Stroke Iskemia ec Trombosis dan Hipertensi Grade II
Disusun oleh : Kelompok B6 Jonathan Verdino Tawara 102008182 Yovinus Deny 102010119 Citra Anggar Kasih M 102010139 Grace Marcela Untoro 102011028 Erik Susanto 102011104 Selley Kenanga 102011129 Sylvia Joson 102011176 Maria Griselda Amadea 102011214 Leni Herliani 102011394
17 Januari 2014 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
2 | P a g e
Daftar Isi
Daftar Isi ........................................................................................................................... 2 Pendahuluan ...................................................................................................................... 3 Pembahasan....................................................................................................................... 4 I. Anamnesis ................................................................................................................... 4 II. Pemeriksaan Fisik ................................................................................................... 4-6 III. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 6-7 IV. Diagnosis Kerja ......................................................................................................... 7 V. Etiologi ......................................................................................................................... 8 VI. Epidemiologi............................................................................................................ 8-9 VII. Paatogenesis ............................................................................................................ 10 VIII. Manifestasi Klinik dan Faktor Resiko .............................................................. 10-12 IX Komplikasi ................................................................................................................. 13 X. Penatalaksanaan .................................................................................................... 13-16 XI Pencegahan dan Edukasi....................................................................................... 16-17 XII. Prognosis ................................................................................................................. 17 XIII. Diagnosis Banding ................................................................................................. 17 1. Stroke iskemik ec emboli .................................................................................. 17 2. Stroke Pendarahan Intracerebral ....................................................................... 18 3. Stroke Pendarahan Subarachnoid ................................................................ 18-19 Penutup ........................................................................................................................... 19 Daftar Pustaka ................................................................................................................. 19 3 | P a g e
Pendahuluan Stroke merupakan kelainan otak yang makin banyak dijumpai dimasyarakat. Stroke juga merupakan salah satu penyakit pembuluh darah otak yang dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan, disamping sebagai penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia. Insidensi stroke mencapai 0,5 per 1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 0,7 per 1000 pada usia 70 tahun. Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang sempurna, suatu penelitian melaporkan mortalitas stroke 37,3 per 100.000 penduduk. Angka kematian stroke mencapai 20 % pada 3 hari pertama dan 25 % pada tahun pertama. Selain menurunkan produktifitas kerja, stroke juga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Stroke iskemik merupakan sebagian besar kasus stroke yang disebabkan oleh trombosis atau emboli pada pembuluh darah otak akibat dari aterosklerosis. Penyebab tersering adalah aterosklerosis pada arteri besar intrakranial, terutama arteri serebri media. Penelitian dengan ultrasonografi didapatkan peningkatan ketebalan tunika intima-media arteri karotis dan plak aterosklerosis merupakan marker subklinik awal aterosklerosis yang kemudian akan menjadi faktor risiko terjadinya stroke baru maupun stroke berulang. Dengan adanya penulisan ini, maka diharapkan penulis dan pembaca dapat mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat serta pencegahan terhadap penyakit kelainan pada pembuluh darah ini yaitu stroke terutama stroke yang diakibatkan sumbatan sehingga terjadi iskemik agar pasien dapat memiliki kualitas hidup yang baik.
Skenario Seorang laki-laki berusia 62 tahun, sejak 3 hari yang lalu merasa lengan dan tungkai kanannya lemah, bicara mulai pelo secara tiba-tiba tapi pasien belum berobat. Namun sejak kemarin pagi, lengan dan tungkai kanannya sama sekali tak bisa digerakkan dan pasien tak bisa bicara. Mulai tadi malam pasien tampak tidur terus, tak bisa dibangunkan, tak bisa makan atau minum, sampai akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit.
