PERCOBAAN II PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN JARINGAN
NAMA : HASPIATI SOFIAN NIM : H411 10 010 KELOMPOK : III (TIGA) HARI/TGL : SELASA, 06 DESEMBER 2011 ASISTEN : IIN KUSMAWATI ST. HATIJAH
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan, bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi, dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh- tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya, umumnya suatu fitohormon bertindak secara sinergis dengan hormon-hormon lainnya dalam menggalakkan suatu respon (Dwidjoseputro, 1994). Auksin merupakan salah satu hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh tumbuhan. Auksin mempunyai peranan luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Konsentrasi berbeda pada setiap bagian tumbuhan. Konsentrasi auksin tertinggi dapat dijumpai pada sel moristematik pada akar dan batang yang aktif tumbuh serta pada daun muda (Indoskripsi, 2011). Oleh karena itu, untuk melihat dan memahami lebih lanjut mengenai pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang, maka percobaan ini perlu dilakukan.
I.2 Tujuan Percobaan Melihat pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang pada kecambah. I.3 Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 06 Desember 2011, pada pukul 14.00-17.30 WITA, bertempat di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengamatan dilakukan setelah 2 hari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Auksin adalah hormon pertumbuhan yang pada umumnya berfungsi menambah panjang pada tanaman. Auksin merupakan hormon tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap. Pertumbuhan dan perkembangan jaringan tumbuhan. Konsentrasi auksin tertinggi dijumpai pada meristem akar, batang yang aktif tumbuh dan daun muda. Auksin diangkut dari tempat produksinya, semakin jauh auksin diangkut dari daerah meristem konsentrasinya maka semakin rendah, demikian juga terhadap jaringan yang telah dewasa dan telah berhenti memanjang (Dwidjoseputro, 1994). Sifat penting dari auksin adalah berdasarkan konsentrasinya, dapat merangsang maupun menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam pembelahan sel dan pemanjangan sel. Pada pembentukan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan meristem menjadi primordia akar dalam jaringan batang (Dwidjoseputro, 1994). Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang kalus, suspensi sel dan organ. Pemilihan jenis auksin dan konsentrasi, tergantung dari (Indoskripsi, 2011) : 1. Tipe pertumbuhan yang dikehendaki. 2. Level auksin endogen. 3. Kemampuan jaringan mensintesa auksin. 4. Golongan zat tumbuh lain yang ditambahkan Suatu pendapat menyatakan bahwa konsentrasi auksin jika semakin jauh dari ujung meristematik semakin menyusut dan hal ini terbukti pada Avena sp dan beberapa spesies lain (Dwidjoseputro, 1994). Istilah auksin dari bahasa Yunani auxein yang artinya meningkatkan, pertama kali digunakan oleh Frits Went, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini yang disebut fototropisme. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung koleoptil. Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indolasetat (IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakan IAA dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA, ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa urine manusia maupun hewan yang terutama habis makan zat- zat makanan yang berasal dari tumbuhan pun mengandung auksin, bahkan tiga macam yaitu auksin-a, auksin-b, dan suatu zat yang disebut hetero-auksin yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah asam indolasetat (Salisbury dan Ross, 1995). Auksin yang ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1994). Pengangkutan IAA sebagai hormon dari jaringan ke jaringan yang lain berbeda dengan pengangkutan atau pergerakan gula, ion, dan linarut tertentu lainnya. IAA biasanya tidak dipindahkan melalui tabung tapis floem atau melalui xilem, tetapi terutama melaui sel parenkim