Anda di halaman 1dari 23

PERAN PERAWAT TERHADAP PERILAKU PENGGUNAAN

ASPIRIN TANPA RESEP YANG BERISIKO MENGALAMI


PENURUNAN FAGOSITOSIS

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan
rahmat-Nyalah pada hari ini penulis dapat menyelesaikan karya tulis berjudul,
Peran Perawat Terhadap Perilaku Penggunaan Aspirin Tanpa Resep Yang
Berisiko Mengalami Penurunan Fagositosis dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Prof. Dr. Suhartono Taat Putra, dr., MS selaku dosen pembimbing


penulisan,

2.

Prof. Eddy Soewandodjo, dr., Sp. PD., KTI, selaku kepala Program Studi
S1 Ilmu Keperawatan.

3.

Teman-teman Program Studi S1 Ilmu Keperawatan FK Unair yang telah


memberi motivasi dan semangat,

4.

dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah ini disusun untuk mempelajari dan mendalami mata kuliah


Psikoneuroimunologi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi
maupun penyusunannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surabaya, 12 Desember 20
Penulis

ABSTRAK
Aspirin merupakan salah satu obat yang sering di konsumsi masyarakat tanpa
resep dari dokter. Penggunaan aspirin tanpa resep dapat menyebabkan penurunan
fagositosis. Proses penurunan fagositosis terjadi melalui proses penstabilan
membran lisosom dam penghambatan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
makrofag ke tempat peradangan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang sering
berinteraksi dengan pasien memiliki peran penting dalam mencegah penggunaan
aspirin tanpa resep. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan kepada klien,
keluarga dan masyarakat.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

ii

ABSTRAK

iii

DAFTAR ISI

iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1

Tujuan Umum

1.3.2

Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penulisan


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3
4

2.1

Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan

2.2

Prinsip dan Mekanisme Fagositosis

2.2.1 Mekanisme Kerja Fagositosis

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fagositosis

2.3 Aspirin Sebagai Obat Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)

2.3.1 Aspirin dan Mekanisme Kerja

2.3.2 Efek Samping Aspirin

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL


BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Efek Aspirin Terhadap Fagositosis
4.2 Peran Perawat Terhadap Penggunaan Aspirin

12

13
13
14

PERAN PERAWAT TERHADAP PERILAKU PENGGUNA ASPIRIN


TANPA RESEP YANG BERISIKO MENGALAMI
PENURUNAN FAGOSITOSIS

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

16

5.1 Kesimpulan

16

5.2 Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemakaian obat-obatan tanpa resep dan sepengetahuan tenaga kesehatan
merupakan perilaku yang tidak dibenarkan. Pemakaian obat yang tidak tepat akan
menyebabkan seseorang mengalami keracunan dan bahkan bisa terjadi kematian
karena obat juga berpotensi menjadi racun yang dapat menganggu sistem di dalam
tubuh manusia (Sulistya GG, 2003). Masyarakat telah mengenal berbagai macam
obat seperti analgesik, antipiretik dan antiinflamasi seperti aspirin. Hal ini
dikarenakan harga obat-obatan tersebut relatif lebih murah, terjangkau dan
semakin mudah diperoleh di pasaran (www.kompas.com, 2003; Tiwi, 2007). Di
lain pihak penggunaan aspirin tanpa resep tenaga medis menyebabkan
peningkatan risiko efek samping, terlebih jika digunakan pada dosis yang tidak
tepat. Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan aspirin antara lain:
iritasi lambung, ulkus peptikum, penghambatan agregasi platelets, hiperglikemia,
depresi pernafasan, hepatotoksik dan perdarahan janin. Aspirin sering digunakan
untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berarti sehingga banyak terjadi
penyalahgunaan (abuse) aspirin (Sulistya GG, 2003).

