Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) UNODC Kerjasama: 1 LAPORAN PENELITIAN Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Penulis Febri Diansyah Emerson Yuntho Donal Fariz Supervisi: Dadang Trisasongko Konsultan Nasional: 1. Pro! Dr! "aldi Isra# "$# %PA 2. &ainal Ariin %o'htar $# "$# LL% 3. Dadang Trisasongko# "$ Cetakan Pertama Oktober ()** Diterbitkan oleh Indonesia +orru,tion -at'h Jl. Kalibata imur !"#D Nomor $ Jakarta Selatan% DK! Jakarta !ndonesia elp. &$''( )*+(,,,-. &$''( )**/+(- Fa0. &$''( )**/++- 111.antikorupsi.org Dengan dukungan: Ero,a .nion /E.0 1 .NOD+ /.nited Nation Oi'e on Drugs and +rime0 2 DAFTAR I"I P2N34N45 D4F45 !S! 2A2 I Pendahuluan A. 6atar 7elakang B. 5umusan 8asalah C. u9uan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. 6okasi Penelitian F. :aktu Penelitian G. 8etodologi H. Stuktur Penelitian 2A2 II 3P3 dan Tantangan Pemberantasan 3oru,si A. Kondisi Pemberantasan Korupsi !ndonesia B. Desentralisasi Korupsi C. antangan untuk KPK 2A2 III 3oordinasi Dan "u,er4isi A. ugas Koordinasi B. ugas Supervisi C. Perkembangan Pelaksanaan ugas Koordinasi dan Supervisi D. Kritik Koordinasi dan Supervisi Sebagai ugas ;Kelas Dua< E. Kendala Pelaksanaan ugas Koordinasi dan Supervisi F. =ambatan di 6apangan G. Sentra Koordinasi Pemberantasan Korupsi 2A2 I5 Penera,an 3oordinasi dan "u,er4isi 3P3 A. Kasus Situbondo a. 3ambaran Kasus b. Penanganan Kasus c. Koordinasi dan Supervisi KPK d. Penuntasan Kasus Korupsi B. Kasus Kendal a. 3ambaran Kasus b. Penanganan Kasus c. Koordinasi dan Supervisi KPK d. Penuntasan Kasus Korupsi 2A2 5 3oordinasi Pemberantasan 3oru,si di 2erbagai Negara 2A2 5I 3 Penguatan Pemberantasan 3oru,si A. !mpelementasi !npres No. * ahun '+(( B. 8emaksimalkan Pelaksanaan >> KPK C. Kebi9akan dan Kelambagaan ?ang Dibutuhkan D. Pelibatan dan Penguatan Kapasitas 8as?arakat 2A2 5II Penutu, Da@tar Pustaka 4 DAFTAR TA2EL 6 7RAFI3 TA2EL abel (: Corruption Perception Index (CPI) !ndonesia '++(A'+(+ abel ': Global Corruption Barometer (GCB) !ndonesia '++BA'+(+ abel B: (+ Daerah 6aporan Dugaan Korupsi pada KPK ertinggi '++/ C '+(+ abel /: Penanganan 6aporan 8as?arakat di KPK Per: '+(+ abel -: Kasus Dugaan Korupsi ?ang Diteruskan KPK ke !nstansi 6ain Per: '+(+ abel $: SPDP ?ang diterima KPK abel ): Gap SPDP ke KPK dengan Penanganan Kasus di Kepolisian dan Ke9aksaan abel ,: Da@tar ersangka Dalam Kasus Situbundo abel *: "onis Kasus Korupsi Kas Daerah Kab Situbondo Tabel 10: Vonis Pengadilan Tipikor Kasus Kendal abel ((: Perbandingan Koordinasi Penegakan =ukum di , Negara 7RAFI3 3ra@ik (: Surve? !ntegritas 6embaga Penegak =ukum ahun '+(+ 3ra@ik ': Kasus Korupsi ?ang Ditangani KPK '++/A'+(+ 3ra@ik B: Pen?elamatan 4set dan Keuangan Negara oleh KPK '++/ C '+(+ 5 2A2 *8 PENDA$.L.AN A. Latar 2elakang indak pidana korupsi ?ang ter9adi di !ndonesia dari tahun ke tahun makin sistematis merasuki seluruh sendi kehidupan bernegara dan mas?arakat. Perkembangan korupsi selama kurang lebih B+ tahun tidak semakin berkurang% bahkan semakin bertambah baik dari sisi kuantitati@ maupun dari sisi kualitati@. 1
Dari aspek kerugian keuangan negara% hasil audit 7adan Pemeriksa Keuangan (7PK) memperlihatkan nilai korupsi ?ang ter9adi dise9umlah instansi di !ndonesia sangat besar dan Denderung meningkat setiap tahunn?a. =ingga tahun '++)% dari laporan audit 7PK terdapat B$.++* temuan pemeriksaan dengan nilai kerugian 5p.B.$-)% )( triliun. 2 . Data terakhir men?ebutkan selama semester ! '++, hingga Semester ! '+(+% 7PK menemukan indikasi kerugian negara senilai 5p )B%-- triliun 3 . 1 Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), 2002 2 Badan Pemeriksa Keuangan RI, Iktisar !asil Pemeriksaan "emester (I!P") I Taun 200#$ !al$ 2%#$ 3 &iola dari Iktisar !asil Pemeriksaan "emester (I!P") Badan Pemeriksa Keuangan RI, 200%-20'0$ 6 7 Korupsi ?ang terus berlangsung bagaikan pen?akit kanker ?ang sulit untuk disembuhkan. 4 Korupsi tidak sa9a men?ebabkan ter9adin?a kerugian pada keuangan negara namun 9uga berdampak terhadap ter9adin?a pelanggaran hakAhak sosial 1arga negara. 4tas alasan dan kondisi itulah tindak pidana korupsi digolongkan sebagai ke9ahatan luas biasa (extra-ordinary crimes). Sebagai ke9ahatan luar biasa% penanganann?a tidak dapat dilakukan seDara biasa. Pemberantasan tindak pidana korupsi ?ang dilakukan seDara biasa atau kovensional selama ini terbukti tidak e@ekti@ karena mengalami ban?ak kendala. =al tersebut disebabkan karena virus korupsi tidak sa9a men?erang badan eksekuti@ dan legilati@. 8elainkan 9uga men?eruak pada kalangan hakim% ke9aksaan dan institusi kepolisian sebagai institusi penegak hukum. Eleh karenan?a dibutuhkan sebuah metode penegakan hukum seDara luar biasa untuk memberantas korupsi dengan ke1enangan ?ang luas biasa pula. idak bisa lagi han?a dengan memperDa?akan pada ke9aksaan dan kepolisian sebagai penegak hukum biasa. Kondisi tersebut ?ang memiDu dibentukn?a Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai suatu badan ?ang memiliki 1e1enang ?ang luas dan e@isien dalam pemberantasan korupsi. Dibentukn?a KPK adalah dalam rangka meningkatkan da?a guna dan hasil guna terhadap upa?a pemberantasan korupsi. Sebagai badan ?ang diharapkan bertindak luar biasa dalam memberantas korupsi% KPK diserahi - (lima) tugas sebagaimana diatur dalam Pasal $ >ndangA>ndang Nomor B+ ahun '++' (>> KPK)% ?aitu : a. koordinasi dengan instansi ?ang ber1enang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. b. supervisi terhadap instansi ?ang ber1enang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. c. melakukan pen?elidikan% pen?idikan% dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. d. melakukan tindakanAtindakan penDegahan tindak pidana korupsi. dan e. melakukan monitor terhadap pen?elenggaraan pemerintahan negara. ugas koordinasi% supervisi% penindakan% penDegahan dan monitoring merupakan tugasAtugas ?ang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. 4ntara ?ang satu dengan ?ang lain saling berkelindan dalam pemberantasan korupsi. =an?a sa9a dalam pelaksanaan% bisa sa9a tugas tertentu lebih menon9ol dibanding ?ang lain. Dalam hal ini% amatan publik tentun?a lebih melihat KPK dalam pelaksaan tugas penindakann?a. Sementara tugas lainn?a seperti koordinasi dan supervisi tidak begitu terlihat. Padahal tugas ini merupakan tugas utama KPK dalam mendukung institusi penegak hukum lainn?a seperti ke9aksaan% kepolisian dalam memperDepat pemberantasan korupsi. Namun harus disadari membersihkan korupsi di !ndonesia membutuhkan upa?a ?ang luar biasa mengingat 1ila?ah negara negara ini ?ang begitu luas. :ila?ah 4 Keterangan Pemerinta di !adapan Rapat Paripurna &e(an Per(akilan Rak)at Republik Indonesia *engenai Ran+angan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tanggal ,0 -gustus 200' 8 !ndonesia terbentang sepan9ang B.*)) mil antara Samudra =india dan Samudra Pasi@ik. 4pabila perairan antara pulauApulau itu digabungkan% maka luas !ndonesia men9adi (.* 9uta mil persegi. 8erupakan negara kepulauan terbesar di dunia ?ang mempun?ai ().-+, pulau. erdiri dari BB provinsi dan B*, kabupaten% *B kota% ( kabupaten administrasi% dan - kota administrasi di !ndonesia. 4dan?a kebi9akan otonomi daerah berdampak pula pada pen?ebaran korupsi seDara masi@ dan merata dari tingkat pusat hingga ke pelosok daerah. Pen?ebaran praktek korupsi di !ndonesia setidakn?a dapat dapat dilihat dari laporan mas?arakat ?ang masuk ke KPK. 6aporan tahunan KPK '+(+% men?ebutkan se9ak '++/ hingga Desember '+(+% KPK menerima /-.B+( laporan mas?arakat ?ang berasal dari BB provinsi bahkan dari luar negeri. idak semua laporan dapat ditindaklan9uti. 5
Dari /-.B+( laporan tentang korupsi ?ang masuk tersebut% han?a '.,/* laporan ($%'* F) ?ang dapat ditangani oleh KPK. Sedangkan selebihn?a (/'./-' laporan atau *B%)( F) diteruskan kepada instansi ?ang ber1enang atau dikembalikan kepada pelapor karena harus melengkapi bukti atau tidak Dukup bukti atau bukan korupsi. 7erdasar kondisi tersebut sangat sulit bagi KPK mengurus sendiri semua laporan korupsi di seluruh !ndonesia. KPK han?a menangani sebagian keDil sa9a dan harus meneruskann?a ke badan atau instansi lain ?ang bersinggungan dengan laporan itu. =al ini menun9ukkan% tugas dan 1e1enang koordinasi dan supervisi KPK merupakan salah satu ke1enangan strategis ?ang diberikan pada KPK. Di samping itu% tugas dan 1e1enang koordinasi serta supervisi ini tepat mendukung didesainn?a KPK sebagai mekanisme pemiDu (trigger mechanism) badan atau institusi lainn?a dalam memperDepat pemberantasan korupsi. KPK memang tidak didesain untuk menangani semua perkara korupsi dan tidak boleh memonopoli penanganan perkara korupsi. =al ini dapat dilihat dari pen9elasan >> KPK menun9ukkan bah1a tugas koordinasi dan supervisi merupakan tugas utama KPK. Dalam Pen9elasan disebutkan Dengan pengaturan dalam Undang-Undang ini !omisi Pemberantasan !orupsi" 6 a. !P! dapat menyusun #aringan $er#a (net%or$ing) yang $uat dan memperla$u$an institusi yang telah ada sebagai &counterpartner& yang $ondusi' sehingga pemberantasan $orupsi dapat dila$sana$an secara e'isien dan e'e$ti'( b. tida$ memonopoli tugas dan %e%enang penyelidi$an penyidi$an dan penuntutan( c. ber'ungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan $orupsi (trigger mechanism)( 5 .iat .ampiran .aporan Taunan 20'0 Komisi Pemberantasan Korupsi$ 6 .iat Penjelasan UU ,0 Taun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi$ 9 d. ber'ungsi untu$ mela$u$an super)isi dan memantau institusi yang telah ada dan dalam $eadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan %e%enang penyelidi$an penyidi$an dan penuntutan (superbody) yang sedang dila$sana$an oleh $epolisian dan*atau $e#a$saan Sebagai koordinator% tentun?a koordinasi dan supervisi men9adi tugas ?ang men9adi perhatian utama. >ntuk e@ekti@itas pelaksanaan tugas tersebut% KPK 9uga diberikan tugas penindakan dengan tanpa harus menDabutn?a dari institusi penegak hukum seperti kepolisian dan ke9aksaan. Namun berbeda dengan KPK% kiner9a pemberantasan korupsi ?ang dilakukan oleh Kepolisian dan Ke9aksaan tidak dapat maksimal karena memiliki se9umlah hambatan seperti ke1enangan ?ang terbatas dan regulasi ?ang tidak menun9ang. =ambatan lain ?ang munDul adalah karena kedudukann?a diba1ah eksekuti@ men?ebabkan independensi kedua institusi hukum tersebut diragukan. !ntervensi politik serta munDuln?a @aktor nonAteknis seperti praktek korupsi di internal penegak hukum men9adi pen?ebab terhambatn?a upa?a pemberantasan korupsi ?ang dilakukan oleh kedua institusi tersebut. =ambatan tersebut sesungguhn?a dapat diminimalisir dengan adan?a koordinasi dan ker9asama antara semua institusi penegak hukum seperti KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan. Jika koordinasi dan ker9asama ini dilakukan dengan baik maka akan semakin memudahkan untuk men9erat para pelaku korupsi% khususn?a pelaku kelas kakap. Eleh karenan?a memberda?akan institusi lain seperti Kepolisian dan Ke9aksaan dalam kerangka penguatan tugas koordinasi dan supervisi KPK dinilai sangat urgent untuk dilakukan. Selain dari aspek penindakan% @ungsi koordinasi dan supervisi dari KPK ?ang 9uga harus diperkuat adalah pada aspek penDegahan. Dibanding dengan langkah penindakan% ker9a supervisi dan koordinasi KPK pada bagian penDegahan sudah dilakukan se9ak '++/ lalu meski tidak mendapatkan perhatian publik maupun media seDara luas. Koordinasi dan supervisi KPK pada aspek penDegahan 9uga dinilai penting dalam mendukung upa?a pemberantasan korupsi men9adi lebih maksimal. Selain di bidang penindakan% tugas Koordinasi KPK 9uga menDakup 1ila?ah penDegahan. Seperti diatur pada Pasal ) huru@ (e)% bah1a dalam melaksanakan tugas Koordinasi% KPK ber1enang: meminta laporan instansi terkait mengenai penDegahan tindak pidana korupsi. Demikian 9uga dengan ke1nangan Supervisi di bidang penDegahan. Pada Pasal , a?at (()% diatur: dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam pasal $ huru@ b% KPK ber1enang melakukan penga1asan% penelitian% atau penelahaan terhadap instansi ?ang men9alankan tugas dan 1e1enangn?a ?ang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi% dan instansi ?ang melaksanakan pela?anan publik. 6uasn?a ke1enangan KPK ?ang diberikan oleh undangAundang men9adikan penelitian ini tidak mungkin bisa menDakup semua ke1enangan tersebut. Eleh 10 karena itu% sesuai dengan latar belakang pembentukan KPK% ?aitu belum e@ekti@n?a lembaga penegak hokum ?ang lama dalam pemberantasan korupsi% maka penelitian ini akan dititikAberatkan pada kebi9akan dan pelaksanaan koordinasi dan supervisi di bidang penindakan. =al ini bukan berarti penindakan lebih penting daripada penDegahan% akan tetapi diharapkan dalam kesempatan ?ang lebih luas ke depan% penelitian ?ang lebih konprehensi@ tentang kebi9akan dan pelaksanaan koordinasi dan supervisi di bidang penDegahan dapat dilakukan. 7ahkan% untuk menigkatkan kiner9a KPK dalam upa?a memimpin pemberantasan korupsi di !ndonesia% keseimbangan antara lima tugas KPK seperti ?ang diatur di Pasal $ >> KPK sangat dibutuhkan. 2! Rumusan %asalah Penelitian ini men?oroti tiga permasalahan: a. Pelaksanaan tugas dan ke1enangan Koordinasi dan Supervisi KPK khususn?a dibidang penindakan. b. Kelembagaan Koordinasi dan Supervisi di KPK. c. Kebi9akan KPK dan lembaga penegak hukum berkaitan dengan Koordinasi dan Supervisi pemberantasan korupsi. +! Tu9uan Penelitian u9uan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi terhadap penguatan KPK dalam @ungsi koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi. =al ini diharapkan akan berimplikasi pada penguatan Kepolisian dan Ke9aksaan ?ang bersinergi dengan KPK dalam melakukan upa?a pemberantasan korupsi. D! 3egunaan Penelitian Diharapkan kegunaan penelitian ini adalah dapat men9adi aDuan bagi KPK dalam memperkuat @ungsi koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi. E! Lokasi Penelitian 6okasi penelitian ini dilakukan di empat kota ?aitu Jakarta% Padang% Gog?akarta% dan Semarang. F! -aktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama ) (tu9uh) bulan dari Februari '+(( sampai September '+((. 7! %etodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitati@. Pendekatan tersebut dilakukan dengan metode : a. :a1anDara dengan nara sumber ?ang relevan termasuk dari KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian% 6embaga S1ada?a 8as?arakat pada level nasional dan lokal. b. +or$shop dengan narasumber dari KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian% Perguruan inggi% 6embaga S1ada?a 8as?arakat ?ang diselenggarakan di =otel !nterDontinental Jakarta B( 8aret '+((. c. ,ocus Group Discussions dengan narasumber dari KPK% Ke9aksaan dan 11 Kepolisian% Perguruan inggi% 6embaga S1ada?a 8as?arakat ?ang diselenggarakan di =otel Cemara Jakarta '/A'- 8ei '+((. d. 8en9adi peserta dan narasumber dalam 6okakar?a 8ana9emen erpadu Penanganan Korupsi di JC62C% Semarang% ?ang dihadiri oleh per1akilan lembaga penegak hukum (Kepolisian% Ke9aksaan dan KPK)% dan lembaga terkait seperti PP4K dan Direktorat Jenderal Pa9ak pada Kementrian Keuangan 5!. e. Studi Dokumen dari media% peraturan dan laporan internal dari KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian% dan dokumen lain ?ang bersi@at tertutup. $! "truktur Penelitian Ka9ian dibagi dalam ) (tu9uh) bagian. Setelah 7agian Pendahuluan% 7agian Kedua menDermati tentang persoalan korupsi di !ndonesia. 