Anda di halaman 1dari 8

Nama:Febria Linggawati R

NIM:12413244007
Prodi:Pendiikan Sosiologi B 2012
Kultur Sekolah
A. Memahami Kultur Sekolah
Pentingnya kultur sekolah telah diingatkan oleh Seymour Serason seperti Googlad (1961:16)
yang mengatakan bahwa sekolah-sekolah mempunyai kultur yang harus dipahami dan harus
dilibatkan jika suatu usaha mengadakan perubahan terhadapnya tidak sekedar kosmetik.
Kultur sekolah akan dapat menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi dan seperti apakah
mekanisme internal yang terjadi.
Sekolah dalam posisinya sebagai bagian dari kultur nasional diperlukan untuk menghidupkan
kultur nasional dan memadukan dengan kultur setempat. Para siswa masuk ke sekolah
dengan bekal kultur yang mereka miliki, sebagian sejalan dengan kultur nasional, yang
sebagian tidak sejalan. Kondisi ini membawa akibat terjadinya konflik kultur yang akan
mempengaruhi perilaku belajar para siswa di sekoalh.
Menurut Deal da Peterson (1999), konsep kultur memiliki sejarah yang panjang untuk
mengeksplorasi perilaku-perilaku manusia dalam kelompok-kelompoknya. Kata budaya
(cultue) itu sendiri, secara umum menunjukan kepada sbuah kumpulan nilai-nilai, sikap,
kepercayaan, dan norma-norma bersama, baik yang eksplisit maupun yang bersifat implisit
(brown, 2004).
Budaya sekolah, menurut Wagner (2004) bukanlah sebuah deskripsi demografis yang
berhubungan dengan ras, sosio-economic, atau faktor-faktor geografi. Namun, tentang
bagaimana orang-orang memperlakukan orang lain dan bagaimana mereka menilai orang
lain. Setiap sekolah memiliki keunikan budayanya sendiri-sendiri yang melekat dalam ritual-
ritual dan tradisi-tradisi sejarah dan pengalaman sekolah. Cavanasgh dan Deller (1998)
menyatakan bahwa budaya sekolah dihasilkan dari persepsi individu dan persepsi kolektif
yang ada disekolah serta dari interaksi antara personal-personal sekolah, orang tua dan
system pendidikan.
B. Pengertian Kultur Sekolah
Pengertian kultur sekolah beraneka ragam yang diberikan para ahli, antara lain:
1. Deal dan Kennedy (1999) mendefinisikan kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-
nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu
masyarakat.
2. Stolp dan Smith (2002) budaya sekolah adalah pola makna yang terdiri dari norma-
norma,nilai-nilai, kepercayaan, tradisi dan mitos yang dipahami oleh anggota-anggota
dalam komunitas sekolah.
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa budaya sekolah memiliki unsur-unsur yang terdiri
dari asumsi dasar, nilai-nilai, sikap dan norma yang dipegang oleh anggota-anggota sekolah
dan kemudian mengarah pada bagaimana mereka berperilaku serta akan menjadi karakteristik
sekolah mereka.
C. Peran Kultur Terhadap Kinerja
Kultur sekolah yang baik berperan positif dalam memperbaiki kinerja sekolah. Siswa dan
guru dapat bekerja secara maksimal dengan mengupayakan yang terbaik,meletakkan hasil
target tertinggi, dan berusaha merealisasikan kesemuanya itu. Kultur yang baik secara efektif
menghasilkan kinerja yang terbaik pada:1.Setiap individu, 2.Kelompok kerja atau unit kerja,
3.Sekolah sebagai satu institusi, 4.Hubungan sinergis diantara ketiga tingkatan kinerja
tersebut.