Sikap masyarakat yang kurang sabar dalam menghadapi penyakit termasuk rasa
nyeri ditambah dengan penggunaan obat antinyeri (seperti aspirin) tanpa pikir
panjang akan menambah daftar panjang efek samping obat. Sikap masyarakat
yang menggunakan obat tanpa resep atau swamedikasi semakin lama semakin
meningkat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor - faktor yang berperan
dalam peningkatan tersebut antara lain: pengetahuan masyarakat tentang penyakit
ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk
mencegah atau mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri,
ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat obat yang dapat dibeli bebas
tanpa resep dokter atau OTR / Obat Tanpa Resep (OTC / Over The Counter)
secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang
muncul (Aris W, 2006). Selain itu, swamedikasi juga memberikan keuntungan

bagi pengguna, yakni kepraktisan dan kemudahan melakukan tindakan


pengobatan dengan biaya yang lebih murah (Rantucci, 1997).
Aspirin sangat berbahaya dan berpotensi dalam menimbulkan kematian jantung
yang secara mendadak. Hal ini menyebabkan pasien meninggal ketika dibawa ke
rumah sakit karena timbul secara mendadak dan tanpa gejala. Walaupun tanpa
gejala, aspirin dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi kollaps dan tanpa
disadari berlangsung terus-menerus sehingga jantung menjadi lemah dengan
gambaran aritmia. Sehingga sewaktu-waktu dapat menyebabkan berhentinya kerja
jantung (www.keracunanobat.htm, 2007). Selain itu, hal ini juga diperparah
dengan adanya efek samping aspirin yang jarang diketahui oleh masyarakat. Efek
samping yang dapat disebabkan oleh aspirin berupa iritasi lambung, ulkus
peptikum, menghambat agregasi platelets, hiperglikemia, depresi pernafasan,
hepatotoksik dan perdarahan janin (Sulistya GG, 2003).

Mengingat akan terjadi hal ini maka pasien pengguna aspirin harus selalu diamati
sehingga hal tersebut tidak terjadi. Pemantauan terhadap pengguna aspirin bisa
dilakukan oleh tenaga medis seperti dokter maupun perawat. Tenaga medis,
khususnya perawat harus lebih memperhatikan penggunaan aspirin tanpa resep di
masyarakat agar efek negatif aspirin pada masyarakat dapat ditekan sekecil
mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan di berbagai
tempat untuk memberikan informasi informasi yang belum diketahui oleh
masyarakat awam seperti bahaya dan efek samping aspirin. Selain itu, perawat
juga memiliki tugas pokok memberi pelayanan keperawatan dalam upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehatan serta membina masyarakat agar lebih mandiri dalam mendapatkan
perawatan kesehatan (Kepmenkes nomor 94 tahun 2001). Namun, jumlah perawat
yang semakin meningkat belum mampu memaksimalkan peran dan fungsi
perawat dalam

peningkatan kesehatan masyarakat.

Untuk itu, pemahaman

terhadap peran dan fungsi perawat dalam peningkatan kesehatan masyarakat serta
optimalisasi peran dan tugas perawat perlu ditingkatkan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran perawat terhadap perilaku penggunaan aspirin tanpa resep yang
berisiko mengalami penurunan fagositosis?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis peran perawat terhadap perilaku penggunaan aspirin tanpa resep
yang berisiko mengalami penurunan fagositosis.
1.3.2 Tujuan Khusus.
1.

Menganalisis efek samping penggunaan aspirin terhadap tubuh.

2.

Menganalisis perilaku dan peran perawat dalam upaya peningkatan


kesehatan masyarakat.

3.

Menganalisis peran perawat dalam membantu pencegahan penggunaan


aspirin tanpa resep.

1.4 Manfaat Penulisan


1.

Mengetahui peran perawat terhadap perilaku penggunaan aspirin tanpa


resep.

2.

Mengetahui dampak negatif pemakaian aspirin tanpa resep.

3.

Mengetahui tugas perawat dalam mengatasi penggunaan aspirin tanpa resep


yang berisiko mengalami penurunan fagositosis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran perawat dalam pelayanan kesehatan
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang
dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan.
Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat
penting bagi perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan
dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan
pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian
yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang
dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang
klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab
terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat
alternatif, diresepkan oleh dokter atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga,
tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang
obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Tanggung jawab perawat bertambah
berat karena semakin banyak jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion)
oleh industri farmasi setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi produk yang
obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan perkembangan
produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut
juga semakin banyak, sehingga diperlukan suatu pelayanan informasi obat dan
makanan kepada masyarakat yang dapat menjamin diperolehnya informasi yang
benar dan obyektif .