4 | P a g e
Pembahasan I. Anamnesis Identitas: nama, usia, alamat, dan pekerjaan. Pada skenario didapatkan identitas, seorang laki-laki berusia 62 tahun. Keluhan utama (RPS) : lengan dan tungkai kanan lemah, bicara mulai pelo sejak tiga hari yang lalu. Perlu ditanyakan juga mengenai sifat simetris dan asimetris kelemahan yang dirasakan, sebelumnya apakah ada rasa baal, kaku, lemas di wajah, lengan atau tungkai, onset serangannya mendadak (tiba-tiba) atau tidak, muncul ketika istirahat atau beraktifitas, perkembangan penyakit dari hari ke hari mengalami perbaikan cepat, perburukan progresif atau menetap, adakah nyeri kepala, kejang, muntah, dan penurunan kesadaran. Keluhan penyerta : demam, gangguan penglihatan, bingung, gangguan keseimbangan dan koordinasi, gangguan BAK/BAB, nyeri tengkuk, leher. RPD : riwayat diabetes melitus dan hipertensi grade II positif. Perlu ditanyakan mengenai riwayat trauma pada bagian kepala maupun ekstrimitas tubuh. RPK : riwayat stroke haemoragik, stroke iskemik, diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular. Riwayat pengobatan : belum memiliki riwayat pengobatan untuk keluhan utama. Perlu ditanyakan mengenai pengobatan yang sedang dijalani atau baru saja dihentikan terkait dengan penyakit apapun yang diderita oleh pasien. Sebagai contoh, penghentian mendadak obat antihipertensi klonidin (Catapres) dapat menyebabkan hipertensi rebound yang berat. Selain itu, penghentian mendadak fenitoin (Dilanin) atau fenobarbital untuk gangguan kejang dapat memicu status epileptikus sampai beberapa minggu setelah penghentian obat. 1
Riwayat sosial : pengaturan diet, merokok, alkohol, kebiasaan olahraga.
II. Pemeriksaan Fisik Hal pertama yang kita lakukan adalah melihat keadaan umum pasien, apakah pasien sakit ringan, sedang atau berat? Selanjutnya kita lakukan pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan frekuensi napas serta suhu tubuh. 5 | P a g e
Pastikan jalan napas stabil dan terjaga. Mungkin posisi perlu diubah menjasi posisi pemulihan atau bahkan intubasi. Beri oksigen dan pastikan pernapasan serta sirkulasi dipertahankan. Periksa tingkat kesadaran menggunakan Skor Koma Glasgow. Nilailah bicara: periksa pemahaman pasien akan perintah dan dengarkan saat pasien berbicara. Jika tampak ada kesulitan, minta pasien menyebutkan nama objek tertentu. Minta pasien mengulangi suatu frase yang anda ucapkan. Adakah disartria atau disfagia (resertif atau ekspresif)? Nilailah postur pasien. Apakah pasien normal/hemiplegik/deserebrasi/dekortikasi? Nilai normal skor koma Glasgow 13-15: 2
Lakukan pemeriksaan neurologis lengkap. Khususnya adakah deficit neurologis fokal (misalnya kelemahan disatu sisi)?. Periksa tonus: tonus bisa normal atau sedikit menurun pada awal stroke atau baru sembuh dari stroke akibat lesi neuron motoric atas ( upper motor neurone, UMN), tetapi biasanya tonus akhirnya meningkat sampai tingkat abnormal. Apakah kekuatan berkurang? Jika ya, adakah distribusi piramidalis (yaitu pada lengan fleksor lebih kuat, sedangkan pada tungkai ekstensor yang lebih kuat)? Adakah gangguan koordinasi? Adakah tanda-tanda lesi serebelar? Apakah refleks menurun atau meningkat? Seperti tonus, refleks mngkin normal atau berkurang pada awal atau setelah lesi neuron motorik atas, tetapi biasanya refleks akhirnya meningkat sampai tingkat abnormal. Adakah deficit saraf kranial? Apakah tanda neurologis menunjukkan lesi pada bagian SSP tertentu atau gangguan suplai arteri tertentu?. Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan menyediakan informasi 6 | P a g e
neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya. 3
III. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab, mencegah rekurensi dan, pada pasien yang bera, mengidentifikasi factor-faktor yang dapat menyebabkan perburukan fungsi SSP. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada pasien stroke antara lain: darah lengkap dan LED, ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid, rontgen dada dan EKG, CT-scan atau MRI kepala. CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. 3 Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli 7 | P a g e
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. IV. Diagnosis Kerja Stroke iskemik (non hemoragik) adalah stroke yang terjadi akibat aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Klasifikasi Stroke 1. Berdasarkan Patologi Anatomi dan penyebabnya Stroke terbagi menjadi dua, yaitu : 2,4,5