Sistem nilai kelompok akan mempengaruhi perkembangan norma-norma yang
mengekspresikan ekspektasi perilaku dan berhubungan dengan standar-standar yang
mengatur batasan-batasan konsekuensi perilaku (behaviour). Perilaku adalah tentang
komunkasi antar orang-orang dalam kontek dan lingkungan. Faupel (Barrow, 2002)
menyatakan bahwa untuk memahami permasalahan perilaku tidaklah dapat ditemukan
dengan fokus pada anak atau sekolah, melainkan dengan mempelajari dan menganalisis
interaksi-interaksi diantara mereka. Perlu diketahui bahwa hubungan perilaku dan masing-
masing unsur budaya bukanlah hubungan satu arah sebab akibat yang sederhana, namun
semuanya terlibat dan saling mempengaruhi.
D. Peran Kultur Sekolah dalam Membangun Kultur Sekolah
Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah per sekolah dengan
kekuatan utama sekolah yang bersangkutan. Perbaikan mutu sekolah perlu memahami kultur
sekolah sebagai modal dasarnya. Melalui pemahaman kultur sekolah, berfungsinya sekolah
dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan pengalam-pengalamannya dapat
direfleksikan. Dengan memahami ciri-ciri kultur sekolah akan dapat diusahakan tindak nyata
dari perbaikan mutu sekolah. Dalam kaitannya dalam meningkatkan mutu sekolah, Stoll dan
Fink (2000) mengidentifikasikan 10 norma budaya yang mempengaruhi perbaikan
sekolah:1.Tujuan bersama, 2.Taggung jawab akan kesuksesan, 3.Kolegial, 4.perbaikan
kontinue, 5.Pembelajaran yang abadi, 6.Mengambil resiko, 7.Dukungan, 8.Saling
menghormati, 9.Keterbukaan, 10.perayaan dan Humor.
E. Perbaikan Sekolah dengan Dimensi Kultur
Budaya sekolah merupakan sesuatu yang sangat kompleks dan merupakan konsep-konsep
yang penting dalam pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya sekolah merupakan
sesuatu yang sangat menentukan bagaimana proses belajar mengajar dalam sebuah sekolah.
Selanjutnya, Stoll juga menambahkan bahwa budaya pada intinya akan memberikan
dukungan dan identitas terhadap sekolah serta akan membentuk kerangka kerja bagi kegiatan
pembelajaran. Kultur sekolah diharapkan akan memperbaiki kinerja sekolah, baik kepala
sekolah, guru, siswa, dan karyawan maupun pengguna sekolah lainnya, akan terjadi manakala
kualifikasi kultur tersebut bersifat sehat, solid, kuat, positif, professional.
F. Karakteristik Kultur Sekolah
Kultur sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekoah dan mutu kehidupan
yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif, dan profesional. Kultur
sekolah sehat memberikan peluang seklah dan warga sekolah berfungsi secara optimal,
bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi dan akan mampu
terus berkembang. Kultur yang kokoh atau kuat memberikan indikasi bahwa ia telah
memasuki ketiga tingkatan kehidupan yaitu terpendam dalam asumsi dasar, termuat dalam
nilai dan keyakinan, dan terpateri dalam tindakan dan berbagai artifak lainnya.
Sifat dinamika kultur sekolah tidak hanya diakibatkan oleh dampak keterkaitan kultur
sekolah dengan kultur sekitarnya, melainkan juga antara lapisan-lapisan kultur tersebut. Hasil
penelitian Farida Hanum (2008) menunjukan ada perbedaan yang sangat jelas antara kultur
seklah bermutu baik yang sekarang menjadi sekolah berstandar internasional dengan kultur
sekolah yang dikenal lama bermutu kurang. Dapat dikatakan bahwa kultur sekolah memang
harus melalui pembiasaan yang cukup panjang dan lama kelamaan membudaya di sekolah,
hal itu baik berkaitan dengan kultur positif maupun kultur negatif.