yang bersinggungan dengan berkas pembuluh. IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika diberikan dipermukaan daun yang cukup matang untuk mengangkut gula kelur, tetapi biasanya pengangkutan pada batang dan tangkai daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang berkas pembuluh (Lakitan, 1995). Cara pengangkutan auksin atau IAA ini memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan pengangkutan floem. Beberapa keistimewaan tersebut antara lain (Goldsworhty dan Fisher, 1992) : 1. Pergerakan auksin itu lambat Pergerakan auksin hanya sekitar 1 cm/jam di akar dan di batang tumbuhan 2. Pengangkutan berlangsung secara polar Pada batang arahnya lebih sering batipetal (mencari dasar), tanpa menghiraukan dasar tersebut berada dalam posisi normal ataupun terbalik. Pengangkutan diakar juga berlangsung secara polar, tetapi arahnya akropetal (mencari apex atau ujung). 3. Pengangkutan memerlukan energi hasil metabolisme Pergerakan auksin ini memerlukan energi metabolisme berupa adenosine triphospat (ATP). Hal ini ditunjukkan dengan terhambatnya pergerakan auksin apabila ditemukan zat-zat penghambat sintesa ATP. Zat-zat penghambat tersebut antara lain adalah asam 2,3,5-triodobenzoat (TIBA) dan asam alfa naftilamat (NPA), meskipun kedua senyawa tersebut tidak terlibat langsung dalam penghambatan pergerakan senyawa auksin, namun senyawa-senyawa tersebut sering disebut senyawa antiauksin. Auksin memiliki suatu peranan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan, misalnya untuk pembentukan dan perkembangan buah, dormansi apikal yang merupakan akibat dari transpor auksin ke bagian bawah yang dibuat dalam meristem apikal dan juga untuk mencegah gugurnya daun dan buah sebelum waktunya (Lakitan, 1995). Auksin mempengaruhi pemanjangan sel-sel tumbuhan. Pengaruh auksin terhadap pemanjangan sel melibatkan perubahan tekanan osmosis sel. Terdapat beberapa pengandaian yang menerangkan pengaruh auksin terhadap pemanjangan sel (Lakitan, 1995) : a. Meningkatkan kepekatan osmosis sel Auksin dapat meningkatkan kepekatan bahan larut pada bagian sel. Kenaikan kepekatan bahan larut akan turut meningkatkan tekanan osmosis sel. b. Meningkatkan ketebalan dinding sel Auksin menyebabkan keliatan sitoplasma berkurang, ini disebabkan karena berlakunya penguraian protein sitoplasma yang akan meningkatkan tekanan osmosis sel. c. Mengurangi tekanan dinding sel Auksin dapat mengubah sifat dinding sel, ia dapat melonggarkan komponen selulosa dinding sel yang menyebabkan berlakunya pemanjangan sel. d. Meningkatkan sintesis dinding sel Kita tahu bahwa ujung batang itu tumbuhnya menuju ke cahaya, kejadian ini kita sebut fototropisme. Jika penyinaran ujung itu hanya dari satu pihak saja, maka ujung batang itu akan membengkok kearah sinar (Lakitan, 1995). Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman apel Pyrus malus, telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
BAB III METODE PERCOBAAN
III.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet skala, silet, dan mistar. III.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), auksin, aquades, tinta dan kertas label. III.3 Cara Kerja Cara kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Disiapkan bahan yakni kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus). 2. Dipisahkan akar dan batang dengan menggunakan silet dengan cara dipotong masing-masing akar dan batang kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) sepanjang 5 mm dimulai dari 2 mm di bawah kotiledon dan 5 mm dimulai dari 2 mm dari akar. 3. Dibuat larutan auksin dengan memakai aquades dengan konsentrasi yang berbeda-beda, mulai dari 6
ppm, 8 ppm, sampai 10 ppm lalu dimasukkan pada tabung reaksi I, II, dan II. 4. Direndam potongan-potongan kecambah dalam larutan auksin pada konsentrasi yang berbeda selama 48 jam dan juga pada kontrol. 5. Dilakukan pengukuran pada hari ke-2.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan Tabel Hasil Pengamatan pada Perpanjangan Batang Konsentrasi (M) 6 ppm 8 ppm 10 ppm kontrol Perpanjangan Batang (mm)