1. Stroke iskemik Tipe stroke ini terjadi karena aliran darah tersumbat atau berkurang aliran darah ke daerah otak. Penyumbatan ini dapat terjadi karena aterosklerosis atau pembentukan bekuan darah. 2. Stroke hemoragik Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam dan di sekitar otak. Perdarahan yang mengisi ruang-ruang antara otak dan tulang kranium dinamakan perdarahan subaraknoid. Keadaan ini terjadi karena ruktur aneurisma malformasi arteiovenosa, dan trauma kepala.Perdarahan di dalam jaringan otak dibagi menjadi pendarahan intraserebral (termasuk perdarahan kedalam sereberum atau otak kecil ), perdarahan subdural dan perdarahan subaraknoid. 2. Berdasarkan perjalanan klinisnya Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) 8 | P a g e
Gejala neurologik makin lama makin berat. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap. V. Etiologi Secara umum penyebab terjadinya stroke iskemik adalah: Vaskuler yang meliputi aterosklerosis, displasi fibromuskuler, inflamasi (giant cell arteritis, SLE, poliarteritits nodosa, angiitis granuloma, arteritis sifilitika, AIDS), diseksi arteri, penyalahgunaan obat, sindrom Moyamoya, thrombosis sinus, atau vena. Kelainan jantung yang meliputi thrombus mural, aritmia jantung, endocarditis infeksiosa dan noninfeksiosa, penyakit jantung rematik, penggunaan katup jantung prostetik, miksoma atrial, dan fibrilasi atrium. Kelainan darah yang meliputi trombositosis, polisitemia, anemia sel sabit, leukositosis, hiperkoagulasi, dan hiperviskositas darah. 2 Sedangkan dalam kasus ini stroke disebabkan oleh thrombosis. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Thrombosis arteri ( atau vena) pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias Virchow, yaitu: abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi). Abnormalitas darah, misalnya polisitemia. Gangguan aliran darah. VI. Epidemiologi Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke hemoragik hanya sebanyak 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 9 | P a g e
5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke. 3 VII. Patogenesis
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara : Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H + dari asidosis laktat. K + dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah 10 | P a g e
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel. 2,4,5 VIII. Manifestasi Klinik dan Faktor Risiko Berikut merupakan tanda-tanda peringatan seseorang dapat diduga mendapat serangan stroke:
Berikut merupakan faktor resiko yang dapat mencetuskan terjadinya stroke, yaitu : 4,5
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi: Usia. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula resiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada usia lanjut, pembuluh darahnya lebih kaku oleh karena adanya plak (aterosklerosis). Jenis kelamin. Laki-laki memiliki resiko lebih besar terkena stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena laki-laki cenderung Gambar 1. Tanda peringatan stroke 6 11 | P a g e
merokok dan rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah. Herediter. Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. 5
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi: 5
Hipertensi. Orang-orang yang tekanan darahnya tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya akan mengecil (vasokonstriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian. Penyakit jantung. Penyakit jantung coroner, infark miokard (kematian otot jantung) merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengatur aliran darah mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan. Termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap. Diabetes Mellitus. Pembuluh darah penderita DM, umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Terdapat dua jenis diabetes, yaitu : diabetes tipe I dan II. Tipe I biasanya dimulai pada usia muda dan memerlukan penyuntikan insulin secara teratur. Tipe II biasanya menyerang orang yang berusia 40 tahun keatas dan pada tahap awal biasanya dapat diatasi dengan tablet dan modifikasi makanan. Hiperkolesterolemi. Merupakan keadaan dimana kadar kolesterol di dalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah yang lama-kelamaan akan semakin banyak dan menumpuk sehingga mengganggu aliran darah. 12 | P a g e
Obesitas. Kegemukan merupakan salah satu factor resiko terjadinya stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan HDL. Merokok. Perokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku sehingga dapat menyebabkan gangguan aliran darah, dan terjadilah stroke. IX. Komplikasi Bahu yang kaku Sebagian penderita stroke akan menderita perasaan nyeri dan kaku pada bahu di sisi yang sakit. Ada tiga penyebab keadaan ini pertama, sendi bahu memerlukan kisaran gerakan yang penuh di sepanjang hari. Jika hal ini terjadi, nyeri hebat dapat terasa ketika bahu tersebut digerakkan. Kedua, lengan yang lumpuh merupakan beban yang sangat berat sehingga bila tidak tersangga akan mengakibatkan pembengkakkan, rasa nyeri serta kekakuan pada sendi tersebut. Penyebab ketiga yang paling sering menimbulkan kekakuan bahu adalah kerusakan yang terjadi ketika penderita diangkat secara ceroboh dengan memgang ketiaknya-bagian sendi dapat robek dan mengalami inflamasi akibat pengangkatan ini. 2
