Anda di halaman 1dari 9

SMA NEGERI 4 PEKANBARU

MAKALAH BUDAYA
MELAYU
RUMAH ADAT MELAYU RIAU

RISTA LEOVA 12IPA4






RUMAH ADAT MELAYU RIAU


Bagian-Bagian Rumah Melayu
A. Atap
Bahan utama atap adalah daun nipah dan dau rumbia, tetapi pada perkembangannya
sering dipergunakan atap seng. Dilihat dari bentuknya, bubugan rumah Melayu dapat
dibedakan menjadi :
1. Bubungan panjang sederhana
2. Bubungan Lima
3. Bubungan Perak
4. Bubungan Kombinasi
5. Bubungan Limas
6. Bubungan Panjang Berjungkit
7. Bubungan Gajah Minum

a. Lambang Pada Atap
1. Atap Kajang
Bentuk atap ini dikaitnya dengan fungsinya, yaitu tempat berteduh
dari hujan dan panas. Yang memiliki makna, hendaknya sikap hidup orang
Melayu dapat pula menjadi naungan bagi keluarga dan masyarakat.



2. Atap Layar
Bentuk atap yang bertingkat disebut Atap layar, Ampar labu, Atap
bersayap, atau Atap bertinggam.



3. Atap Lontik
Atap yang kedua ujung perabungnya melentik ke atas
melambangkan bahwa pada awal dan akhir hidup manusia akan kembali
kepada penciptanya. Sedangkan, lekukan pada pertengahan
perabungnya melambangkan Lembah keidupan yang kadang kala penuh
dengan cobaan.


4. Atap Limas
Hingga saat ini belum diketahui apa makna lambang pada
bentuk atap limas. Kemungkinan dahulu orang melayu mengenal
lambang pada bentuk ini, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan
dalam agama Hindu dan Budha, atau terpengaruh atap banggunan
Eropa. Namun demikian, bentuk limas ini sudah menjadi salah satu
bntuk banggunan tradisional Melayu Riau.





b. Selembayung
Selembayung juga disebut juga Sulo Bayung dan Tanduk
Buang, adalah hiasan yang terletak bersilang pada kedua ujung
perabung bangunan belah bubung dan rumah lontik. Pada bagian
bawah adakalanya diberi pula hiasan tambahan seperti tombak
terhunus, menyambung kedua ujung perabung (tombak-tombak)
Selembayung memiliki beberapa makna, antara lain :
1. Tajuk Rumah : selembayung membangitkan seri dan cahaya rumah.
2. Pekasih Rumah : lambang keserasian dalam kehidupan rumah
tangga.
3. Pasak Atap : lambang sikap hidup yang tahu diri.
4. Tangga Dewa : lambang tempat turun para dewa, mambang, akuan, soko,
keramat,dan sisi yang membawa keselamatan bagi manusia.
5. Rumah Beradat : tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman orang berbangsa, balai
atau kediaman orang patut-patut.
6. Tuah Rumah : lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya.
7. Lambang Keperkasaan dan Wibawa : selembayung yang dilengkapi dengan tombak-
tombak melambangkan keturunan dalam rumah tangga, sekaligus sebagai lambang
keperkasaan dan wibawa pemliknya.
8. Lambang Kasih Sayang : motif ukiran selembayung (daun-daun dan bunga) melambangkan
perwujudan, tahu adat dan tahu diri, berlanjutnya keturunan serta serasi dalam keluarga.

c. Sayap Layang-layang atau Sayap Layangan
Hiasan ini terdapat pada keempat sudut cucuran atap. Bentuknya
hampir sama dengan selembayung. Setiap bangunan yang
berselmbayung haruslah memakai sayap layangan sebagai
padanannya. Letak sayap layang-layang pada empat sudut cucuran
atap merupakan lambang sari empat pintu hakiki, yaitu pintu rizki,
pintu hati, pintu budi, dan pintu Illahi. Sayap layang-layang juga
merupakan lambang kebebasan, yaitu kebebasan yang tahu batas
dan tahu diri.


d. Lebah Bergantung
Hiasan yang terletak di bawah cucuran atap (lispang)
dan kadang-kadang di bagian bawah anak tangga.
Hiasan ini melambangkan manisnya kehidupan rumah tangga, rela berkorban dan tidak
mementingkan diri sendiri.

e. Perabung
Hiasan yang terdapat pada perabung rumah /terletak sepanjang perabung disebut Kuda
Berlari. Hiasan ini amat jarang digunakan, lazimnya hanya dipergunakan untuk perabung
istana atau balai tertentu. Hiasan ini mengandung beberapa lambang, yaitu:

1. Lambang Kekuasaan : yakni pemilik banguna itu adalah penguasa tertinggidi
wilayahnya.
2. Lambang lainnya terdapat pada bentuk dan nama ukirannya.


f. Singap/Bidai
Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang
sekaligus berfungsi sebagai ventilas. Pada bagian menjorok
keluar di beri lantai yang disebut teban layar atau lantai alang
buang atau disebu juga Undan- undan.



B. Tiang
Bangunan Tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau
persegi. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah, sedangkan tiang untuk bagian
bangunan lainnya tidak ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu
didirikan dalam 6 baris, masing-masing 4 buah tiang termasuk tiang seri.