5 mm
5 mm
5 mm
6 mm Tabel Hasil Pengamatan pada Perpanjangan Akar Konsentrasi (M) 6 ppm 8 ppm 10 ppm kontrol Perpanjangan Akar (mm)
6 mm
5 mm
5 mm
5 mm
IV.2 Pembahasan Pada percobaan mengenai Pengaruh Auksin terhadap Pemanjangan Jaringan ini, diperoleh data tentang perubahan yang terjadi pada panjang akar dan batang yang disimpan di dalam tabung reaksi yang memiliki konsentrasi auksin berbeda-beda selama 2 hari (48 jam). Tabel I, pengamatan panjang batang, diperoleh perubahan data pemanjangan batang pada potongan batang yang dimasukkan ke dalam tabung yang memiliki konsentrasi auksin 6 ppm tidak mengalami pertambahan panjang, begitu pula pada konsentrasi auksin 8 ppm dan 10 ppm. Berbeda halnya dengan perpanjangan batang pada media kontrol yang mengalami pertambahan panjang sebanyak 1 mm, sehingga panjang batang menjadi 6 mm, pada kontrol hanya terdapat aquades yang berfungsi sebagai media enzimatis yang juga berpengaruh pada pemanjangan sel, walaupun pengaruhnya sangat kecil, sedangkan pada konsentrasi auksin tidak terjadi pertambahan panjang, yang mana seharusnya fungsi dari hormon auksin yaitu merangsang pemanjangan jaringan dan sebaliknya pada konsentrasi yang lebih rendah terjadi pemanjangan batang, hal ini menunjukkan bahwa pada proses pemanjangan batang, konsentrasi auksin yang dibutuhkan hanya sedikit saja, karena apabila terlalu banyak, maka auksin hanya akan menjadi penghambat pertumbuhan. Tabel II, pertambahan panjang pada akar, diperoleh pertambahan panjang pada konsentrasi auksin 6 ppm sebanyak 1 mm, sehingga panjang akar menjadi 6 mm, pada konsentrasi auksin 8 ppm tidak terjadi pemanjangan batang ,demikian pula pada konsentrasi 10
ppm dan kontrol tidak terjadi pertambahan panjang. Pertumbuhan akar sangat baik pada konsentrasi 6 ppm karena pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang dibutuhkan oleh akar dalam pertumbuhannya, sedangkan pada konsentrasi 8 ppm, 10 ppm dan kontrol tidak terjadi pemanjangan karena konsentrasi tersebut mulai menghambat pertumbuhan dari akar itu sendiri. Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa konsentrasi hormon yang berlebih maupun kurang akan mengakibatkan penghambatan pertumbuhan. Perlakuan pada akar dan batang memberikan hasil yang berbeda, pada batang sendiri terjadi pertambahan panjang pada media kontrol sedangkan pada akar lebih maksimal pada pengaruh auksin dengan konsentrsasi 6 ppm. Hal ini dikarenakan setiap bagian tumbuhan memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda pada kadar auksin yang berbeda pula, pada akar sensitivitas terhadap hormon auksin lebih tinggi dibandingkan bagian batang. Berdasarkan penelitian para ahli, diketahui bahwa auksin lebih banyak disusun pada jaringan meristem di dalam ujung-ujung tanaman seperti tunas, kuncup bunga, pucuk daun dan lain-lain. Daerah di dekat ujung-ujung akar, memiliki konsentrasi auksin yang lebih banyak dibandingkan bagian lain.
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh hormone auksin pada akar lebih baik dibandingkan pada batang. 2. Variasi pertambahan panjang ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu cahaya, suhu, sensitivitas, dan kadar konsentrasi. Cahaya dapat menghambat kerja hormon auksin. 3. Penggunaan larutan auksin harus berada pada kadar atau konsentrasi yang tepat agar hormon auksin bekerja optimum. V.2 Saran Sebaiknya dalam melakukan percobaan ini digunakan 2 atu lebih jenis kecambah untuk melihat perbandingan pengaruh konsentrasi auksin pada beberapa jenis tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D., 1994, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goldsworthy, F. R. dan Fisher, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, UGM Press, Yogyakarta.
Indoskripsi, 2011, Fitohormon, www.indoskripsi.com, diakses pada tanggal 07 Desember 2011 pukul 21.00 WITA.
Lakitan, B., 1995, Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III, ITB Press, Bandung.