Trombosis vena provundus dan emboli pulmoner Suatu trombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk di dalam pembuluh darah balik pada tungkai yang lumpuh, khususnya di daerah betis. Keadaan ini dapat mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan nyeri tekan pada otot betis. Kadang-kadang seluruh tungkai dapat membengkak dan terasa nyeri atau pagal. Karena adanya tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan terganggu. Kadang kala trombus dari pembuluh darah balik terlepas dan membentuk suatu embolus yang terbawa darah ke dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau lebih arteri pulmonalis yang memperdarahi paru-paru. Keadaan ini mengakibatkan kelainan emboli pulmoner yang kadang-kadang dapat menimbulkan kematian setelah serangan stroke. Gejalanya nyeri dada dan sesak napas. Dekubitus 13 | P a g e
Karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaanya, dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit, dan bahkan telinga. Dekubitus dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan suatu infeksi sehingga kulit luka pada permukaannya dan kuman dapat masuk. Kejang (konvulsi) Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang pada hari-hari pertama setelah serangan. Serangan ini dapat berupa kedutan atau (twiching) atau kejang kaku (spasme) pada otot, pernapasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut yang berbuih, inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu yang singkat. Serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri sendiri telah terkena, daripada serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam. Kemungkinan lain disebabkan oleh emboli serebral. Problem kejiwaan Penderita sering mengalami depresi setelah serangan stroke. Disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas keberadaan mereka. Depresi merupakan penyebab utama yang menerangkan mengapa penderita tidak mampu bereaksi dengan kecepatan yang normal terhadap setiap upaya remobilisasi. 7 X. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik sebagai berikut : 3 Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan stroke yang berkembang (jendela terapi sampai 72 jam). Perburukan klinis dapat disebabkan oleh mekanisme : - Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark - Ekstensi teritori infark - Konfersi hemoragis Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala stroke). Protokol penatalaksanaan stroke iskemik akut, sebagai berikut : 3 Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/ kgBB intravena (dosis maksimum 90 mg). 14 | P a g e
Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat vibrilasi atrium respon cepat diberikan digoksin 0,125 0,5 mg intravena dalam 12 jam. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh cepat-cepat diturunkan. Karena apabila penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemia akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infark hemiferik atau serebelum yang masih, kesadaran menurun, gangguan pernapasan, atau stroke dalam evolusi. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark serebelum yang luas. Pertimbangkan sken resonansi magnetik pada pasien dengan stroke vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT-Scan. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/ jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/ jam, sampai mastromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol. Pemeriksaan penunjang neurovaskular diutamakan yang non invansif, seperti ekokardiografi dan ultrasonografi doppler karotis. Pertimbangkan pemeriksaan darah pada kasus penyebab stroke yang tidak lazim terutama pada usia muda. Neuroproteksi Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jariingan neuron dapat di pulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuruprtektif. Hipotermi adalah terapi neuroprotektif yang sudah lama di gunakan pada kasus trauma otak dan terus di teliti pada stroke. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel neuro. Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul akibat sel neuron. Pendekatan lain untuk mempertahankan jaringan adalah pemakaian obat neuroprotektif. Banyak riset stroke yang meneliti obata yang adapat menurunkan metabolisme neuron mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang rusak, 15 | P a g e