7agian ini membahas mengenai Kondisi Pemberantasan Korupsi di !ndonesia% 6embaga Penegak =ukum ?ang 8enangani Korupsi (Kepolisian% Ke9aksaan dan KPK) dan keberadaan KPK sebagai -rigger .echanism/ Pada 7agian Ketiga% menguraikan mengenai praktek koordinasi dan supervisi KPK dan menDermati dari @ungsi supervisi dan koordinasi dari aspek hukum maupun kelembagaan. 7agian Keempat% men9abarkan Dontoh penerapan ?ang dinilai berhasil dan dapat di9adikan aDuan (best practice) dari @ungsi koordinasi dan supervisi ?ang di9alankan KPK bersama Kepolisian dan Ke9aksaan. iga perkara ?ang men9adi aDuan adalah perkara korupsi di Situbondo% Kendal dan 6angkat. 7agian kelima% membahas mengenai praktek koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi di berbagai negara. 7ahasan ?ang diperdalam tidak sa9a aspek penindakan namun 9uga aspek penDegahan. 7agian keenam% adalah bagian penting dalam penelitian ini ?ang membahas mengenai upa?aAupa?a memperkuat dan memaksimalkan upa?a pemberantasan korupsi khususn?a dari aspek koordinasi dan supervisi. 7agian terakhir adalah bagian ketu9uh ?ang merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian ini. H H H 12 2A2 II 3P3 DAN TANTAN7AN PE%2ERANTA"AN 3OR.P"I DI INDONE"IA A! 3ondisi Pemberantasan 3oru,si di Indonesia Pemberantasan korupsi di !ndonesia% dengan segala ketidakmaksimalann?a sesungguhn?a sudah mulai tumbuh se9ak tahun '++/ hingga saat ini. Jika indeks !ndonesia dalam Corruption Perception Index di9adikan salah satu indikator untuk membaDa kondisi korupsi di !ndonesia% terDatat dari tahun '++( sampai '++B% indeks !ndonesia stagnan di angka (%*% kemudian meningkat di tahun '++/ ter9adi kenaikan +%, poin dari tahun '++/ hingga '+(+. 13 abel (: Corruption Perception Index (CPI) Indonesia ())*:()*) Tahu n Indonesia CPI Rangking 2001 1.9 88 2002 1.9 96 2003 1.9 122 2004 2.0 133 2005 2.2 137 2006 2.4 130 2007 2.3 143 2008 2.6 126 2009 2.8 111 2010 2.8 110 Sumber: transparency.org 4ngka CP! ini bisa dilihat seDara positi@% akan tetapi indeks ini belum maksimal% karena dalam per9alanann?a serangan balik ('ight bac$) terhadap upa?a pemberantasan korupsi terus ter9adi. korupsi politik semakin men9adiA9adi. dana 4P7N dan Sumber Da?a 4lam dikorupsi melalui kebi9akan dan persekongkolan elit oligarki% dan lembaga hukum produk re@ormasi dilemahkan seDara sistematis melalui saranaAsarana demokrasi ?ang diba9ak oleh elit. SektorAsektor ?ang dinilai paling rentan korupsi sebenarn?a tidak mengalami perubahan sigini@ikan se9ak tahun '++B hingga hari ini. 2mpat seDtor terkorup masih berada di Partai Politik% Parlemen% Pengadilan% dan Polisi. Di ahun '++- memang terdapat sedikit perbedaan% dimana 7eaACukai (Costum) masuk dalam list keA/ institusi terkorup di !ndonesia. 4kan tetapi% seDara umum empat sektor terkorup dari tahun '++B hingga '+(+ masih sama. Selengkapn?a dapat dilihat dari table diba1ah ini: abel ': Global Corruption Barometer (GCB) Indonesia ());:()*) Tahu n I II III IV 200 3 Pengadilan Partai Politik Utilitis Polisi 200 4 Partai Politik Parlemen Bea Cukai Pengadilan 200 5 Partai Politik Parlemen Polisi Bea Cukai 200 6 Parlemen Polisi Pengadilan Partai Politik 200 7 Polisi Parlemen Pengadilan Partai Politik 200 Parlemen Pengadilan Pelayanan Publik Partai Politik 14 9 20 0 Parlemen Partai Politik Polisi Pengadilan !u"#e$% T$ans&a$en'()o$g Dari / sektor ?ang paling terin@eksi korupsi diatas dapat% seDara umum dapat dikelompokkan men9adi dua% ?aitu: sektor Politik dan sektor Penegakan =ukum. erkait dengan penguatan pemberantasan korupsi melalui tugas koordinasi dan supervisi% @okus penelitian ini tentu harus diarahkan pada sektor ?ang kedua% ?aitu: Kepolisian% Ke9aksaan dan Pengadilan. 7agaimana institusiAinstitusi penegak hukum ini dinilai oleh publikI 7erdasarkan hasil surve? 6embaga Surve? !ndonesia (6S!) di tahun '+(+% kita menemukan data ?ang menarik dan relative linier dengan pendekatan seDtor terkorup ?ang dilakukan oleh ransparenD? !nternasional (!) melalui 3C7. 6S! membaDa tingkat kepuasan publiD terahdap upa?a pemberantasan korupsi ?ang dilakukan diba1ah kepemimpinan Presiden S7G% kemudian menurunkanna dengan memotret sisi integritas penegak hukum dari empat pendekatan: Pertama% penDegahan korupsi internal. Nilai untuk kepolisian tern?ata (A(,%B). Ke9aksaan (A()%$). Pengadilan (A(-)% dan KPK &(-. !edua% !ndependen penegak hukum dari politik. Kepolisian (A((). Ke9aksaan (A(/)% Pengadilan (A(/)% dan KPK &(-. !etiga% !ndependensi dari pengusaha. Kepolisian (A(,). Ke9aksaan (A'(). Pengadilan (A'()% dan KPK &('% !eempat% !ndependensi dari korupsi. Kepolisian (A'$)% Ke9aksaan (A(,)% Pengadilan (A'+)% dan KPK &(*. 3ra@ik (: "ur4ey Integritas Lembaga Penegak $ukum Tahun ()*) 4ngkaAangka diatas bukanlah nilai ?ang baik apalagi memuaskan. erlihat dari semua indikator han?a KPK ?ang mendapatkan peringkat positi@ meskipun han?a berkisar dari nilai (-A'$% sedangkan Kepolisian% Ke9aksaaan dan Pengadilan 15 semuan?a berada diba1ah garis a0is horiJontal. Faktor ?ang paling berpengaruh dari empat indiDator ?ang digunakan 6S! tersebut adalah independensi penegak hokum dari pengusaha dan korupsi. =al ini bisa diartikan% penegak hukum di !ndonesia masih belum mampu seDara maksimal me?akinkan publik bah1a mereka independen dan tidak terpengaruh dalam men9alankan tugasn?a baik oleh kekuatan atau intervensi politik% ra?uan pengusaha ataupun korupsi di internal institusi mereka sendiri. Dalam konteks penguatan pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi% potret ?ang diperlihatkan oleh surve? 6S! diatas tentu sa9a tetap perlu dimaknai seDara kritis oleh KPK. 4rtin?a% hingga tahun '+(+ KPK belum maksimal melaksanakan @ungsi koordinasi dan supervisin?a terhadap penegak hukum. Pen?ebab dan kendala pelaksanaan @ungsi ini akan dibahas lebih 9auh pada bab khusus di penelitian ini. 2! Desentralisasi 3oru,si PasDa re@ormasi bergulir di !ndonesia% bentuk sistem pemerintahan ?ang a1aln?a sentralistis kemudian bergeser pada distribusi ke1enangan ke daerah. Dengan dasar amandemen >>D (*/-% kemudian diundangkann?a untuk pertama kali >> No. '' tahun (*** tentang Pemerintahan Daerah% >> No. B' tahun '++/ #o >> (' tahun '++, tentang Pemerintahan Daerah% maka desentralisai sistem pemerintahan diterapkan di !ndonesia. Semangat otonomi daerah ini dilihat seDara positi@ oleh se9umlah kalangan% karena diharapkan bisa mengkoreksi sentralisasi sumberda?a% keuangan dan kekuasaan ?ang selama ini ada di Jakarta atau pusat% kemudian bisa terdistribusi seDara rasional melalui konsep otonomi daerah. 4kan tetapi% desentralisasi ini tern?ata 9uga men?isakan masalah. Desentralisasi ke1enangan tern?ata 9uga berakibat pada desentralisasi korupsi. ingkat korupsi di daerah tidak kalah hebat dan menghanDurkan disbanding Jakarta. 7erdasarkan Datatan Indonesia Corruption +atch terdapat (/, kelapa daerah ?ang pernah terkait korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi% ?aitu: (* 3ubernur% ( :akil 3ubernur% () :alikota% , :akil :alikota% ,/ 7upati% dan (* :akil 7upati. Pergeseran ke1enangan ke daerah ?ang tidak diikuti oleh pembenahan institusi penegak hukum dan perombakan s?stem ?ang member peluang korupsi men9adikan daerah sebagai tempat korupsi baru. 8odus korupsi ?ang dilakukan beragam% mulai dari korupsi konvensional dalam pengadaan barang dan 9asa% pen?alahgunaan keuangan dana bantuan soDial untuk kepentingan politik% penggelapan bantuan beras% hingga korupsi kebi9akan dalam konsensi sumber da?a alam seperti hutan dan tambang. 7erdasarkan data laporan mas?arakat ?ang masuk ke KPK% desentralisasi korupsi tersebut terlihat 9elas. 8eskipun angka tertinggi laporan masih berada di Jakarta% akan tetapi% tern?ata hampir semua daerah di !ndonesia diduga ter9adi korupsi ?ang tidak kalah masi@n?a. Diba1ah ini terdapat (+ daerah dengan laporan kasus korupsi tertinggi ?ang masuk ke KPK% dimana laporan dugaan korupsi tern?ata tidak han?a terpusat di pulau Ja1a% melainkan 9uga Sumatera (/ provinsi)% Sula1esi% dan Kalimantan. 16 abel B8 *) Daerah dengan La,oran Dugaan 3oru,si ,ada 3P3 Tertinggi (ahun '++/ C '+(+) No) P$o&insi *u"+ah La&o$an DKI Jakarta 7329 2 Jawa Timur 3966 3 Sumatera Utara 3587 4 Jawa Barat 3100 5 Jawa Tengah 2675 6 Sumatera Selatan 1929 7 Sulawesi Selatan 1346 , Riau 1306 9 Kalimantan Timur 1286 0 Jambi 875 !u"#e$% a''h - k&k Fenomena Desentralisasi Korupsi ini tidak mungkin bisa dihadapi dan diberantas oleh KPK sendirian. erutama karena KPK memang lebih didisain oleh undangA undang sebagai pendorong dengan @ungsi trigger mechanism. Dan% KPK pun sampai akhir tahun '+(( ini belum mempun?ai kantor per1akilan dengan delegasi ke1enangan ?ang utuh selain per1akilan untuk pelaporan di Nanggroe 4Dah Darusalam. Pusat Ka9ian 4ntikorupsi Fakultas =ukum >38 (PuK4t Korupsi F=>38) pernah memberikan rekomendasi agar KPK membentuk kantor per1akilan daerah% dengan alternati@ sebagai berikut 7 : 1. %odel "entralisasi: KPK han?a satu% akan tetapi dimungkinkan: a. Penguatan pemberantasan korupsi di daerah dengan memaksimalkan ke1enangan koordinasi% supervisi% dan monitoring. b. 8embentuk special 'orce daerah ?ang bersi@at ad hoc tergantung kebutuhan KPK dalam pelaksanaan tugasn?a. 2. %odel dekonsentrasi: ada pelimpahan tugas dan ke1enangan dari KPK pusat di Jakarta ke KPK per1akilan di daerah% dengan tiga varian: dekonsentrasi sebagian% dekonsentrasi sebagian ?ang bergeser men9adi dekonsentrasi penuh% atau langsung dekonsentrasi penuh. 8odel dekonsentrasi ini memiliki se9umlah Datatan: 7 Pusat Kajian Antikorupsi FHUGM, Policy Paper; Studi Kelayakan KPK Perwakilan, PuKAt FHUGM, LDF, Yogyakarta, 2009 17 a. 4dan?a potensi pelemahan KPK di daerah karena s?stem penga1asan ?ang belum Dukup kuat b. Kurang sesuai dengan prinsip pelaksanaan tugas KPK sebagai trigger mechanism. 8asingAmasing alternati@ ?ang diusulkan oleh PuK4t Korupsi F=>38 tersebut tentu pun?a kelebihan dan kekurangan. Namun% hingga saat ini KPK han?a berada di Jakarta% meskipun terDatat pernah mengusulkan pada DP5 agar membentuk se9umlah KPK per1akilan. SeDara parallel% pasDa diundangkann?a >ndangA >ndang Nomor /$ tahun '++* tentang Pengadilan indak Pidana Korupsi% pengadilan khusus ini pun tern?ata dalam perkembangnn?a sudah mulai beker9a di daerah. ahap pertama% dibentuk pengadilan ipikor di 7andung% Semarang dan Suraba?a% kemudian berdasarkan Keputusan Ketua 8ahkamah 4gung Nomor +''#K84#SK#!!#'+(( tanggal +) Februari '+(( dibentuklah (/ Pengadilan indak Pidana Korupsi lainn?a di daerah% dan sesuai dengan Pasal B >> Pengadilan ipikor% maka pengadilan ini akan dibentuk seDara bertahap hingga ada di seluruh kabupaten#kota. Sesuatu ?ang sangat ambisius dan sudah dikritik keras dalam proses pembahasan 5>> di DP5 sebenarn?a. 4kan tetapi% ken?ataan hukum ini tentu tidak bisa diabaikan oleh KPK sebagai institusi ;inti< dalam upa?a pemberantasan korupsi di !ndonesia. Pertan?aann?a% apakah KPK akan memilih menggunakan ke1enangann?a untuk membentuk KPK per1akilan di daerah ?ang dimungkinkan berdasarkan Pasal (* a?at (') >> KPK% bah1a: !P! dapat membentu$ per%a$ilan di daerah pro)insi. 4tau% tetap memilih konsep sentralisasi KPK dengan memaksimalkan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi% sehingga pemberantasan korupsi di daerah akan lebih ban?ak dilakukan oleh Kepolisian dan Ke9aksaan. 8engaDu pada 5enDana Strate9ik KPK tahun '++, C '+((% tampakn?a KPK lebih memilih untuk mendorong penanganan kasus korupsi ke daerah ?ang ditangani oleh Kepolisian Daerah atau Ke9aksaan inggi% dengan dua alternati@ tindakan: 1. Diserahkan sepenuhn?a sesuai dengan ke1enangan Polri dan Ke9aksaan 2. Digunakan ke1enangan KPK% namun pelaksanaan dilakukan oleh aparat penegak hukum setempat. Dua alternati@ diatas dalam praktekn?a tentu pun?a varianAvarian turunan% seperti pada alternati@ kedua% dimana ke1enangan dan anggaran KPK dapat digunakan oleh Polri dan Ke9aksaan untuk menangani sebuah kasus korupsi daerah. Pembagian tugas penanganan tersangka 9uga bisa dilakukan. Karena Ke9aksaan dan Kepolisian memiliki kendala ke1enangan seperti dibutuhkann?a iJin pemeriksaan Presiden 9ika akan memproses kepala daerah% atau iJin 3ubernur 7! untuk membuka in@ormasi rekening tersangka. Ker9asama ke1enangan ini dapat dilakukan 9ika antara KPK% Polri dan Ke9aksaan tidak lagi terdapat hambatan psikologis seperti egoAsektoral. +! Tantangan untuk 3P3 8enghadapi realita dan @enomena korupsi ?ang kuat di pusat% dan desentralisasi korupsi di daerah ?ang seringkali seDara langsung merugikan mas?arakat% maka 18 KPK sesungguhn?a mendapat tantangan ?ang tidak keDil. Selama ini KPK sudah berhasil menangani se9umlah kasus korupsi besar ?ang dalam pandangan publik tidak mungkin pernah terpikirkan akan bisa ditangani tanpa adan?a KPK% seperti korupsi ?ang dilakukan oleh 8enteri% 3ubernur 7ank !ndonesia% anggota DP5#DP5D% Kepala Daerah% bahkan bagian dari keluarga Presiden 5!. Perkembangan penanganan kasus KPK dapat dilihat di gra@ik diba1ah ini: 3ra@ik ': 3asus 3oru,si yang Ditangani 3P3 ())<:()*) Se9ak tahun '++/ hingga '+(+% KPK terDatat sudah menangani (*$ perkara korupsi dengan persebaran aktor dan modus korupsi. Sedangkan keuangan negara dan aset ?ang berhasil diselamatkan di bidang penDegahan dan penindakan adalah 5p. $%B'/ riliun. 4ngka ini didapatkan dari (' item ?ang dilaporkan seDara terpisah oleh KPK melalui laporan tahunan '++/A'+(+% ?aitu: >ang pengganti korupsi ?ang ditetapkan pengadilan% uang rampasan% grati@ikasi% uang sitaan hasil korupsi% denda% 9asa lembaga keuangan#giro#dll% bia?a perkara% hasil pengembalian uang negara% pelunasan ganti kerugian% pen?elamatan aset dan keka?aan negara dari kegiatan usaha hulu migas% penertiban barang negara% barang sitaan dan rampasan dalam proses lelang% pendapatan anggaran dan lainAlain% dan denda keterlambatan peker9aan pemerintah. Dalam bentuk gra@ik% pen?elamatan aset dan keuangan negara tersebut dapat dilihat dalam visualisasi diba1ah ini: 7raik ;8 Penyelamatan Aset dan 3euangan Negara oleh 3P3 (ahun '++/ C '+(+) Dari (' item penerimaan% otal: 5p.$%B'/ riliun Sumber: Laporan Tahunan KPK 2004-2010 dan Laporang Keuangan KPK 8emang harus diakui% KPK sudah memberikan perspekti@ dan harapan baru dalam pemberantasan korupsi. 