Aspirin merupakan salah satu contoh obat anti nyeri yang dijual bebas di
pasaran. Obat bebas masih dianggap aman untuk dikonsumsi. Namun, bahaya
obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan (abuse) obat-obat
tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang
kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang
tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Pemerintah melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983
mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan
melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI.
2.2. Prinsip dan Mekanisme Fagositosis
2.2.1 Mekanisme Kerja Fagositosis
Proses fagositosis bermula dengan perlekatan bahan seperti bakteria
kepada fagosit. Bahan yang ditelan akan berada dalam fagosom. Fagosom akan
melakur dengan lisosom dan membentuk fagolisosom. Radikal-radikal oksigen
dan enzim-enzim proteolisis akan dirembeskan ke dalam fagolisosom untuk
mencerna bahan asing dan memusnahkan bahan tersebut. Hasil percernaan akan
dikumuhkan keluar dan sebagian dari bagian-bagian kecil akan dipersembahkan
kepada limfosit untuk mengaktifkan limfosit (www.fagositosis.htm, 2007).
Apabila fagositosis berlaku, organisme atau bahan asing terdapat dalam
fagosom. Proses fagositosis akan meningkatkan pengambilan oksigen oleh fagosit
dan memulakan suatu proses kompleks yang mengaktifkan enzim dalam
kompleks oksidase bergantung NADPH (NADPH-dependent oxidase) pada
membran. Enzim ini menurunkan O2 menjadi .O2- (superoksida), yang akan
dirembeskan ke dalam fagosom. Dalam fagosom, .O2- akan ditukarkan menjadi
H2O2 (hidrogen peroksida). H2O2 yang dihasilkan boleh ditukarkan kepada HOCl
(hipoklorit) atau kloramin dalam kehadiran Cl dan MPO (mieloperoksidase).
MPO juga boleh memungkinkan tindak balas .O2- dengan HOCl menjadi .OH.
Bahan-bahan ini adalah toksik untuk organisme. .O2- dan H2O2 boleh bertindak
balas

dimangkinkan

oleh

Fe

dan

membentuk

OH

yang

toksik

(www.fagositosis.htm, 2007).

Kini, NO. (nitrit oksida) juga telah dikenal pasti sebagai satu lagi pengoksida yang
dihasilkan oleh fagosit dan terlibat dalam aktivitas anti-mikroba. Sintesis NO .
memerlukan enzim NO. sintase yang mengoksidakan L-arginin menjadi L-sitrullin
dan NO.. Kesan utama NO. ialah terhadap patogen intrasel (www.fagositosis.htm,
2007).
Selain bahan-bahan di atas, organisme yang difagositosis juga akan
ditindakkan oleh beberapa kumpulan bahan anti-mikroba yang terdapat dalam
fagosit. Granul sitoplasma primer (atau azurofil) akan melakur dengan membran
fagosom. Granul primer mengandungi mieloperoksodase, hidrolase (seperti
hidrolase berasid, lisozim, protease neutral, deoksiribonuklease) yang terlibat
memusnahkan dan mencerna organisma. Granul sitoplasma sekunder (atau
spesifik) melakur dengan membran plasma luar sebelum granul primer dan
merembeskan isinya (laktoferrin, lisozim dll) di luar sel (www.fagositosis.htm,
2007).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fagositosis
Ada sejumlah faktor yang memodifikasi mekanisme imun: genetik, umur,
metabolik, lingkungan, anatomi, fisiologik, dan mikrobial.
1. Faktor Genetik
Semua respon imun ada dalam kendali genetik. Dalam pengertian yang lebih
sempit, pengendalian genetic dapat diamati pada tingkat selular seperti,
proliferasi dan diferensiasi aneka jenis sel dalam berespon terhadap antigen.
Kerja gen dapat juga di pelajari pada tingkat molekuler dalam kaitannya
dengan struktur yang tidak terbatas dari aneka macam globulin yang di kode
langsung dalam DNA. Kemampuan mewariskan antigen seperti antigen
golongan darah dan antigen histokompatibilitas diteruskan juga pada
kromosom sel kuman. Hal yang penting adalah penemuan baru-baru ini yang
menyatakan gen-gen yang mengendalikan ekspresi antigen-antigen tertentu
hampir identik dengan gen-gen yang mengendalikan kemampuan merespon
imun (Josep AB, 1993).
2.

