KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan
rahmat-Nyalah pada hari ini penulis dapat menyelesaikan karya tulis berjudul,
Peran Perawat Terhadap Perilaku Penggunaan Aspirin Tanpa Resep Yang
Berisiko Mengalami Penurunan Fagositosis dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
2.
Prof. Eddy Soewandodjo, dr., Sp. PD., KTI, selaku kepala Program Studi
S1 Ilmu Keperawatan.
3.
4.
dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
ABSTRAK
Aspirin merupakan salah satu obat yang sering di konsumsi masyarakat tanpa
resep dari dokter. Penggunaan aspirin tanpa resep dapat menyebabkan penurunan
fagositosis. Proses penurunan fagositosis terjadi melalui proses penstabilan
membran lisosom dam penghambatan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
makrofag ke tempat peradangan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang sering
berinteraksi dengan pasien memiliki peran penting dalam mencegah penggunaan
aspirin tanpa resep. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan kepada klien,
keluarga dan masyarakat.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
ii
ABSTRAK
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.3.1
Tujuan Umum
1.3.2
Tujuan Khusus
3
4
2.1
2.2
12
13
13
14
16
5.1 Kesimpulan
16
5.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemakaian obat-obatan tanpa resep dan sepengetahuan tenaga kesehatan
merupakan perilaku yang tidak dibenarkan. Pemakaian obat yang tidak tepat akan
menyebabkan seseorang mengalami keracunan dan bahkan bisa terjadi kematian
karena obat juga berpotensi menjadi racun yang dapat menganggu sistem di dalam
tubuh manusia (Sulistya GG, 2003). Masyarakat telah mengenal berbagai macam
obat seperti analgesik, antipiretik dan antiinflamasi seperti aspirin. Hal ini
dikarenakan harga obat-obatan tersebut relatif lebih murah, terjangkau dan
semakin mudah diperoleh di pasaran (www.kompas.com, 2003; Tiwi, 2007). Di
lain pihak penggunaan aspirin tanpa resep tenaga medis menyebabkan
peningkatan risiko efek samping, terlebih jika digunakan pada dosis yang tidak
tepat. Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan aspirin antara lain:
iritasi lambung, ulkus peptikum, penghambatan agregasi platelets, hiperglikemia,
depresi pernafasan, hepatotoksik dan perdarahan janin. Aspirin sering digunakan
untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berarti sehingga banyak terjadi
penyalahgunaan (abuse) aspirin (Sulistya GG, 2003).
Sikap masyarakat yang kurang sabar dalam menghadapi penyakit termasuk rasa
nyeri ditambah dengan penggunaan obat antinyeri (seperti aspirin) tanpa pikir
panjang akan menambah daftar panjang efek samping obat. Sikap masyarakat
yang menggunakan obat tanpa resep atau swamedikasi semakin lama semakin
meningkat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor - faktor yang berperan
dalam peningkatan tersebut antara lain: pengetahuan masyarakat tentang penyakit
ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk
mencegah atau mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri,
ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat obat yang dapat dibeli bebas
tanpa resep dokter atau OTR / Obat Tanpa Resep (OTC / Over The Counter)
secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang
muncul (Aris W, 2006). Selain itu, swamedikasi juga memberikan keuntungan
Mengingat akan terjadi hal ini maka pasien pengguna aspirin harus selalu diamati
sehingga hal tersebut tidak terjadi. Pemantauan terhadap pengguna aspirin bisa
dilakukan oleh tenaga medis seperti dokter maupun perawat. Tenaga medis,
khususnya perawat harus lebih memperhatikan penggunaan aspirin tanpa resep di
masyarakat agar efek negatif aspirin pada masyarakat dapat ditekan sekecil
mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan di berbagai
tempat untuk memberikan informasi informasi yang belum diketahui oleh
masyarakat awam seperti bahaya dan efek samping aspirin. Selain itu, perawat
juga memiliki tugas pokok memberi pelayanan keperawatan dalam upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehatan serta membina masyarakat agar lebih mandiri dalam mendapatkan
perawatan kesehatan (Kepmenkes nomor 94 tahun 2001). Namun, jumlah perawat
yang semakin meningkat belum mampu memaksimalkan peran dan fungsi
perawat dalam
terhadap peran dan fungsi perawat dalam peningkatan kesehatan masyarakat serta
optimalisasi peran dan tugas perawat perlu ditingkatkan.
2.
3.
2.
3.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran perawat dalam pelayanan kesehatan
Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang
dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan.
Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui
pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian
obat. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat
penting bagi perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan
dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan
pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian
yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang
dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang
pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang
klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab
terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat
alternatif, diresepkan oleh dokter atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga,
tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang
obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien. Tanggung jawab perawat bertambah
berat karena semakin banyak jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion)
oleh industri farmasi setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi produk yang
obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan perkembangan
produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut
juga semakin banyak, sehingga diperlukan suatu pelayanan informasi obat dan
makanan kepada masyarakat yang dapat menjamin diperolehnya informasi yang
benar dan obyektif .
