek samping minimal (Suwandi, 2012).
Cetylpyridinium Chloride (CPC) adalah senyawa ammonium kuartenari yang
mempunyai aktivitas spectrum luas sebagai antibacterial. CPC dapat
menghambat kesatuan bakteri hingga mengganggu pematangan plak,
menghambat sintesis glukan yang tidak larut oleh glucosytransferase
Streptococcus mutans (Williams, 2011). Menurut penelitian Schaeffer dkk
(2011) menyebutkan bahwa CPC dengan konsentrasi 0,075% tanpa alkohol
sanggup membunuh bakteri Streptococcus mutans lebih dari 99,9%.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui adanya
perbedaan daya hambat antara larutan air garam konsentrasi 10%, 11% dan
12% dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium Chloride (CPC)
0,075% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.




4

B. Rumusan masalah
Apakah terdapat perbedaan daya hambat larutan air garam 10%, 11% dan
12% dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium Chloride (CPC)
0,075% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah terdapat perbedaan daya hambat antara larutan air
garam 10%, 11% dan 12% dengan obat kumur non alkohol
Cetylpyridinium Chloride (CPC) 0,075% terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat
diantara sediaan larutan air garam 10% terhadap bakteri Streptococcus
mutans.
b. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat
diantara sediaan larutan air garam 11% terhadap bakteri Streptococcus
mutans.
c. Mengetahui apakah terdapat perbedaan efektifitas daya hambat
diantara sediaan larutan air garam 12% terhadap bakteri Streptococcus
mutans.

5

D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan mampu menambah pengetahuan di bidang
kesehatan gigi dan mulut tentang perbedaan daya hambat antara larutan
garam dengan obat kumur non alkohol Cetylpyridinium chloride (CPC)
terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai pertimbangan memilih obat kumur di pasaran.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pencegahan karies di
bidang kesehatan gigi dan mulut.
c. Mampu memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
di kedokteran gigi mengenai pengaruh air garam terhadap
Streptococcus mutans.









6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat kumur
1. Definisi
Obat kumur adalah suatu cairan atau larutan yang dapat memberi efek
kesegaran mulut dan nafas serta menghilangkan dan membersihkan
rongga mulut dari bakteri penyebab kelainan atau penyakit rongga mulut
(Powers dan Sakaguchi, 2009). Obat kumur dapat berfungsi untuk
mengontrol plak dengan cara meminimalkan pembentukan plak,
mengatasi halitosis atau bau mulut dan mengurangi kedalaman poket pada
penderita gingivitis (Sudiono, 1999 cit. Yuliharsini, 2005). Obat kumur
efektif ketika digunakan pada pagi atau sore hari setelah pembersihan gigi
secara mekanis dengan sikat gigi dan pasta gigi (Powers dan Sakaguchi,
2009). Obat kumur adalah formulasi yang cocok sebagai antimicrobial
yang mengandung campuran komponen aktif air dan alcohol dengan
penambhaan surfactant dan penambah rasa (Fejerskov dan Kidd, 2008).
2. Fungsi obat kumur
Menurut Fejerskov dan Kidd (2008) obat kumur termasuk agent
kimiawi yang dapat mengurangi biofilm dengan berbagai tahap pada
pembentukan biofilm atau pematangan melalui satu atau lebih dari
mekanisme berikut :
7

a. Menghambat adhesi dan kolonisasi bakteri
b. Menghambat pertumbuhan dan metabolism bakteri
c. Mengganggu pematangan biofilm dalam mikroorganisme
d. Merubah biokimia dan ekologi biofilm.
Menurut Combe (1992) obat kumur berfungsi untuk :
e. Menghilangkan bakteri
f. Bahan astringent
g. Bahan deodorantia
h. Memberi khasiat therapeutic untuk menghilangkan infeksi auat
mencegah terjadinya karies