atau memperkecil respon hipereksitatorik yang merusak dari neuron-neuron di penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark pada stroke. 3
Antikoagulasi Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 2-3) untuk pasien stroke yang memiliki katub prostetik mekanis. 3
Trombolisis intravena Resiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum. Dengan demikian terapi harus digunakan hanya bagi pasien yang telah di saring secara cerna dan yang tidak memenuhi satupun dari kriteria eksklusi berikut : 2
- Gambaran perdarahan intrakranium berupa masa yang besar pada CT. - Angiogram yang negativ untuk adanya bekuan - Peningkatan waktu protrombin/INR, yang mengisyaratkan kecendrungan perdarahan - Adanya pembuluh dan luka yang belum sembuh dari trauma atau pemebdaha yang baru terjadi - Tekanan darah diastolik yang sangat tinggi, hilangnya auturegulasi adalah suatu resiko besar Selain itu, pasien dengan riwayat yang pernah menggunakan kokain atau amfetamin sering disingkirkan karena resiko perdarahan dari pembuluh otak di bawah tekanan tinggi. - Trombolisis intrarteri Pemakaian trombolisis intraarteri untuk pasien dengan stroke iskemik akut, sedang dalam penelitian walaupun saat ini belum di setujuim oleh FDA. pasien yang berisiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah mereka yang skor national institute of healt stroke scalenya tinngi,memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh - Terapi perfusi Serupa dengan upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus spasme saat pemulihan dari perdarahn subarknoid, pernah di usahakn induksi hipertensi sebagai usaha untuk meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat. Terapi bedah Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis depan di cadangkan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini, salah satu sisi tengkorak di 16 | P a g e
angkat sehngga jaringan otak mengalami infark dan edema mengembang tanpa di batasi oleh struktur tengkorak yang kaku. Dengan demikian prosedur ini mencegah tepat kanan dan distrosi pada jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak. Sebelum dilakukan pembedahan, perlu dilakukan arteriogram. Arteriogram merupakan suatu ancaman serius bagi pasien karena zat warna, seperti darah bebas, dapat menyebabkan vasospasme karena iritasi, dan tekanan yang di perlukan untuk memmasuakan zat warna dapat menyebabkan perdarahan di daerah yang baru mengalami ruktur. Pasien harus distabilkan sebelun di operasi. Untuk mencapai tujuan ini pasien di sertakan dalam suatu protokol aneurisma, yang mingkin mencakup prosedur berikut : 1,2
- Ruangan di pergelap. Tidak di lakukan pengambilan suhu melauli rektum, karena hal ini merangsang saraf vagus dn meningkatkan tekanan darah - Pasien di beri fenobarbital intravena untuk mengurangi kemungkinan kejang - Pasien diberi deksametason (decadron), untuk menimbulkan diuresis dan melindungi otak dengan menstabilkan membran otak dan mengurangi edema otak - Pasien di beri penghambat reseptor H2 atau inhibitor pompa proton untuk mencegah iritasi saluran cerna yang mugkin merupakan efek samping. - Pasien di beri asam amino kaproat (amicar) untuk mencegah lisis bekuan - Pasien di beri hidra lazim hidroklorida (apresoline) untuk stabilisasi tekanan darah, apabila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg. - Cairan di batasi berdasarkan osmolalitas serum : mungkin hingga 800-1200 ml/24 jam. XI. Pencegahan dan Edukasi Pencegahan primer 1,3
- Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan progaram pencegahan penyakit vaskular lainnya. - Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke. Dengan cara dengan menghindari rokok, stres, alkohol, obesitas, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan anfetamin, kokain, dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya. Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
Pencegahan sekunder 1,3
17 | P a g e
- Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko misalnya : Hipertensi dengan cara diet, minum obat antihipertensi DM dengan cara diet, dan minum obat hipoglikemik Penyakit jantung dengan obat antikoagulan oral Dislipidemia dengan cara diet rendah lemak dan obat anti dislipedemia. Berhenti merokok, hindari alkohol, obesitas dan kurang gerak. Hiperurisemia denga cara diet dan obat antihiperurisemia. - Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin. - Obat-obatan yang digunakan : Asetosal digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar antara 80- 320 mg/hari. Antikoagulan oral diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit jantung. Dosis awal warfarin 10 mg/hari dan disesuaikan setiap hariberdasarkan hasil masa protrombin. Pasien yang tidak tahan asetosal dapat diberikan, tiklopidin 250- 500 mg/hari, dosis rendah asetosal 80 mg + cilostazol 50-100 mg/hari. - Tindakan invasif Flebotomi untuk polisitemia. Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan sstenosis 70-99% unilateral. - Fisioterapi XII. Prognosis Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. 7 XIII. Diagnosis Banding 1. Stroke Iskemik ec Emboli Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial maupun emboli paradoxical melalui patent foramen ovale. Sumber emboli cardiogenik termasuk thrombus valvular 18 | P a g e