Faktor Umur

10

Umur berpengaruh pada imunitas dan bukti langsung terhimpun bahwa


sistem imun yang hipofungsi banyak terjadi pada bayi dan orang yang sangat
tua. Kedua kelompok umur ini khusus rentan terhadap infeksi yang
mematikan.

Penurunan

berbagai

fungsi

fisiologik

seperti

kadar

immunoglobulin dan imunitas seluler pada kelompok orang tua dapat


dihubungkan dengan kenyataan meningginya insidensi fenomena autoimun
dan keganasan pada kelompok tersebut (Josep AB, 1993).
3.

Faktor Metabolik
Steroid tampaknya berpengaruh pada berbagai bentuk respon imun karena
stroid menghambat proses fagositosis dan inflamatoris serta menghambat
juga imunitas humoral maupun selular (Josep AB, 1993).

4.

Faktor Lingkungan dan Nutrisi


Pada penelitian yang dilakukan pada anak di negara-negara berkembang,
kekurangan nutrisi pada umur muda terbukti berkorelasi dengan kegagalan
perkembangan respon imun, terutama respon imun seluler yang tampak
sebagai infeksi yang berulang (Josep AB, 1993).

5.

Faktor Anatomik
Garis pertama pertahanan melawan invasi mikroba adalah kulit dan selaput
lendir (membrane mucosa). Kulit yang utuh merupakan rintangan terhadap
yang lebih efektif dari selaput lendir. Kulit dan selaput lendir dapat ditembus
oleh patogen-patogen tertentu misalnya basil tuberculosis, yang dapat
melewati mukosa intestinal sesudah tertelan, yang menyebabkan terjadinya
infeksi local dan pembesaran nodus limfe regional (Josep AB, 1993).

6.

Faktor Fisiologik
Darah mengandung sejumlah zat-zat pelindung yang bekerja secara
nonspesifik. Zat-zat bakterisid dalam darah terbukti bukan merupakan
antibodi spesifik, karena mereka telah ada sebelum pemaparan terhadap
benda asing (Josep AB, 1993).

2.3 Aspirin sebagai Obat Antiinflamsi Nonsteroid (AINS)

11

2.3.1 Aspirin dan Mekanisme Kerja


Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonstreroid (AINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototipe obat golongan ini
adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga obat mirip aspirin.
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik anti piretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongakan dalam obat bebas. Selain sebagai prototipe, obat ini merupakan
standar dalam menilai obat sejenis (Sulistya GG,2003).
Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik
antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai
antipiretik. Dengan dosis ini laju metabolisme juga akan meningkat. Pada dosis
toksik obat ini justru memperlihatkan efek piretik sehingga terjadi demam dan
hiperdrosis pada keracunan berat. Untuk memperoleh efek antiinflamasi yang baik
pada asma perlu dipertahankan 250-300 mcg/ml. Kadar ini tercapai dengan dosis
aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa (Sulistya GG,2003).
2.3.2 Efek Samping Aspirin
1. Efek terhadap Pernapasan
Efek salisilat terhadap pernapasan tercermin pada seriusnya gangguan
keseimbangan asam basa dalam darah. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi
konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian PCO2 akan merangsang
pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2
dalam plasma turun, selanjutnya salisilat yang mencapai medula, merangsang
langsung pusat pernapasan sehingga terjadi hiperventilasi dengan pernapasan
yang dalam dan cepat (Sulistya GG,2003).

2. Efek terhadap Keseimbangan Asam-Basa

12

Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi


oksigen dan produksi CO2 terutama
fosforilasi

oksidatif.