3. Komponen yang terkandung
Komposisi dalam obat kumur terdiri dari tiga bahan utama. Bahan
aktif yang dipilih mempunyai keuntungan sebagai anti karies, antimikroba
dan mengurangi adhesi dari plak. Bahan ini dibentuk berupa larutan dari
air atau alkohol. Alkohol digunakan untuk melautkan beberapa bahan
aktif, meningkatkan rasa dan sebagai bahan pengawet untuk memperlama
penyimpanan (Powers dan Sakaguchi, 2009). Chlorhexidine dan
quaternary ammonium (Cetylpyridinium Chloride) adalah salah satu
bahan yang bertindak sebagai antibacterial, sorbitol sebagai humectan
yang berfungsi untuk mencegah kekeringan , surfactant berfungsi untuk
menjaga bahan-bahan dalam larutan serta terdapat kandungan air,
8

pemanis, bahan pewarna, flavorings agents atau bahan pemberi rasa
(Manson and Eley, 2004).
4. Perbedaan obat kumur yang mengandung alkohol dengan obat kumur non
alkohol
Kandungan obat kumur sangat bervariasi, terdapat obat kumur yang
mengandung alkohol dan ada obat kumur bebas alkohol. Di dalam
chlorhexidine terdapat kandungan alkohol (Quiryen dkk, 2005 cit.
Suwandi, 2012). Selain itu Chlorhexidine gluconate (Peridex, 0.12%)
adalah sebagai antibacterial untuk mengontrol pathogen rongga mulut,
sebagai agent anti plak yang paling efektif yang dapat mengurangi plak
sebanyak 50% sampai 60%. Agent antimicrobial yang paling efektif
dalam untuk rongga mulut adalah chlorhexidine. Chlorhexidine termasuk
dalam spectrum luas dalam aktivitas melawan jamur, yeast dan lebih luas
lagi bakteri gram positive dan bakteri gram negative. Chlorhexidine juga
dapat mengurangi plak, karies dan gingivitis. Tetapi penggunaan obat
kumur ini tidak boleh terlalu lama karena adanya efek yang ditimbulkan
(Marsh dan Martin, 2009). Obat kumur yang mengandung alkohol dapat
menyebabkan mulut kering dan apabila digunakan secara terus-menerus
menyebabkan mukosa mulut terkelupas (Pintauli, 2008). Selain itu obat
kumur yang mengandung alcohol dapat meningkatkan pembentukan
kalkulus, menyebabkan pewarnaan atau stain pada gigi maupun restorasi
9

(Cappelli and Mobley, 2008). Menurut Marsh dan Martin (2009) pada
konsentrasi subletal chlorhexidine dapat berfungsi :
a. Menghilangkan aktivitas system transport gula sehingga dapat
menghambat produksi asam streptococcus
b. Menghambat penyerapan asam amino dan katabolisme dalam
beberapa streptococcus seperti S. sanguinis.
c. Menghambat protease utama dalam Porphyromonas gingivalis
d. Mempengaruhi berbagai fungsi membrane termasuk sintesis ATP dan
memelihara ion gradient dalam Streptococcus mutans
Obat kumur non alkohol saat ini juga banyak digunakan karena
melihat efek minimalnya dibanding dengan obat kumur yang mengandung
alkohol. Obat kumur non alkohol sama efektifnya dengan obat kumur
alcohol dalam membasmi bakteri dalam rongga mulut. Hanya saja efek
yang ditimbulkan tidak sebesar seperti obat kumur yang mengandung
alkohol yang dapat menyebabkan pewarnaan ekstrinsik pada gigi dan
lidah, rasa sakit dan iritasi pada mukosa mulut karena mengandung
alckohol (Camargo dkk, 2010 cit. Suwandi, 2012). Salah satu obat kumur
non alcohol adalah Cetylpyridinium chloride. Menurut Manson dan Elya
(2004) salah satu fungsi kandungan obat kumur adalah sebagai
antibacterial diantaranya quaternary ammonium dimana Cetylpyridinium
chloride termasuk dalam golongan tersebut.
5. Manfaat obat kumur non alkohol
10

Penggunaan obat kumur non alkohol lebih dianjurkan daripada obat
kumur yang mengandung alkohol. Para pengamat klinis telah meneliti
khasiat antibakteri dari obat kumur non alkohol, seperti obat kumur yang
mengandung amine fluoride dibandindingkan dengan klorheksidin. Hasil
yang didapat bahwa obat kumur yang non alkohol juga sama efektifnya
dalam mengurangi akumulasi plak dan hasilnya sama baiknya dengan obat
kumur yang mengandung alkohol (Camargo dkk, 2010 cit. Suwandi,
2012). Para ahli telah mengembangkan obat kumur non alkohol ini untuk
mendapatkan obat kumur yang berkhasiat dengan efek yang minimal
(Suwandi, 2012).
Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat
berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler
serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat
kumur ini efektif untuk membunuh bakteri. Crest Pro-Health Rinse oleh
Procter dan Gamble menggunakan obat kumur non alcohol sebagai
antiplak atau antigingivitis, obat kumur yang digunakan yaitu
Cetylpyridinium chloride (Harris dkk, 2009).