Aspirin merupakan salah satu contoh obat anti nyeri yang dijual bebas di
pasaran. Obat bebas masih dianggap aman untuk dikonsumsi. Namun, bahaya
obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan (abuse) obat-obat
tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang
kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang
tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Pemerintah melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983
mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan
melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI.
2.2. Prinsip dan Mekanisme Fagositosis
2.2.1 Mekanisme Kerja Fagositosis
Proses fagositosis bermula dengan perlekatan bahan seperti bakteria
kepada fagosit. Bahan yang ditelan akan berada dalam fagosom. Fagosom akan
melakur dengan lisosom dan membentuk fagolisosom. Radikal-radikal oksigen
dan enzim-enzim proteolisis akan dirembeskan ke dalam fagolisosom untuk
mencerna bahan asing dan memusnahkan bahan tersebut. Hasil percernaan akan
dikumuhkan keluar dan sebagian dari bagian-bagian kecil akan dipersembahkan
kepada limfosit untuk mengaktifkan limfosit (www.fagositosis.htm, 2007).
Apabila fagositosis berlaku, organisme atau bahan asing terdapat dalam
fagosom. Proses fagositosis akan meningkatkan pengambilan oksigen oleh fagosit
dan memulakan suatu proses kompleks yang mengaktifkan enzim dalam
kompleks oksidase bergantung NADPH (NADPH-dependent oxidase) pada
membran. Enzim ini menurunkan O2 menjadi .O2- (superoksida), yang akan
dirembeskan ke dalam fagosom. Dalam fagosom, .O2- akan ditukarkan menjadi
H2O2 (hidrogen peroksida). H2O2 yang dihasilkan boleh ditukarkan kepada HOCl
(hipoklorit) atau kloramin dalam kehadiran Cl dan MPO (mieloperoksidase).
MPO juga boleh memungkinkan tindak balas .O2- dengan HOCl menjadi .OH.
Bahan-bahan ini adalah toksik untuk organisme. .O2- dan H2O2 boleh bertindak
balas
dimangkinkan
oleh
Fe
dan
membentuk
OH
yang
toksik
(www.fagositosis.htm, 2007).
Kini, NO. (nitrit oksida) juga telah dikenal pasti sebagai satu lagi pengoksida yang
dihasilkan oleh fagosit dan terlibat dalam aktivitas anti-mikroba. Sintesis NO .
memerlukan enzim NO. sintase yang mengoksidakan L-arginin menjadi L-sitrullin
dan NO.. Kesan utama NO. ialah terhadap patogen intrasel (www.fagositosis.htm,
2007).
Selain bahan-bahan di atas, organisme yang difagositosis juga akan
ditindakkan oleh beberapa kumpulan bahan anti-mikroba yang terdapat dalam
fagosit. Granul sitoplasma primer (atau azurofil) akan melakur dengan membran
fagosom. Granul primer mengandungi mieloperoksodase, hidrolase (seperti
hidrolase berasid, lisozim, protease neutral, deoksiribonuklease) yang terlibat
memusnahkan dan mencerna organisma. Granul sitoplasma sekunder (atau
spesifik) melakur dengan membran plasma luar sebelum granul primer dan
merembeskan isinya (laktoferrin, lisozim dll) di luar sel (www.fagositosis.htm,
2007).
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fagositosis
Ada sejumlah faktor yang memodifikasi mekanisme imun: genetik, umur,
metabolik, lingkungan, anatomi, fisiologik, dan mikrobial.
1. Faktor Genetik
Semua respon imun ada dalam kendali genetik. Dalam pengertian yang lebih
sempit, pengendalian genetic dapat diamati pada tingkat selular seperti,
proliferasi dan diferensiasi aneka jenis sel dalam berespon terhadap antigen.
Kerja gen dapat juga di pelajari pada tingkat molekuler dalam kaitannya
dengan struktur yang tidak terbatas dari aneka macam globulin yang di kode
langsung dalam DNA. Kemampuan mewariskan antigen seperti antigen
golongan darah dan antigen histokompatibilitas diteruskan juga pada
kromosom sel kuman. Hal yang penting adalah penemuan baru-baru ini yang
menyatakan gen-gen yang mengendalikan ekspresi antigen-antigen tertentu
hampir identik dengan gen-gen yang mengendalikan kemampuan merespon
imun (Josep AB, 1993).
2.
Faktor Umur
10
Penurunan
berbagai
fungsi
fisiologik
seperti
kadar
Faktor Metabolik
Steroid tampaknya berpengaruh pada berbagai bentuk respon imun karena
stroid menghambat proses fagositosis dan inflamatoris serta menghambat
juga imunitas humoral maupun selular (Josep AB, 1993).