Karbon

di otot skelet karena perangsangan

dioksida

yang

dihasilkan

selanjutnya

mengakibatkan perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam


darah tidak meningkat. Ekskresi bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui
ginjal meningkat, sehingga karbon dioksida dalam plasma menurun dan pH
darah kembali normal (Sulistya GG,2003).
3. Efek Urikosurik
Efek ini sangat ditentukan oleh besarnya dosis. Dosis kecil ( 1 g atau 2 g
sehari) menghambat ekskresi asam urat , sehingga kadar asam urat dalam darah
meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam
urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari terjadi peningkatan ekskresi asam
urat melalui urin, sehingga kadar asam dalam darah menurun. Hal ini terjadi
karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada
dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorbsinya dengan hasil akhir
peningkatan ekskresi asam urat (Sulistya GG,2003).
4. Efek terhadap Darah
Pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini
bukan karena hipoprotrombinaemia, tetapi karena asetilasi siklo-oksigenase
trombosit sehingga membentuk TXA2 terhambat. Pada pemakaian obat anti
koagulan jangka lama sebaiknya berhati-hati memberikan aspirin, karena
bahaya perdarahan mukosa lambung (Sulistya GG,2003).
5. Efek terhadap Hati Dan Ginjal
Salisilat bersifat hepatotoksik dan ini berkaitan dengan dosis, bukan akibat
reaksi imun. Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan SGOT dan SGPT,
beberapa penderita dilaporkan menunjukkan hepatomegali, anoreksia, mual
dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan (Sulistya
GG,2003).
6. Efek terhadap Saluran Cerna
Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada lambung
(intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum
aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid). Gastritis

13

yang timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa lambung
oleh tablet yang tidak larut, karena penyerapan salisilat nonionisasi di dalam
lambung atau karena penghambatan prostaglandin lambung.
Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berhubungan dengan penggunaan
aspirin biasanya berkaitan dengan erosi lambung. Peningkatan kehilangan
darah yang sedikit melalui tinja secara rutin berhubungan dengan pemberian
aspirin, kira-kira 1 mL darah normal yang hilang dari tinja perhari meningkat
sampai kira-kira 4 mL perhari pada penderita yang minum aspirin dosis biasa
dan dosis lebih tinggi. Di lain pihak, dengan terapi yang tepat, ulkusnya
sembuh, meskipun aspirin diberikan bersamaan. Meskipun begitu, sebaiknya
pemberian aspirin dihindari atau diberikan dengan penyangga yang efektif atau
prostaglandin pada penderita dengan penyakit tukak lambung (Sulistya
GG,2003).
7. Efek Susunan Saraf Pusat
Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami salisilisme-tinitus,
penurunan pendengaran dan vertigo-yang reversible dengan pengurangan dosis.
Dosis salisilat yang lebih besar lagi dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek
langsung terhadap medula oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah,
bisa timbul respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi. Kemudian
ditunggangi oleh asidosis akibat pengumpulan turunan asam salisilat dan
depresi pusat pernapasan (Sulistya GG,2003).
8. Efek Samping Lainnya
Aspirin dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil, biasanya meningkatkan kadar
asam urat serum, sedangkan dosis yang lebih dari 4 g perhari akan menurunkan
kadar asam urat di bawah 2,5 mg/dL.
Aspirin dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik
terutama pada penderita dengan kelainan yang mendasarinya seperti lupus
erimatosus sistemik serta atritis rematoid juvenilis dan dewasa.
Aspirin dosis biasa memiliki efek yang dapat diabaikan terhadap toleransi
glukosa. Sejumlah dosis toksik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular
secara langsung serta dapat menekan fungsi jantung dan melebarkan pembuluh
darah perifer. Dosis besar akan mempengaruhi otot polos secara langsung.