B. Garam
1. Definisi

11


http://en.wikipedia.org/wiki/File:Halit-Kristalle.jpg
Terdapat beberapa variasi istilah garam dalam bahasa inggris dan
bahasa-bahasa yang berhubungan. Halite adalah nama kristalisasi dari
sodium chloride yang artinya garam, nama ini diberikan oleh E.F Glocker
pada tahun 1847 (Salt 1, 2010). Selain dikenal dengan halit, garam juga
dikenal sebagai garam meja .Garam merupakan mineral kristal yang
terutama terdiri dari natrium klorida (NaCl), suatu senyawa kimia milik
kelas yang lebih besar dari ion garam Garam adalah kristal padat, putih,
abu-abu pucat merah muda atau cahaya dalam warna, biasanya diperoleh
dari deposito air laut atau batu. Garam untuk konsumsi manusia
diproduksi dalam berbagai bentuk diantaranya garam dimurnikan (seperti
garam laut), garam halus (garam meja) dan garam beryodium. (Salt 2,
2010).

12

2. Fungsi garam
Halit akan berguna dalam memasak, pengawetan makanan, dan
produksi bahan kimia. Halit juga berfungsi untuk soda abu, soda kaustik,
asam klorida, klorin, natrium logam, bahan keramik, metalurgi,
menyembuhkan dari jangat, air mineral, pembuatan sabun, pelembut air
rumah, jalan raya de-icing, fotografi, herbisida, pemadam kebakaran,
reaktor nuklir, obat kumur dan obat-obatan (Salt 1, 2010).
3. Pengaruh garam
Klorida dan natrium ion adalah dua komponen utama garam yang
dibutuhkan oleh semua makhluk hidup yang dikenal dalam jumlah kecil.
Keduanya berfungsi dalam mengatur kadar air (keseimbangan cairan)
tubuh. Ion natrium itu sendiri digunakan untuk sinyal listrik dalam sistem
saraf. Karena pentingnya untuk kelangsungan hidup, garam telah sering
dianggap sebagai komoditas yang berharga selama sejarah manusia..
Namun, konsumsi garam telah meningkat selama zaman modern, para
ilmuwan telah menjadi sadar akan risiko kesehatan yang berhubungan
dengan asupan garam tinggi, termasuk tekanan darah tinggi pada individu
yang sensitif. The Amerika Serikat Departemen Kesehatan dan Layanan
Kemanusiaan merekomendasikan bahwa individu mengkonsumsi tidak
lebih dari 1500-2300 mg sodium (3750-5750 mg garam) per hari
tergantung pada usia (Salt 2, 2010).
13

4. Hubungan larutan air garam dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans
Garam telah digunakan selama lebih dari 3.500 tahun sebagai cagar
makanan alami dan kemampuannya untuk membunuh bakteri yang masih
dianjurkan untuk pengobatan alami luka dan infeksi dan telah dikenal
sangat efektif dalam pengobatan sakit gigi. Garam memiliki daya anti
bakteri dengan cara menarik air dari bakteri melalui osmosis
menyebabkan bakteri menyusut dan mati. Osmosis adalah proses dimana
air dari konsentrasi garam yang lebih rendah perjalanan di seluruh
membran sel penghalang untuk konsentrasi yang lebih tinggi. Kebanyakan
sakit gigi timbul dari beberapa jenis infeksi baik dari gigi yang retak atau
gigi berlubang, bakteri mengambil terus dari partikel makanan yang
membusuk di mana infeksi masuk. Garam sangat ideal dalam pengobatan
infeksi serta menangani masalah nyeri yang timbul dari terinfeksi gigi.
Air asin memiliki daya antibakteri dua kali lipat karena menarik keluar
infeksi dari jaringan gusi yang terkena (Toothachefixer, 2010).
Adanya water-insoluble Glucan dari sukrosa dipercaya menjadi faktor
utama dalam akumulasi streptococcus mutans pada permukaan lunak.
Bermacam-macam mono-atau divalent cation merangsang formasi water-
insoluble Glucan oleh extracellular glucosyltransferase dari streptococcus
mutans 6715 (Mukasa dkk, 1979 cit. Salam, 2012). Streptococcus mutans
telah dianggap sebagai penyebab utama karies gigi pada manusia. Sintesis
14