4kan tetapi kritik terhadap KPK pun bukann?a tidak ada. Konsistensi KPK untuk @oDus pada kasusAkasus korupsi dengan kerugian keuangan Negara ?ang tinggi sesuai dengan target perolehan asset reDover? ?ang maksimal tampakn?a belum diker9akan seDar serius oleh lembaga 19 ini. =ingga '+(+% kasus dengan kerugian Negara ?ang tinggi baru disentuh di sektor Kehutanan% ?aitu di Kalimantan imur dan Pelela1an 5iau. 4kan tetapi% dalam kasus Pelela1an KPK tidak berhasil mengembalikan seDara maksimal kerugian Negara ?ang dinikmati (- perusahaan ?ang mendapatkan keuntungan dari kebi9akan korupti@ pemerintahan daerah. Kasus korupsi di seDtor Pertambanganpun belum ada ?ang sampai di tingkat pen?idikan. Ke depan% diharapkan KPK seDara serius masuk di seDtorAsektor sumber da?a ala mini% selain 9uga mere@ormulasi strategi untuk prioritas pada mega korupsi% terutama terkait dengan pemenuhan tugas koordinasi dan supervisi. Catatan lain ?ang men9adi tantangan KPK dan tangangan bangsa ini adalah terus ter9adin?a corruptors 'ight bac$ terhadap KPK. Delegitimasi dilakukan dengan berbagai Dara% baik dengan sarana hukum ?ang demokratis seperti menga9ukan 0udicial 1e)ie% ke 8ahkamah Konstitusi 5!% revisi >> KPK untuk pembubaran dan pelemahan KPK% dan tekanan% intervensi serta delegitimasi institusi KPK di ruang politik. >pa?a pelemahan ?ang sama 9uga pernah ter9adi untuk se9umlah lembaga antikorupsi sebelum KPK ada% sebagian dari tu9uh institusi ?ang pernah ada tersebut dibubarkan ketika hendak men?entuh korupsi kekuasaan. 7erdasarkan Datatan !ndonesia Corruption :atDh% pernah ada tu9uh lembaga antikorupsi di !ndonesia% seperti ?ang diuraikan diba1ah ini. Pertama% im Pemberantasan Korupsi ?ang dibentuk melalui Keppres No '',#(*$). !edua% im Komisi 2mpat ?ang dibentuk pada tanggal B( 9anuari (*)+ dengan Keppres ('#(*)+ . !etiga% Komisi 4ntiAKorupsi (K4K). !eempat% im EPS!7 di tahun (*)) melalui !npres *#(*)). !elima% tahun (*,' im Pemberantas Korupsi diakti@kan kembali meski keppres ?ang mengatur tugas dan ke1enangan tim ini tidak pernah diterbitkan. !eenam% Komisi Pemeriksaan Keka?aan Pen?elenggara Negara (KPKPN) ?ang dibentuk melalui Keppres No (')#(***. dan% !etu#uh% im 3abungan Pemberantasan indak Pidana Korupsi (3PK) ?ang dibentuk berdasarkan PP No (*#'+++. H H H 20 2A2 III 3OORDINA"I DAN ".PER5I"I A! Tugas 3oordinasi 3P3 >ndangA>ndang KPK tidak memberikan de@inisi khusus mengenai koordinasi. 7ila meru9uk dra@ Pen9elasan Pasal $ >> KPK% ?ang dimaksud dengan koordinasi adalah bah1a dalam melaksanakan tugas dan 1e1enangn?a% KPK memberikan pengarahan% pedoman% petun9uk% atau melakukan ker9asama dengan instansi terkait dengan kegiatan pemberantasan korupsi dan instansi ?ang dalam melaksanakan pela?anan publik berpotensi korupsi. 8 Jika dihubungkan dengan 1e1enang KPK dalam pelaksanaan koordinasi sebagaimana diatur dalam Pasal ) >> KPK% de@enisi di atas sangat relevan. Sehingga sekalipun tidak dimuat dalam >> KPK% tidak keliru 9uga bila de@enisi tersebut men9adi ru9ukan dalam membahas tugas koordinasi KPK. 8 Ran+angan Penjelasan UU KPK, /akarta '' "eptember 200', tanggal 0 /uli 200' 21 6ahirn?a tugas koordinasi KPK tidak terlepas dari tekat pembuat undangAundang untuk men9aga agar 9angan sampai ter9adi kondisi dimana pembentukan suatu lembaga baru berakibat manduln?a peranan lembaga penegak hukum lainn?a. 9
7ila KPK diberikan tugas ?ang persis sama dengan lembaga penegak hukum lain tanpa ada pembedaan% tentun?a akan ter9adi tupang tindih ke1enangan ?ang dapat memandulkan salah satu lembaga. Sehingga bila sebuah lembaga penegakan hukum dibentuk% maka mesti ada spesi@ikasi tugas ?ang diberikan padan?a. =al ini ditu9ukan agar (() tidak ter9adi tumpang tindih ke1enangan. (') lembaga ?ang satu tidak mereduksi keberadaan ?ang lain% melainkan harus saling mendukung. (B) 9angan sampai ter9adi kon@lik atau tarik menarik ke1enangan. Dalam hal ini% spesi@ikasi tugas KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi. Khusus untuk tugas koordinasi dalam pemberantasan korupsi dapat dimaknai bah1a KPK merupakan koordinator dalam pemberantasan korupsi. 8eru9uk Pasal ) >> KPK% KPK men9adi koordinator untuk (() penindakan tindak pidana korupsi% dan (') menDegah ter9adin?a tindak pidana korupsi. Pertama dalam hal penindakan% KPK mengkoordinir proses pen?elidikan% pen?idikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini% penindakan seluruh tindak pidana korupsi oleh kepolisian dan ke9aksaan mesti berada diba1ah koordinasi KPK. 7ahkan dalam proses pembahasan >> KPK sempat terbersit usulan dari Fraksi Demokrasi Kasih 7angsa (PDK7) agar diterapkann?a kebi9akan satu pintu (one gate policy) dimana ke1enangan pen?idikan diperDa?akan pada KPK dan selan9utn?a KPKAlah ?ang menetapkan keterlibatan kepolisian dan atau ke9aksaan. 10 Dalam konteks mengkoordinir proses penindakan% KPK ber1enang untuk meminta in@ormasi tentang seluruh kegiatan penindakan tindak pidana korupsi kepada instansi kepolisian dan ke9aksaan. 6ebihAlebih lagi bila penindakan itu dilakukan terhadap tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal (( >> KPK% ?aitu : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal $ huru@ D% Komisi Pemberantasan Korupsi ber1enang melakukan pen?elidikan% pen?idikan% dan penuntutan tindak pidana korupsi ?ang : a. melibatkan aparat penegak hukum% pen?elenggara negara% dan orang lain ?ang ada kaitann?a dengan tindak pidana korupsi ?ang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau pen?elenggara negara. b. mendapat perhatian ?ang meresahkan mas?arakat. dan#atau 9 1raksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia, Pemandangan Umum atas Ran+angan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, /akarta '' "eptember 200', lm$ 2 10 1raksi Partai &emokrasi Kasi Bangsa, Pandangan Umum *engenai Ran+angan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, /akarta, 2' "eptember 200', lm$ 2 22 c. men?angkut kerugian negara paling sedikit 5p. (.+++.+++.+++%++ (satu mil?ar rupiah). !edua dalam melakukan penDegahan% KPK mengkoordinasikan dengan berbagai instansi terkait mengenai penDegahan ter9adin?a tindak pidana korupsi. !nstansi terkait disini tidak han?a kepolisian dan ke9aksaan sa9a% melain 9uga termasuk institusi lain seperti 7adan Pemeriksa Keuangan (7PK)% 7adan Penga1as Keuangan dan Pembangunan (7PKP)% dan lembaga#badan lainn?a. Dalam hal ini% KPK dapat men?usun 9aringan ker9a (net%or$ing) ?ang kuat dan memperlakukan institusi ?ang telah ada sebagai &counterpartner& ?ang kondusi@ sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan seDara e@isien dan e@ekti@. Sekalipun bertindak sebagai koordinator dalam penindakan dan penDegahan tindak pidana korupsi% KPK bukanlah sebuah lembaga super body. Sebagaimana disampaikan Fraksi 3olkar dalam pandangan umumn?a ketika membahas 5>> KPK bah1a KPK tidak men9adi super dan permanent body% melainkan men9adi pendorong dan penuntas proses pemberantasan tindak pidana korupsi. 11
Keberadan KPK adalah untuk mendorong agar institusiAinstitusi penegak hukum ?ang ada tapi ;lumpuh< atau belum ber@ungsi sebagaimana adan?a% kelak men9adi sebuah institusi penegak hukum ?ang mampu dan ber@ungsi kembali seperti apa ?ang diharapkan publik. 12
Dalam konteks itulah posisi KPK sebagai lembaga ?ang men9adi pemiDu dan pemberda?aan institusi ?ang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism)% maka KPK diharapkan tidak memonopoli penanganan kasus korupsi di institusin?a. Pelaksanaan @ungsi sudah terlihat se9ak tahun '++/ hingga '+(+. Dari ).(,B 9umlah laporan mas?arakat ?ang ada indikasi korupsi% KPK han?a menangani '.,/* laporan% sedangkan /.BB/ laporan diteruskan ke institusi lain ?ang terkait. Perkembangan penanganan dan distribusi laporan mas?arakat ?ang diterima KPK dapat diperhatikan seDara lebih detail dalam tabel diba1ah ini: Tabel <8 Penanganan La,oran %asyarakat di 3P3 (Per: Desember '+(+) No ) .$aian *u"+a h Pe$se n Laporan Total 45,301 2 Sudah Ditelaah 44,797 98.89% 3 Sedang Ditelaah 504 1.13% 4 Indikasi Korupsi 7,183 16.03% 5 Bukan Korupsi 29,623 66.13% 11 1raksi Partai 3olongna Kar)a, Pandangan Umum atas Ran+angan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, '' "eptember 200', lm$ 4 12 Ibid$ 23 6 /i0angani 1P1 22,49 6)363 7 /i0e$uskan ke Ins0ansi +ain 42333 9)673 , Dikembalikan pada pelapor untuk melengkapi 7,991 17.84% !u"#e$% a''h-1P1 Jumlah penanganan kasus korupsi ?ang berasal dari laporan mas?arakat oleh KPK ?ang tern?ata han?a $%B$F dari semua laporan kasus ?ang sudah ditelaah selama ini tidak terekspose seDara maksimal. Karena itulah% se9umlah suara sinis sering mengatakan bah1a KPK telah melanggar undangAundangn?a sendiri karena terkesan memonopoli penanganan kasus korupsi. 4sumsi tersebut terbantahkan dengan data perkembangan penanganan laporan mas?arakat seperti ?ang terlihat diatas. Sedangkan untuk pen?ebaran kasusAkasus korupsi ?ang diteruskan ke instansi lain% dari /.BBB laporan mas?arakat dengan indikasi korupsi atau *%$)F% 9umlah kasus korupsi ?ang diteruskan terban?ak adalah pada Ke9aksaan% ?aitu (.$/- kasus atau B)%*$F% kemudian Kepolisian se9umlah **' kasus atau ''%,*F. 7erdasarkan data ?ang didapatkan% KPK tern?ata tidak han?a meneruskan pada dua lembaga penegak hukum tersebut% tetapi 9uga kepala !nspektorat Jenderal% 7PKP% 7PK% 7a1asda dan 8ahkamah 4gung. Distribusi laporan mas?arakat ?ang dteruskan oleh KPK pada tu9uh instansi lainn?a sampai dengan Desember '+(+% dapat dilihat pada tabel diba1ah ini: Tabel =8 3asus Dugaan 3oru,si yang Diteruskan 3P3 ke Instansi Lain (Per: Desember '+(+) No ) Ins0ansi Tahun Pe$sen 2004 2005 2006 2007 200, 2009 20 0 *u"+ah 1 Kejaksaan 463 480 234 227 236 4 1 1,645 37.96% 2 Kepolisian 205 320 153 158 147 8 1 992 22.89% 3 Itjen dan LPND 153 218 78 40 45 29 20 583 13.45% 4 BPKP 112 120 87 32 9 13 6 379 8.75% 5 BPK 33 49 50 81 73 50 26 362 8.35% 6 Bawasda 85 102 41 25 17 12 6 288 6.65% 7 MA 39 26 6 6 6 1 0 84 1.94% 090 35 649 569 533 7 60 42333 Sumber: acch-KPK Dari data pen?ebaran kasus tersebut sebenarn?a dapat dibaDa bah1a upa?a untuk tidak memonopoli penanganan kasus korupsi di KPK sebenarn?a ber9alan. 8eskipun pelaksanaan @ungi koordinasi ini tentu tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan @ungsi supervisi. Karena% 9ika dalam ken?ataann?a unsurAunsur Pasal * >> KPK terpenuhi% atau diantara kasusAkasus korupsi ?ang didistribusikan oleh 24 KPK tersebut bermasalah dan menghalami kendala% maka KPK di titik tertentu haruslah seDara tegas bisa melakukan pengambilalihan dalam kerangka tugas supervisi. 2! Tugas "u,er4isi 3P3 Sama haln?a dengan tugas koordinasi% >> KPK 9uga tidak memberikan de@enisi khusus bagi tugas supervisi. De@enisi supervisi han?a ditemukan dalam Dra@ Pen9elasan 5>> KPK. Dalam Dra@ Pen9elasan tersebut dikatakan bah1a supervisi adalah tindakan pemantauan% penga1asan% penelitian% atau penelaahan terhadap instansi ?ang men9alankan tugas dan 1e1enangn?a ?ang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi% dan instansi ?ang dalam melaksanakan pela?anan publik berpotensi korupsi. 13 Supervisi merupakan salah satu tugas KPK sebagaimana diatur dalam Pasal $ huru@ b. >> KPK% ?ang men?atakan bah1a KPK mempun?ai tugas supervisi terhadap instansi ?ang ber1enang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam melaksanakan tugas tersebut% KPK diberikan ke1enangan sebagaimana diatur dalam Pasal , >> KPK% ?aitu : a. 8elakukan penga1asan% penelitian% atau penelaahan terhadap instansi ?ang men9alankan tugas dan 1e1enangn?a ?ang berkaitan dengan pemberantasan korupsi% dan instansi ?ang melaksanakan pela?anan publik. b. Dalam men9alankan tugas supervisi% KPK 9uga ber1enang untuk mengambil alih pen?idikan atau penuntutan terhadap koruptor ?ang sedang ditangani oleh kepolisian atau ke9aksaan. Dalam konteks melakukan tugas penga1asan di atas% tentun?a keberadaan KPK adalah sebagai %atchdog terhadap lembaga pemberantasan tindak korupsi ?ang telah ada% 14 baik kepolisian% ke9aksaan dan lembaga lainn?a. Dalam pelaksanaan penga1asan% KPK dapat melakukan penganbilalihan perkara dari institusi kepolisian dan ke9aksaan. =al tersebut tegas din?atakan dalam Pasal , 4?at (') >> KPK ?ang men?atakan bah1a dalam mela$sana$an %e%enang sebagaimana dima$sud pada 2yat (3) !omisi Pemberantasan !orupsi ber%enang #uga mengambil alih penyidi$an atau penuntutan terhadap pela$u tinda$ pidana $orupsi yang sedang dila$u$an oleh $epolisian atau $e#a$saan/4 Pengambilalihan sebuah perkara dari ke9aksaan dan kepolisian dapat dilakukan KPK bila terdapat kondisi atau alasan tertentu. 4lasan tersebut mengaDu kepada apa ?ang diatur dalam Pasal * >> KPK% ?aitu : a. laporan mas?arakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklan9uti. b. proses penanganan tindak pidana korupsi seDara berlarutAlarut atau tertundaAtunda tanpa alasan ?ang dapat dipertanggung9a1abkan. 13 Ran+angan Penjelasan UU KPK, /akarta '' "eptember 200', tanggal 0 /uli 200' 14 Pendapat -kir 1raksi PKB &PR-RI teradap Ran+angan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, /akarta, 25 6opember 2002, lm$2 25 c. penanganan tindak pidana korupsi ditu9ukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi ?ang sesungguhn?a. d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi. e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena Dampur tangan dari eksekuti@% ?udikati@% atau legislati@. atau f. keadaan lain ?ang menurut pertimbangan kepolisian atau ke9aksaan% penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan seDara baik dan dapat dipertanggung9a1abkan. 2nam alasan di atas dapat dikelompok men9adi dua bagian% ?aitu : pertama KPK dapat mengambil alih perkara bila kepolisian dan ke9aksaan dinilai tidak mampu melaksanakann?a. Ketidakmampuan tersebut bisa sa9a disebabkan hambatan internal lembaga terkait atau bisa 9uga karena adan?a intervensi kekuasaan eksekuti@ terhadap kepolisian dan ke9aksaan. !edua KPK dapat mengambil alih perkara karena kepolisian dan ke9aksaan dinilai tidak mau men9alankan tugasn?a sesuai peraturan perundangAundangan ?ang berlaku. Ketidakmauan bisa sa9a karena alasan penanganann?a mengandung unsur korupsi atau dapat 9uga karena seDara internal tidak ada niat baik untuk menindaklan9uti perkara tertentu. 7ila dua alasan tersebut ter9adi% maka KPK dapat melaksanakan ke1enangann?a sebagaimana diatur dalam Pasal , a?at (') >> KPK. Namun bila KPK menilai kepolisian dan ke9aksaan dapat men9alankan penindakan perkara korupsi% maka KPK han?a akan melakukan supervisi% ?aitu memastikan proses hukum ?ang di9alankan sesuai dengan aturan hukum dan strategi pemberantasan korupsi. +! Perkembangan Pelaksanaan Tugas 3oordinasi dan "u,er4isi Pada tahun '++/% dalam melakukan tugas penindakan% KPK mengkoorAdinasikan dan mensupervisi berbagai lembaga% baik instansi penegak hukum (ke9aksaan dan kepolisian) dan instansi penga1as @ungsional pemerintah (!nspektorat Jenderal% 7PKP% dan 7a1asda) dengan mengoptimalkan peran dan @ungsin?a. 15 Pelaksanaan tugas koordinasi terutama dilakukan terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh kepolisian dan ke9aksaan. 