(seperti mutral stenosis, endoraditis, katup prostetik), thrombus mural (seperti infark myocardm fibrilasi atrial, cardiomyopathy dilatasi, CHF dan atrial myxoma). MI berhubungan dengan 2-3% insidensi stroke emboli, dimana 85% kasus terjadi pada bulan pertama setelah MI. 3
2. Stroke Perdarahan Intracerebra (PIS) Perdarahan yang paling sering timbul pada parenkim otak terjadi didaerah arteri kecil yang melayani ganglia basal, thalamus, dan batang otak dan oleh arteriopathy karena hipertensi kronik atau micratheroma. Penyakitini, sering berhubungan dengan arteriosklerosis, karena terjadi penyumbatan pada infark lakunar atau kebocoran yang menyebabkan perdarahan otak. Perdarahan kecil dapat mendahului perdarahan besar dariarteri kecil dan dapat dideteksi dengan gema gradien MRI.Beberapa perdarahan timbul dari angiopathy amyloid congophilic,gangguan degeneratif yang mempengaruhi media dari arteri yang lebihkecil, terutama materi abu-abu otak, dan terlihat pada usia lanjut. Tumor otak, obat simpatomimetik, koagulopati, cavernomas dan malformasiarteriovenous juga menyebabkan perdarahan otak. 3
3. Stroke Perdarahan Subarachnoid (PSA) Merupakan sekitar 15-20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi intraserebrum mengalami ruptur, sehingga terjadi pendarahan ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan pendarahan subarachnoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke haemoragik adalah pemakaian kokain dan amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan hipertensi berat dan pendarahan intraserebrum atau subarachnoid. 3 Berikut merupakan etiologi stroke haemoragik, yaitu : 3 - Aneurisme merupakan keadaan dinding arteri yang melemah sehingga menyebabkan arteri tersebut meregang dan menggelembung seperti balon. Biasanya aneurisme terjadi di tempat yang terdapat percabangan arteri. - Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan arteriol kecil pecah di dalam otak. Darah yang dilepaskan di dalam jaringan otak akan menimbulkan tekanan pada arteriol sekitarnya sehingga arteriol tersebut ikut pecah dan menimbulkan perdarahan yang lebih luas. Hipertensi dapat pula menyebabkan infark lakuner. Bentuk ini merupakan infark miniatur yang serupa dengan strok 19 | P a g e
komplek, tetapi memiliki skala yang lebih kecil. Infark lakuner terjadi di dalam nukleus dan traktus spinalis otak dan menyerupai danau atau lubang kecil-kecil. - Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan pembuluh darah otak dan disini arteri berhubungan langsung ke vena tanpa melewati jaringan kapiler (capillary bed). Tekanan darah yang datang dari arteri tersebut terlalu tinggi bagi vena sehingga membuat vena ini melebar sehingga dapat mengangkut darah dengan volume yang lebih besar. Pelebaran ini dapat menyebabkan ruptur vena tersebut. Penutup Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan juga dilakukan pemeriksaan penunjang dan dengan melihat gejala klinis pasien maka pasien tersebut mengalami stroke iskemik et causa thrombosis. Stroke iskemik lebih sering terjadi jika dibandingkan dengan stroke hemoragik. Stroke iskemik (non hemoragik) adalah stroke yang terjadi akibat aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Hipotesis diterima. Daftar Pustaka 1. Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, FAuci AS, Kasper DL. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13, Volume 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h.2464-6. 2. Ahmad A, Aliah A, Samatra P. Buku pedoman standar pelayanan medis dan standar prosedur operasional neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.h. 19. 3. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h. 1122. 4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.251-2. 5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.91-104. 6. Gambar 1. Jenis stroke. Diunduh dari: http://arinkuu.blogspot.com/2012/06/cva-iskemik- dan-hemoragik.html 7. Ginsberg L. lecture notes neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga; 2007.h.89-98.