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Gejala dormansi dapat dijumpai pada biji dan organ tumbuhan lainnya, seperti tunas, rhizoma dan umbi lapis (bulb) (Evy, 2011). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses perkecambahan tersebut (Latunra, 2011). Dormansi kuncup di wilayah beriklim sedang, dormansi biji dan kuncup mempunyai banyak persamaan. Pada kuncup, induksi dormansi sama pentingnya dengan berakhirnya dormansi. Dormansi kuncup hampir selalu berkembang sebelum terbentuknya warna pada musim gugur dan mengeringnya daun. Kuncup berbagai pohon berhenti di tengah musim panas dan memperlihatkan sedikit pertumbuhan kembali di akhir musim panas sebelum memasuk dormansi penuh di musim gugur (Salisbury dan Ross, 1995). Pada banyak spesies, dormansi kuncup diinduksi oleh suhu rendah, tetapi ada juga respon terhadap panjang hari, khususnya jika suhu tetap tinggi. Perlakuan hari pendek menyebabkan terjadinya pembentukan kuncup akhir yang dorman dan terlambatnya pemanjangan ruas dan pemanjangan daun, tetapi sering daun tidak gugur (Salisbury dan Ross, 1995). I.2 Tujuan percobaan Mematahkan dormansi pada biji karena kulit biji yang keras, dengan perlakuan secara fisik yaitu dikikir dan secara kimia dengan menggunakan HCl. I.3 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar. Dan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 22 November 2011, pukul 14.00 - 17.00 WITA. Dan dilakukan pengamatan selama 4 minggu atau 28 hari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengatasi hambatan (Evy, 2011). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Elisa, 2011). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a) faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal, seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal. Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Salisbury dan Ross, 1995). 1.Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh (Elisa, 2011) : Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. Kurangnya air pada biji menyebabkan terjadinya dormansi agar cadangan makanan dalam biji tetap bertahan dan tidak mengalami kerusakan. 2.Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. 3.Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi, sedangan pada sayuran dormansi sering dijumpai pada benih timun putih, pare dan semangka non biji. Resistensi ini ditemukan pada biji tersebut karena pada biji tersebut mengandung cadangan makanan yang penting sehingga terjadi peristiwa dormansi. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya (Marufah, 2006) yaitu : a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi 1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. 2. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ- organ biji itu sendiri. b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji Mekanisme fisik Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri terbagi menjadi (Marufah, 2006): 1. mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik. 2. fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable. 3. kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat Mekanisme fisiologis Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis terbagi menjadi (Marufah, 2006) : 1. photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya 2. immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang 3. thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu c. Berdasarkan bentuk dormansi Kulit biji impermeabel terhadap air/O2 1. Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp. 2. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran. 3. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik. 4. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum. 5. Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat. Embrio belum masak (immature embryo) 1. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo) 2. Embrio belum terdiferensiasi 3. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna. Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Biji membutuhkan suhu rendah. Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi. Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah (Marufah,2006): 1. jika kulit dikupas, embrio tumbuh 2. embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah 3. embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi 4. perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil 5. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin). Biji bersifat light sensitive, cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Dormansi karena zat penghambat. Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Salisbury dan Ross, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Elisa, 2011, Dormansi dan Perkecambahan Biji, http://elisa.ugm.ac.id/, diakses, pada tanggal 23 November 2011 pukul 21.15 WITA.
Evy, 2011, Dormansi Benih dan Pemecahannya, http://www.evykultur.com/tipe dormansi benih, diakses pada tanggal 23 November 2011 pukul 21.00 WITA.
Latunra, A.I., 2010, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II, Universitas Hasanuddin, Makassar
Marufah, 2006. Dormansi Benih. http://Marufah.blog.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 23 November 2011 pukul 21.30 WITA .
Salisbury, dkk., 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3, ITB, Bandung.