7entuk kegiatan koordinasi ?ang dilakukan% ?aitu : 16 a. 8enetapkan sistem pelaporan penanganan perkara dari kepolisian dan ke9aksaan ke KPK. b. 8eminta#mendapatkan in@ormasi ke#dari kepolisian dan ke9aksaan tentang telah dilaksanakann?a pen?idikan perkara tindak pidana korupsi dengan media in@ormasi berupa pen?ampaian Surat Pemberitahuan Dimulain?a Pen?idikan (SPDP) ke#dari kepolisian dan ke9aksaan. c. 8eminta#mendapatkan in@ormasi ke#dari kepolisian dan ke9aksaan tentang perkembangan penanganan perkara ?ang telah dilakukan pen?idikan (misaln?a% perkembangan pelaksanaan pen?idikan% pelimpahan berkas perkara ke penuntut umum% pelimpahan berkas perkara ke pengadilan% dan dihentikann?a pen?idikan#SPB). dan. 15 .aporan Taunan KPK Taun 20027 *e(ujudkan Indonesia )ang Bebas Korupsi, lm$ 5 16 Ibid$, lm$ '% 26 d. 8elaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan 9a9aran kepolisian dan ke9aksaan seDara periodik. >ntuk tahun '++/% KPK menerima SPDP dari kepolisian dan ke9aksaan seban?ak /)+ buah% ?ang terdiri dari (($ SPDP dari kepolisian dan B-/ SPDP dari ke9aksaan. 17 Sedangkan koordinasi dalam bentuk pelaksanaan pertemuan dengan 9a9aran kepolisian dan ke9aksaan pernah dilakukan KPK per 1ila?ah ker9a% ?aitu : Ja1a engah% Ja1a barat% Ja1a imur% banten% Sumatera 7arat% 6ampung% Kalimantan% dan lainn?a. 18 >ntuk tugas supervisi% KPK mengelompokkann?a men9adi dua maDam% ?aitu supervisi umum dan supervisi khusus. Supervisi umum terhadap kepolisian dan ke9aksaan dilakukan bersamaan dengan 1aktu pelaksanaan koordinasi. Sedangkan supervisi khusus terhadap perkaraAperkara ?ang ditangani ke9aksaan dan kepolisian dilakukan atas permintaan kepolisian atau ke9aksaan dan#atau atas inisiati@ dari KPK ?ang didasarkan atas pertimbangan pimpinan KPK. 4dapun pertimbangan pimpinan tersebut tersebut didasarkan pada : 19 a. Perkara#perkara ?ang melibatkan aparat penegak hukum dan#atau pen?elenggara negara. b. Perkara#perkara ?ang mendapat perhatian ?ang meresahkan mas?arakat. c. Perkara#perkara ?ang men?angkut kerugian negara sangat besar% atau d. Pertimbangan lainn?a. Pada '++/% terdapat , perkara ?ang disupervisi seDara khusus oleh KPK. Perkara tersebut meliputi ke9ahatan perbankan% pengadaan barang% pen9ualan aset% dan lain sebagain?a. Di tahun '++-% KPK semakin menun9ukkan eksistensin?a sebagai katalisator pemberantasan korupsi dan perbaikan birokrasi. Dibandingkan tahun sebelumn?a% penerimaan SPDP dari kepolisian dan ke9aksaan mengalami peningkatan. KPK telah menerima -*- SPDP ?ang terdiri dari ((, SPDP dari kepolisian dan /)) SPDP dari ke9aksaan. 20 Sedangkan pertemuan antara KPK dengan 9a9aran pimpinan% pen?idik% penuntut umum% 7PK% 7PKP dan 7a1asda 9uga dilakukan di beberapa propinsi. Pada masa ini% koordinasi KPK dengan kepolisian dan ke9aksaan di@okuskan pada ker9asama ketiga pihak dalam menangani perkara korupsi. ermasuk di dalamn?a membahas hambatan sekaligus upa?a pemeDahann?a. KPK 9uga berusaha 17 Ibid$ 18 Ibid$, lm$ '5 19 Ibid$, lm$ 20 20 .aporan Taunan KPK Taun 20007 *embangun Keper+a)aan *e(ujudkan Kepastian !ukum, lm$ ,5 27 menempatkan diri sebagai pemiDu dan pemberda?a institusi ?ang merupakan counterpartner4 ?ang kondusi@ bagi KPK dalam membangun kebersamaan pemberantasan korupsi. 21 Sementara pelaksanaan tugas supervisi umum masih dilaksanakan pada saat bersamaan dengan pelaksanaan koordinasi. Sedangkan supervisi khusus dilakukan terhadap (( perkara 22 ?ang terdiri dari perkara korupsi perbankan% korupsi dalam pengadaan barang% pen9ualan aset% pro?ek pembangunan% pelepasan ka1asan hutan% dan lain sebagain?a. Pada tahap berikutn?a% KPK terus mengembangkan pelaksanaan tugas koordinasin?a. Di '++$% KPK melaksanakan rapat koordinasi (5akor) ?ang dihadiri oleh Ketua KPK% Kapolri% Jaksa 4gung dan Kepala Ke9aksaan inggi seA !ndonesia. Dalam rakor tersebut ditandatangi Peraturan 7ersama Kapolri% Jaksa 4gung Nomor Pol: ' tahun '++$ C Nomor K2PA+(*#4#J4#+B#'++$ tanggal ) 8aret '++$% ?ang isin?a menetapkan koordinasi penanganan perkaraAperkara tindak pidana korupsi mulai dari tahap pen?elidikan% pen?idikan% dan penuntutan. 23
Disamping melakukan rapat koordinasi% KPK 9uga melakukan kegiatan koordinasi lain seperti: a. 8engirimkan rekapitulasi data Surat Pemberitahuan Dimulain?a Pen?idikan (SPDP) kepada Kapolri dan Jaksa 4gung setiap bulan% serta seDara periodik setelah B (tiga) bulan meminta laporan hasil perkembangan pen?idikan ?ang telah dilakukan. b. 8eneruskan laporan pengaduan mas?arakat tentang kemaDetan% kelambatan% dan adan?a penanganan perkara ?ang tidak tepat oleh kepolisian dan ke9aksaan berdasarkan SPDP ?ang telah dilaporkan. Selain itu KPK 9uga seDara akti@ meminta laporan perkembangan penanganan perkara ?ang sedang dilakukan. c. 8elaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi ?ang ber1enang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. >ntuk penerimaan SPDP% KPK di tahun '++$ menerima dengan 9umlah ?ang lebih ban?ak dari tahun sebelumn?a% ?aitu seban?ak ))/ SPDP tindak pidana korupsi dari kepolisian dan ke9aksaan. Se9umlah /$+ dari ke9aksaan dan B(/ dari kepolisian. 24 21 Ibid$, al$ ,% 22 .aporan Taunan KPK Taun 20007 8$, lm$ 2'-22 23 .aporan Taunan KPK Taun 2004, lm$ 22 24 Ibid$, lm$ 22 28 Sedangkan untuk tugas supervisi% selama '++$% KPK mensupervisi ' (dua) perkara terkait perkara tindak pidana korupsi ?ang pelakun?a melibatkan pe9abat legislati@ di daerah dan (B perkara terkait perkara ?ang menarik perhatian mas?arakat. 25 Di tahun '++)% tugas koordinasi kembali dilakukan dengan menggelar rapat koordinasi dengan kepolisian dan ke9aksaan untuk membahas penanganan perkaraAperkara tindak pidana korupsi dengan B+ instansi dari unsur Ke9agung% 8abes Polri% Ke9ati dan Polda. Sedangkan tugas supervisi dilakukan dalam bentuk penelitian dan penelaahan% serta gelar perkara hasil pen?idikan atau penuntutan perkara korupsi ?ang sedang dilakukan kepolisian dan ke9aksaan berdasarkan SPDP. 26 Di tahun ini% KPK 9uga melakukan supervisi terhadap () perkara ?ang tersebar di Ke9aksaan inggi dan Kepolisian Daerah di seluruh !ndonesia. Sementara koordinasi di tahun '++, 9uga dia1ali dengan pelaksanaan 5apat Koordinasi bersama Ke9aksaan 4gung dan 8abes pada tanggal (+ 4pril '++,. 27
5apat Koordinasi ini melahirkan beberapa keputusan penting sebagai berikut : 28 1. Pola ker9asama koordinasi dan supervisi dalam penindakan meliputi : tukar in@ormasi% pertemuan koordinasi kegiatan% laporan perkembangan kegiatan% penga1asan kegiatan penindakan% serta peran kepolisian dan ke9aksaan dalam pemberantasan dan penDegahan korupsi. 2. 8ekanisme pengambilan perkara korupsi didahului dengan koordinasi dan supervisi dan adan?a permintaan#pemberitahuan pengambilalihan perkara. 3. Pola khusus% meliputi : koordinasi meliputi 1aktu% tempat% bia?a% peserta% laporan dan bantuan teknis. 4. 8ateri koordinasi dan supervisi% ?aitu : sinkronisasi data tindak pidana korupsi ?ang disidik ke9aksaan dan kepolisian ?ang dilaporkan kepada KPK. Selain koordinasi% di tahun '++, 9uga dilaksanakan tugas supervisi% baik supervisi di bidang penindakan maupun di bidang penDegahan. Di bidang penindakan dilakukan supervisi di (/ 1ila?ah Kepolisian Daerah dan (/ 1ila?ah Ke9aksaan inggi. Sedangkan di bidang penDegahan dilakukan supervisi terhadap B perkara terkait la?anan terpadu satu pintu% la?anan periJinan kesehatan dan pela?anan utama bea Dukai. 29 25 Ibid$, lm$ 22-24 26 .aporan Taunan KPK Taun 200#7 Pemberda)aan Penegakan !ukum, lm$ 22 27 .aporan Taunan KPK Taun 200% 7 9ptimalisasi Pela)anan Publik, lm$ 22 28 Ibid$, lm$ 22-2, 29 Ibid$, lm$ 2# 29 7erikutn?a% koordinasi dan supervisi di tahun '++* 9uga masih dilakukan pada bidang penindakan dan bidang penDegahan. Di bidang penindakan dilakukan pemantauan penerimaan SPDP dari ke9aksaan dan kepolisian. 30 otal SPDP ?ang diterima KPK di tahun '++* ber9umlah $($ buah. erdiri dari -', dari ke9aksaan dan ,, dari kepolisian. Sedangkan koordinasi dan supervisi di bidang penDegahan dilakukan dengan mendorong re@ormasi birokrasi nasional% implementasi single identi'ication number% dan koordinasi aparat penga1as internal pemerintah. 31
Di tahun '+(+% penerimaan SPDP KPK dari kepolisian dan ke9aksaan mengalami peningkatan ta9am. =ingga akhir '+(+% KPK telah menerima (.B)' SPDP% ?ang terdiri dari (.()$ ?ang berasal dari ke9aksaan dan (*$ dari kepolisian. 32 Sedangkan tugas supervisi di bidang penindakan dilakukan dengan menerima permintaan pengembangan pen?idikan% gelar perkara% analisis bersama% maupun pelimpahan perkara. Selain itu% di tahun '+(+ KPK 9uga telah men9a1ab (*+ permintaan pengembangan pen?idikan ?ang terdiri atas $/ perkara ?ang ditangan kepolisian dan ('$ perkara ?ang ditangani ke9aksaan. 33 Sementara supervisi dibidang penDegahan dilakukan dengan kementerian terkait dan beberapa 7>8N maupun 7>8D. 4dapun ?ang men9adi @okus utama KPK adalah melakukan upa?a penertiban barang dan aset milik negara. Dari pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di bidang penindakan% khususn?a terkait SPDP ?ang diterima KPK se9ak '++/A'+(+ dapat dirangkum sebagaimana tergambar pada tabel diba1ah ini : abel $: "PDP yang diterima 3P3 34 Ins0ansi 2004 2005 2006 2007 200, 2009 200 1e&o+isian 116 118 314 169 191 88 1176 1e4aksaan 354 477 460 437 446 528 1176 To0a+ 470 595 774 606 637 616 1372 D! 3ritik 3oordinasi dan "u,er4isi "ebagai Tugas >3elas Dua? 30 .aporan Taunan KPK Taun 2005 7 Perjuangan *ela(an Korupsi Tak Perna Berenti, lm$ 22 31 Ibid$, lm$ 22-20 32 .aporan Taunan KPK Taun 20'0, lm$ 22 33 Ibid$ 34 &ata diimpun dari .aporan Taunan KPK (2002-20'0) dan ttp7::a++$kpk$go$id:in:statistik diakses 9ktober 20'' 30 Dari sisi aturan hukum ?ang mengatur tugas dan 1e1enang KPK% terlihat 9elas bah1a tugas koordinasi dan supervisi KPK tampak sangat besar. Di mana KPK adalah komandan di antara lembaga penegak hukum ?ang ada dalam proses pemberantasan korupsi. 4kan tetapi tugas koordinasi dan supervisi belum digunakan seDara maksimal oleh KPK. Dari lima tugas ?ang dimilikin?a% KPK dikatakan sukses dalam melaksanakan tugas ketiga atau ?ang disebut 9uga dengan tugas penindakan% ?aitu melakukan pen?elidikan% pen?idikan% dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi ?ang ditanganin?a sendiri. :alaupun demikian% tern?ata prestasi KPK dalam melaksanaan tugas lain tidaklah Dukup menggembirakan. Dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi misaln?a% KPK tidak mengalami perkembangan berarti dalam pelaksanaan tugas tersebut% sekedar tidak mengatakan gagal. KPK dalam hubungann?a dengan kepolisian dan ke9aksaan 9ustru mengalami @aseA@ase ketegangan ?ang sangat menDemaskan. Dalam beberapa perkara% seperti perkara 4ntasari 4Jhar% perkara 4nggodo dan 7ibitAChandra% ?ang tampak ke permukaan tak lebih dari pertarungan sengit antar lembagaAlembaga tersebut. KPK sebagai koordinator tak mampu mengambil ;kendali< atas kedua lembaga tersebut. 4lihAalih mengambil kendali koordinasi% ?ang ter9adi 9ustru disharmoni dalam hubungan KPK dengan kepolisian dan ke9aksaan. Dalam konteks ini% terlepas apakah karena ke9aksaan dan kepolisian tak ingin berada pada posisi subordinasi KPK% namun ?ang pasti mandat >> KPK untuk tugas koordinasi belum mampu dilaksanakan KPK dengan baik. >saha KPK untuk menempatkan diri sebagai pemiDu dan pemberda?a institusi ?ang merupakan counterpartner4 ?ang kondusi@ bagi KPK dalam membangun kebersamaan pemberantasan korupsi belum membuahkan hasil. 7ila dibandingkan antara pelaksanaan tugas penindakan dengan tugas koordinasi dan supervisi% anggapan bah1a pelaksaan tugas koordinasi dan supervisi merupakan tugas ;kelas dua< benar adan?a. Sedangkan tugas penindakan diposisikan sebagai tugas ;kelas satu<. Sekedar untuk membandingkan% untuk tahun '++- KPK melakukan penindakan terhadap /( perkara 35 pada tingkat pen?elidikan% pen?idikan% penuntutan dan perkara ?ang sudah diputus oleh pengadilan. Sedangkan untuk supervisi% han?a dilakukan terhadap (( perkara sa9a. Kondisi tersebut merupakan 1u9ud kesen9angan ?ang ter9adi dalam pelaksanaan tugasAtugas KPK. !ni berarti bah1a KPK menaruh perhatian lebih pada pelaksanaan tugas penindakan dibandingkan tugas koordinasi dan supervisi. Sekalipun ter9adin?a kesen9angan pelaksanaan tugas 9uga disebabkan karena besarn?a ekspektasi mas?arakat kepada KPK untuk melakukan penindakan dan penangkapan terhadap para pelaku korupsi. 36 . Namun kondisi tersebut tidak dapat 35 -nnual KPK Report 2000, lm, 2-# 36 /oan Budi, dkk$ (;d$) ;mpat Taun KPK< *en)alakan .ilin di Tenga Kegelapan, Komisi Pemberantasan Korupsi, /akarta, 200#, lm$ 25 31 men9adi alasan pembenar untuk menomorAduakan tugas koordinasi dan supervisi. Sebab tugas tersebut merupakan tugas speksi@ik milik KPK ?ang tidak dimiliki ke9aksaan dan kepolisian. ugas itu pula ?ang men9adi salah satu pemiDu dibentuk KPK. Eleh karenan?a% KPK mesti lebih concern untuk tugas koordinasi dan supervisi. E! 3endala Pelaksanaan 3oordinasi dan "u,er4isi Terkait tugas 3oordinasi dan "u,er4isi 3P3 ini# I+- ,ernah memberikan 'atatan khusus terhada, 3P3! Dalam dokumen rekomendasi I+- tentang Road %a, 3P3 ())@:()** yang diterbitkan %aret ())A# terda,at dela,an bagan masalah yang men9adi titik ,enting untuk ,embenahan 3P3! 3husus ,ada bagian 3oordinasi dan "u,er4isi# terda,at enam 'atatan kritis# yaitu ;@ 8 a! %ekanisme koordinasi dan su,er4isi belum 'uku, 9elasB b! 3oordinasi dan "u,er4isi dilakukan berbasis kasus# bukan ,ada kiner9a /kelembagaan#-pen0 '! "edikitnya kasus koru,si yang diambil alih oleh 3P3 d! 3P3 belum mam,u membendung terbitnya "P; dan "3PP di 3e,olisian dan 3e9aksaan e! 3P3 belum memiliki sistem inormasi ,enanganan ,erkara koru,si di 3e,olisian dan 3e9aksaanB dan# ! 3P3 belum memiliki sumber daya khusus /kelembagaan,-pen0 untuk bidang 3oordinasi dan "u,er4isi! Kemudian% berdasarkan se9umlah 1a1anDara% 1orkshop dan penelitian ?ang dilakukan% terungkap bah1a terdapat se9umlah kendala serius dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi KPK ini. =al itu dapat dibagi men9adi tiga: 1. idak singkronn?a norma dalam >> KPK. 2. Kelembagaan koordinasi dan supervisi ?ang belum ada di KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan. dan% 3. =ambatan teknis di lapangan ?ang meliputi: persoalan kepangkatan pen?idik% ego sektoral% dan ma@ia hukum. Seperti ?ang diuraikan diatas% Pasal $ >> KPK menempatkan ke1enangan Koordinasi dan Supervisi lebih prioritas dibanding ke1enangan penindakan (pen?elidikan% pen?idikan dan penuntutan korupsi). Dari latar belakang pembentukan >> KPK pun% kebutuhan penguatan institusi Kepolisian% Ke9aksaan dan perbaikan sistem seharusn?a menempatkan KPK sebagai institusi ?ang @okus dan prioritas kepada ke1enangan ini. 4kan tetapi% semangat ?ang ada pada Pasal $ >> KPK tern?ata tidak didukung seDara utuh oleh bagian lain di undangA undang ini. 7aik >> No B+ tahun '++' tentang KPK% Peraturan Pemerintah No. $B tahun '++- tentang Sistem 8ana9emen dan Sumber Da?a 8anusia KPK% dan Keputusan Ketua KPK Nomor: KepA+)#P.KPK#+'#'++/ tentang Erganisasi dan B) Adnan Topan Husodo, Roadmap KPK 2007-2011; enuju Pem!eran"asan Korups# $an% &e!