14

Penggunaan aspirin pada anak-anak selama atau segera setelah infeksi virus
dihubungkan dengan peningkatan insiden sindrom Reye (Hurwitz, 1987, 1989).
Dalam situasi ini, asetaminofen sebaiknya digunakan menggantikan kedudukan
aspirin.
Efek samping pada penggunaan aspirin adalah gangguan lambung dan
pencernaan karena munculnya iritasi pada jaringan lambung. Efek samping lain
adalah mual dan muntah. Oleh karena itu orang yang pernah menderita tukak
lambung atau pendarahan pada sistem pencernaan harus menghindari
penggunaan aspirin. Ibu yang menyusui, pasien dengan alergi terhadap aspirin,
pasien dengan pendarahan, yang sedang menjalani perawatan dengan obat anti
koagulan, tidak boleh diberi aspirin (Sulistya GG,2003).

15

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Inflamasi
Nyeri
Kurang
Pengetahuan

Penyuluhan
Penyuluhan

Aspirin
Edukasi,
Sosialisasi,
Motivasi, Supervisi

Perilaku penggunaan
obat tanpa resep

Normal

Efek pada
Fagositosis

Peran
Perawat

Respon Imun
Seluler Fagositosis
(+)

Menghambat Migrasi
PMN dan MQ

Stabilisasi membran
Lisosom

PMN dan MQ
semakin lambat

Enzim proteolitik
tidak dapat bekerja

Menghambat sintesa
Prostaglandin

Gejala dan Tanda


inflamasi
berkurang

Penurunan fungsi
Fagositosis
Sel Radang ++
+

Penyebab +
Gejala -

Radang
Kronis
Tanpa Resolusi
Peningkatan Resiko
Infeksi

16

BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Efek Aspirin terhadap Fagositosis
Mekanisme penurunan fagositosis yang pasti belum diketahui secara
lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag
(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas
kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium
kapiler,

menghambat

pembentukan

oedema

dan

migrasi

leukosit;

dan

meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan
selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat
(prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat
mempengaruhi efek antiinflamasi (www.dexamedical.com, 2007).
Peradangan umumnya dibagi menjadi tiga fase yakni: fase peradangan
akut, respon imun dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal
dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autakoid dan biasanya
mendahului perkembangan respon imun. Respon imun terjadi bila sel yang
mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk menimbulkan respon
terhadap organisme asing atau zat antigenic yang dilepaskan selama respon
peradangan akut atau kronis. Akibat dari respon imun mungkin bermanfaat bagi
hospes karena hal ini menyebabkan organisme yang difagositosis atau
dinetralisasikan. Dilain pihak, akibatnya mungkin menjadi buruk jika hal ini
menyebabkan peradangan kronis tanpa resolusi dari proses merugikan yang
mendasarinya. Peradangan kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang
tidak menonjol pada respon akut. Salah satu kondisi yang sangat penting yang
melibatkan mediator-mediator ini adalah artritis rematoid, dimana peradangan
kronis mengakibatkan sakit serta kerusakan tulang dan tulang rawan yang dapat
menimbulkan cacat yang berat dan dimana terjadi perubahan sistemik yang dapat
mengakibatkan singkatnya kehidupan. Kerusakan sel yang dihubungkan dengan
kerja peradangan terhadap membrane sel, menyebabkan leukosit melepaskan

17

enzim lisosom; asam arakidonat kemudian dilepaskan dari senyawa precursor dan
disintesis berbagai eukosanoid (Bertram G.Katzung, 1998).
4.2 Peran Perawat terhadap Penggunaan Aspirin Tanpa Resep
Penggunaan obat harus benar dan tepat, apabila penggunaan obat itu tidak
benar akan tidak ada artinya bahkan bisa membuat fatal bagi pemakai obat, kata
Sugiyartono (Jatim.go.id). Perubahan perilaku masyarakat agar selalu hidup
sesuai dengan norma-norma kesehatan dapat dilakukan melalui strategi pemberian
informasi/ceramah dan diskusi serta partisipasi (Notoatmodjo,1999).
Beberapa contoh tindakan perawat dalam menanggulangi penggunaan aspirin
tanpa resep:
1. Terhadap klien pasca perawatan di Rumah Sakit menganjurkan klien
untuk mengikuti sesi-sesi yang diadakan perawat secara individu sesuai
kebutuhan klien, tujuannya meningkatkan pengetahuan klien terhadap
masalah penggunaan obat. Mengajarkan klien dengan cara mendiskusikan
gaya hidup klien terutama masalah penngunaan obat saat mengalami
gangguan rasa nyeri pada bagian tubuh.
2. Terhadap