BAB III METODE PERCOBAAN
III. 1 Alat Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, amplas, pinset, petridish dan pipet tetes. III. 2 Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji flamboyan Delonix regia, air panas, air dingin, air biasa, larutan HCl, aquadest, dan polybag. III. 3 Cara Kerja Prosedur kerja dari percobaan ini adalah : 1. Membagi kelompok biji kacang mete menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok 3 biji. 2. kelompok I, menghilangkan sebagian kulit bijinya pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan mengikir pada dinding tembok. 3. kelompok II, merendam dalam HCl pekat selama 10 menit, kemudian mencucinya. 4. Kelompok III, merendam dalam air panas selama 10 menit. 5. Kelompok IV, merendam dengan air dingin selama 10 menit. 6. Kelompok V, merendam dengan air biasa selama 10 menit. 7. Kemudian masing-masing kelompok tersebut ditanam dalam polybag yang telah berisi tanah. 8. Melakukan pengamatan selama 4 minggu dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun. LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN I DORMANSI KARENA KULIT BIJI YANG KERAS
NAMA : HASPIATI SOFIAN NIM : H 411 10 010 KELOMPOK : III (TIGA) TGL PERC : 22 NOVEMBER 2011 ASISTEN : IIN KUSUMAWATI ST. HATIJA
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Perlakuan Minggu ke- (Tinggi Tanaman/ cm) I II III IV Dikikir: 1 2 3
3,5 4,3 4,8 5,3
3,8 4,2 4,7 5,2
5,3 5,7 6,0 6,6
Rata-rata 4,2 4,73 5,16 5,7
Air Panas: 1 2 3
3,1 3,8 4,4 5,1
3,0 3,7 4,3 5,9
2,7 3,5 4,2 5,0
Rata-rata 2,93 3,67 4,3 5,3
Air Dingin: 1 2 3
1,6 2,1 2,9 3,7
1,9 2,4 2,8 3,6
1,7 2,6 3,1 4,0
Rata-rata 1,73 2,36 2,93 3,76
HCl: 1 2 3
3,4 3,6 4,4 5,1
2,7 3,4 4,2 5,0
3,2 3,9 4,5 5,2
Rata-rata 3,1 3,63 4,36 5,1
Kontrol: 1 2 3
- 1,1 1,9 2,4
- 1,3 2,0 2,6
- 1,3 2,1 2,9
Rata-rata - 3,7 2,0 2,63
IV.2 Pembahasan Percobaan ini dilakukan selama 4 minggu dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari pemberian perilaku fisik dan kimia terhadap pematahan dormansi biji pada biji kacang mete (Anacardium occidentale). Ada 5 macam perlakuan yang diberikan pada biji yaitu pengkikisan pada bagian biji tempat keluarnya kotiledon yang merupakan perlakuan secara fisik dan perlakuan kimia dengan perendaman biji pada larutan yang berbeda-beda. Biji yang diberi perlakuan fisik dengan dikikir mengalami pematahan dormansi terbukti dalam setiap minggu biji ini mengalami pertumbuhan yang pesat. Perlakuan dengan perendaman air panas dapat mematahkan dormansi dari biji pula. Selain itu, Perlakuan dengan perendaman HCl dan aquadest (kontrol) mengalami pertumbuhan karena perendaman dengan HCl dan air biasa dalam hal ini aquadest mengubah anatomi biji dan HCl sangat bersifat asam merangsang zat-zat kimia dalam biji sehingga dormansi dapat terpatahkan. Pengkikisan bertujuan untuk membuat kulit biji yang keras dan tebal. menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air, selain itu kotiledon akan lebih cepat keluar menembus kulit biji. Perlakuan dengan perendaman air panas bertujuan untuk memberikan suhu yang ekstrim pada biji sehingga kulit biji yang tebal dapat lebih mudah ditembus oleh kotiledon.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan secara fisik dengan pengkikisan biji dan secara kimia pada perendaman dengan larutan (air panas, air dingin, air biasa dan HCl) dapat membantu pada peristiwa pematahan dormansi. V.2 Saran Saran saya dalam percobaan ini yaitu sebaiknya larutan yang dibutuhkan seperti HCl dipersiapkan terlebih dahulu sebelum praktikum agar praktikum berjalan dengan lancar.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil a. Perkembangan Kecambah Pada Tempat Terang Hari/Tanggal Pertambahan panjang pada batang (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rabu 30 N0v 2011 0,3 0,5 0,3 0,5 0,1 0,4 - - 0,3 0,5 Kamis 1 Des 2011 0,5 1 0,6 0,9 0,8 0,9 - 1 0.6 1 Jumat 2Des 2011 0,6 1,4 0,7 1,3 1,2 1,1 - 1,3 1 1,2 Sabtu Des 2011 0.8 2,2 1, 6 2,4 3,3 5 8 9 3,5 5 Minggu Des 2011 2,5 7 5 9 8,5 5 8 9 3,5 5 Senin Des 2011 3,4 10,5 10 11,1 13,5 6 14 14 6,5 13 Selasa Des 2011 9,8 15,4 14,2 15,1 16,4 10,8 6,4 18,1 12,4 16,1