#' ()e*"#)+ ,-a*ar"a, 200.: /C0, KPP dan Kem#"raan1+ Ha2+ 17 32 ata Ker9a KPK tidak memberikan tempat dan porsi ?ang besar pada kelembagaan koordinasi dan supervisi tersebut. Dalam pelaksanaan diskusi ahli ?ang dilakukan pada proses penelitian ini% mantan pimpinan KPK ?ang diundang% 2r? 5i?ana =ard9apamengkas 9uga men?ebutkan perihal inkonsistensi regulasi tersebut 38 . 7ab !" >> KPK ?ang mengatur tentang tempat kedudukan% tanggung 9a1ab dan susunan organisasi ?ang terdiri dari sepuluh pasal tidak men?ebutkan satu bagian#9abatan pun ?ang seDara khusus dibuat untuk pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi tersebut. Padahal% 9ika dilihat seDara normati@% ke1enangan KPK untuk melaksanakan koordinasi dan supervisi adalah sebuah ke1enangan ?ang sangat luas. =al ini berkonsekuensi pada sulitn?a menempatkan pe9abat atau sta@@ ?ang seDara khusus melaksanakan ke1enangan koordinasi dan supervisi tersebut. Namun% 9ika diDermati% KPK sudah melakukan koordinasi dan supervisi se9ak a1al pembentukann?a% meskipun masih dilaksanakan seDara kasuistis. 8asih dalam 7ab !" >> KPK% Pasal '$ ?ang seDara khusus mengurai struktur kelembagaan KPK ?ang meliputi Pimpinan KPK% / bidang (PenDegahan% Penindakan% !n@ormasi dan Data% serta 7idang Penga1asan !nternal dan pengaduan mas?arakat)% / subbidang penDegahan% B subbidang penindakan% B subbidang in@ormasi dan data% dua subbidang penga1asan internal dan pengaduan mas?arakat% dan struktur Satuan ugas ?ang dapat dibentuk di subbidang bagian penindakan. Kemudian% Pasal ') >> KPK mengatur tentang adan?a struktur Sekretaris Jenderal untuk membantu pelaksanaan tugas KPK. Dari dua pasal ini% tidak ditemukan 7idang% Subbidang% Satuan ugas% atau struktur lainn?a ?ang seDara eksplisit memba1ahi pelaksanaan tugas KPK untuk Koordinasi dan Supervisi pemberantasan korupsi. Namun% memang tidak pernah akan ada undangAundang ?ang sempurna. Karena itu% meskipun ada persoalan dalam >> KPK% pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi tetap harus ber9alan. >ntuk men9a1ab kelemahan >> tersebut% KPK melakukan koordinasi dan supervisi seDara tersebar di se9umlah bidang dan subbidang. =al ini ber9alan dari tahun '++B hingga tahun '++,. Kelemahan ini bukan tidak disadari oleh KPK. Dalam dokumen renDana Strategik KPK '++,A'+(( KPK sebenarn?a sudah menetapkan / kebi9akan dalam penentuan prioritas pelaksanaan tugasn?a 39 % ?aitu: 1. Kebi9akan di bidang Koordinasi dan Supervisi a. 8enindaklan9uti 8o> ?ang sudah dibuat bersama Polri dan Ke9aksaan dengan tindakan n?ata di lapangan 1. 8engadakan pertemuan rutin dengan Polri dan Ke9aksaan 2. 8engevaluasi penanganan kasus korupsi 38 Expert Meeting, Kamis 31 Maret 2011 di Jakarta. 39 Rencana Strategis KPK 2008-2001. Hal. 5 33 b. 8endorong penanganan kasus korupsi ke daerah (Polda dan Ka9ati) dengan alternati@ tindakan: 1. Diserahkan sepenuhn?a sesuai ke1enangan Polri dan Jaksa 2. Digunakan ke1enangan KPK% namun dilaksanakan oleh Polri dan Jaksa c. 8emantau penanganan kasus korupsi oleh Polri dan Ke9aksaan 1. SeDara administrati@ 2. Chec$ on the spot d. 8engambil alih penanganan kasus ?ang krusial dan tidak dapat ditangani oleh Polri dan Ke9aksaan. 2. Kebi9akan di 7idang penindakan 3. Kebi9akan penDegahan 4. Kebi9akan di bidang penga1asan terhadap pen?elenggaraaan negara 8enindaklan9uti renDana strategik tersebut% di tahun '+(+ akhirn?a KPK membentuk sebuah >nit Khusus Koordinasi dan Supervisi ?ang di9alankan oleh / orang. 4rtin?a% se9ak keberadaan KPK di tahun '++B% unit khusus ?ang men9alankan ke1enangan Pasal $ huru@ a dan b >> KPK tersebut baru dibentuk di tahun '++*. Keberadaan >nit Khusus inipun dinilai belum Dukup kuat untuk me1adahi pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi ?ang sangat luas dan lebih berat bahkan dibanding tugas di bidang penindakan sekalipun. Karena nilai keluarbiasaan KPK sebagai institusi ?ang hadir ditengah kegagalan institusi lama dalam pemberantasan korupsi terletak pada tugas koordinasi dan supervisi ini. Sebutan KPK sebagai superbody pun% seperti di9elaskan dalam bagian Pen9elasan >mum >> KPK terletak pada ke1enangan melakukan supervisi dan memantau institusi ?ang telah ada ?ang dalam keadaan tertentu dapat melakukan pengambilA alihan penanganan kasus korupsi. Pembentukan >nit Ker9a Koordinasi dan Supervisi ini diatur di Peraturan KPK Nomor +B tahun '+(+% tanggal 'B Februari '+(+. Pada pasal ($ >nit Ker9a ?ang dipimpin oleh Koordinator >nit Ker9a ?ang bertanggung9a1ab pada Deputi Penindakan men9alankan (+ @ungsi. Dalam pelaksanaan tugasn?a% unit ini dapat membentuk Satuan ugas sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan ke1enangan koordinasi dan supervisi KPK. Peraturan KPK No. +B#'+(+ merupakan perubahan dari Peraturan KPK Nomor PerA+,#+(#K!! '++, tentang Erganisasi dan ata Kelola (Ertala) KPK. Seperti diketahui% dalam Ertala KPK sebelumn?a% belum ditemukan >nit Ker9a khusus di bidang koordinasi dan supervisi KPK. Pembentukan unit ker9a ini tentu dapat dilihat sebagai sebuah kema9uan di KPK% meskipun dalam penerapann?a% kedudukan dan kelembagaan koordinasi dan supervisi ?ang han?a setingkat >nit Ker9a dinilai tidak seimbang dengan besarn?a tuntutan% ruang lingkup ker9a% dan bahkan prioritas tugas ?ang diberikan >> pada KPK seperti diatur di Pasal $ huru@ (a) dan (b) >> KPK% ?ang bahkan menempatkan tugas koordinasi dan supervisi lebih dulu dibanding penindakan. Jika 7idang Penindakan di9alankan dalam sebuah Deputi ?ang spesi@ik untuk men9alankan tugas KPK di Pasal $ huru@ (D)% maka sudah sepatutn?a untuk pelaksanaan tugas Koordinasi dan Supervisi pun seharusn?a dibentuk 34 kelembagaan ?ang setingkat dengan Deputi. 4kan tetapi% seperti sudah di9elaskan sebelumn?a% hal ini belum diatur di Pasal '$ dan ') >> KPK. 8eskipun demikian% bukan berarti KPK tidak dapat membentuk kelembagaan khusus untuk men9alankan tugas strategis koordinasi dan supervisi tersebut. 7erdasarkan hasil diskusi ahli ?ang dilakukan selama penelitian ini% dengan menggunakan Pasal $ huru@ (a) dan (b) dan Pasal '- a?at (() huru@ (a) >> KPK% sebenarn?a Pimpinan KPK dapat membuat sebuah kebi9akan dan tata ker9a organisasi ?ang sesuai dengan mengenai pelaksanaan tugas dan 1e1enang KPK% termasuk tugas untuk Koordinasi dan Supervisi. Seperti diuraikan diatas% kendala soal kelembagaan koordinasi dan supervisi tidak han?a ter9adi di KPK% akan tetapi 9uga di Kepolisian dan Ke9aksaan. 7erdasarkan pengamatan ?ang dilakukan% se9auh ini belum ditemukan kelembagaan khusus ?ang didisain sebagai unit khusus ?ang mengurusi koordinasi dan supervisi. Selama ini koordinasi di9alankan oleh 5iasion 6''icer atau 6E ?ang ditun9uk seDara perorangan di Kepolisian dan Ke9aksaan. 6E tersebut biasan?a adalah pen?idik atau penuntut ?ang sebelumn?a pernah bertugas di KPK. Dalam struktur organisasi Direktorat indak Pidana Korupsi 7areskrim Polri ?ang diatur di Peraturan Kapolri nomor Perkap#!K#'+(+% September '+(+ tidak ditemukan sebuah kelembagaan ?ang spesi@ik untuk melaksanakan tugas koordinasi dan supervisi ini. Direktur !ndak Pidana Korupsi memimpin empat subAdirektorat% dan masingAmasing subAdirektorat memimpin lima Kepala >nit. Struktur ini tampakn?a diterapkan sama dengan direktorat lainn?a di 8abes Polri dengan variasi 9umlah subAdirektorat sesuai dengan kebutuhan masingAmasing direktorat. Dalam konsep dan kerangka ker9a koordinasi dan supervisi dalam pemberantasan korupsi% disarankan Kepolisian dan Ke9aksaan mempun?ai kelembagaan khusus di 7areskrim 8abes Polri dan Ke9aksaan 4gung ?ang ber@ungsi ke dalam dan ke luar. Fungsi ke dalam adalah untuk men9alankan supervisi internal antara 8abes Polri dengan Polda dan Polres untuk dalam men9alankan tugas memberantas korupsi% sedangkan @ungsi keluar adalah untuk berkoordinasi dengan KPK dan Ke9aksaan. Demikian 9uga dengan Ke9aksaan 4gung% ?ang disarankan membentuk kelembagaan spesi@ik ?ang dapat berada di bagian Pidana Khusus Ke9aksaan 4gung. F! $ambatan di La,angan =ambatan lain dalam pelaksanaan tugas koordinasi supervisi Denderung bersi@at kasuistis. Kepangkatan ?ang berbeda antara pihak ?ang mensupervisi (KPK) dengan pihak ?ang disupervisi (Polda dan Ka9ati) seringkali membuat pelaksanaan @ungsi ini tidak e@ekti@. 7ahkan% di tataran tertentu egoAsektoral masih munDul ketika KPK men9alankan tugasn?a baik di Jakarta dan Daerah. Dari se9umlah kegiatan diskusi dan seminar ?ang diikuti dengan tema pemberantasan korupsi% masih sering teruDap dari pihak Polri dan Jaksa% bah1a ada keberatan 9ika lembaga baru seperti KPK kemudian bisa men9adi lebih tinggi dan mengatur ;kakakAkakakn?a< di kepolisian dan ke9aksaan. 35 =al ini tentu tidak bisa dibiarkan% karena lama kelamaan 9ustru akan memperta9am kon@lik laten antar institusi% dan memperlebar 9urang koordinasi. Dalam paradigma pemberantasan korupsi ?ang harus dilakukan seDara bersamaAsama dan ker9asama lintas institusional% dibutuhkan sebuah sikap kepemimpinan ?ang 9elas dan terang benderan di masingAmasing institusi% baik oleh Kapolri ataupun Ke9aksaan 4gung. Sehingga% ke depan% pelaksanaan koordinasi dan supervisi KPK disarankan lebih menekankan pada ker9asama kelembagaan% ?akni antara KPK dengan 8abes Polri% KPK dengan Ke9aksaan 4gung% ataupun ketiga lembaga seDara bersamaan. Dengan demikian% kalaupun masih ada resistensi personal di Jakarta ataupun daerah% maka mekanisme ?ang berlaku adalah mekanisme internal masingAmasing institusi penegak hukum. Setiap anggota Polri misaln?a% tentu 1a9ib mematuhi aturan hukum dan kebi9akan ?ang sudah diambil oleh pimpinann?a. Sebalikn?a ada sanksi 9ika ke1a9iban tersebut tidak dipenuhi. Dengan dasar hukum Peraturan Kapolri ataupun Peraturan Jaksa 4gung% pembentukan kelembagaan internal Polri dan Ke9aksaan% ke1a9iban anggota Ke9aksaan dan Polri% serta sanksi adminsitrati@ terhadap pihakApihak ?ang tidak mematuhi aturan tersebut perlu diatur. =al ini diharapkan bisa meminimalisir kon@likAkon@lik dan hambatan pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi di lapangan. Ken?ataan lain ?ang ditemukan dalam pelaksanaan tugas ini adalah ketidakpatuhan dalam melaporkan SPDP.7andingkan antara SPDP ?ang dilaporkan pada KPK oleh Kepolisian dan Ke9aksaan dengan laporan tahunan masingAmasing lembaga tentang penanganan kasus korupsi. abel ): Gap "PDP ke 3P3 dengan Penanganan 3asus di 3e,olisian dan 3e9aksaan Institusi ())C ()*) "elisih "PDP Dila,orkan Penyidika n "PDP Penyidika n Polri '), /') (*$ ')) 'B+ Ke9aksaan B)/ (-BB (()$ ()(, ()+( Sumber: 6aporan ahunan KPK% 6aporan 8abes Polri% 1ebsite Ke9aksaan% media Fakta adan?a gap atau kesen9angan antara 9umlah pemberitahuan dimulain?a pen?idikan (SPDP) ?ang dilaporkan Polri dan Ke9aksaan pada KPK di tahun '++* dan '+(+ dengan laporan tahunan masingAmasing lembaga% seperti ?ang dipublikasikan media% menun9ukkan adan?a ketidakpatuhan terhadap perintah undangAundang. 4kan tetapi hal ini tentu perlu dilihat lebih 9auh% apakah terdapat persoalan dalam penghitungan penanganan kasus korupsi di kepolisian dan ke9aksaan. Pembenahan database penanganan kasus korupsi di Kepolisian dan Ke9aksaan serta membangun koneksi dengan database KPK adalah salah satu perbaikan ?ang perlu di lakukan ke depan. 7! "entra 3oordinasi Pemberantasan 3oru,si 36 8ekanisme koordinasi antara KPK dengan ke9aksaan dan kepolisian sebagaimana disepakati pada masa koordinasi tahun '++, kiran?a belum memadai untuk mengkoordinasikan langkah bersama pemberantasan korupsi. Koordinasi dalam bentuk tukar in@ormasi% pertemuan% laporan kegiatan dan adan?a permintaan pemberitahuan pengambilan perkara tidak Dukup bagi KPK dalam memberikan pengarahan% pedoman% petun9uk atau melakukan ker9asama dengan ke9aksaan dan kepolisian. Eleh karena itu% diperlukan @ormulasi baru mekanisme koordinasi KPK dengan kepolisian dan ke9aksaan. =al itu ditu9ukan supa?a koordinasi ?ang dimaksud >> KPK dapat terlaksana dengan baik. 4gar tugas koordinasi pemberantasan korupsi dapat lebih terukur% koordinasi harus dilembagakan. Dalam arti mesti ada upa?a KPK membangun komunikasi dengan kepolisian dan ke9aksaan untuk membangun sebuah "entra 3oordinasi Pemberantasan 3oru,si Ter,adu /"3P3T0. SKPK merupakan 1u9ud konkrit koordinasi seluruh penanganan perkara korupsi dengan baik. Sentra Koordinasi ini langsung berada di ba1ah KPK. Dengan adan?a sentra koordinasi% seluruh perkara korupsi mesti teregister di sana. >ntuk tindak lan9ut penanganann?a barangkali tetap berada di masingAmasing lembaga ?ang ada. Dengan terda@tarn?a seluruh perkara korupsi pada Sentra Koordinasi% seDara otomatis KPK dapat melakukan supervisi terhadap perkaraA perkara ?ang dianggap penting untuk disupervisi KPK. KPK pun tidak akan kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap seluruh penanganan perkara korupsi. D D D 37 2A2 I5 PENERAPAN 3OORDINA"I DAN ".PER5I"I Sebagaimana ?ang sudah disampaikan pada bagian sebelumn?a% bah1a KPK dituntut men9adi counterpartner bagi penegak hukum lain dalam hal pemberantasan korupsi. 4tas dasar itulah lembaga ini lahir. =al ?ang terpenting untuk diingat% bah1a KPK mustahil menger9akan semua peker9aan rumah pemberantasan korupsi. Sehingga pemberda?aan institusi semisal Kepolisian dan Ke9aksaan mutlak untuk dilakukan. 38 8aka dari itu% KPK diamatkan oleh undangAundang No B+ ahun '++' tentang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan tugas koordinasi dan supervisi. ugasAtugas koordinasi meliputi: a) mengkoordinasikan pen?elidikan% pen?idikan% dan penuntutan tindak pidana korupsi. b) menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. c) meminta in@ormasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi ?ang terkait. d) melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi ?ang ber1enang melakukan pemberantasan tindakpidana korupsi. dan e) meminta laporan instansi terkait mengenai penDegahan tindak pidana korupsi. Dititik ini% indikator kesuksesan KPK terletak pada penuntasan penanganan kasus korupsi di !nstitusi kepolisian dan ke9aksaan. Semakin tinggi tingkat penuntasan kasus korupsi hingga level aktor intelektual ?ang bisa diDapai oleh dua insitusi tersebut% maka dapat dikatakan KPK berhasil men9alankan @ungsin?a. Dengan ke1enangan dan prasarana ?ang dimilikin?a% maka ada ban?ak Dara ?ang bisa dilakukan oleh KPK untuk memaksimalkan @ungsin?a tersebut. dalam Dontoh ?ang sederhana% KPK tidak terikat pada ketentuan >> No. B' ahun '++/ ?ang dalam pasal B$ mengatur klausul pemeriksaan kepala daerah harus memerlukan iJin dari presiden. Namun tentun?a KPK tidak bisa melakukan supervisi terhadap semua tindak pidana korupsi. Sesuai dengan pasal (( >> KPK% institusi ini dibatasi dalam tiga hal% ?akni: - korupsi ?ang melibatkan aparat penegak hukum% pen?elenggara negara% dan orang lain ?ang ada kaitann?a dengan tindak pidana korupsi ?ang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau pen?elenggara negera. - 8endapat perhatian ?ang meresahkan mas?arakat - 8en?angkut kerugian negara paling sedikit 5p. (.