keluarga

klien

pasca

rawat

inap

- memberikan pendidikan kesehatan bagi keluarga yang bertujuan untuk


meningkatkan pengetahuan terutama masalah efek samping obat serta
resiko penggunaan
3. Terhadap Masyarakat
- melakukan penyuluhan langsung di lapangan melalui kerja sama dengan
tokoh masyarakat dan orang-orang yang berpengaruh.
Metode penyuluhan yang digunakan perawat terhadap penggunaan aspirin:
1. Ceramah umum untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap
dampak buruk akibat penggunaan aspirin tanpa resep
2. Diskusi kelompok terhadap masyarakat untuk menumbuhkan sikap lebih
berhati-hati terhadap penggunaan aspirin
3. Pembagian artikel tentang obat-obatan dan efek sampingnya

sebagai

bahan bacaan masyarakat setelah penyuluhan

18

Metode penyuluhan kesehatan oleh perawat disesuaikan dengan unsur perilaku,


pengetahuan, sikap dan tindakan dari sasaran yang akan diubah. Dari berbagai
metode penyuluhan yang paling sering dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan pengetahuan adalah metode ceramah atau tanya jawab. Salah satu
kelemahan ceramah adalah pesan yang terperinci mudah dilupakan setelah
beberapa lama. Alat bantu lihat (visual aid) yang sering digunakan untuk
meningkatkan efektifitas ceramah adalah leaflet.

19

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Aspirin sebagai obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) tidak boleh
digunakan

tanpa

sepengetahuan

tenaga

kesehatan

karena

dapat

menurunkan sel-sel fagositik.


2. Aspirin menurunkan sel-sel fagositik dengan cara menghambat perlekatan
granulosit pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membran
lisosom dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag
ke tempat peradangan.
3. Penggunaan aspirin harus dibatasi dan dipertimbangkan penggunaanya
melalui system controlling dari tenaga kesehatan.
4. Perawat harus lebih memperhatikan penggunaan aspirin tanpa resep di
masyarakat agar efek negatif aspirin pada masyarakat dapat ditekan sekecil
mungkin.
5. Salah satu bentuk tindakan perawat dalam menangulangi penggunaan
aspirin tanpa resep melalui penyuluhan kepada klien, keluarga dan
masyarakat.
5.2 Saran
1. Perawat

terus termotivasi dalam mencegah penggunaan aspirin tanpa

resep di masyarakat.
2. Masyarakat diharapkan tidak sembarangan dalam mengkonsumsi aspirin
agar sel-sel fagositik tidak mengalami penurunan.
3. Perlu adanya controlling social dalam peredaran aspirin di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Arianty, Dinny dkk. 2006. Keracunan Obat. www.google.com. Diakses 25
November 2007 pukul 11.00 WIB.
Harianto. 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. www.google.com. Diakses 27 November 2007 pukul 11.00
WIB.
Harvey, Richard dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widia Medika:
Jakarta
Hasanbasri, Mubasysyir. 2004. Praktik Pribadi Perawat: Status Profesional dan
Ketersediaan Layanan. www.google.com. Diakses 24 November 2007
pukul 11.00 WIB.
Katzung, Bertram G., 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 6. EGC: Jakarta
Staf Bagian Farmakologi FKUI. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI: Jakarta
Sudibyo, Supardi. 1999. Pengaruh Penyuluhan Obat terhadap Pengetahuan,
Sikap dan Penggunaan Obat yang Rasional dalam Pengobatan Sendiri di
Kota Bogor. www.litbang.depkes.go.id. Diakses 27 November 2007 pukul
11.00 WIB.
Widayati, Aris. 2006. Kajian Perilaku Swamedikasi Menggunakan Obat Anti
Jamur Vagina (keputihan) oleh Wanita Pengunjung Apotek di Kota
Yogyakarta Tahun 2006. www.google.com. Diakses 24 November 2007
pukul 11.00 WIB.

ii

iii

Anda mungkin juga menyukai