dari water-insoluble glucan (WIG) dari sukrosa oleh glucosyltransferase
dari streptococcus mutans merupakan tahap yang penting dalam
perkembangan karies. Garam dapat mempengaruhi aktivitas extracellular
WIG-GTase oleh strain PS-14 walaupun peranan garam dalam aktivitas
GTase tidak diketahui secara saksama. Efek garam mungkin dikarenakan
perturbasi dan peningkatan permeabilitas sel membrane, perubahan
GTase, stabilisasi enzyme, dan pelepasan batas sel GTase (Takada dan
Fukushima, 1986 cit. Salam, 2012).

5. Efek konsentrasi larutan air garam 10%, 11% dan 12% terhadap
Streptococcus mutans
Larutan garam dapat dipakai sebagai obat kumur karena garam
mempunyai kandungan chloride yang berfungsi sebagai oksidator yang
dapat merusak dinding bakteri. Salam (2012) melakukan penelitian
menggunakan konsentrasi larutan air garam 8%, 9%, 10%, 11% dan 12%
dalam menghambat Streptococcus mutans, menyatakan bahwa konsentrasi
minimal air garam dalam menghambat Streptococcus mutans sebesar
10%.

C. Cetylpyridinium chloride
1. Definisi
15

Cetylpyridinium chloride termasuk dalam golongan quaternary
ammonium compounds yang dapat menghambat petumbuhan bakteri serta
sebagai agen antiplak dan gingivitis (Cortelli dkk, 2008). Cetylpyridinium
chloride termasuk dalam agen antibacterial dalam obat kumur yang
termasuk dalam quaternary ammonium salts (Manson dan Eley, 2004).
Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat
berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler
serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat
kumur ini efektif untuk membunuh bakteri. Crest Pro-Health Rinse oleh
Procter dan Gamble menggunakan obat kumur non alcohol sebagai
antiplak atau antigingivitis, obat kumur yang digunakan yaitu
Cetylpyridinium chloride (Harris dkk, 2009).
Cetylpyridinium chloride memiliki dua molekul yaitu hidrophilic dan
hydrophobic, sehingga memungkinkan ion dan hydrophobic interaksi. Hal
ini diasumsikan bahwa interaksi mikroorganisme terjadi melalui
pengikatan kation dalam banyak cara sama halnya dengan chlorhexidine
(Fejerskov dan Kidd, 2008).
2. Peranan Cetylpyridinium chloride dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans
Cetylpyridinium chloride dapat menghambat kesatuan bakteri hingga
mengganggu pematangan plak, menghambat sintesis glukan yang tidak
larut oleh glucosytransferase Streptococcus mutans. Senyawa microbial
16

cell surface dan integrasi ke dalam membrane cytoplasmic. Hasil dari
interaksi tersebut adalah adanya gangguan dalam membrane yang tidak
utuh lagi akibat adanya kebocoran senyawa cytoplasmic, gangguan
metabolism sel, menghambat pertumbuhan sel dan sel mati (Williams,
2011). Cetylpyridinium chloride mempunyai sifat bakterisid yang dapat
berinteraksi dengan membrane sel bakteri dan melalui tekanan seluler
serta menghambat dan melemahkan membrane bakteri sehingga obat
kumur ini efektif untuk membunuh bakteri (Harris dkk, 2009).
Cetylpyridinium chloride hubungannya dengan antimicrobial hanya dapat
mengambat bakteri selama 3 jam, dibandingkan dengan Chlorhexidine
yang mampu menghambat bakteri selama 12 jam (Cortelli dkk,
3. Efek konsentrasi Cetylpyridinium chloride 0,075% terhadap partumbuhan
bakteri Streptococcus mutans
Menurut penelitian Schaeffer dkk (2011) menyebutkan bahwa
Cetylpyridinium chloride dengan konsentrasi 0,075% tanpa alkohol
sanggup membunuh bakteri Streptococcus mutans lebih dari 99,9%.
Cetylpyridinium chloride 0,075% yang non alcohol efektif sebagai
antibacterial, antiplak dan antigingivitis. Secara in vitro obat kumur
Cetylpyridinium chloride mampu mengurangi >99,9% bakteri setelah 14
hari menggunakan obat kumur Cetylpyridinium chloride secara terus-
menerus (Williams, 2011).
17