+++.+++.+++%++ Eleh karena itu% 747 ini akan menDeritakan beberapa kasus korupsi ?ang tuntas penanganann?a hasil kolaborasi dan berbagi ker9a antara KPK dengan Kepolisian dan Ke9aksaan. 39 A. 3asus:3asus 3oru,si hasil 3oordinasi dan "u,er4isi S!>7ENDE 1. Tindak Pidana 3oru,si Penyalahgunaan Dana 3as Daerah 3ab "itubondo TA ())= sEd ())@ a! 7ambaran 3asus Kasus korupsi pen?alahgunaan dana kas daerah Kab Situbondo ini berlansung se9ak tahun '++- hingga tahun '++). 8odus korupsi kas daerah ini dilaksanakan dengan Dara memindahkan dana dari pos Pendapatan 4sli Derah dan pos lainn?a dalam bentuk deposito di 7ank 7N! Cabang Situbondo. Pemindahan tersebut dilakukan seDara bertahap% dimana ;kongkalingkong< 9uga dilakukan oleh pihak internal 7ank 7N! /$. 7ahkan% 7upati Situbondo ?ang 9uga men9adi salah satu terpidana dalam kasus ini% telah bertemu lansung dengan Pe9abat 7N! /$ untuk melanDarkan proses tersebut. 8enurut Jaksa Penuntut >mum% dalam pertemuan tersebut terdak1a (pada saat persidangan) menemui pimpinan 7N! /$ untuk sekaligus membiDarakan kemungkinan mendapatkan bunga khusus atas penempatan dana tersebut. =ingga akhirn?a !smunarso menangguk se9umlah keuntungan. Di antaran?a% bunga 5p (+ 9uta per bulan dalam kurun September '++- hingga Ektober '++$ Selain itu% !smunarso 9uga melakukan penempatan dana dalam bentuk investasi di dua perusahaan ?akni Sentra 4rtha Futures (S4F) serta dengan P Sentra 4rtha >tama (S4>). !smunarso kemudian mengadakan pertemuan dengan Dar1in Siregar dan Nursetiadi Pamungkas dari S4F serta dengan Direktur P S4>% !kh1ans?ah pada 4gustus '++$. >ntuk selan9utn?a ia kemudian membuat kuasa khusus untuk untuk memindahbukukan rekening Pemkab Situbondo di 7N! ke rekening atas nama P S4F dan P S4> tersebut. Pemindahan itu berlangsung seDara bertahap se9ak '++$ sampai '++) hingga menDapai sekitar 5p ,$ miliar. idak berhenti di situ sa9a% !smunarso 9uga memerintahkan penempatan dana bantuan penanganan pasDara benDana alam tahun '++$ ke rekeking P S4>. Padahal% terdak1a sebagai kepada daerah tentun?a tahu seDara persis bah1a dana itu seharusn?a dipergunakan untuk memperbaiki in@rastuktur dan @asilitas umum ?ang rusak akibat benDana alam. 4kibat perbuatan !smurnarso tersebut% negara dirugikan sebesar 5p /B.,B,.+)B.+,( b! Penanganan 3asus Peneta,an Tersangka 40 Kasus Korupsi dana kas daerah tahun anggaran '++-A'++) ini pada a1aln?a ditangani oleh Polda Ja1a imur. Satuan indak Pidana Korupsi Polda Jatim menetapkan * tersangka dalam kasus ini. Kesembilan nama tersebut adalah abel ,: Datar Tersangka Dalam 3asus "itubundo Pene0a&an Te$sangka o+eh Po+da *a0i" Ismunarso Bupati Situbondo 2 I Nengah Suarmata Kabag Keuangan 3 Djuliningsih Bendahara Umum Daerah 4 Darwin Siregar Pemimpin Cabang BNI Situbondo 5 Hamzar Bastian Pemimpin Cabang BNI Situbondo 6 Endar Yuni PT Sentra Arta Utama 7 Irwansyah PT Sentra Arta Utama , Nursetiadi Pamungkas PT Sentra Arta Utama 9 Alvia Rahman PT Sentra Arta Utama Namun dalam per9alanann?a% Polda terkendala !Jin pemeriksaan Kepala Daerah. sebagaimana diketahui% hambatan tersebut merupakan persoalan klasik ?ang selalu men9adi kendala dalam penuntasan kasus korupsi ?ang melibatkan Kepala Daerah di Negeri ini. =ambatan tersebut terdapat dalam Pasal B$ a?at ( >ndangA>ndang No B' ahun '++/ tentang Pemerintahan Daerah: ;-inda$an penyelidi$an dan penyidi$an terhadap $epala daerah dan*atau %a$il $epala daerah dila$sana$an setelah adanya persetu#uan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidi$< Dengan hambatan regulasi itu% akhirn?a pemeriksaan !smunarso sebagai tersangka tidak dapat dilakukan dengan segera oleh Polda Jatim. 8elainkan ia han?a bisa diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi (, September '++)). Sehingga proses hukum terhadap ?ang bersangkutan men9adi terkatungAkatung. '! 3oordinasi dan "u,er4isi 3P3 4tas kendala tersebut% Polda Ja1a imur akhirn?a berkoordinasi dengan KPK untuk menuntaskan proses hukum terkait dugaan korupsi ?ang melibatkan 7upati Situbondo% !smunarso. Sebagaimana ?ang sudah disebutkan diatas% kendala Polda Jatim masih berkutat seputar iJin pemeriksaan kepala daerah. >ntuk melakukan supervisi atas kasus korupsi ?ang melibatkan 7upati Situbondo tersebut% langkah a1al ?ang dilakukan oleh kedua belah pihak adalah melakukan gelar perkara. 3elar perkara men9adi istrumen a1al untuk mengetahui titikAtitik 41 persoalan% sehingga dari diagnosis kendala penegak hukum tertentu% akan ditemukan solusi penuntasann?a. SeDara sederhana% gelar perkara memilki beberapa tahap% diantaran?a: ahapAtahap tersebut dilalui satu persatu% sehingga pada pelaksanaann?a KPK bersama Polda Jatim melakukann?a beberapa kali% baik di KPK maupun di Polda Jatim. Sehingga dari proses ini akan terlihat pemetaan persoalan tersebut. Di titik ini KPK 9uga se9atin?a sedang menganalisa kemungkinan kasus tersebut akan diambil alih atau sebalikn?a masih bisa ditangani oleh Polda Jatim. Setelah proses tersebut dilalui% maka KPK dan Polda Jatim sepakat kasus dugaan korupsi dana kas daerah Kab Situbondo akhirn?a diambil alih oleh KPK. Namun tidak semuan?a% melainkan khusus han?a kasus ?ang melibatkan 7upati sa9a. Dasar KPK mengambil alih pen?idikan dan penuntutan terdapat pada pasal * huru@ (@) >> No B+ ahun '++' ?ang pada intin?a men?ebutkan bah1a pengambil alihan pen?idikan dan penuntutan kasus korupsi dilakukan KPK dengan alasan keadaan ?ang menurut pertimbangan kepolisian atau ke9aksaan% penanganan tindak pidana korupsi sulit untuk dilaksanakan seDara baik dan dapat dipertanggung9a1abkan. =al ini didasarkan pertimbangan bah1a KPK tidak memerlukan iJin Presiden dalam memeriksa kepala daerah. berbanding terbalik dengan mekanisme ?ang harus dilalui oleh kepolisian maupun ke9aksaan. Pada proses selan9utn?a% KPK memulai melakukan penanganan kasus ?ang melibatkan !smunarso% 7upati Situbondo. Dalam penanganan selan9utn?a% para pen?idik di KPK dan Polda Ja1a imur bergantian menggunakan barang bukti. Karena dokumen asli berupa suratAsurat asli tidak mungkin untuk dipeDahApeDah satu sama lainn?a. Di titik ini% pen?idik KPK dan Pen?idik Polda Ja1a imur menun9ukkan pola relasi positi@ dan saling bersinergi satu dengan lainn?a. e! Penuntasan 3asus 3oru,si Kasus korupsi Situbodo menun9ukkan @enomena ;berbagi peran antara< antara Pen?idik KPK dan Polda Ja1a imur. :alaupun keseluruh tersangka pada a1aln?a ditangani oleh Polda Ja1a imur% namun karena terkendala iJin pemeriksaan kepala daerah% akhirn?a dua institusi ini berkolaborasi untuk menuntaskan kasus tersebut. Polda Ja1a imur 8enangani , tersangka ?ang terdiri dari: Kabag Keuangan Pemkab Situbondo% 7endahara >mum Daerah Pemkab Situbondo% Pemimpin Cab 42 7N! Situbondo% P Sentra 4rta >tama dan bekas Sta@ 8arketing 7N! Situbondo. Sementara di sisi lain% KPK menangani kasus ?ang melibatkan 7upati Situbondo% !smunarso. Selan9utn?a% salah satu indikator dari kesuksesan pelaksanaan @ungsi koordinasi dan supervisi ?ang di9alankan KPK terletap pada kemampuan KPK bersama penegak hukum lain dalam menuntaskan kasus korupsi. Penanganan kasus korupsi kas daerah Kabupaten Situbondo bisa disebut sebagai sebuah sampel positi@ dalam dalam menun9ukkan sinergisitas para pen?idik di lintas institusi hingga% mulai dari tahapan pen?elidikan hingga tahapan putusan pengadilan. Keseluruh tersangka ?ang diproses di pengadilan ?ang berbeda akhirn?a din?atakan bersalah atas kasus korupsi ;ber9amaah< tersebut. adapun vonis masingAmasing terpida adalah: abel *8 5onis 3asus 3oru,si 3as Daerah 3ab "itubondo (Penanganan oleh Polda Ja1a imur) N o Na"a *a#a0an 5uku"an Endar Yuni PT Sentra Arta Utama 10 tahun penjara Ganti rugi 7,441 M 2 Irwansyah PT Sentra Arta Utama 10 tahun Ganti rugi 5,304 M 3 Nursetiadi Pamungkas PT Sentra Arta Utama 12 tahun Ganti rugi 5,35 M 4 Darwin Siregar Pimpinan BNI 46 Situbondo 10 tahun penjara Ganti rugi 1.184 M 5 Hamzar Bastian Pimpinan BNI 46 Situbondo 6 tahun penjara 6 Alvia Rahman bekas Staf Marketing BNI Situbondo 6 tahun penjara 7 I Nengah Suarmata Kepala bagian keuangan 4 tahun penjara , Djuliningsih Bendahara Umum Daerah 4 tahun penjara Sementara itu% Pengadilan indak Pidana Korupsi Jakarta Pusat 9uga men9atuhkan vonis bersalah kepada 7upati Situbondo% !smunarso. Karena terbukti seDara sah dan me?akinkan melakuan tindak pidana korupsi seDara bersamaAsama dengan men?alahgunakan dana kas daerah Kabupaten Situbondo tahun '++- s#d '++)% ?ang merugikan negara sebesar 5p /B.,B,.+)B.+,(%++. Gang besangkutan terbukti melanggar pasal ' a?at (() >ndangA>ndang No B( ahun (*** 9o '+ ahun '++(. 4kibatn?a Pengadilan ipikor hingga 8ahkamah 4gung menghukum ?ang bersangkutan * tahun pen9ara% denda dan uang pengganti. 43 Vonis 6u&a0i !i0u#ondo2 Is"una$so 7Penanganan o+eh 1P18 Putusan PN No.10/Pid.B/TPK/2009/PN.JKT.PST tanggal 29 Juli 2009 Amar : a. Pidana penjara 9 tahun b. Denda Rp 150.000.000,- subsider pidana kurungan 6 bulan c. Uang Pengganti Rp. 630.179.142 atau pidana penjara 1 tahun 2 Putusan PT No. 15/Pid/TPK/2009/PT.DKI tanggal 10 November 2009 Amar: a. Pidana penjara 9 tahun b. Denda Rp 300.000.000,- Subsider Pidana Kurungan 6 bulan c. Uang Pengganti Rp. 630.179.142 atau pidana penjara 1 tahun 3 Putusan Kasasi No. 224.K/Pid.SUS/2010 tanggal 03 Maret 2010 Amar: menolak Kasasi Terdakwa 44 3ENDAL 2. Tindak Pidana 3oru,si Penyalahgunaan Dana AP2D 3ab! 3endal Tahun ()); Pos Dana Tak Tersangka a! 7ambaran 3asus Dalam skala nasional% Ja1a engah termasuk salah satu daerah di !ndonesia ?ang tingkat korupsin?a tergolong tinggi. 7egitu ban?ak sekali para pen?elenggara negara ?ang berasal dari daerah ini diproses seDara hukum. 7aik pada level pega1ai biasa hingga level kepala daerah. Sebagai sebuah ilustrasi% dalam medio 9uli '++* hingga '+(+% seban?ak B- Ke9aksaan Negeri Kabupaten dan Kota di seluruh Ja1a engah telah menangani '/, kasus tindak pidana korupsi di daerah tersebut. 4dapun estimasi kerugian negara menDapai 5p (B(%, 8. Sebuah angka ?ang tentun?a tidak keDil. Jumlah ini tentu akan bertambah lagi 9ika dimasukkan da@tar perkara korupsi ?ang ditangani oleh KPK ?ang locus delicty n?a berasal dari provinsi tersebut. 3e9ala ?ang sama sebenarn?a 9uga ditangkap oleh !C:. Dalam laporan trend korupsi sepan9ang tahun '++*% !C: menemukan modus ke9ahatan ;merampok< dana bantuan sosial ?ang ter9adi dalam kurun 1aktu tersebut. Ja1a tengah men9adi salah satu daerah ?ang termasuk paling subur melakukan ke9ahatan korupsi dengan pola ?ang disebutkan diatas. Jika ditelisik lebih lan9ut% sesungguhn?a Dukup ban?ak kepala daerah dan pen?elenggara negara ?ang ?ang berasal dari Ja1a engah ter9erat dengan kasus Korupsi. Sebut sa9a :alikota Semarang% Sukar1i Sutarip. 7upati 5embang% 8 Salim dalam kasus dugaan korupsi '++$A'++)% dan lainAlain. 4dapun kasus ?ang akan diulas pada bagian ini terkait dengan kasus dugaan korupsi Kabupaten Kendal% Ja1a engah% =end? 7oedoro. Gang diduga memperka?a diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan dana tak tersangka dalam 4P7D Kabupaten Kendal tahun '++B dan sebagian Dana 4lokasi >mum Kendal tahun '++B% '++/% dan '++-% serta bunga deposito% 9asa giro% dan sertiplus. Tindak pidana korupsi dimulai sejak tahun 2003 ketika itu jabatan bupati dipegang Hendy Boedoro, meliputi dana tak terduga senilai Rp 4,115 miliar, Dana Alokasi Khusus (DAK) tanpa Surat Perintah Pembayaran (SPMU) dipindahkan ke beberapa rekening bank atas nama Hendy Boedoro sebesar Rp 22,345 miliar yang bertentangan dengan PP nomor 104 tahun 2000 pasallllll 15 ayat (1) dan (2) dan keputusan Mendagri nomor 29 tahun 2002 pasal 55 ayat (1) dan (2). Korupsi tahun 2004 meliputi, pinjaman Hendy Boedoro ke BPD cabang Kendal Rp 30 miliar yang tak jelas peruntukannya. Akhirnya pinjamam itu tak disetujui Dirjen Keuangan RI dan harus dikembalikan beserta bunganya Rp 255 miliar. Sedang korupsi tahun 2005, yaitu pencairan Dana Alokasi Umum untuk kekurangan pembayaran tanah untuk SMKN Boja sebesar Rp 150 juta dan rangkaian tindak korupsi 45 bersama antara Hendy Boedoro, Warso Susilo, Murdoko, Daniel Toto Indiyono, Edi Suparno, dan Eko Pujo Aksomo sejumlah 28,393 milyar. Khusus Murdoko, ketua DPRD Jateng yang juga adik kandung Hendy Boedoro diduga melakukan korupsi senilai 3,9 milyar. Saksi-saksi dalam kasus korupsi Hendy Boedoro, yaitu Dian Handayani yang waktu itu menjabat sebagai Kasubdin Retribusi DPKD kabupaten Kendal dan Sri Apsari, pemegang kas daerah pada DPKD. >ntuk menutupi korupsin?a =end? 7oedoro memerintahkan kepada kepalaA kepala dinas% kepala Perusahaan Daerah% dan rekanan pemborong pro?ek untuk menutupi kekosongan dana D4> 8ega Pro?ek pembangunan gedung Sekretariat Daerah dan 74PP2D4. Korupsi sebesar itu ditambah dengan komisi '+ persen setap pro?ek antara lain% erminal :eleri% pelabuhan% stadion% 5S> dr = Soe1ondo% pengadaan buku% pembangunan gedung S8PN (% S84% dan S8K. b! Penanganan 3asus Peneta,an Tersangka Kasus dugaan korupsi Pidana Korupsi Pen?alahgunaan Dana 4P7D Kab. Kendal ahun '++B Pos Dana ak ersangka% pada a1aln?a ditangani oleh Polda Ja1a engah. Gang bersangkutan beberapa dipanggil beberapaka kali oleh Pen?idik Polda Jateng untuk dimintai keterangann?a dalam kapasitas sebagai saksi. 7erbeda dengan kasus korupsi korupsi kas daerah ?ang melibatkan 7upati Situbondo% !smunarso ?ang tidak bisa diperiksa oleh pen?idik karena terkendala iJin Presiden. Pen?idik Polda Jateng berhasil mengantongi iJin tersebut% 1alaupun sebatas iJin pemeriksaan sebagai saksi. Presiden Susilo 7abang Gudho?ono mengeluarkan iJin pemeriksaan No: 5.B-#Pres#/#'++$ tertanggal (' 8aret '++$. Selain memeriksan 7upati dalam kapasitas sebagai saksi% Polda 9uga memeriksa B) saksi dalam kasus ?ang sama. Sebagian besar berasal dari anggota DP5D baik dari masa bakti (***A'++/ maupun '++/A'++*. Khusus untuk 7upati% =end? 7oendoro% pen?idik memisah berkasn?a men9adi dua% ?akni sebagai saksi dan sebagai tersangka. =al ini disebabkan pemeriksaan tersangka menunggu penghitungan kerugian negara ?ang dilakukan oleh 7PKP. Dari hasil hasil eskpose ?ang dilakukan oleh pen?idik bersama 7PKP% akhirn?a ditemukan kerugian negara dalam kasus tersebut. 4tas dasar inilah% Polda akhirn?a mengirimkan iJin pemeriksaan dalam kapasitan sebagai tersangka kepada Presiden. Namun diproses selan9utn?a% tidak ada perkembangan ?ang begitu signi@iDant. Proses hukum terhadap 7upati Kendal masih menemui 9alan buntu. idak 9elas lagi persoalann?a dimana% sehingga penanganann?a masih berlarutAlarut. Setidakn?a , bulan proses hukum kasus tersebut menggantung di Polda Ja1a engah. '! 3ordinasi dan "u,er4isi 3P3 46 7erlarutAlarutn?a penanganan kasus Korupsi dana 4P7D Kabupaten Kendal telah meresahkan mas?arakat. 