Lambang-lambang pada tiang :
1. Tiang tua : tiang utama yang terletak disebelah kanan dan kiri pintu tengah, atau tiang yang
terletak ditengah bangunan yang pertama kali ditegakkan. Tiang tua melambangkan tua
rumah, yaitu pimpinan di dalam banguna itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat.
2. Tiang seri : tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidah boleh dari tanah
terus ke atas. Tiang seri melambangkan Datuk Berempat atau induk berempat, serta
melambangkan empat penjuru mata angin.
3. Tiang penghulu : tiang yang terletak di antara pintu muka denhan tiang seri disudut kanan
muka bangunan. Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu didirikan menurut ketentuan adat
istiadat, dan sekaligus melambangkan bahwa kehidupan didalam keluarga wajib
disokongoleh anggota keluarga lainnya.
4. Tiang tengah : tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat diantara tiang tua
dan tiang seri.
5. Tiang bujang : tiang yang dibuat khusus di bagian tengah bangunan induk, tidak bersambung
dari lantai sampai ke loteng atau alangnya. Tiang ini melambangkan kaum kerabat dan anak
istri.
6. Tiang dua belas : tiang gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2 buah tiang tua,
1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang.

C. Pintu
Disebut juga Ambang atau Lawang. Pintu masuk bagian muka
disebut pintu muka, sedangkan pintu di bagian belakang di sebut pintu
dapur. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pitu lebar antara 60 s/d 100 cm, tinggi
1,50 s/d 2 meter.











D. Jendela
Jendela lazim disebut tingkap atau pelinguk. Bentuknya sama seperti
bentuk pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau lebih rendah. Daun jendela
dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun jendela. Ketinggian letak jendela
di dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Perbedaan ketinggian ini
adakalanya disebabkan oleh perbedaan ketinggian lantai, ada pula yang
berkaitan dengan adat istiadat. Umumnya jendela tengah di rumah induk
lebih tinggi dari jendela lainnya.
Jendela mengandung makna tertentu pula. Jendela yang sengaja dibuat
setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik
bangunan adalah orang baik-baik dan patut-patut dan tahu adat dan
tradisinya. Sedangkan yang letaknya rendah melambangkan pemilik
bangunan adalah orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan
ikhlas dan terbuka.

E. Tangga
Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke
jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat.
Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di
atas bendul. Anak tangga dapat di bentuk bulat atau pipih.





F. Loteng
Dalam bahasa Melayu disebut langa.
G. Lantai
Lantai rumah induk pada umumnya diketam rapi dengan ukuran lebar antara 20 s/d 30 cm.
H. Dinding
Papan dinding dipasang vertikal. Kalau ada yang dipasang miring atau bersilang, pemasangan
tersebut hanya untuk variasi. Untuk variasi sering pula dipasang miring searah atau miring
berlawanan, dengan kemiringan rata-rara 45 derajat.




SUMBER CORAK

Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna,
dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk
tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam
bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud
asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring,
dan lebah bergantung.

Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-
tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga
corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau keberhalaan.
Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan
dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk
sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong.
Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu
memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu).
Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan
sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan
dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.

Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat),
lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil
dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk
hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di
dalamnya.

RAGAM ORNAMEN

Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai
dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan
makna dari setiap ukiran. Selembayung disebut juga selo bayung dan tanduk buang
adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan
balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari
ukiran kayu.
Hiasan pada pintu dan jendelah
Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebutlambai-lambai,melambangkan
sikap ramah tamah. Hiasan Klik-klik disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.

Rumah Lancang (Rumah Tradisional Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Asal-Usul
Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau Pencalang,
Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang
karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang
miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh
bentuk Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk.
Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke
atas.
Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk
menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada
kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah
penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu,
sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk
panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak
tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang
tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang,
disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu.
Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan.
Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi
hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada
keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit,
tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur
asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti
perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik)
merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena
daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah
Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung
Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan
bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat
mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang
yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau
Kepulauan.


Rumah Belah bubung (rumah Tradisional melayu di kepulauan riau)

Asal-Usul
Kepulauan Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini merupakan
gugusan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan laut Cina selatan. Keadaan pulau-
pulau itu berbukit dengan pantai landai dan terjal. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai
nelayan dan petani. Sedangkan agama yang dianut oleh sebagian besar dari mereka adalah
Islam.
Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola
arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk
rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50
meter sampai 2,40 meter. Penggunaan bahan-bahan untuk membuat rumah, pemberian ragam
hias, dan penggunaan warna-warna untuk memperindah rumah merupakan bentuk adaptasi
terhadap lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan nilai budaya.
Salah satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah Belah
Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung
Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya
terbelah. Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama
rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda,
karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting dan
Limas.
Nama rumah ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi atapnya, misalnya:
disebut rumah Lipat Pandan karena atapnya curam; rumah Lipat Kajang karena atapnya agak
mendatar; rumah Atap Layar atau Ampar Labu karena bagian bawah atapnya ditambah
dengan atap lain; rumah Perabung Panjang karena Perabung atapnya sejajar dengan jalan
raya; dan rumah Perabung Melintang karena Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.
Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya
seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun demikian,
kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam
membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk menentukan serasi atau
tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta,
dari satu sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak meniti
kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima belum berimbuh. Ukuran
yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.

Jenis rumah adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung. Kalau di Riau
daratan, rumah tradisionalnya ada Rumah Lontik, dan Rumah Salaso Jatuh Kembar.

Anda mungkin juga menyukai