G. Identifikasi Kultur Sekolah
Kotter memberikan gambaran tentang kultuir dengan melihat dua lapisan. Lapisan pertama
sebagian dapat diamati dan sebagian tidak teramati, seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior,
interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, cerita-cerita, upacara-upacara, ritus-
ritus, simbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tanda-tanda,sopan santun, cara
berpakaian, dan yang serupa dapat diamati langsung, dan hal-hal yang berada di balik yang
tampak itu tidak kelihatan, tidak dapat dimaknai secara jelas dengan segera. Lapisan pertama
kultur berupa norma-norma perilaku ini umumnya sukar diubah. Lapisan pertama ini biasa
disebut dengan artefak.
Lapisan kedua berupa nilai-nilai bersama yang dianut kelompok berhubungan dengan apa
yang penting, baik, dan benar. Lapisan kedua semuanya tidak dapat diamati karena letaknya
di dalam kehidupan bersama. Kultur beroperasi secara tidak disadari oleh para pendukungnya
dan ia telah lama diwariskan secara turun temurun. Karena kultur tidak terlihat, beroperasinya
juga tidak disadari. Orang akan merasakan persoalannya pada saat perilaku, sikap, dan cara
berpikir itu telah menyimpang. Stolp dan Smith embedakan arti kultur sekolah dan iklim
sekolah. Ikli sekolah berada di permukaan dan berisi persepsi warga sekolah terhadap aneka
tata hubungan yang ada saat sekarang. Kultur sekolah merupakan hal-hal tersebut yang
bersifat historis dari berbagai tata hubungan yang ada dan hal-hal tersebut telah
diinternalisasikan oleh warga sekolah. Lapisan kultur sekolah yang lebih dalam berupa nilai-
nilai dan keyakinan-keyakinan yang ada di sekolah. Ini menjadi ciri utama sekolah. Sebagian
berupa norma-norma perilaku yang diinginkan sekolah seperti ungkapan rajin pangkal
pandai, air beriak tanda tidak dalam, dan berbagai penggambaran nilai dan keyakinan
lainnya.
Lapisan paling dalam kultur sekolah adalah asumsi-asumsi yaitu simbol-simbol, nilai-nilai,
dan keyakinan-keyakinan yang tidak dpat dikenali tapi terus-menerus berdampak terhadap
perilaku warga sekolah. Dalam membangun kultur sekolah baru yang pro perbaikan mutu,
kepemimpinan sekolah perlu: 1. Mengetahui dan memahami secara realistik kultur yang ada
yang mendukung perbaikan mutu, serta menjadi racun perbaikan mutu. 2. Membangun kultur
baru melalui: a. Memotong nilai kultur lama lewat menghentikan praktik-praktinya. b.
Memperkenalkan praktik baru dan mengaitkannya dengan elemen kultur yang masih relevan.
c. Memperkenalkan praktik baru dan landasan nilai-nilai yang akan dikembangkan. d.
Mengaitkan praktik-praktik baru dengan hasil-hasil yang nyata, dan e. Banyak membicarakan
kaitan praktik baru dengan nilai-nilai yang diinginkan.
Kondisi yang mendukung perkembangan kultur sekolah meliputi: 1. Pemilihan urgensi secara
berkesinambungan 2. Pengembangan kerja tim dan kepemimpinan tim 3. Pembiasaan
kesederhanaan internal sekolah, jangan bermewah, gengsi, dan boros 4. Pengembangan
jenjang sependek mungkin, dan 5. Pengurangan sebanyak mungkin birokrasi Kepala sekolah
sebagai sentral pengembangan kultur sekolah harus dapat menjadi contoh dalam berinteraksi
dalam sekolah.
1. Kultur positif, negatif, dan netral
Kultur positif terdiri dari: a. Ada ambisi untuk meraih prestasi, pemberian penghargaan
kepada yang berprestasi b. Hidup semakin semangat menegakkan sportifitas, jujur,engakui
keunggulan pihak lain c. Saling menghargai perbedaan d. Trus (saling percaya) Kultur
negatif, antara lain: a. Banyak jam kosong, dan absen dari tugas b. Terlalu permissif terhadap
pelanggaran nilai-nilai moral c. Adanya friksi yang mengarah pada perpecahan, terbentunya
kelompok yang saling menjatuhkan d. Penekanan pada nilai pelajaran bukan pada
kemampuan e. Artifak yang netral uatan kultural f. Kegiatan arisan sekolah, jumlah fasilitas
sekolah, dll.