7erbagai elemen mas?arakat ?ang menggabungkan baik di tingkat lokal maupun di pusat mendorong KPK agar mengambil alih penanganan kasus tersebut. =al tersebut tentun?a sangat 1a9ar% mengingat kasus tersebut seolah menggantung selama , bulan di Polda Ja1a engah dan tidak ada kema9uan ?ang signi@ikan dalam perkembangann?a. idak 9auh berselang% akhirn?a KPK mulai melakukan serangkaian supervisi terhadap kasus ?ang ditangan oleh Polda Jateng tersebut. Sesuai dengan prosedur umum tahapan supervisi maka tahapan ?ang dilakukan KPK diantaran?a: Proses selanjutnya, KPK mengirim lima anggotanya ke Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kendal beberapa, hal itu ditujukan dalam rangka mengumpulkan berkas- berkas yang dibutuhkan terkait dengan dugaan penyelewengan pengelolaan kas daerah yang nilainya mencapai puluhan miliar tersebut. Berkas-berkas tersebut kemudian dibawa ke Kantor KPK di Jakarta untuk diteliti. Pasca proses itu dilakukan, maka masuk pada tahapan gelar perkara. Masing- masing pihak dari perwakilan polisi dan KPK hadir dalam proses tersebut. prosesnya pun dilakukan berkali-kali untuk melihat kelemahan-kelemahan yang ada dalam proses hukum tersebut. hal yang tidak kalah pentingya berkaitang dengan kewenangan KPK jika berkeinginan untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut. Setelah beberapa tahap tersebut dilalui, maka atas dasar pertimbangan penanganan kasus yang berlarut-larut. Maka sesuai dengan ketentuan UU No 30 Tahun 2002 dalam Pasal 9 Ayat (2) menyebutkan perihal pengambilalihan dalam pasal tersebut dimungkinkan jika penanganan kasus korupsi berlarut-larut atau tertunda-tunda dengan alasan yang tidak bisa dapat dipertanggungjawabkan. KPK pun mulai bergerak untuk melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Panggilan pertama dilanyangkan, namun tidak ada respon. Begitu pula dengan panggilan kedua, yang bersangkutan masih belum memenuni panggilan tersebut dengan alasan masuk RS Kariadi Semarang. Setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan, akhirnya pada hari Senin, 11 Desember 2006 yang bersangkuan memenuhi panggilan KPK. Kehadirannya kali ini juga ternyata diikuti oleh 30 lurah yang datang lansung dari kendal untuk memberikan dukungan kepada yang bersangkutan. Pasca pemeriksaan pertamakali terhadap yang bersangkutan, KPK tidak lansung melakukan penahanan. Hendy masih bernafas lega karena masih diizikan untuk kembali 47 ke rumahnya. Namun, tetap harus menjalani pemeriksaan kembali pada tanggal 13 Desember 2006. Hal yang menarik dari beberapa hari proses pemeriksaan tersebut, bahwa Hendy juga meminta KPK menyeret Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKP) Kendal Warsa Susilo sebagai tersangka. Permintaan itu disampaikannya karena berdasarkan fakta dokumen, pengeluaran dana APBD tahun 2003 yang diduga mencapai Rp 64 miliar itu dilakukan oleh Warsa. Sebelumnya status Warsa masih menjadi sebatas saksi saja. Sehingga tim kuasa hukum mereka mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki dan Direktur Penyidikan KPK Ade Rahardja Setelah melakukan pemeriksaan beberapa kali, akhirnya KPK melakukan penahanan terhadap Bupati Kendal Hendy Boendoro bersama mantan Kadispenda Warso Susilo pada hari Jumat, 22 Desember 2011. Keduanya ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya dan rumah tahanan Mabes Polri. d) Penun0asan 1asus Setelah proses pen?idikan usai hingga seluruh berkas din?atakan lengkap (P '()% proses hukum terhadap 7upati Kendal =end? 7oendoro bersama mantan Kadispenda :arso Susilo dilan9utkan ke persidangan di Pengadilan ipikor. 7upati Kendal% Ja1a engah% =end? 7oedoro didak1a memperka?a diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan dana tak tersangka dalam 4P7D Kabupaten Kendal tahun '++B dan sebagian Dana 4lokasi >mum Kendal tahun '++B% '++/% dan '++-% serta bunga deposito% 9asa giro% dan sertiplus. indakann?a itu merugikan keuangan negara senilai 5p ',%B*B miliar.=end? 9uga didak1a menerima se9umlah uang dari pelaksana pro?ek atau kontraktor ?ang melaksanakan pro?ek ?ang dibia?ai dana bantuan Pemerintah Provinsi Jateng dan 4P7D Kendal selama periode '++BA'++-. Keseluruhan hadiah uang ?ang diduga diterima terdak1a seban?ak 5p '/%B(/ miliar. Setelah proses pembaDaan Dak1aan% =end? bersama kuasa hukum n?a lansung membaDakan keberatan (eksepsi). =end? men?atakan keberatan dengan penambahan pasal dak1aan padan?a% ?akni Pasal (( >ndangA>ndang (>>) Nomor B( ahun (*** tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi. 8enurut =end?% pen?idikan lan9utan ?ang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) se?ogian?a berpegang pada Pasal B dan Pasal , >> No B(#(*** ?ang disangkakan oleh Direktorat 5eserse Kriminal Polda Jateng. Sebab% pen?idik KPK melan9utkan pen?idikan ?ang dilakukan Polda Jateng sa9a. Sementara dalam dak1aann?a% 9aksa men?atakan% =end? bersama :arsa Susilo% Kepala Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Kendal% seDara mela1an hukum menggunakan dana tak tersangka '++B% sebagian D4>% serta bunga deposito% 9asa giro% dan sertiplus ?ang adalah pendapatan daerah untuk pribadi dan pemberian kepada orang lain. Setelah menjalani seluruh proses persidangan, maka keduanya menghadapi vonis pada waktu yang berbeda. Masing-masing dikenakan: Tabel 10: Vonis Pengadi+an Ti&iko$ 1asus 1enda+ 48 Tingka0 5end( 6oendo$o 76u&a0i 1enda+8 9a$sa !usi+o 71adis&enda 1a# 1enda+8 Pengadi+an Ti&iko$ 5 tahun penjara. Denda RP 200 juta, subsider tiga bulan kurungan. Uang Pengganti sebesar 3,474 M 3 tahun penjara. Denda 100 juta, subsider 3 bulan. Uang pengganti 40 juta atau 3 bulan penjara Pengadi+an Tinggi Ti&iko$ 5 tahun penjara. Uang Pengganti Rp 13,121 M. Bila tidak dibayar diganti dengan pidana 3 tahun penjara 3 tahun penjara. Denda 100 juta, subsider 3 bulan. Uang pengganti 40 juta atau 3 bulan penjara :ahka"ah Agung 7 tahun penjara. Denda 500 juta, subsider 6 bulan kurungan. 4 tahun penjara. Denda 200 juta, subsider 6 bulan penjara. Uang pengganti sebesar Rp 440 juta/ subsider satu tahun 49 H H H747 " 3OORDINA"I PE%2ERANTA"AN 3OR.P"I DI 2ER2A7AI NE7ARA Koordinasi antara semua lini penegak hukum sesunguhn?a telah men9adi problem hampir sama di seluruh negara. Padahal% dalam teori keberhasilan anti korupsi% e@ektivitas perberantasan korupsi dapat dihitung dari se9auhmana koordinasi ?ang maksimal dilakukan antara semua lembaga ?ang ada. Ken?ataann?a% permasalahan koordinasi timbul karena berbagai hal% diantaran?a: Keanekaragaman institusi dengan kompleksitas permasalahan antara satu dan lainn?a% tumpang tindih mandat% persoalan independesi dan Dampur tangan politik dan lainAlain. >ntuk men?empurnakan model koordinasi antara penegak hukum di !ndonesia% berikut kami sa9ikan tabel perbandingan koordinasi antara penegak hukum di beberapa negara. abel ((: Perbandingan 3oordinasi Penegakan $ukum di A Negara No! Negara Format 3oordinasi +atatan ( . anJania - Dilakukan oleh badan khusus diba1ah pemerintah ?akni: Good Go)ernance Coordinating Unit (GGCU) - Dilakukan oleh BA/ orang tenaga provisional 33C> merupakan badan ?ang bertanggung9a1ab soal koordinasi antar penegak hukum dalam peberantasan korupsi. =al ini dilakukan karena biro anti korupsin?a anJaniaA Pre)ention and Combating o' Corruption Bureau (PCCB)- terletak di ba1ah kontrol Presiden. Pada ken?ataann?a% kelemahan ?ang ter9adi di dalam melakukan koordinasi antara penegak hukum ter9adi karena tidak adan?a perangkat hukum ?ang mengatur lembagaA lembaga lain untuk beker9asama dengan PCC7. 7ahkan lembaga ini tidak mempu menagih laporan tri1ulan setiap lembagaA lembaga penegak hukum dan pmberantasan korupsi disana ' . >ganda Dilakukan oleh !nter 4genD? Forum (!4F) !33 lembaga adalah utama antiAkorupsi di >ganda. 6embaga ini ber@ungsi seperti Embudsman% namun mandatn?a telah diperpan9ang untuk men?elidiki% menangkap dan mengadili kasus ?ang korupsi% pen?alahgunaan 1e1enang atau pen?alahgunaan 9abatan publik. !33 telah berkembang men9adi sebuah publik ?ang independen kantor% !nspektur Jenderal Pemerintah ditun9uk oleh Presiden. Dalam kasus >ganda% !4F tidak beker9a 50 No! Negara Format 3oordinasi +atatan maksimal disebabkan kurangn?a perhatian dan pendanaan dari pemerintah. B . 4@rika Selatan Negara tidak membentuk badan khusus ?ang menangani kasusAkasus korupsi. 4@rika Selatan han?a membentuk unit khusus ?ang ada dalam sebuah institusi penegak hukumn?a. 8andat antiAkorupsi telah dibagi antara berbagai lembaga% antara lain: South 4@riDan PoliDe ServiDe% the National ProseDuting 4uthorit? (NP4)% the 4uditor 3eneral% the South 4@riDan 5evenue ServiDes% the SpeDial !nvestigating >nit (S!>)% Embudsman% and the PubliD ServiDe Commission. Koordinasi antara beberapa lembaga tersebut memiliki persoalan ?ang Dukup serius% dikarenakan tumpangAtindihn?a ke1enangan dan pengaturan dalam peraturan di negara tersebut. / . 7ulgaria Dilakukan oleh sebuah Komisi Koordinasi ?ang terdiri dari Per1akilan dari Departemen Keuangan% Kementrian Dalam Negeri% Departemen Kehakian dan 4udit E@@iDe Sama hal n?a dengan 4@sel% 7ulgaria tidak 9uga membentuk unit khusus penanganan kasusAkasus Korupsi. 8ereka memilih untuk memperkuat kapasitas Canti korupsi di setiap lembagaAlembaga. >ntuk persoalan koordinasi sendiri dilakukan oleh sebuah Komisi Koordinasi ?ang terdiri dari pe1akilan Departemen Keuangan% Kementrian Dalam Negeri% Departemen Kehakian dan 4udit E@@iDe. - . 3eorgia Dilakukan oleh 8enteri Negara Koordinasi 5e@ormasi Koordinasi antara lembaga penegak hukum dalam pembatasan korupsi dilakukan oleh seorang menteri. !a memiliki legitimasi hukum dan politik ?ang sangat kuat. 8ekanisme koordinasi dilakukan melalui laporan tri1ulan ?ang diberikan kepada kementrian terkait. Namun karena belum ada @orum ?ang terlebagakan% koordinasi seringkali dilakukan han?a b? phone sa9a. $ . Filipina Pertemuan Formal Filiphina memberlakukan konsep pertemuan @ormal untuk pertukaran in@ormasi telah antara lembaga penegak hukum ?ang relevan ) . Korea Selatan 7adan Koordinasi Korea mengoperasikan kebi9akan antiA korupsi melalui badan koordinasi ?ang terdiri dari sepuluh departemen dan instansi 51 No! Negara Format 3oordinasi +atatan terkait seperti badan penga1as. , . 6atvia Dilakukan oleh 7iro PenDegahan dan Pemberantasan Korupsi 7iro ini diberikan mandat ?ang 9elas untuk melakukan koordinasi di level nasional dan instasi pemerintahan tingkat lokal. 7umber" U8 2nti Corruption 1esource Centre 52 2A2 5I RE3O%ENDA"I PEN7.ATAN PE%2ERANTA"AN 3OR.P"I 7erdasarkan semua uraian diatas% men9adi pertan?aan krusial% apa hal ?ang bisa dilakukan untuk penguatan pemberantasan korupsi di !ndonesia% khususn?a dari perspekti@ koordinasi dan supervise oleh KPK. 53 Komitmen politik ?ang utuh dari Presiden Susilo 7ambang Gudho?ono dapat men9adi satu modal a1al. Seperti diketahui% Presiden sudah menerbitkan instruksi resmi agar upa?a pemberantasan korupsi di tingkatkan. Salah satu poin ?ang terkait dengan penelitian ini adalah adan?a item khusus tentang koordinasi dan supervisi. !ntruksi Presiden ini tentu sa9a belum Dukup% karena sebagai sebuah kebi9akan% !nstruksi ini harus dilaksankan di lapangan. >ntuk pelaksanaann?a% tentu dibutuhkan komitmen pimpinan lembaga penegak hukum dan institusi terkait lainn?a% mulai dari Kapolri% Jaksa 4gung% PP4K% Kementrian% 7PK% 7PKP% bahkan 8ahkamah 4gung. 8eskipun 7PK dan 8ahkamah 4gung adalah lembaga ?ang berada di luar lingkup eksekuti@% akan tetapi peran institusi ini dalam garis koordinasi untuk memastikan pemberantasan korupsi ber9alan e@ekti@ sangatlah dibutuhkan. Selain itu% penataan kelembagaan di KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan 9uga men9adi hal krusial. Karena berdasarkan temuan dalam proses penelitian ini% salah satu kendala tidak ber9alan maksimaln?a @ungsi koordinasi dan supervisi adalah karena KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian masih belum ada kelembagaan ?ang 9elas untuk pelaksanaan @ungsi tersebut. Di KPK% dalam praktekn?a @ungsi supervisi masih dilakukan seDara kasuistis% menugaskan pen?idik% pen?elidik dan auditor ?ang sebenarn?a 9uga pun?a tugas lain untuk turun ke daerah% dan mensupervisi seDara kasuistis. Demikian 9uga dengan Kepolisian dan Ke9aksaan ?ang 9uga han?a menugaskan perorangan% tanpa membentuk kelembagaan internal ?ang permanen% sehingga ada relasi institusional antara KPK% Polri dan Ke9aksaan saat men9alankan @ungsi ini. Selain itu% dukungan Parlemen 9uga sangat dibutuhkan% baik untuk melakukan penga1asan% ataupun dukungan dalam bentuk anggaran ?ang Dukup untuk memperkuat ber9alann?a ker9a pemberantasan korupsi di Kepolisian dan Ke9aksaan. A! Im,lentasi In,res No! C Tahun ()** Presiden Susilo 7ambang Gudho?ono pada tanggal (' 8ei '+(( menandatangani !nstruksi Presiden (!npres) Nomor * ahun '+(( tentang 5enDana 4ksi PenDegahan dan Pemberantasan Korupsi. !nstruksi ini mengatur mengenai tindakan konkret untuk penDegahan dan pemberantasan korupsi ?ang harus di9alankan oleh seluruh aparat negara penerima !npres. 6angkahAlangkah itu menDakup enam strategi ?aitu penDegahan% penindakan% harmonisasi peraturan% pengembalian aset% ker9asama internasional dan pelaporan. erdapat (( @okus dengan /) isu% (+' renDana aksi dan (/' sub renDana aksi. Fokus implementasi inpres ini ada pada empat lembaga% ?akni Polri% Ke9aksaan 4gung% Kementerian =ukum dan =ak 4sasi 8anusia% dan Kementerian Keuangan% terutama Direktorat Jenderal Pa9ak dan 7ea Cukai. 4da beberapa hal ?ang perlu diDermati dibalik keluarn?a !npres antikorusi ini. Pertama% keraguan !npres tersebut dapat diimplementasikan. Penerbitan !npres terkait pemberantasan korupsi bukan kali pertama. Presiden sebelumn?a pernah 54 mengeluarkan !npres No - ahun '++/ tentang PerDepatan Pemberantasan Korupsi dan !npres No ( ahun '+(( tentang PerDepatan Pen?elesaian KasusA kasus =ukum dan Pen?impangan Pa9ak. 6alu munDul !npres No ' ahun '+(( tentang PerDepatan Penanganan Kasus 7ank Centur?. Sa?angn?a dari !npres antikorupsi sebelumn?a dinilai lemah pada tataran implementasi% tiadan?a monitoring dan evaluasi. 40