D. Streptococcus mutans
1. Definisi
Streptococcus berada di dalam rongga mulut dan menjadi bakteri
paling banyak dalam rongga mulut dibanding bakteri rongga mulut yang
lain. Ada perhatian besar dalam Streptococcus mutans karena perannya
yang menyebabkan karies gigi (Marsh dan Martin, 2009). Bakteri ini
tumbuh optimal dalam suhu sekitar 18-40 dan pada pH 5,2 7 sesuai
dengan pH plak (Jawetz dkk, 2008 cit. Wardhani, 2012). Streptococcus
mutans merupakan pemberian nama dari J.K.Clarke pada tahun 1924 di
Inggris. Dia menuliskan bahwa bakteri tersebut kelompok dalam
streptococcus yang dapat menyebabkan karies pada manusia (Harris dkk,
2009).
Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif dengan dinding sel
mengandung Lipoteichhoic acids (LTA). Terdapat dua faktor yang dapat
mengatakan bahwa bakteri bersifat pathogen yaitu virulensi dan
jumlahnya atau kwantitasnya. Virulensi adalah kemampuan bakteri dalam
menyebabkan sakit atau infeksi pada host, termasuk dalam
kemampuannya menginvasi, menghasilkan toksin dan enzim dan bahan
yang dapat bertindak sebagai antigen bagi host. Sedangkan kwantitasnya
atau jumlahnya yang dimaksud adalah jumlah bakteri yang menyebabkan
infeksi pada host, sehingga dapat dikatakan apabila semakin meningkat
18

jumlah bakteri maka semakin meningkat factor virulensi bakteri
(Indrawati, 2007).
2. Morfologi dan Klasifikasi
Streptococcus mutans termasuk dalam bakteri gram positif, bersifat
nonmotil (tidak bergerak) dan bakteri anaerob fakultatif (Nugraha, 2008).
Streptococcus merupakan kuman berbentuk coccus atau bulat dengan
susunan yang khas berderet-deret membentuk rantai panjang atau pendek
(Laboratorium mikrobiologi, 2010). Streptococcus mempunyai cirri khas
berbentuk kokus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti
rantai. Rantai tersebut terkadang terliht seperti bentuk batang dan kadang-
kadang membentuk gambaran diplokokus. Panjang rantai tersebut
bervariasi tergantung dari factor lingkungan. Streptococcus termasuk
dalam bakteri gram positif, tetapi dalam biakan lama dan bakteri dalam
kondisi mati akan terliht seperti gram negative, keadaan ini terjadi ketika
inkubasi semalaman (Jawetz dkk, 2008).

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans_31.pdf
19

Klasifikasi menurut Nugraha (2008) :
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
Dalam pembiakkan streptococcus mutans sebagian besar tumbuh di
medium padat sebagai koloni discoid, biasanya berdiameter 1-2 mm.
Pertumbuhan streptococcus biasanya kurang subur pada medium padat
atau kaldu kecuali diperkaya oleh darah atau cairan jaringan (Jawetz dkk,
2008). Streptococcus mutans dikenal sebagai bakteri penyebab utama
terjadinya karies. Streptococcus mutans menyebar secara meluas pada
populasi dengan karies yang tinggi atau sedang, tetapi dapat juga pada
populasi tidak memiliki atau rendah kejadian karies. Hal itu jelas karena
adanya faktor virulensi bakteri (Irwandi dkk, 2012).
3. Patogenesis karies gigi
Dalam rongga mulut terdapat lebih dari 400 spesies mikrrorganisme.
Adanya suatu infeksi timbul dari interaksi antara host dan agent.
Streptococcus mutans sebagai mikroorganisme utama penyebab karies
gigi. Mikroorganisme tersebut bersifat komensal dan dapat berubah
20