2. Artifak, nilai, keyakinan, dan asumsi
Kultural sekolah merupakan aset yang bersifat abstrak, bersifat unik, senantiasa berproses
dengan dinamika yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah lain. Kultur hanya
dapat dikenali melalui pencerminannya pada berbagai hal yang dapat diamati yang disebut
dengan artifak. Artifak ini dapat berupa: a. Perilaku verbal: ungkapan lisan atau tulis dalam
bentuk kalimat dan kata-kata b. Perilaku nonverbal: ungkapan dalam tindakan c. Benda hasil
budaya: arsitek, interior, lambang, tata ruang, mebelair, dll Dibalik artifak itulah tersembunyi
kultur yang dapat berupa: a. Nilai-nilai: mutu, disiplin, toleransi, dll b. Keyakinan: tidak
kalah dengan sekolah lain bila mau kerja keras c. Asumsi: semua anak dapat enguasai bahan
pelajaran, hanya waktu yang diperlakukan berbeda.
Kepala sekolah emegang peranan penting. Peran kepala sekolah yaitu untuk membangun
kultur, kepala sekolah harus memberi perhatian terhadap aspek informal, aspek simbolik, dan
aspek yang tidak tampak dari kehidupan sekolah yang membentuk keyakinan dan tindakan
tiap warga sekolah. Tugas kepala sekolah adalah menciptakan atau membentuk dan
mendukung kultur yang diperlukan untuk menguatklan sikap yang efektif dalam segala hal
yang dikerjakan di sekolah. Menurut Peter Senge ada tiga model untuk memikirkan kembali
tentang peran kepemimpinan kepala sekolah. Peran kepemimpinan kepala sekolah adalah
sebagai perancang, sebagai guru, dan sebagai steward atau pelayan.
a. Pemimpin sebagai perancang
Pemimpin sebagai perancang harus memahami proses kreatif dalam menterjemahkan rencana
atau visi menjadi kenyataan.
b. Pemimpin sebagai guru
Peran pemimpin sebagai guru adalah membantu setiap orang dalam organisasi sekolah, yang
mencakup memfasilitasi, membimbing, atau melatih. Kepala sekolah yang berhasil
mengelola sekolah adalah yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Mensosialisasikan
visi dan misi sekolah dan rencana mencapai visi 2. Menjelaskan harapan sekolah terhadap
guru dan siswa 3. Selalu tampak di sekolah 4. Dipercaya oleh guru dan siswa 5. Membantu
pengembangan kemampuan guru 6. Memberdayakan guru dan siswa 7. Memberi pujian dan
peringatan terhadap warga sekolah 8. Memiliki rasa humor 9. Sebagai model bagi guru dan
siswa
c. Pemimpin sebagai steward.
Steward atau pelayan merupakan bagian dari bentuk kepemimpinan.pemimpin sebagai
pelayan ditentukan oleh suatu sikap. Walaupun pelayan telah lama dikenal sebagai suatu gaya
kepemimpinan, namun bentuknya belum ditentukan secara jelas. Pelayanan
mengkombinasikan elemen-elemen, komitmen, dan kompasion atau kesabaran. Pelayanan
sebagai pemimpin beroperasi pada dua peringkat: pelayan bagi orang yang dipimpin dan
pelayanan bagi tujuan yang lebih luas atau misi yang mendasari tugas sekolah. Sekolah
sebagai sebuah sistem memiliki tiga aspek pokok yang erat kaitannya dengan sekolah yaitu
proses belajar mengajar, kepemimpinan, dan managemen sekolah, serta kultur sekolah.