=al ini dapat dilihat dari keberlan9utan perDepatan pen?elesaian kasus ma@ia pa9ak ?ang melibatkan 3a?us ambunan tak menemukan pen?elesaian konkret. !npres No ( ahun '+(( tentang PerDepatan Pen?elesaian KasusAKasus =ukum dan Pen?impangan Pa9ak 9ustru ditindaklan9uti dengan penerbitan inpres baru. 8eski ada !npres% kasus skandal Pa9ak hingga saat ini belum tuntas men9erat perusahaanA perusahaan ?ang men?uap 3a?us ambunan% sang pega1ai pa9ak. Semua inpres ?ang ada 9uga tidak mengatur tentang sanksi atau teguran bagi ke9aksaan% kepolisian maupun pembantu presiden lainn?a 9ika melanggar atau tidak men9alankan instruksi ini. Keraguan bah1a !npres ini bisa dilaksanakan% 9uga dapat dilihat 9angka 1aktu ?ang tidak masuk akal dalam pemenuhan renDana aksi. 8eski renDana aksi nasional dan strategi pemberantasan korupsi sudah disiapkan oleh 7adan PerenDanaan Nasional (7apenas) se9ak tahun '+(+ lalu% namun kebi9akan ini baru di1u9udkan dalam bentuk !npres pada (' 8ei '+((. Dengan kurun 1aktu sisa han?a , (delapan) bulan maka sukar merealisasikan semua @okus% isu% renDana aksi dan sub renDana aksi ?ang telah diDanangkan. !edua% seDara subtansi masih ada beberapa hal ?ang belum diakomodir dalam !npres. Salah satun?a adalah renDana aksi ?ang dalam !npres ini belum menDakupi soal ekstradisi. Padahal% dalam Konvensi Perserikatan 7angsaA7angsa tentang Pemberantasan Korupsi A?ang dirati@ikasi dengan >> No , ahun '++) lalu C men?ebutkan soal upa?a ekstradisi untuk koruptor ?ang bersembun?i di luar negeri. 4pabila ekstradisi itu dimasukkan dalam !npres% para koruptor ?ang kabur ke negeri ?ang 9uga telah merati@ikasi konvensi itu% dapat segera dipulangkan. !etiga% renDana aksi dalam !npres tidak @okus pada upa?a memperbaiki peringkat korupsi !ndonesia dimata !nternasional. Dalam sepuluh tahun terakhir% ransparenD? !nternational (!) menempatkan !ndonesia dalam kelompok negaraA negara terkorup di dunia. Dari Corruption PerDeption !nde0 (CP!) untuk (+ (terbersih) hingga + (terkorup)% !ndonesia se9ak tahun '++( hingga '+(+ selalu diba1ah angka B atau masih tergolong negara paling korup. Pada tahun '+(+ dengan CP! senilai '%,% !ndonesia berada di posisi ((+ dari (), 9umlah negara. Kondisi ini tidak berubah 9ika dibandingkan pada tahun '++*. Survei persepsi ?ang dilakukan oleh ! ber@okus pada empat sektor bisnis% pa9ak% bea Dukai dan penegakan hukum. Dengan demikian strategi dan renDana aksi pemberantasan korupsi ?ang digagas oleh pemerintah melalui !npres antikorupsi 40 &iluar kebijakan Presiden dalam bentuk Inpres, Kebijakan antikorupsi dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden selama periode pemerintaan "B= adala pembentukan Tim Penuntasan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tim Pemburu Koruptor, dan "atuan Tugas Pemberantasan *a>ia !ukum$ 55 9uga mengarah pada empat sektor tersebut. Sa?angn?a !npres No * ahun '+(( tidak meman@atkan peluang mensinergikan kebi9akan antikorupsi ?ang ter@okus dan terarah dengan perbaikan peringkat korupsi !ndonesia. Diluar tiga Datatan diatas% sosialiasi dan internalisasi !npres * ahun '+(( ini 9uga dinilai bermasalah. Pengakuan :akil Presiden 7oediono bah1a !npres No * ahun '+(( tidak ada gaungn?a 41 % menun9ukkan ada indikasi tidak maksimaln?a sosialisasi dan kampan?e dari pemerintah. Dalam pertemuan @ormal dengan se9umlah pihak khususn?a aparat penegak hukum dari ke9aksaan dan kepolisian% @aktan?a masih ban?ak aparat ?ang tidak mengetahui atau memahami mengenai keberadaan !npres antikorupsi ?ang terbaru ini. =al positi@ ?ang diatur dalam !npres adalah adan?a strategi bidang penindakan berupa memperDepat penanganan kasus korupsi dan penguatan koordinasi diantara lembaga penegak hukum termasuk pihak diluar eksekuti@ seperti KPK. Pelibatan KPK berdasarkan !npres ini adalah dalam menentukan sektor prioritas pemberantasan korupsi untuk men?elamatkan uang negara dan pemberian bantuan teknis dalam penanganan kasus korupsi. Jika ker9asama dan koordinasi antar lembaga ini dapat dimaksimalkan maka akan berdampak positi@ bagi upa?a pemberantasan korupsi di !ndonesia. 2! 3ebi9akan yang Dibutuhkan untuk %em,erkuat 3oordinasi dan "u,er4isi Seperti di9elaskan sebelumn?a% salah satu persoalan a1al tidak dilembagakann?a @ungsi koordinasi dan supervisi di KPK dari tahun '++/% adalah karena adan?a pemahaman bah1a >> KPK memiliki kontradiksi antara ke1enangan dan unit kelembagaan ?ang diatur seDara detil. 1. 7erdasarkan Pasal '- a?at (() huru@ (a) >> Nomor B+ tahun '++' tentang KPK% ?ang mengatur bah1a: Komisi Pemberantasan Korupsi a. 8enetapkan kebi9akan dan tata ker9a organisasi mengenai pelaksanaan tugas dan 1e1enang KPK 8eskipun 7ab !" >> KPK tidak men?ebutkan seDara detail tentang adan?a bagian% subAbidang ataupun satuan tugas ?ang melakukan tugas koordinasi dan supervisi% namun berdasarkan Pasal '- a?at (() huru@ (a) >> KPK% Pimpinan KPK ber1enang untuk membuat kebi9akan tentang tata ker9a organisasi sepan9ang hal itu sesuai dengan tugas dan 1e1enang KPK. >ntuk mengetahui tugas KPK% kita dapat meru9uk pada Pasal $ >> KPK% dimana disebutkan seDara 9elas bah1a melakukan koordinasi dan supervisi merupakan tugas KPK ?ang diatur di Pasal $ huru@ (a) dan (b). Jadi% berdasarkan dua pasal tersebut% maka KPK dapat membentuk sebuah unit khusus% ?ang diharapkan bisa lebih besar disbanding han?a >nit Ker9a 41 Wakil Presiden Curhat: Inpres Pemberantasan Korupsi tak 'Nendang', Republika, "elasa, '2 /uni 20''$ 56 seperti ?ang diatur di Peraturan KPK No. +B ahun '+(+ tentang Erganisasi dan ata Ker9a KPK. 2. KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan direkomendasikan untuk membentuk Sentra Koordinasi Pemberantasan Korupsi erpadu (SKPK). Pembentukan SKPK ini bertu9uan agar ker9asama antara KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan dapat dilakukan dengan standar kelembagaan ?ang sama. =al ini men9a1ab persoalan pelaksanaan @ungsi koordinasi dan supervisi selama ini ?ang dilakukan seDara kasuistis dan berkomunikasi melalui 5iasion 6''icer atau 6E di Kepolisian dan Ke9aksaan. 4kan tetapi% SKPK ini harus didukung 9uga dengan mana9emen dan sistem penDatatan penanganan kasus korupsi ?ang baik di KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian. 3. erkait dengan sudah terbentukn?a se9umlah Pengadilan (khusus) indak Pidana Korupsi di se9umlah daerah% dalam tugasn?a ke depan% KPK sudah harus memprioritaskan penguatan dan penga1asan Polda dan Ka9ati bersama 8abes Polri dan Ke9aksaan 4gung. +! Pelibatan dan ,enguatan ka,asitas masyarakat Seperti di9elaskan diatas% penguatan pemberantasan korupsi% khususn?a melalui pemaksimalan @ungsi Koordinasi dan Supervisi harus dilihat seDara sistemik% mulai dari implementasi !nstruksi Presiden No. * tahun '+(( tentang 5enDana 4ksi PenDegahan dan Pemberantasan Korupsi. serta pembentukan kelembagaan di KPK% Ke9aksaan dan Kepolisian. 4kan tetapi penguatan pemberantasan korupsi melalui tugas koordinasi dan supervisi ini tidak mungkin han?a dilakukan dengan semataAmata menguatkan institusi negaran?a sa9a% keterlibatan mas?arakat seDara akti@ sangat dibutuhkan. Peran serta mas?arakat dalam pen?elenggaraan pemerintahan% khususn?a pemberantasan korupsi di !ndonesia ini di9amin oleh konstitusi (>>D (*/-)% dan diatur seDara 9elas melalui >> No. B( tahun (*** 9o >> No. '+ tahun '++( tentang Pemberantasan indak Pidana Korupsi. dan Peraturan Pemerintah No. )( tahun '+++ tentang ata Cara Pelaksanaan Peran Serta 8as?arakat dan Pemberian Penghargaan dalam PenDegahan dan Pemberantasan indak Pidana Korupsi. Porsi mas?arakat untuk terlibat seDara akti@ tersebut 9uga diatur seDara khusus di >nited 9ation Con)ention 2gainst Corruption (U9C2C) :;;< ?ang sudah dirati@ikasi !ndonesia melalui >ndangAundang Nomor ) tahun '++$. Peran serta mas?arakat dalam upa?a penDegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di1u9udkan dalam bentuk antara lain menDari% memperoleh% memberikan data atau in@ormasi tentang tindak pidana korupsi dan hak men?ampaikan saran dan pendapat seDara bertanggung 9a1ab terhadap penDegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pada pen9elasan umum PP )( tahun '+++% disebutkan: 57 Peran serta masyara$at dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tinda$ pidana $orupsi di%u#ud$an dalam bentu$ antara lain mencari memperoleh memberi$an data atau in'ormasi tentang tinda$ pidana $orupsi dan ha$ menyampai$an saran dan pendapat secara bertanggung #a%ab terhadap pencegahan dan pemberantasan tinda$ pidana $orupsi4. Prinsip dasar peran serta mas?arakat dalam pemberantasan korupsi adalah bagaimana menempatkan mas?arakat berperan akti@ dalam pemberantasan korupsi% tidak han?a sebagai pelapor kasus korupsi akan tetapi 9uga untuk memberikan saran% dan ?ang terpenting melakukan penga1asan publik (social control). Dalam konteks penga1asan publik inilah% mas?arakat perlu diberikan ruang ?ang Dukup% dan kapan perlu di@asilitasi agar bisa menga1asi ker9a penegak hukum di daerah dalam menangani kasus korupsi. Jaringan mas?arakat sipil di daerah bisa dimaksimalkan untuk mendukung ker9a KPK dalam melaksanakan koordinasi dan supervisi% sekaligus melakukan penga1asan terhadap ker9a Kepolisian Daerah dan kantorAkantor Ke9aksaan di daerah. =al ini sesuai dengan konsepsi KPK sebagai trigger meDhanism ?ang akan memberikan ruang lebih pada kantorAkantor Kepolisian dan Ke9aksaan di Daerah% khususn?a untuk penanganan kasus korupsi ?ang beru9ung pada proses persidangan di Pengadilan indak Pidana Korupsi daerah. H H H 58 747 "!! PEN.T.P Disadari atau tidak% pemberantasan korupsi tidak dapat digantungkan semataAmata pada penindakan tersangka oleh KPK. Semangat ker9a pemberantasan korupsi 9uga harus ditularkan KPK kepada institusi penegak hukum lainn?a. Sebab% keberadaan KPK sesuai dengan semangat pembentukann?a adalah dalam rangka mengisi kosongan keperDa?aan mas?arakat pada lembaga penegak hukum ?ang ada. 59 erkait hal itu% ada dua mandat pokok ?ang dimiliki KPK. Pertama melaksanakan tugasAtugas penindakan ?ang 9uga men9adi ke1enangan lembaga penegak hukum lainn?a. ugas ini diker9akan dalam rangka memenuhi harapan mas?arakat agar para koruptor dihukum. !edua tugas ?ang 9auh lebih penting% ?aitu bagaimana KPK mengkoordinir sekaligus mensupervisi lembagaAlembaga penegak hukum ?ang ada agar men9adi lembaga ?ang kuat dan mampu men9alankan tugas penegakan hukum dengan baik. Koordinasi dan supervisi ?ang dilakukan KPK 9uga menDakup mengambil langkahAlangkah untuk mendorong dilakukann?a perDepatan re@ormasi di tubuh ke9aksaan dan kepolisian. Pada akhirn?a% @ase pemberantasan korupsi kita akan masuk pada tingkatan ?ang lebih tinggi% dimana KPK% Kepolisian dan Ke9aksaan berbagi tugas dan bersinergi dalam pemberantasan korupsi. 6aporan penelitian ini menegaskan bah1a e@ekti@itas pemberantasan korupsi dapat diDapai dengan setidakn?a tiga pondasi dasar institusi penegak hukum% selain peradilan. !ni menegaskan% bah1a meskipun Kepolisian dan Ke9aksaan sudah dinilai Dukup kuat% keberadaan KPK tetap pun?a arti penting dalam pemberantasan korupsi. Satu hal krusial ?ang harus di@ormulasikan ke depan adalh konsep pembagian tugas antara lembaga penegak hukum (dari segi penindakan)% dan pemeliharaan sistem% penga1asan% serta pemantauan ?ang rutin terhadap kemungkinan adan?a bolong dan Delah dalam sistem pemerintahan !ndonesia. =al ini akan selalu dibutuhkan sampai kapan pun 9uga. Karena potensi korupsi sesungguhn?a melekat pada ke1enangan dan kekuasaan ?ang ada dalam sistem negara. Sementara di sisi lain% kualitas ke9ahatan 9uga terus berkembang dan menemukan 9alann?a sendiri. Sehingga% upa?a pemberantasan korupsi dalam bentuk penindakan% pembenahan sistem% pera1atan dan penga1asan adalah upa?a ?ang tidak pernah berhenti% dan tidak pernah sampai pada titik paling akhir. 4tas dasar itulah% revitalisasi peran KPK untuk koordinasi dan supervisi dalam pemberantasan korupsi men9adi kenisDa?aan. Pemahaman tentang kebutuhan !ndonesia bah1a lembaga independen seperti KPK% khususn?a untuk @ungsi Koordinasi dan Supervisi haruslah terus ada% 9uga sesuai maknan?a dengan semangat ?ang ada dalam >NC4C. 7ah1a% setiap negara membutuhkan kelembagaan khusus ?ang mengurus tentang pemberantasan korupsi. 8eskipun !ndonesia sudah memiliki Kepolisian dan Ke9aksaan% akan tetapi sesuai dengan konsepsi bah1a korupsi adalah extra ordinary crime% maka kebutuhan sebuah lembaga ?ang 9uga bersi@at extra-ordinary seperti KPK menemukan dasar argumentasin?a. Demikian 9uga 9ika kita meru9uk pada pemaknaan 8ahkamah Konstitusi 5! terhadap eksistensi lembaga khusus pemberantasan korupsi seperti KPK. Dalam putusann?a 8K men?ebutkan seDara tegas% bah1a KPK adalah lembaga negara ?ang bernilai penting seDara konstitusional (Donstitutional important). =al ini me?akinkan kita% bah1a dalam kondisi sistem politik seperti apapun% siapapun pempimpin politikn?a% selama >>D (*/- belum berganti% maka keberadaan lembaga constitutional important ini harus dipertahankan. 60 H H H 61 DAFTAR P."TA3A PER.NDAN7:.NDAN7AN >ndangAundang Dasar Negara 5epublik !ndonesia Nomor (*/- >ndangAundang Nomor B+ tahun '++' tentang Komisi Pemberantasan indak Pidana Korupsi Peraturan Pemerintah Nomor $B tahun '++- tentang Sistem dan 8ana9emen Sumber Da?a 8anusia KPK Keputusan Ketua KPK Nomor: KepA+)#P.KPK#+'#'++/ tentang Erganisasi dan ata Ker9a KPK Peraturan KPK Nomor: PerA+,#+(#K!!#'++, tentang Erganisasi dan ata Ker9a KPK Peraturan KPK Nomor +B ahun '+(+ tentang Erganisasi dan ata Ker9a KPK Keputusan 7ersama Ketua KPK dan Jaksa 4gung 5! Nomor: ((#KPKA Ke9agung#K!!#'++- dan Nomor: KepAB/)#4#J.4#('#'++- tentang Ker9asama 4ntara KPK dengan Ke9aksaan 5! dalam rangka Pemberantasan indak Pidana Korupsi. Keputusan 7ersama Kepala Kepolisian Negara 5! dan Ketua KPK No.Pol.: Kep#($#"!!#'++- dan Nomor:+)#PE65!AKPK#"!!#'++- tentang Ker9asama antara Polri dan KPK dalam 5angka Pemberantasan indak Pidana Korupsi 2.3.# %A3ALA$# ARTI3EL 62 4dnan opan =usodo% 1oadmap !P! :;;=-:;33( .enu#u Pemberantasan !orupsi yang lebih e'e$ti' !ndonesia Corruption :atDh (!C:)% Koalisi Pemantau Peradilan (KPP)% Kemitraan% Jakarta:'++) 6ukman =akim% !edudu$an >u$um !omisi 9egara di Indonesia( ?$sistensi !omisi-$omisi negara (7tate 2uxiliary 2gency) sebagai organ negara yang mandiri dalam sistem $etatanegaraan% Program PasDa >niversitas 7ra1i9a?a% 8alang: '+(+ 8ansour Fakih% 1untuhnya -eori Pembangunan dan Globalisasi% !nsist Press beker9asama dengan Pustaka Pela9ar% Gog?akarta: '++B 8. 7us?ro 8uLoddas% 0alan Berli$u Pemberantasan !orupsi% 8akalah disampaikan dalam 6eDture Series dalam rangka $+ ahun Fakultas =ukum >niversitas 4ndalas% Padang% (, Juni '+(( Johan 7udi% dkk. (2d.) ?mpat -ahun !P!( .enyala$an 5ilin di -engah !egelapan% Komisi Pemberantasan Korupsi% Jakarta% '++) 5anDangan Pen9elasan >ndangA>ndang 5epublik !ndonesia entang Komisi Pemberantasan indak Pidana Korupsi (>> KPK)% '++( Keterangan Pemerintah di =adapan 5apat Paripurna De1an Per1akilan 5ak?at 5epublik !ndonesia 8engenai 5anDangan >ndangA>ndang 5epublik !ndonesia entang Komisi Pemberantasan indak Pidana Korupsi% tanggal B+ 4gustus '++( Fraksi Kesatuan Kebangsaan !ndonesia% Pemandangan Umum atas 1ancangan Undang-Undang tentang !omisi Pemberantasan -inda$ Pidana !orupsi% Jakarta (( September '++( 63 Fraksi Partai Demokrasi Kasih 7angsa% Pandangan Umum .engenai 1ancangan Undang-Undang tentang !omisi Pemberantasan -inda$ Pidana !orupsi% Jakarta% '( September '++( Fraksi Partai 3olongna Kar?a% Pandangan Umum atas 1ancangan Undang- Undang tentang !omisi Pemberantasan -inda$ Pidana !orupsi% (( September '++( Pendapat 4khir Fraksi PK7 DP5A5! terhadap 5anDangan >ndangA>ndang tentang Komisi Pemberantasan indak Pidana Korupsi% Jakarta% '* Nopember '++' 6aporan ahunan KPK ahun '++/: 8e1u9udkan !ndonesia ?ang 7ebas Korupsi% '++- 6aporan ahunan KPK ahun '++-: 8embangun KeperDa?aan 8e1u9udkan Kepastian =ukum% '++$ 6aporan ahunan KPK ahun '++): Pemberda?aan Penegakan =ukum% '++, 6aporan ahunan KPK ahun '++, : Eptimalisasi Pela?anan Publik% '++* 6aporan ahunan KPK ahun '++* : Per9uangan 8ela1an Korupsi ak Pernah 7erhenti% '+(+ 6aporan ahunan KPK ahun '+(+% '+(( 64