menjadi opportunistic pathogens bila terjadi perubahan dalam lingkungan
rongga mulut. Streptococcus mutans merupakan flora normal dalam
rongga mulut. Flora normal biasanya tidak mengganggu dan tidak
menyebabkan penyakit, tetapi flora normal selain member manfaat juga
dapat membahayakan bagi host. Flora normal bermanfaat untuk vitamin
atau bahan yang diperlukan oleh host, misalnya Streptococcus mutans
mensintesis mutacin sebagai bahan antibakteri terhadap mikroorganisme
lain yang ada hubungannya dalam kebutuhan nutrisi. Flora normal dapat
bersifat antagonis yang dapat melawan mikroorganisme lain dan
menghasilkan hasil akhir metabolism seperti asam laktat yang akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak tahan asam,
merangsang system imun dengan dapat menyebabkan peningkatan
produktivitas SIgA pada penderita karies aktif. Karies gigi terjadi karena
tidak seimbangnya host dengan flora normal. Banyak factor yang
menyebabkan tidak seimbangnya antara host dengan flora normal antara
lain : 1) umur yang berpengaruh terhadap system imun 2) diet yang
berhubungan dengan gizi,pola makan dan jenis makanan (makanan
dengan kandungan sukrosa tinggi maka rentan karies) 3) prosedur terapi
seperti corticosteroid dan irradiasi (Indrawati, 2007).
Lebih dari 300 spesies mikroorganisme terdapat dalam plak, sebagian
besar tidak secara langsung terlibat dalam terjadinya karies. Secara umum
terdapat dua bakteri penyebab karies yaitu Streptococcus mutans dan
21

Lactobacilli. Streptococcus mutans dapat memproduksi extracellular
glucans dari sukrosa dan dapat memproduksi asam. Streptococcus mutans
merupakan bakteri pathogen utama yang menyebabkan karies gigi.
Streptococcus mutans biasanya ditemukan dalam jumlah banyak dalam
plak (Harris dkk, 2009).
Streptococcus mutans adalah bakteri yang bersifat kariogenik dan
asidurik. Bakteri tersebut menyebabkan karies dengan memproduksi
glukan yang berasal dari sukrosa oleh enzim glicocyl transferase. Setelah
menghasilkan glukan maka hasilnya adalah polisakarida extra seluler yang
didapat dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer
glukosa dengan konsistensi seperti gelatin sehingga membantu bakteri-
baktcri melekat pada gigi dan melekat satu sama lain hingga terbentuk
koloni yang lebih besar. Akibatnya plak makin tebal, hal ini merupakan
langkah awal terjadinya karies gigi. Dikatakan asidurik karena bakteri ini
tumbuh dengan baik pada suasana asam. Streptococcus mutans pada plak
gigi mensintesis glukan dari sukrosa, dikatalisis dengan glukotransferase
melalui glikolisis anaerob. Hasilnya adalah asam laktat ,asam propionat,
dan asam asetat. Asam-asam ini akan melepas ion-ion Hidrogen dan
bereaksi dengan kristal apatite, sehingga kristal apatite menjadi tidak
stabil. Keadaan ini mengakibatkan demineralisasi email, asam menjadi
berpenetrasi lebih dalam menuju dentin, mengakibatkan demineralisasi
dentin, sehingga terjadi karies (Mangundjaja dkk, 2000).
22

KERANGKA TEORI





















Larutan air garam
Merusak dinding bakteri
Streptococcus mutans
Agen antibakteri
Antibacterial
Mempengaruhi aktivitas
extracellular WIG-GTase
Kandungan garam : Natrium
chloride
Cetylpyridinium chloride
Quaternary ammonium
compounds
Obat kumur non alkohol
Bakterisid
Streptococcus mutans mati
Streptococcus mutans mati

Menghambat pertumbuhan
sel bakteri Streptococcus
mutans
1. Virulensi
2. Jumlah bakteri
3. Umur system imun
4. Jenis makanan
Gigi karies

Gigi sehat
Streptococcus mutans

23

KERANGKA KONSEP












HIPOTESIS
Larutan air garam 10%, 11% dan 12% lebih efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dibandingkan dengan obat kumur non
alcohol Cetylpyridinium chloride 0,075%. Dan diantara konsentrasi larutan air garam
10%, 11% dan 12% yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans yaitu pada konsentrasi 12%.
Larutan air garam

Pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

Variabel tidak terkendali :
1. Daya virulensi bakteri
2. Jumlah bakteri
Variabel terkendali :
1. Konsentrasi larutan
2. Suhu
3. Lama inkubasi
4. Jenis media
5. Banyaknya larutan (ml)
6. Banyaknya garam (mg)
Cetylpyridinium chloride
24

DAFTAR PUSTAKA
1. Capelli, DP. Mobley, CC. (2008). Prevention in Clinical Oral Health Care.
USA : Elsevier. Page : 272;221.
2. Combe, EC. (1992). Notes on Dental Materials 6
th
Edition. Mancheseter :
University of Manchester. Page : 223-224.
3. Cortelli, JR. Barbosa, MDS. Westphal, MA. (2008). A Review Of Associated
Factors And Therapeutic Approach. Brazil : School of Dentistry Federal
University of Amazonas
4. Eley, BM. Manson, JD. (2004). Periodontics 5
th
Edition. UK : Wright. Page :
209-210;212.
5. Endarti. Fauzia. Zuliana, E. (2007). Manfaat Berkumur dengan Larutan
Ekstrak Siwak. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40. Jakarta : FKG
UI.
6. Fejerskov, O. Kidd, E. (2008). Dental Caries Second Edition. Oxford :
Blackwell. Page : 267;269-270;273;4-5.
7. Firman, S. (2012). Efektivitas Larutan Garam Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Streptococcus Mutans. Makassar : FKG UNHAS
8. Harris, NO. Godoy, FG. Nathe, CN. (2009). Primary Preventive Dentistry 7
th

Edition. USA : Pearson. Page : 36;151.
25

9. Indrawati, R. (2007). Pertahanan Alami Pada Streptococcus Mutans. Jurnal
PDGI Edisi Khusus PIN IKGA II. Surabaya : Bagian Biologi Oral FKG
UNAIR.
10. Irwandi, RA. Bachtiar, EW. Yuniastuti, M. (2012). Immunoglobulin-Y
Effect On Protein Of Streptococcus Mutans Isolated From Caries And
Caries-Free Subjects. IDJ Volume 1. Jakarta : Department of Oral Biology
FKG UI.
11. Jawetz. Melnick. Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.
Jakarta : EGC. Page : 233-238.
12. Laboratorium mikrobiologi. (2010). Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium
Mikrobiologi. Semarang : UNISSULA
13. Mangundjaja, S. Nisa, RK. Lasaryna, S. Fauziah, E.Mutya. (2000). Pengaruh
Obat Kumur Khlorheksidin Terhadap Populasi Kuman Streptococcus Mutans
Di Dalam Air Liur. Jakarta : Bagian Biologi Mulut FKG UI
14. Marsh, PPD. Martin, MV. (2009). Oral Microbiology 6
th
Edition. London :
Elsevier. Page : 20-141.
15. Pintauli, S. (2008). Masalah Halitosis dan Penatalaksanaannya. Dentika
Dental Journal Volume 13. Medan : FKG USU
16. Powers, JM. Sakaguchi, RL. ( 2009). Craigs Restorative Dental Materials
12
th
Edition. India : Elsevier. Page : 165-167.
17. Salt. Available from http://www.mii.org/minerals/photosalt.html accesed
December 17, 2010
26

18. Salt. Available from http://en.wikipedia.org/wiki/salt accesed December 17,
2010
19. Schaeffer, LM. Szewezyk, G. Nesta, J. Vandeven, M. Thumm, LD,
Williams, MI. Arvanitidou, E. (2011). In Vitro Antibacterial Efficacy of
Cetylpyridinium Chloride-Contining Mouthwashes. J Clint Dent;22:179-182.
USA : Colgate-Palmolive Technology Center.
20. Soesilo, D. Santoso, RE. Diyatri, I. (2005). Peranan Sorbitol dalam
Mempertahankan Kestabilan pH Saliva Pada Proses Pencegahan Karies.
Surabaya : FKG UNAIR
21. Suwandi, T. (2012). Pengembangan Potensi Antibakteri Kelopak Bunga
Hibiscus sabdariffa L. (Rosela) Terhadap Streptococcus sanguinis
Penginduksi Gingivitis Menuju Obat Herbal Terstandar. Disertasi. Jakarta :
FKG UI
22. Williams, MI. (2011). The Antibacterial and Antiplaque Effectiveness of
Mouthwashes Containing Cetylpyridinium Chloride With and Without
Alcohol in Improving Gingival Health. J Clint Dent;22:179-182. USA :
Colgate-Palmolive Technology Center.
23. Yuliharsini, S. (2005). Kegunaan dan Efek Samping Obat Kumur Dalam
Rongga Mulut. Medan : FKG USU

Anda mungkin juga menyukai