H. Kondisi Sekolah Unggul
Ciri-ciri yang ada pada sekolah unggul antara lain:
1. Visi dan Misi Sekolah yang jelas Visi adalah pernyataan singkat, mudah diingat, pemberi
seangat, dan obor penerang jalan untuk maju melejit. Misi adalah dua atau tiga pernyataan
sebagai operasionalisasi visi. Untuk mengimplementasikan visi dan misi sekolah ada
sejumlah langkah yang mesti ditempuh: a. Pahami kultur sekolah b. Hargai profesi guru c.
Nyatakan apa yang anda hargai d. Perbanyak unsur yang anda hargai e. Lakukan kolaborasi
dengan pihak-pihak yang terkait, dan f. Buat menu kegiatan bukan mandat g. Gunakan
birokrasi untuk memudahkan bukan mempersulit h. Buat jejaring (networking) seluas
mungkin.
2. Komitmen tinggi untuk unggul Komitmen ini adalah energi untuk mengubah budaya
konvensional (biasa-biasa saja) menjadi budaya unggul. Kultur sekolah yang tercipta sangat
kondusif untuk mengajak warga sekolah untuk maju, terlihat jelas budaya unggul telah
membudaya pada tiap warga sekolah.
3. Kepemimpinan yang mumpuni Kepala sekolah adalah pemimpin dari pemimpin bukan
pemimpin dari pengikut. Artinya, selain kepala sekolah ada pemimpin dalam lingkup
kewenangannya sehingga tercipta proses pengambilan keputusan bersama (shared decision
making). Kounikasi terus menerus dilakukan antara kepala sekolah dan para guru untuk
memahami budaya dan etos sekolah yang diimpikan lewat visi sekolah itu. Guru juga adalah
pemimpin dengan kualitas sebagai berikut: a. Terampil menggunakan metode mengajar
berdasarkan penelitian b. Bekerja secara tim dalam merencanakan pelajaran, menilai siswa,
dan dala memecahkan masalah c. Sebagai mentor bagi koleganya d. Mengupayakan
pembelajaran yang efisien e. Berkolaborasi dengan orang tua, keluarga, dan anggota
masyarakat lain demi pembelajaran siswa f. Kesempatan untuk belajar dengan pengaturan
waktu yang jelas Mengajar yang berkualitas memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Organisasi
pembelajaran yang efisien b. Tujuan yang jelas c. Pelajaran yang terstruktur d. Praktik
mengajar yang adaptif dan fleksibel e. Lingkungan yang aman dan teratur.
4. Hubungan yang baik antara rumah dan sekolah Para orang tua memahai visi dan misis
tersebut. Dengan demikian, sekolah tidak hanya mendidik siswa, tetapi juga orang tua
sebagai anggota keluarga sekolah yang dihargai dan dilibatkan. Sekolah unggul mebangun
kepercayaan dan silaturahmi sehingga masing-masing memiliki niat tinggi untuk
melejitkan prestasi.
5. Monitoring kemajuan siswa secara berkala Kemajuan siswa dimonitor terus menerus dan
hasil monitoring itu digunakan untuk memperbaiki perilaku dan performansi siswa dan untuk
memperbaiki kurikulum secara keseluruhan. Artinya sekolah tidak hanya terampil
memonitoring kemajuan siswa, tapi juga siap mengevaluasi dirinya sendiri. Hasil evaluasi ini
adalah merupakan bahan bagi pihak lain (benchmarking) kepada sekolah lain, sehingga sadar
akan kelebihan dan kekurangan sendiri. Model sekolah unggul akan mewujudkan sekolah
tidak eksklusif bak menara gading, tapi tumbuh sebagai bagian dari masyarakat sehingga
memiliki kepekaan terhadap nurani masyarakat (a sense of community). Dalam masyarakat
setiap individu berhubungan dengan individu lain dan masing-masing memiliki potensi dan
kualitas yang dapat disumbangkan pada sekolah

Anda mungkin juga menyukai