IV.2 Pembahasan Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tidak memperlihatkan tanda pertumbuhan dan perkembangan biji kacang hijau (Phaseolus radiates). Pengamatan ini menggunakan 20 biji kacang hijau (Phaseolus radiatus), di mana 10 biji disimpan dalam tempat gelap dan 10 biji lagi ditempatkan pada tempat yang terkena cahaya. 10 biji kacang hijau (Phaseolus radiatus) yang disimpan dalam tempat gelap, mengalami pertumbuhan (pertambahan panjang) yang lebih lambat sedangkan 10 biji kacang hijau (Phaseolus radiatus) yang ditempatkan dalam tempat terang, mengalami pertumbuhan (pertambahan panjang) yang cukup cepat. Hal ini disebabkan karena dalam proses perkecambahan ditempat yang gelap tidak ada faktor fotosintesis terjadi pada tanaman, walaupun hormon auksin bekerja dengan baik yang membantu pemanjangan pada tanaman, tetapi tidak didukung oleh adanya hasil dari proses fotosintesis sehingga pertumbuhan kecambah juga berkurang. Pada kondisi di tempat terang, mengalami pertumbuhan yang baik. Hal ini di pengaruhi oleh adanya proses fotosintesis yang bekerja pada kecambah yang dibantu oleh cahaya dan klorofil, kerja hormon auksin pada kecambah terhambat karena adanya pengaruh cahaya, tetapi tidak menutup kemungkinan menghambat pertumbuhan kecambah karena nutrisi yang diperoleh lebih baik dari hasil proses fotosintesis.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PERCOBAAN III KECEPATAN TUMBUH
NAMA : HASPIATI SOFIAN NIM : H411 10 010 KELOMPOK : III (TIGA) HARI/TGL : SELASA, 06 DESEMBER 2011 ASISTEN : IIN KUSMAWATI ST. HATIJAH
LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran sel, volume sel, berat, tinggi, dan ukuran lainnya yang bisa dinyatakan secara kuantitatif (dapat diukur dan dihitung dengan bilangan). Pertumbuhan sendiri menunjukkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas seperti halnya pengertian mencapai ukuran penuh atau kedewasaan yang tidak relevan dengan pengertian proses pertumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995). Pertumbuhan sendiri dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar, atau luas, juga dapat diukur berdasarkan pertambahan volume, massa atau berat (segar atau kering). Pola pertumbuhan dapat dibagi dalam tiga fase pertumbuhan yaitu pertama fase logaritmik atau fase eksponensial, kemudian fase linier dan yang terakhir fase penurunan kadar cepat pertumbuhan yang kemudian disebut penuaan (senescene). Peningkatan kadar cepat pertumbuhan terjadi selama fase linier dan menurun menuju nol selama proses penuaan (Salisbury dan Ross, 1995). Pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman perlu adanya mekanisme kerja dalam tanaman untuk mengatur kadar hormon tanaman pada tingkat yang efektif pada jaringan-jaringan tertentu dari tanaman. Pengaturan ini melakukan biosintesis, pengangkutan, degradasi, inaktivasi, dan lokalisasi (Dwidjoseputro, 1992). Oleh karena itu, untuk memahami lebih lanjut bagaimana proses pertumbuhan dan kecepatan pertumbuhan dari tumbuhan tersebut, maka diadakanlah percobaan ini. I.2 Tujuan Percobaan Untuk melihat daerah tumbuh dari batang dan akar dari kecambah kacang hijau Phaseolus radiatus. I.3 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, tanggal 06 Desember 2011, pukul 14.00-17.30 WITA, di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan di lakukan selama 10 hari di Canopy, yakni pada hari hari ke-3, 6 dan 10.