4.
5.
Faktor Anatomik
Garis pertama pertahanan melawan invasi mikroba adalah kulit dan selaput
lendir (membrane mucosa). Kulit yang utuh merupakan rintangan terhadap
yang lebih efektif dari selaput lendir. Kulit dan selaput lendir dapat ditembus
oleh patogen-patogen tertentu misalnya basil tuberculosis, yang dapat
melewati mukosa intestinal sesudah tertelan, yang menyebabkan terjadinya
infeksi local dan pembesaran nodus limfe regional (Josep AB, 1993).
6.
Faktor Fisiologik
Darah mengandung sejumlah zat-zat pelindung yang bekerja secara
nonspesifik. Zat-zat bakterisid dalam darah terbukti bukan merupakan
antibodi spesifik, karena mereka telah ada sebelum pemaparan terhadap
benda asing (Josep AB, 1993).
11
12
oksidatif.
Karbon
dioksida
yang
dihasilkan
selanjutnya
13
yang timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa lambung
oleh tablet yang tidak larut, karena penyerapan salisilat nonionisasi di dalam
lambung atau karena penghambatan prostaglandin lambung.
Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berhubungan dengan penggunaan
aspirin biasanya berkaitan dengan erosi lambung. Peningkatan kehilangan
darah yang sedikit melalui tinja secara rutin berhubungan dengan pemberian
aspirin, kira-kira 1 mL darah normal yang hilang dari tinja perhari meningkat
sampai kira-kira 4 mL perhari pada penderita yang minum aspirin dosis biasa
dan dosis lebih tinggi. Di lain pihak, dengan terapi yang tepat, ulkusnya
sembuh, meskipun aspirin diberikan bersamaan. Meskipun begitu, sebaiknya
pemberian aspirin dihindari atau diberikan dengan penyangga yang efektif atau
prostaglandin pada penderita dengan penyakit tukak lambung (Sulistya
GG,2003).
7. Efek Susunan Saraf Pusat
Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami salisilisme-tinitus,
penurunan pendengaran dan vertigo-yang reversible dengan pengurangan dosis.
Dosis salisilat yang lebih besar lagi dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek
langsung terhadap medula oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah,
bisa timbul respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi. Kemudian
ditunggangi oleh asidosis akibat pengumpulan turunan asam salisilat dan
depresi pusat pernapasan (Sulistya GG,2003).
8. Efek Samping Lainnya
Aspirin dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil, biasanya meningkatkan kadar
asam urat serum, sedangkan dosis yang lebih dari 4 g perhari akan menurunkan
kadar asam urat di bawah 2,5 mg/dL.
Aspirin dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik
terutama pada penderita dengan kelainan yang mendasarinya seperti lupus
erimatosus sistemik serta atritis rematoid juvenilis dan dewasa.
Aspirin dosis biasa memiliki efek yang dapat diabaikan terhadap toleransi
glukosa. Sejumlah dosis toksik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular
secara langsung serta dapat menekan fungsi jantung dan melebarkan pembuluh
darah perifer. Dosis besar akan mempengaruhi otot polos secara langsung.
14
Penggunaan aspirin pada anak-anak selama atau segera setelah infeksi virus
dihubungkan dengan peningkatan insiden sindrom Reye (Hurwitz, 1987, 1989).
Dalam situasi ini, asetaminofen sebaiknya digunakan menggantikan kedudukan
aspirin.
Efek samping pada penggunaan aspirin adalah gangguan lambung dan
pencernaan karena munculnya iritasi pada jaringan lambung. Efek samping lain
adalah mual dan muntah. Oleh karena itu orang yang pernah menderita tukak
lambung atau pendarahan pada sistem pencernaan harus menghindari
penggunaan aspirin. Ibu yang menyusui, pasien dengan alergi terhadap aspirin,
pasien dengan pendarahan, yang sedang menjalani perawatan dengan obat anti
koagulan, tidak boleh diberi aspirin (Sulistya GG,2003).
15
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Inflamasi
Nyeri
Kurang
Pengetahuan
Penyuluhan
Penyuluhan
Aspirin
Edukasi,
Sosialisasi,
Motivasi, Supervisi
Perilaku penggunaan
obat tanpa resep
Normal
Efek pada
Fagositosis
Peran
Perawat
Respon Imun
Seluler Fagositosis
(+)
Menghambat Migrasi
PMN dan MQ
Stabilisasi membran
Lisosom
PMN dan MQ
semakin lambat
Enzim proteolitik
tidak dapat bekerja
Menghambat sintesa
Prostaglandin
Penurunan fungsi
Fagositosis
Sel Radang ++
+
Penyebab +
Gejala -
Radang
Kronis
Tanpa Resolusi
Peningkatan Resiko
Infeksi
16
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Efek Aspirin terhadap Fagositosis
Mekanisme penurunan fagositosis yang pasti belum diketahui secara
lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag
(MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas
kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium
kapiler,
menghambat
pembentukan
oedema
dan
migrasi
leukosit;
dan
meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan
selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator inflamasi derivat
(prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat
mempengaruhi efek antiinflamasi (www.dexamedical.com, 2007).
Peradangan umumnya dibagi menjadi tiga fase yakni: fase peradangan
akut, respon imun dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal
dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autakoid dan biasanya
mendahului perkembangan respon imun. Respon imun terjadi bila sel yang
mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk menimbulkan respon
terhadap organisme asing atau zat antigenic yang dilepaskan selama respon
peradangan akut atau kronis. Akibat dari respon imun mungkin bermanfaat bagi
hospes karena hal ini menyebabkan organisme yang difagositosis atau
dinetralisasikan. Dilain pihak, akibatnya mungkin menjadi buruk jika hal ini
menyebabkan peradangan kronis tanpa resolusi dari proses merugikan yang
mendasarinya. Peradangan kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang
tidak menonjol pada respon akut. Salah satu kondisi yang sangat penting yang
melibatkan mediator-mediator ini adalah artritis rematoid, dimana peradangan
kronis mengakibatkan sakit serta kerusakan tulang dan tulang rawan yang dapat
menimbulkan cacat yang berat dan dimana terjadi perubahan sistemik yang dapat
mengakibatkan singkatnya kehidupan. Kerusakan sel yang dihubungkan dengan
kerja peradangan terhadap membrane sel, menyebabkan leukosit melepaskan
17
enzim lisosom; asam arakidonat kemudian dilepaskan dari senyawa precursor dan
disintesis berbagai eukosanoid (Bertram G.Katzung, 1998).
4.2 Peran Perawat terhadap Penggunaan Aspirin Tanpa Resep
Penggunaan obat harus benar dan tepat, apabila penggunaan obat itu tidak
benar akan tidak ada artinya bahkan bisa membuat fatal bagi pemakai obat, kata
Sugiyartono (Jatim.go.id). Perubahan perilaku masyarakat agar selalu hidup
sesuai dengan norma-norma kesehatan dapat dilakukan melalui strategi pemberian
informasi/ceramah dan diskusi serta partisipasi (Notoatmodjo,1999).
Beberapa contoh tindakan perawat dalam menanggulangi penggunaan aspirin
tanpa resep:
1. Terhadap klien pasca perawatan di Rumah Sakit menganjurkan klien
untuk mengikuti sesi-sesi yang diadakan perawat secara individu sesuai
kebutuhan klien, tujuannya meningkatkan pengetahuan klien terhadap
masalah penggunaan obat. Mengajarkan klien dengan cara mendiskusikan
gaya hidup klien terutama masalah penngunaan obat saat mengalami
gangguan rasa nyeri pada bagian tubuh.
2. Terhadap
keluarga
klien
pasca
rawat
inap
sebagai
18
19
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Aspirin sebagai obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) tidak boleh
digunakan
tanpa
sepengetahuan
tenaga
kesehatan
karena
dapat
resep di masyarakat.
2. Masyarakat diharapkan tidak sembarangan dalam mengkonsumsi aspirin
agar sel-sel fagositik tidak mengalami penurunan.
3. Perlu adanya controlling social dalam peredaran aspirin di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arianty, Dinny dkk. 2006. Keracunan Obat. www.google.com. Diakses 25
November 2007 pukul 11.00 WIB.
Harianto. 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di
Masyarakat. www.google.com. Diakses 27 November 2007 pukul 11.00
WIB.
Harvey, Richard dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widia Medika:
Jakarta
Hasanbasri, Mubasysyir. 2004. Praktik Pribadi Perawat: Status Profesional dan
Ketersediaan Layanan. www.google.com. Diakses 24 November 2007
pukul 11.00 WIB.
Katzung, Bertram G., 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi 6. EGC: Jakarta
Staf Bagian Farmakologi FKUI. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI: Jakarta
Sudibyo, Supardi. 1999. Pengaruh Penyuluhan Obat terhadap Pengetahuan,
Sikap dan Penggunaan Obat yang Rasional dalam Pengobatan Sendiri di
Kota Bogor. www.litbang.depkes.go.id. Diakses 27 November 2007 pukul
11.00 WIB.
Widayati, Aris. 2006. Kajian Perilaku Swamedikasi Menggunakan Obat Anti
Jamur Vagina (keputihan) oleh Wanita Pengunjung Apotek di Kota
Yogyakarta Tahun 2006. www.google.com. Diakses 24 November 2007
pukul 11.00 WIB.
ii
iii