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas seperti halnya pengertian mencapai ukuran penuh (full size) atau kedewasaan (maturity) yang tidak relevan dengan pengertian proses pertumbuhan (Latunra, 2011). Pertumbuhan sendiri dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar, atau luas, juga dapat diukur berdasarkan pertambahan volume, massa atau berat (segar atau kering). Pola pertumbuhan dapat dibagi dalam tiga fase pertumbuhan yaitu pertama fase logaritmik atau fase eksponensial, kemudian fase linier dan yang terakhir fase penurunan kadar cepat pertumbuhan yang kemudian disebut penuaan (senescene). Peningkatan kadar cepat pertumbuhan terjadi selama fase linier dan menurun menuju nol selama proses penuaan (Salisbury dan Ross, 1995). Pola pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan (berbiji dikotil dan monokotil) ada 4 yaitu (Annisa, 2011) : 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Awal, pertumbuhan awal dimulai dari sebuah biji yang didalamnya mengandung satu embrio. Embrio terdiri atas radikula yang akan tumbuh menjadi akar dan plumula yang akan tumbuh menjadi kecambah. 2. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Memanjang Pertumbuhan, tumbuh berlangsung pada bagian tertentu yang mengandung sel merismatik sehingga mengalami perpanjangan misalnya ujung akar dan ujung tajuk (pucuk), kambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun pada tumuhan rumputyang terjadi sebelum perkecambahan dan disebut pertumbuhan primer. 3. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Melebar Pada Akar dan Batang, pertumbuhan melebar adalah terjadinya pelebaran pada beberapa bagian tumbuhan antara lain cambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun tumbuhan rumput yang terjadi setelah perkecambahan dan disebut pertumbuhan sekunder. 4. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tahunan, dalam pertumbuhan tahunan, setiap tahunnya terbentuk sebuah cincin (limgkaran) yang terbentuk dari pembuluh xylem. Menurut Michurin, secara garis besar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibagi dalam 3 (tiga) fase, yaitu (Annisa, 2011): a. Fase Embryonis, yaitu fase yang dimulai dari pembentukan zygote sampai terjadinya embrio, yang terjadi di dalam bakal biji (ovule), dari zigot diikuti dengan pembelahan sel sesudah itu terjadi pengembangan sel. Fase embryonis tidak terlihat secara nyata (tidak tergambar dalam kurve) dalam pertumbuhan tanaman, karena berlangsungnya di dalam biji. b. Fase Muda (Juveni//Vegetatif) yaitu, fase yang dimulai sejak biji mulai berkecambah, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun daun yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau berbuah yang pertama. Perkecambahan merupakan satu rangkaian yang komplek dari perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Proses perkecambahan meliputi beberapa tahap, yaitu imbibisi yaitu proses penyerapan air oleh benih sehingga kulit benih melunak dan terjadinya hidrasi dari protoplasma, perombakan cadangan makanan di dalam endosperm, perombakan bahan-bahan makanan yang dilakukan oleh enzim. c. Fase Menua dan Aging ( Senil/Senescence ), beberapa faktor luar dapat menghambat atau mempercepat terjadinya senescence, misalnya penaikan suhu, keadaan gelap, kekurangan air dapat mempercepat terjadinya senescence daun, penghapusan bunga atau buah akan menghambat senescence tanaman, pengurangan unsur-unsur hara dalam tanah, air, penaikan suhu, berakibat menekan pertumbuhan tanaman yang berarti mempercepat senescence. Faktor yang mempengaruhi terjadinya pertumbuhan yaitu (Ansubandi, 2010): A.Faktor Eksternal 1) Air dan Mineral berpengaruh pada pertumbuhan tajuk 2 akar. Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau menyebabkan pertumbuhan tak normal. 2) Faktor Kelembaban / Kelembapan Udara, kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat. 3). Suhu di antaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan. Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. 4) Faktor Cahaya Matahari, sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan. B. Faktor Intern Faktor Hormon, Hormon pada tumbuhan juga memegang peranan penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan seperti hormon auksin untuk membantu perpanjangan sel, hormon giberelin untuk pemanjangan dan pembelahan sel, hormon sitokinin untuk menggiatkan pembelahan sel dan hormon etilen untuk mempercepat buah menjadi matang (Ansubandi, 2010). Kecepatan pertumbuhan tidak selalu sama karena berkaitan dengan fase pertumbuhan dan tingkat diferensiasinya. Semakin tinggi tingkat diferensiasinya maka semakin lamban pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan tidak sama untuk semua organ, misalnya kecepatan tumbuh batang berbeda dengan akar maupun daun. Setelah sel mengadakan pembelahan, sel anakan akan membesar melampauhi ukuran sel induknya, tetapi pembesaran itu tidak terbatas sehingga ukuran sel selau dalam batas tertentu, tidak ada yang sangat besar, kecuali dalam keadaan tertentu. Kemungkinan hal itu dibatasi oleh faktor transport dan difusi bahan pembuat sel di dalam sel atau di antara sel-sel (Pratiwi, 2006). Laju pertumbuhan tanaman berjalan pada kecepatan maksimum bila suhu berada pada kondisi optimum bila faktor lain tidak menjadi suatu pembatas dalam selang waktu suhu minimum ke optimum kecepatan pertumbuhan berbeda tidak nyata bila waktu cukup lama, namun kecepatan pertumbuhan bertambah tinggi jika berada pada suhu penting. Sedangkan jarak suhu optimum ke suhu maksimum kecepatan pertumbuhan berlangsung cepat mengikuti suhu lingkungan (Dwidjoseputro, 1992). Tumbuhan dapat bertambah tinggi dan besar karena disebabkan oleh dua hal berikut ini (Pratiwi, 2011) : 1. Pertambahan jumlah sel sebagai hasil pembelahan mitosis pada meristem (titik tumbuh) di titik tumbuh primer dan sekunder. 2. Pertambahan komponen-komponen seluler dan adanya diferensiasi sel. Misalnya, penyerapan air ke dalam vakuola yang menyebabkan sel membesar serta terbentuknya jaringan, organ dan individu melalui proses diferensiasi sel dan spesialisasi. Pertumbuhan (Growth) adalah dapat diartikan sebagai perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup tanaman yang bersifat tak terbalikkan (Irreversible). Bertambah besar ataupun bertambah berat tanaman atau bagian tanaman akibat adanya penambahan unsur-unsur struktural yang baru. Peningkatan ukuran tanaman yang tidak akan kembali sebagai akibat pembelahan dan pembesaran sel. Misalnya, dalam ukuran sel, jaringan, organ perkembangan (Development) diartikan sebagai : Proses perubahan secara kualitatif atau mengikuti pertumbuhan tanaman/bagian-bagiannya.Proses hidup yang terjadi di dalam tanaman yang meliputi pertumbuhan, diferensiasi sel, dan morfogenesis, misalnya, perubahan dari fase vegetatif ke generatif (Annisa, 2011).
BAB III METODE PERCOBAAN
III.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah wadah, silet, dan mistar. III.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah tanah, biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), polybag, kertas label. III.3 Cara Kerja Cara kerja pada percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Ditempatkan 18 biji ke dalam wadah. 2. Dituangkan larutan akuades steril sehingga semua biji terendam, setelah itu dibiarkan selama 20 menit. 3. Dicuci biji-biji kacang merah (Phaseolus vulgaris) tersebut dengan air bersih. 4. Diisi wadah dengan air dan merendam biji-biji kacang merah (Phaseolus vulgaris) tersebut selama beberapa menit. 5. Dibelah 3 biji kacang merah (Phaseolus vulgaris) dengan menggunakan skalpel, lalu dibuang kulit biji dan dibuka bijinya. 6. Dicari embrio pada 3 biji kacang merah (Phaseolus vulgaris). 7. Diukur panjang embrio ketiga biji kacang merah (Phaseolus vulgaris) dan dihitung panjang rata- rata biji-biji tersebut. 8. Ditanam 15 biji kacang merah (Phaseolus vulgaris) yang sisa dengan 3 buah polybag, masing- masing polybag berisi 5 biji. 9. Ditempatkan pot tersebut pada tempat dengan cukup cahaya dan temperatur yang tetap. 10. Diukur panjang 2 daun pertama yang tumbuh dari tiga tumbuhan. Dilakukan pengukuran pada hari ke-3, 6 dan 10 dari tanaman yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, 2011, biologi mengenai Pertumbuhan Tanaman, http://Annisapustaka.ut.ac.id//, diakses pada tanggal 07 Desember 2011 pukul 21.00 WITA.
Ansubandi, 2010, Biologi, http://aansubandi.blogspot.com/, diakses pada tanggal 07 Desember 2011 pukul 21.00 WITA..
Dwidjoseputro, 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. Diposkan oleh phiascientist di 07.20 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan